Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farhanif Fauzanputra
Abstrak :
Latar Belakang TOPICOP adalah suatu skala yang dikembangkan untuk mengevaluasi topical steroidphobia pada pasien dermatitis atopik atau orang tuanya yang telah menjalani validasi statistik awal. TOPICOP dibuat dan diuji di Perancis, namun dimensi yang dieksplorasi pada kuesioner ini tidak terbatas pada pasien di Perancis dan validasi skala lebih lanjut di negara dan budaya lain diperlukan untuk memfasilitasi studi perbandingan internasional. Saat ini, belum tersedia instrumen penilaian prevalensi fobia steroid topikal di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan terjemahan serta uji validasi dan reliabilitas untuk membuat kuesioner TOPICOP berbahasa Indonesia agar dapat digunakan untuk penelitian dan pelayanan. Setelah divalidasi, akan dilakukan survey terhadap responden terkait topical steroid-phobia. Metode Kuesioner TOPICOP asli berbahasa Inggris diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Pengisian kuesioner TOPICOP ini dilakukan pada 30 subjek penelitian (SP) di Poliklinik Kulit dan Kelamin dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai Pearson Correlation dan nilai signifikansi. Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung nilai Cronbach’s alpha. Hasil Terjemahan kuesioner TOPICOP asli berbahasa Inggris menghasikan kuesioner TOPICOP versi Bahasa Indonesia. Rentang nilai Pearson Correlation. pada seluruh pernyataan pada kuesioner ini sebesar 0,162-0,768 dan nilai signifikansi berada di rentang 0,000001-0,394. Terdapat tiga butir kuesioner yang tidak valid, yaitu BEL1, WOR2, dan BEH3. Nilai uji reliabilitas konsistensi internal pada pertanyaan yang valid pada kuesioner ini sebesar 0,826. Kesimpulan Perlu dilakukan beberapa modifikasi pada beberapa butir instrumen kuesioner TOPICOP agar dapat memenuhi uji validitasi. ......Introduction TOPICOP is a scale developed to evaluate topical steroid-phobia in atopic dermatitis patients or their parents that has undergone initial statistical validation. TOPICOP was created and tested in France, however the questionnaire are not limited to patients in France and further validation of the scale in other countries and cultures is needed to facilitate international comparative studies. Currently, there is no instrument available to assess the prevalence of topical steroid phobia in Indonesia. Translation as well as validation and reliability tests are needed to create a TOPICOP questionnaire in Indonesian so that it can be used for research and services. After validation, a survey will be conducted on respondents regarding topical steroid-phobia Method The original TOPICOP questionnaire in English was translated into Indonesian. Filling out the TOPICOP questionnaire was answered by 30 research subjects at the Dermatology and Venereology clinic of dr. Cipto Mangunkusumo. The validity test is carried out by calculating the Pearson Correlation value and significance value. The reliability test was carried out by calculating the Cronbach's alpha value. Results The translation of the original TOPICOP questionnaire into English produces the Indonesian version of the TOPICOP questionnaire. Pearson Correlation value range. for all statements in this questionnaire it is 0.162-0.768 and the significance value is in the range 0.000001-0.394. There are three invalid questionnaire items, namely BEL1, WOR2, and BEH3. The internal consistency reliability test value for valid questions on this questionnaire is 0.826. Conclusion Several modifications need to be made to several items of the TOPICOP questionnaire instrument so that they can meet the validity test.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Badan Penerbit FKUI, 2011
616.51 BUK (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan penerbit FKUI, 2014
616.51 DER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Devina Esmeralda
Abstrak :
Latar belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronik residif dengan manifestasi utama berupa gatal dan iritasi kulit yang berkepanjangan. Antihistamin oral telah digunakan secara luas untuk mengurangi gatal pada DA namun efektivitasnya masih kontroversial. Setirizin merupakan antihistamin-1 generasi kedua yang digunakan pada penyakit alergi, termasuk gatal yang berhubungan dengan DA. Tujuan. Untuk menilai efektivitas penggunaan setirizin dibandingkan dengan plasebo dalam terapi DA. Metode. Studi klinis acak terkontrol dilakukan selama Agustus 2014 sampai Mei 2015. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi usia 6 bulan sampai 15 tahun dengan DA derajat sedang dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diterapi dengan setirizin (0,25mg/kgBB, dua kali sehari untuk pasien < 2 tahun dan sekali sehari untuk pasien > 2 tahun) sedangkan kelompok kontrol mendapat plasebo. Derajat keparahan DA pada kedua kelompok diukur dengan indeks SCORAD dan kekambuhan DA dievaluasi setiap bulan selama 6 bulan. Hasil penelitian. Total 38 subjek penelitian (18 plasebo, 20 setirizin) ikut serta dalam penelitian dan dianalisis dengan per protocol analysis. Karakteristik dasar meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat atopi tidak berbeda di kedua kelompok. Derajat keparahan DA berdasarkan indeks SCORAD pada kedua kelompok adalah derajat sedang (kelompok kontrol 31,5 vs kelompok perlakuan 34,75). Selama pengobatan 6 bulan derajat keparahan DA menurun bertahap dengan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan (31,5 menjadi 0 vs 34,75 menjadi 0, p=0,200). Kekambuhan DA pada kelompok setirizin tidak lebih rendah daripada kelompok kontrol dengan tidak terdapat perbedaan bermakna (2 dari 17 subjek vs 2 dari 14 subjek, p=1,000). Simpulan. Pengobatan setirizin selama 6 bulan pada anak dengan DA derajat sedang tidak dapat mengurangi kekambuhan maupun derajat keparahan penyakit. ......Background. Atopic dermatitis (AD) is chronic relapsing skin disease, characterized by intense itching and inflammation. Oral antihistamine has been widely used to reduce pruritus of AD but the effectiveness is still controversial. Cetirizine is a second generation H1 selective antagonist that has been used in allergic diseases, including AD-associated pruritus. Objective. To assess the efficacy of cetirizine compared with placebo for the treatment of AD. Method. A randomized clinical controlled trial was performed during August 2014 until May 2015. Eligible patients aged 6 months ? 15 years with moderate AD was divided into treatment group and control group. Treatment group were treated for 6 months with cetirizine (0.25 mg/kg twice daily for patients < 2 years old, once daily for patients > 2 years old), while the control group was given placebo. The severity of AD between both groups was measured by SCORAD index and recurrence was evaluated every month for 6 month-period. Results. A total of 38 subjects (18 with placebo, 20 with cetirizine) participated in this study and a per protocol analysis was performed. The baseline characteristics, including age, gender and atopic history were similar in both groups. The severity of AD according to SCORAD index were moderate (control group 31,5 vs treatment group 34,75). During 6 month-study period, the severity of AD decreased steadily with no statistical differences between placebo and treatment group (31,5 to 0 vs 34,75 to 0, p=0,200). The recurrence of AD in cetirizine group were not lower than control group with no statistical differences (2 from 17 subject vs 2 from 14 subject, p=1,000). Conclusion. Cetirizine treatment in children with atopic dermatitis for 6 month-period cannot reduce reccurence and disease severity of moderate AD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Molly Dumakuri Oktarina
Abstrak :
Latar belakang: Dermatitis atopik DA merupakan penyakit inflamasi kulit kronik tersering pada anak terutama pada bayi. Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah terjadinya defek pada sawar kulit. Pemakaian pelembab pada DA merupakan komponen kunci pada perawatan dasar kulit. Tujuan: Mengetahui efek pemakaian pelembab untuk mencegah terjadinya dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat penyakit alergi keluarga. Metode: Penelitian uji klinis terkontrol dengan alokasi random yang dilaksanakan di RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta selama periode Mei 2015 ndash; Mei 2016. Hasil: Subyek terdiri dari 44 bayi kelompok perlakuan yang mendapat pelembab dan 35 bayi kelompok kontrol. Sebanyak 24 subjek lost to follow up selama pemantauan 6 bulan. Bayi kelompok kontrol lebih cepat mengalami DA dibanding kelompok perlakuan median waktu 2 bulan vs 4 bulan; hazard ratio 13,01; p=0,02 IK 95 = 1,50-112,94 . Analisis statistik perbedaan efek pelembab kelompok kontrol dan perlakuan adalah p=0,138; RR=2,26 0,83 ndash;6,14. Simpulan: Secara analisis statistik tidak ada perbedaan efek pelembab untuk mencegah dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat penyakit alergi keluarga di Jakarta, Indonesia antara kelompok yang tidak menggunakan pelembab dan kelompok yang menggunakan pelembab.Walaupun demikian, waktu kejadian dermatitis atopik pada kelompok yang tidak menggunakan pelembab lebih cepat dibanding kelompok yang menggunakan pelembab. Kata kunci: dermatitis atopik, bayi baru lahir, pelembab ......Background: Atopic