Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jennie Dianita Sutantio
Abstrak :
ABSTRAK
Keterlambatan diagnosis gangguan spektrum autisme (GSA) masih menjadi masalah kesehatan anak di seluruh dunia hingga saat ini. Tenaga kesehatan yang kompeten dalam diagnosis GSA masih terbatas di pusat kesehatan tersier yang seringkali sulit dijangkau. Penggunaan telemedicine sebagai alat diagnosis dengan berbagai metode mulai diteliti; namun keterbatasan aplikasi menyebabkan telemedicine belum digunakan secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi telemedicine menggunakan rekaman video yang direkam dengan protokol khusus dibandingkan dengan observasi langsung terhadap aktivitas pasien dalam menegakkan diagnosis GSA. Sebanyak 40 subyek berusia 18-30 bulan yang datang dengan keluhan keterlambatan bicara atau perilaku acuh dan mendapat skor M-CHAT-R lebih dari dua mengikuti penelitian ini. Hasil rekaman video menurut protokol khusus dinilai berdasarkan kriteria GSA menurut DSM-5, kemudian subyek dinilai menurut kriteria yang sama pada observasi langsung. Tingkat kesesuaian diagnosis pada kedua metode mencapai 82,5%. Sensitivitas rekaman video dalam diagnosis GSA mencapai 91,3% (IK 95% 79,7% sampai 100%) dan spesifisitas 70,6% (IK 95% 48,9% sampai 92,2%). Nilai duga positif mencapai 80,7% (IK 95% 65,6% sampai 95,9%), sedangkan nilai duga negatif 85,7% (IK95% 67,4% sampai 100%). Rasio kemungkinan positif adalah 3,1 (IK 95% 1,47 sampai 6,5), sedangkan rasio kemungkinan negatif adalah 0,16 (IK 95% 0,03 sampai 0,47). Berdasarkan hasil di atas, telemedicine berbasis rekaman video cukup baik dalam mendiagnosis GSA, meskipun spesifisitas tidak tinggi. Pada kasus yang meragukan, observasi langsung tetap perlu dilakukan.
ABSTRACT
Delayed diagnosis of autism spectrum disorder (ASD) remains as a persisting child health problem throughout the world until now. Competent professionals in diagnosing ASD are limited in tertiary health care centers which are usually hard to access. The use of telemedicine as a diagnostic tool using various methods has been investigated; however, application limitations cause the telemedicine has not widely used. This study aimed to evaluate the effectiveness of telemedicine using video recording with special protocol compared to direct observation of patient s activities in diagnosing ASD. We included forty subjects aged 18-30 months old with chief complaints of delayed speech or ignoring behavior and M-CHAT-R score more than two. Video records guided by special protocol were assessed using DSM-5 criteria of ASD and the subjects were assessed using the same criteria during direct observation. Diagnostic agreement between the two methods was 82.5%. The sensitivity of video recording in diagnosing ASD was 91.3% (95% CI 79.7% to 100%), while the specificity was 70.6% (95% CI 48.9% to 92.2%). The positive predictive value was 80.7% (95% CI 65.6% to 95.9%), while the negative predictive value was 85.7% (95% CI 67.4% to 100%). The positive likelihood ratio was 3.1 (95% CI 1.47 to 6.55), while the negative likelihood ratio was 0.16 (95% CI 0.03to 0.47). Based on the results, telemedicine using video recording is effective for diagnosing ASD, despite its low specificity. In uncertain cases, direct observation is still need to be done.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khariza Nararya
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah melihat efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan antara kepuasan pernikahan dengan parenting stress pada orang tua dari anak dengan spektrum autisme di Indonesia. Penelitian dilakukan kepada 131 partisipan di Jabodetabek, Bali, dan Lampung. Penelitian menggunakan alat ukur Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, dan Dyadic Coping Inventory. Analisis data dilakukan dengan korelasi Pearson, analisis regresi linear, dan Hayes Macro Process. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress serta tidak ditemukan efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan kepuasan pernikahan dan parenting stress. ......The aim of this study is to evaluate the moderating effect of the two factors of common dyadic coping in the relationship between marital satisfaction and parenting stress for parents of individuals with autism spectrum disorder in Indonesia. The study was conducted to 131 participants in Jabodetabek, Bali, and Lampung area. This study uses Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, and Dyadic Coping Inventory to measure the variables. Data is analyzed using Pearson correlation, linear regression analysis, and Hayes Macro Process. Findings of the study showed that there is a significant negative correlation between marital satisfaction and parenting stress, and there is no moderating effect from the two factors of common dyadic coping to that relationship.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Azzahra Putri
Abstrak :
Orang tua dari anak dengan ASD mengalami stres pengasuhan yang lebih tinggi daripada anak tanpa ASD. Jika tidak diatasi dengan baik, maka stres pengasuhan bisa berdampak bagi penurunan kualitas pengasuhan, serta berkaitan dengan hubungan pasangan. Oleh karena itu, diperlukan strategi coping untuk menghadapi stres pengasuhan pada orang tua dari anak dengan ASD. Dyadic coping dapat digunakan untuk menghadapi stres pengasuhan dalam mengasuh anak dengan ASD. Dyadic coping terdiri dari positive dan negative dyadic coping. Positive dyadic coping terdiri dari supportive, delegated, dan common dyadic coping. Peneliti berfokus pada supportive dyadic coping karena menampilkan dukungan yang diberikan dan didapatkan pasangan dalam menghadapi stres pengasuhan. Tujuan penelitian adalah melihat hubungan antara supportive dyadic coping dan stres pengasuhan pada orang tua dengan anak ASD. Partisipan penelitian berjumlah 82 ayah atau ibu dari anak dengan ASD di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah subskala supportive dyadic coping (by partner dan by self) dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Parenting Stress Index-Short Form (PSI-SF). Hasil penelitian menampilkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara supportive dyadic coping dan stres pengasuhan pada orang tua dengan anak ASD (r=-.261, N=82, p<.01, one-tailed). Artinya, semakin tinggi supportive dyadic coping, maka semakin rendah stres pengasuhan orang tua dengan anak ASD. ...... Parents of ASD children experience higher parenting stress than those without ASD children. If it doesn't dealt properly, there is a chance that parenting stress has an impact on the quality of parenting and couple's relationship. Therefore, coping strategies are needed to deal with parenting stress for parents of ASD children. Dyadic coping can be used to deal with parenting stress in rearing ASD children. Dyadic coping consists of positive and negative dyadic coping. Positive dyadic coping consists of supportive, delegated, and common dyadic coping. This study focused on supportive dyadic coping because it displays the support by self and partner in dealing with parenting stress. The purpose of this study was to assess the relationship between supportive dyadic coping and parenting stress in parents of ASD children. There are 82 fathers or mothers of ASD children in Indonesia that participated in this study. The measurement tools used in this study were the supportive dyadic coping subscales (by partner and by self) of the Dyadic Coping Inventory (DCI) and the Parenting Stress Index-Short Form (PSI-SF). The results showed that there was a significant negative relationship between supportive dyadic coping and parenting stress in parents of ASD children (r=-.261, N=82, p<.01, one-tailed). That is, the higher the supportive dyadic coping, the lower the parenting stress of parents of ASD children.