dermatitis AD is the most common chronic inflammatory skin disease in children particularly in baby. Skin barrier deffect is one of the important factor in AD. Application of moisturizer is a key in basic skin treatment. Objective: To investigate the effect of moisturizer to prevent atopic dermatitis AD in high risk baby for AD history of AD in parent or siblings. Methods: We performed a clinical trial with allocation random in RSIA Budi Kemulian Jakarta on May 2015 May 2016. Result: Forty four babies were allocated in moisturizer group and 35 babies in control group. There were 24 subjects were lost to follow up in 6 months period. Subjects in control group developed AD earlier compared to those of in moisturizer group median time 2 months vs 4 months hazard ratio 13.01 p 0,02 95 CI 1.50 112.94 . Statistical analysis in incidence of AD between two groups is p 0.138 RR 2.26 0.83 ndash 6.14. Conclusion: There were no statistically difference in incidence of AD after 6 months follow up between moisturizer and control group but AD developed earlier in control group compared to moisturizer group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R A Myrna Alia
Abstrak :
ABSTRAK
Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan prevalens penyakit alergi di berbagaibelahan dunia. Data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik untuk anakusia 6-7 tahun di Indonesia adalah 2,8 , 3,6 dan 3,7 didapat dari penelitianInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC fase III di Bandungtahun 2002 sehingga dibutuhkan data prevalens terbaru. Penelitian ini ditujukan untukmendapatkan data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik pada anak 6-7 tahun di kota Palembang sebagai bagian dari data nasional di Indonesia serta faktorfaktorlingkungan yang berhubungan. Studi deskriptif dengan desain potong lintangtelah dilakukan pada anak sekolah dasar SD kelas 1 usia 6-7 tahun yang tersebar di 96SD di Palembang dengan menggunakan instrumen kuesioner inti dan lingkunganISAAC. Sebanyak 4007 subjek memiliki data kuesioner inti yang lengkap dimasukkandalam perhitungan prevalens penyakit alergi, sedangkan 2045 subjek dengankelengkapan data kuesioner inti dan lingkungan dilakukan analisis untuk melihatadanya hubungan faktor lingkungan dan prevalens penyakit alergi. Prevalens asma,rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik secara berturut-turut adalah 4,2 ,4,5 dan4,4 . Analisis multivariat menunjukkan bahwa dengan faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma adalah penggunaan parasetamol 12 bulan terakhir palingtidak sebulan sekali [p=0,007; RO=5,10 IK95 1,56-16,73 ] dan frekuensi menontonTV 3-5 jam [p=0,014; RO=3,09 IK95 1,26-7,60 ]. Faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma berat adalah frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,004; RO=3,25 IK95 1,45-7,26 ] dan ibu merokok tahun pertamakehidupan anak [p=0,027; RO=4,00 IK95 1,17-13,72 ]. Prevalens rinokonjungtivitisberhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertama kehidupan [p=0,003;RO=1,94 IK95 1,25-3,03 ], pajanan hewan ternak pada tahun pertama kehidupan[p=0,009; RO=2,08 IK95 1,20-349 ], frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,013; RO=1,94 IK95 1,15-3,27 ] dan penggunaan parasetamol 12bulan terakhir paling tidak sebulan sekali [p=0,008; RO=4,99 IK95 1,52-16,41 ].Dermatitis atopik berhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertamakehidupan [p=0,013; RO=1,71 IK95 1,12-2,62 ] dan frekuensi makan sayur ge;3 kaliseminggu [p=0,004; RO=0,47 IK95 0,28-0,79 ]. Prevalens penyakit alergi pada anakusia 6-7 tahun di Palembang ternyata tidak begitu berbeda dengan data prevalensISAAC fase III di Bandung. Faktor-faktor lingkungan yang secara bermaknaberhubungan dengan penyakit alergi perlu diteliti lebih lanjut untuk diteliti pengaruhnyaterhadap kejadian penyakit alergi.ABSTRACT
In recent decade, prevalence of allergic disease is increasing worldwide. The Indonesianprevalence of asthma, allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in 6 7 years oldgroup were 2,8 , 3,6 , and 3,7 respectively. These data were derived from phasethree International Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC conducted 15years ago 2002 in Bandung. Studies to determine latest prevalence of allergic diseasesin Indonesia are in order. Our study aimed to determine the prevalence of asthma,allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in Palembang as a part of our nationaldata and their association with environmental factors. This cross sectional study usingISAAC core and environmental questionnaire was conducted in 96 primary school inPalembang. The