Depok: Fakultas Psikologi Univeraitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Riyanto Widjaja
Abstrak :
Latar belakang: Keterlambatan bicara merupakan gejala yang paling sering menjadi alasan orang tua membawa anak dengan gangguan spektrum autis (GSA) untuk berobat. Walaupun demikian menegakkan diagnosis GSA tidaklah mudah dan tidak banyak tenaga kesehatan yang mampu melakukannya. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan dengan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas sehingga kerap kali sulit melakukan diagnosis. Kuesioner Keterlambatan Bicara “Anakku” diharapkan dapat digunakan sebagai alat diagnosis yang mudah dan sahih serta dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Metode: Studi diagnostik yang dilakukan terhadap anak usia 18 bulan – 3 tahun yang datang ke klinik dokter spesialis anak konsultan neurologi dengan keterlambatan bicara. Tahap awal dilakukan uji validasi kuesioner pada populasi yang sama. Setelah itu, dilakukan pembuatan kurva ROC terhadap kuesioner yang telah divalidasi untuk menentukan titik potong skor. Komponen yang dinilai adalah skor gangguan interaksi, skor gangguan komunikasi non-verbal, dan skor perilaku repetitif. Diagnosis GSA berdasarkan kuesioner bila terdapat gangguan interaksi dan perilaku repetitif. Sebagai baku emas adalah penegakkan diagnosis GSA oleh konsultan neurologi anak yang dilakukan berdasarkan DSM-5. Hasil penelitian: Validasi kuesioner menunjukkan validitas (seluruh pertanyaan memiliki r > 0,251 dengan p < 0,05) dan reabilitas (Cronbach alpha 0,906 untuk skor interaksi, 0,853 untuk komunikasi non-verbal, dan 0,766 untuk skor perilaku stereotipik/repetitif) yang baik. Titik potong skor gangguan interaksi adalah nilai 6 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,857 dan spesifisitas 0,762. Titik potong skor gangguan komunikasi adalah nilai 7 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,833 dan spesifisitas adalah 0,944. Titik potong skor perilaku stereotipik/repetitif adalah nilai 4 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,769 dan spesifisitas adalah 0,571. Selama penelitian didapatkan 134 anak dengan rerata usia 27,6±5,35 bulan dan 59 (44%) datang dengan gangguan spektrum autis. Angka kejadian GSA adalah Kuesioner keterlambatan bicara Anakku memiliki sensitifitas 0,86; spesifisitas 0,83; LR+ 5,06; LR- 0,17; nilai duga positif 0,8; nilai duga negatif 0,89 dalam mendiagnosis GSA. Simpulan: Kuesioner keterlambatan bicara Anakku memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang cukup baik untuk menegakkan diagnosis GSA pada anak usia 18 bulan – 3 tahun yang datang dengan keterlambatan bicara. ......Introduction: Children with autism spectrum disorder (ASD) frequently come with speech delay. Diagnosing ASD is tricky since it is based on examiner observational skill while no laboratory or radiology result can lead to ASD diagnosis. ASDQ is a self-administered rating scale questionnaire with 3 scoring domain (interaction deficit score, communication deficit score, and stereotypic/repetitive behaviour score). This study meant to evaluate the diagnostic performance of ASDQ for speech delay related ASD. Method: Parents who brought their child age 18 months to 3 years to the assigned neuropediatric clinics with speech delay were asked to fill the self-administered ASDQ. Questionnaire was validated, ROC curves were made, and cut off points were calculated. ASD based on ASDQ is diagnosed if there is interaction deficit with stereotypic/repetitive patterns. Final diagnosis is based on child neurology expertise with DSM-5 criteria as the gold standard. Result: Validation of ASDQ showed that it was valid (all question had r > 0.251 with p < 0.05) and reliable (Cronbach alpha 0.906 for interaction deficit score, 0,853 for non-verbal communication deficit score, and 0.766 for stereotypic/repetitive behaviour score). Cut off point for interaction deficit score was ³6 with 0.857 sensitivity and 0.762 specificity. Cut off point for communication deficit score was ³7 with 0.833 sensitivity and 0.944 specificity. Cut off point for stereotypic/repetitive behaviour score was ³4 with 0.833 sensitivity and 0.944 specificity. Prevalence of ASD was 59 (44.6%) out of 134 children aged 18 months – 3 years old come with speech delay with mean age 27,6±5,35 months. Diagnostic specification for ASDQ in diagnosing ASD was 0.86 sensitivity, 0.83 specificity, 5.06 positive likelihood ratio, 0.17 negative likelihood ratio, 0.8 positive predictive value, 0.89 negative predictive value. Conclusion: ASDQ has good sensitivity and specificity for diagnosing ASD in children age 18 months – 3 years old with speech delay.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kroncke, Anna P.
Abstrak :
This book examines current and emerging techniques for the dynamic and evolving field of autism assessment. It provides a detailed, research-based discussion of the latest innovations in assessment from a practical perspective accumulated from decades of autism assessment and treatment training and experience in both educational and clinical settings. The book provides personal insights into the engaging and intriguing autism population and case studies of children who have captured the hearts and minds of clinicians nationwide. As the rates of autism have grown more than 10-fold during the past decade, researchers have questioned whether unclear diagnostic guidelines may be to blame for the high numbers of recently diagnosed children. Rather, the authors argue, tighter agreed upon methods for diagnosis of autism have allowed for more accurate identification of children who indeed require supportive treatments and therapies. This unique volume provides readers with clarity about best-practice assessment approaches from sequential and pragmatic perspectives as well as an understanding of critical issues and hurdles in ascertaining the appropriate diagnosis. In addition, myriad potential comorbid conditions or differential diagnoses are addressed. This book is a must-have resource for clinicians and practitioners as well as researchers and graduate students in the fields of child and school psychology, behavioral therapy, social work, psychiatry, pediatrics, forensic psychology, and educational and healthcare policy"--Publisher's description.
Cham, Switzerland : Springer, 2016
616.858 82 KRO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farraas Afiefah
Abstrak :
Riset tentang keterampilan numerik awal pada anak usia dini dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) masih sangat terbatas dan belum mendapatkan hasil yang konklusif.  Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kontribusi kondisi perkembangan dan fungsi eksekutif dalam kompetensi numerik awal pada anak usia dini dengan ASD dan perkembangan tipikal. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 32 partisipan dengan perkembangan tipikal serta 8 partisipan dengan autism spectrum disorder yang berusia 48-96 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa working memory mampu memprediksi kompetensi numerik awal, bahkan setelah mengontrol IQ dan usia. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, status sosial ekonomi dan pendidikan ibu tidak berkontribusi secara signifikan dalam memprediksi kompetensi numerik awal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak ASD tidak memiliki kompetensi numerik maupun fungsi eksekutif yang berbeda dengan anak tipikal. Namun, pada aspek kompetensi numerik awal, anak ASD justru ditemukan menunjukkan kelebihan pada komponen applying knowledge of number. Hasil ini memberikan kabar gembira bagi orangtua yang memiliki anak dengan high functioning ASD, mengingat fungsi eksekutif maupun kompetensi numerik awal berkaitan dengan prestasi akademis pada jenjang pendidikan berikutnya.
Studies on early numerical skills in children with Autism Spectrum Disorder is still scarce and inconclusive. This study aims to investigate the contribution of developmental conditions (ASD and typical) and executive functions towards early numerical competence in children with high-functioning ASD and typical development. Participants in this study were 32 children with typical development and 8 participants with autism spectrum disorder aged 48-96 months. The results showed that working memory was able to predict early numerical competence, above and beyond IQ and age. In contrast to previous studies, the mothers socioeconomic and educational status did not contribute significantly in predicting early numerical competence. The results also showed that ASD children showed similar numerical competencies and executive functions with typical children. ASD children performed better in applying knowledge of number component. These results provided good news for parents who have children with high functioning ASD, given the executive function and initial numerical competencies are related to academic achievement at the next level of education.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Dwi Larasati
Abstrak :
Temperamen dan pengasuhan reflektif (Parental Reflective Functioning/PRF) merupakan faktor internal dan eksternal pada anak yang berkontribusi dalam memengaruhi kemampuan regulasi emosi anak. Namun belum diketahui faktor mana yang memberikan kontribusi lebih besar dalam memengaruhi regulasi emosi. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor mana di antara temperamen anak dan parental reflective functioning (PRF) ibu, beserta dimensi-dimensinya, yang memberikan kontribusi terbesar dalam memengaruhi regulasi emosi pada anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), berdasarkan perspektif ibu. Desain penelitian non-experimental dan pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini dengan total partisipan penelitian berjumlah 76 orang yang merupakan ibu yang memiliki anak dengan ASD. Alat ukur yang digunakan adalah Emotion Regulation Checklist (ERC) untuk mengkur regulasi emosi, Child Behavior Questionnaire (CBQ) untuk mengukur temperamen, dan Parental Reflective Functioning Questionnaire (PRFQ) untuk mengukur PRF. Teknik olah data statistik yang digunakan adalah hierarchical multiple regression - stepwise method. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa dua dimensi dari temperamen, yaitu effortful control dan negative affect, serta dua dimensi dari PRF, yaitu certainty of mental states dan interest and curiosity memberikan kontribusi secara signifikan dalam memengaruhi regulasi emosi, dengan dimensi yang memiliki kontribusi tertinggi adalah dimensi effortful control. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berkontribusi dalam memengaruhi regulasi emosi pada anak dengan ASD adalah faktor effortful control yang merupakan bagian dari temperamen.