eligible subjects were 6 7 years old first grader. Four thousand andseven subjects with complete core questionnaire data were included in prevalencecalculation whereas 2045 subjects with complete core and environmental questionnairedata were included in bivariate and multivariate analysis. Prevalence of asthma, allergicrhinoconjunctivitis and atopic dermatitis were 4,2 , 4,5 and 4,4 respectively. Thecurrent use of paracetamol at least once a month p 0,007 OR 5,10 95 CI 1,56 16,73 and duration of TV viewing 3 5 hours a day p 0,014 OR 3,09 95 CI1,26 7,60 were associated with increased risk of asthma. High frequency of truck traffic p 0,004 OR 3,25 95 CI 1,45 7,26 and maternal smoking in the child rsquo s first yearof life p 0,027 OR 4,00 95 CI 1,17 13,72 were associated with increased risk ofsevere asthma. Factors associated with increased risk of allergic rhinoconjunctivitiswere early antibiotic exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI1,20 349 , early farmanimal exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI 1,20 349 , high frequency of trucktraffic p 0,013 OR 1,94 95 CI 1,15 3,27 , and current use of paracetamol at leastonce a month p 0,008 OR 4,99 95 CI 1,52 16,41 . Early antibiotic exposure p 0,013 OR 1,71 95 CI1,12 2,62 was associated with increased risk of atopicdermatitis whereas frequent consumption of vegetable ge 3 times a week was inverselyassociated with atopic dermatitis p 0,004 OR 0,47 95 CI 0,28 0,79 . Prevalenceof allergic disease in children 6 7 years old group in Palembang are similar to previousprevalence data from ISAAC phase III. Further study to determine the associationbetween these environmental factors and prevalence of allergic disease is required.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, M. F. Conny
Abstrak :
ABSTRAK
Patomekanisme dermatitis atopik melibatkan interaksi yang kompleks antara genetik dan lingkungan. Satu gen yang secara konsisten berhubungan dengan DA adalah mutasi gen Filaggrin yang dapat mengganggu agregasi sitoskeleton epidermis. Beberapa usaha pencegahan telah dilakukan antara lain dengan pemberian ASI eksklusif dan suplementasi LCPUFA, tetapi studi klinis dan meta-analisis tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Inkonsistensi ini dapat disebabkan adanya variasi aktivitas enzim desaturase yang dapat memodulasi metabolisme PUFA, yang diatur oleh gen FADS1 dan FADS2, serta usia saat intervensi dilakukan. Diperkirakan periode in-utero memegang peran penting untuk keberhasilan intervensi. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran mutasi gen FLG dan polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap timbulnya DA pada usia satu tahun. Tujuan Khusus yaitu mengetahui frekuensi mutasi gen FLG dan polimorfisme gen FADS1 dan FADS2, mengetahui peran polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap substrat dan produk LCPUFA dan efeknya terhadap timbulnya DA, mengetahui pengaruh peningkatan rasio AA terhadap DHA di awal kehidupan terhadap timbulnya DA, mengetahui peran protektif ASI eksklusif untuk pencegahan DA. Digunakan dua desain penelitian 1) potong lintang untuk mengetahui peran polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap perubahan komposisi LCPUFA saat lahir, 2) analisis kesintasan untuk melihat pengaruh mutasi gen Filaggrin dan polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap timbulnya DA, mengetahui peran peningkatan rasio AA/DHA serta mengetahui efek protektif ASI eksklusif terhadap timbulnya DA pada usia satu tahun. Insidens DA dalam penelitian ini sebesar 15,4%. Tidak ditemukan 5 mutasi gen Filaggrin sesuai dengan data NCBI. Frekuensi alel minor pada polimorfisme gen FADS1 22−27%, sedangkan untuk FADS2 berkisar 15−48%. Dalam penelitian ini terlihat pengaruh polimorfisme gen FADS1 dan FADS2 terhadap perubahan komposisi LCPUFA, khususnya peningkatan asam arakidonat pada kelompok alel minor. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara komposisi LCPUFA dan polimorfisme gen FADS terhadap timbulnya DA. Pemberian ASI eksklusif selama 3−6 bulan tampaknya memberi efek proteksi terhadap DA PeneIitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk tindakan pencegahan DA. Penelitian ini tidak berhasil menemukan common mutation yang dilaporkan NCBI. Mutasi gen Filaggrin tergantung perbedaan ras, maka untuk menemukan mutasi yang baru lebih baik digunakan sekuensing gen secara penuh. Adanya perbedaan frekuensi alel minor antara anak Indonesia dan Eropa dan aktivitas enzim yang bekerja dengan arah yang berlawanan dengan alel minor populasi Eropa, mengakibatkan peningkatan kadar AA dan DGLA pada populasi alel minor dalam penelitian ini.