Temperament and reflective parenting (Parental Reflective Functioning/PRF) are contributing internal and external factors that influences child's emotion regulation. However, which factor that give larger contribution is remain unknown. This study aims to see which factor between temperament and mother's PRF, along with dimensions respectively, give larger contribution on influencing emotion regulation among children with Autism Spectrum Disorder (ASD), based on mothers perspective. Using non-experimental and quantitative design, with total 76 mothers who has children with ASD age 6-12 as participant, given three parent-report instruments, which are Emotion Regulation Checklist (ERC) to measure child's emotion regulation, Child Behavior Questionnaire (CBQ) to measure child's temperament, and Parental Reflective Functioning Questionnaire (PRFQ) to measure mother's PRF. Hierarchical multiple regression - stepwise method was used in this study. Result showed that two of three dimensions of temperament which are effortful control and negative affect, also two of three dimensions of PRF which are certainty of mental states and interest and curiosity significantly contribute in influencing emotion regulation among ASD children, with effortful control as the largest contributor. Thus, it can be concluded that the most contributing factor in influencing emotion regulation among ASD children is effortful control as part/dimension of temperament.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T51715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewinta Larasati Paramitha Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi caregiver strain pada ibu yang memiliki dan merawat anak kandungnya yang didiagnosa autism spectrum disorder ASD . Intervensi ini dilakukan karena tingginya tegangan yang dirasakan oleh caregiver selama proses perawatan. Tegangan tersebut tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental dari caregiver, tetapi juga berdampak pada pasien yang dirawat. Oleh karena itu, peneliti kemudian melakukan penelitian kuasi-eksperimental one group, before after pretest ndash; posttest design, yaitu dengan memberikan intervensi acceptance and commitment therapy ACT kepada empat orang partisipan. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif dan kualitatif dari hasil pretest dan posttest. Secara kuantitatif, intervensi ini berhasil mengurangi nilai ketegangan caregiver yang diukur melalui the modified caregiver strain index MCSI . Secara kualitatif, intervensi ACT ini juga dapat mengatasi ketegangan caregiver selama proses perawatan. Partisipan memiliki perasaan yang lebih positif, mampu mengendalikan emosi negatif, dan lebih mampu menghadapi kejadian tidak menyenangkan dalam hidupnya. Mereka juga memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru mengenai cara untuk mengatasi ketegangan sebagai caregiver dari anak yang didiagnosa ASD.
ABSTRACT
This research aims to reduce caregiver strain of mothers who have and take care of autism spectrum disorder ASD children. This intervention conducted based on a high caregiver strain during caregiving process. This strain not only affects caregiver rsquo s psychological well being, but also the patient. Therefore, this research conducted using one group quasi experimental, before after pretest posttest design, by giving out ACT to four participants. The analysis done by comparing quantitative and qualitative data from the result of pretest and posttest. From the quantitative data, it is found that the intervention helps reduce strain score using the modified caregiver strain index MCSI . Qualitatively, this intervention helps the participants to deal with the strain as a caregiver during caregiving process. Participants have more positive feeling, able to control negative emotions, and more able to deal with unpleasant events in her life. They also get new knowledge and skills on how to deal with strain as a caregiver an ASD child.
2017
T48195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Salma Anisa
Abstrak :
Museum sebagai Pendidikan informal seharusnya bersifat inklusif bagi siapa saja, termasuk anak-anak penderita autisme. Pada umumnya, penderita Autism Spectrum Disorder (ASD) tidak memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap rangsangan cahaya seperti orang normal pada umumnya. Disisi lain, pencahayaan memiliki peranan penting bagi museum agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh pengunjung. Setiap museum memiliki sistem pencahayaan yang bervariasi dalam memamerkan objek pamernya, baik dari segi tipe penerangan, distribusi cahaya, teknik peletakkan, hingga iluminansi yang berbeda-beda. Saat menerima rangsangan cahaya, penderita autisme cenderung merasakan kondisi hipersensitivitas (terlalu sensitif) dan hiposensitivitas (tidak sensitif) yang mempengaruhi cara mereka bertingkah laku. Berangkat dari kondisi tersebut, karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui apakah museum yang sudah ada pada saat ini sudah memenuhi kebutuhan bagi penderita Autism Spectrum Disoder (ASD) dengan menganalis 2 museum anak yang ada di Indonesia yaitu Museum Penerangan dan Museum Geologi berdasarkan studi literatur. Hasil studi kasus yang telah dilakukan penulis menunjukan pada setiap museum masih belum dapat memenuhi kebutuhan penderita autisme secara sepenuhnya. Sehingga perlu diterapkannya strategi pencahayaan yang bersifat dinamis dan penyinaran dengan standar iluminansi yang sesuai bagi penderita autisme, agar dapat menunjang keberhasilan kegiatan museum yang bersifat inklusif bagi siapa saja. ......Museum as informal education should be inclusive for everyone, including children with autism. In general, people with Autism Spectrum Disorder (ASD) do not have the ability to adjust to light stimuli like normal people in general. On the other hand, lighting has an important role in museums so that the information conveyed can be understood by visitors. More over, each museum has a lighting system that varies in exhibiting its objects, both in terms of lighting types, light distribution, placement techniques, and different illuminations. When receiving light stimuli, people with autism tend to feel the conditions of hypersensitivity (too sensitive) and hyposensitivity (not sensitive) that affect the way they behave. Based on these conditions, this paper aims to determine whether the existing museums currently meet the needs of people with Autism Spectrum Disorder (ASD) by analyzing 2 children's museums in Indonesia, the Museum Penerangan and the Museum Geologi based on literature studies. The result of the case studies show that each museum is still not able to fully meet the needs of people with autism. So it is necessary to implement a dynamic lighting strategy and lighting with appropriate illuminatio
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Caesaria Lestari
Abstrak :
Latar belakang Kemampuan meminta (mand) dan menyebut (tact) adalah kemampuan yang perlu ditingkatkan pada awal terapi verbal behavior pada anak autisme. Metode telehealth oleh orangtua dapat memberikan terapi dini. Tujuan penelitian untuk melihat efektivitas pelatihan yang dilakukan orangtua terhadap peningkatan kemampuan komunikasi awal anak GSA dalam meminta (mand) dan menyebut (tact). Metode Uji klinis acak terkontrol terhadap anak autisme berusia 2-5 tahun. Penilaian kemampuan anak menggunakan instrumen verbal behavior milestones assessment and placement program. Orangtua kelompok perlakuan mendapat modul video pelatihan dan bimbingan dari terapis, sebelum memulai terapi selama 3 bulan pada anak. Penilaian kemampuan ulang dilakukan pada kedua kelompok di akhir periode. Hasil Terdapat 40 subyek yang masuk ke dalam level 1 VBMAPP. Skor VB MAPP sesudah pemberian intervensi meningkat dari 13,83 menjadi 24,43. Peningkatan median skor mand 1 menjadi 2 dan median skor tact 1 menjadi 3 (p<0,001). Perbandingan peningkatan median skor mand antara kedua kelompok menunjukkan hasil bermakna (p=0,003). Kenaikan proporsi skor mand dan tact tampak lebih tinggi pada kelompok perlakuan. Simpulan Pelatihan mand dan tact oleh orangtua pada anak autisme dengan menggunakan metode telehealth efektif dalam meningkatkan kemampuan anak meminta, dan bermakna secara klinis dalam meningkatkan kemampuan anak menyebut. Metode telehealth dapat diterima oleh orangtua. ......Background Mand and tact is a skill in verbal behavior therapy that needs to be improved initially. The telehealth method are helpful for those in rural area. This study aim was to assess effectiveness of telehealth mand and tact training by parents on increasing the child’s mand and tact skill. Methods A randomized controlled clinical trial of 2-5 years old children with ASD. Assessment of children's milestones using verbal behavior milestones assessment and placement program. Parents in the intervention group received video modelling and guidance from a therapist before giving therapy for 3 months. Re-assessment was done in both groups at the end of the period. Results A total of 40 subjects with ASD in level 1 VBMAPP meet criteria. A significant increase in the VB MAPP score after the intervention, namely 13.83 to 24.43. Mand median score increased from 1 to 2, and the tact, 1 to 3 with p<0.001. Comparison of the increase in the median mand score between the two groups showed significant results (p = 0.003). The increase in the proportion of mand and tact scores was higher in intervention group. Conclusion Telehealth mand and tact training by parents for children with ASD effective in improving mand, and clinically meaningful in improving tact. The telehealth method can be accepted by parents.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library