ABSTRACT
Pathomechanism of atopic dermatiis is linked to the gene-environment interactions. One genetic locus consistently linked with AD is mutations of filaggrin gene that can induce disruption in epidermal cytoskeleton aggregation. Some protective measures for the prevention of AD are breastfeeding and the provision of LCPUFA, but clinical studies and meta-analysis have shown inconsistent results, which maybe due variation in the activity of desaturating enzymes modulating PUFA metabolism, which are encoded by the FADS1 and FADS2 gene cluster and the age at which LCPUFA interventions are provided. The general objective is to characterize the impact of genetic variation in the FLG and FADS1, FADS2 genes cluster on LC-PUFA concentration in Indonesian infants. Specific objectives including the characterization of the frequency of FLG and FADS1, FADS2 gene single nucleotide polymorphisms (SNPs), the influence of FADS gene polymorphisms on fatty acid composition and on the occurence of AD, the impact of increasing ratio of arachidonic acid to docosahexaenoic acid on the progression of AD, and to see the protective effect of exclusive breastfeeding for the prevention of AD in the first year of life in Indonesian infants. Designs were 1) cross-sectional study to see the role of FADS1 and FADS2 gene polymorphism on the composition of LCPUFA at birth, 2) survival analysis to see the role of FLG mutation and FADS1 and FADS2 gene polymorphism on the progression of AD, the role of increasing ratio of AA/DHA and the protective effect of exclusively breastfeeding on the occurence of AD in the first year of life. The incidence of AD in this study is 15.4%, No Filaggrin gene mutations based on 5 reported pathogenic SNP was found. The minor allele frequency of FADS1 gene polymorphism were 22−27%, whereas for FADS2 were 15−48%. We found a strong correlation between FADS gene polymorphisms with the changes of LCPUFA composition, especially for the increment of arachidonic acid. No association was found between the composition of LCPUFA and between FADS genes polymorphisms with AD. Exclusive breastfeeding until 3 months was found to be protective against AD. In this study we did not find Filaggrin mutation that reported as pathogenic from NCBI. The frequency of FADS1 polymorphism were 22−27%, whereas FADS2 polymorphism were 15−48%. Strong correlation was seen between genetic variations of FADS genes with the alteration of LCPUFA. Arachidonic acid as the product of LCPUFA was higher in the minor allele compared with the major allele. No association were found between genetic variation of FADS genes and the increased ratio of AA/DHA with the occurence of AD. Exclusive breastfeeding for 3−6 months seems to give protective effect
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windarti
Abstrak :
Telah dilakukan analisis dermatoglifi secara kualitatif clan kuantitatif untuk melihat perbedaan dermatoglifi ujung jan tangan antara penderita diatesis atopik kulit (DAK) dengan orang normal. Metode yang digunakan adalah metode tinta. Hasil analisis dermatoglifi ujung jar tangan penderita OAK menunjukkan frekuensi pola whorl 37,60%, loop ulna 52,66%, loop radial 6,00%, clan arch 3,66% dengan indeks Dankmeijer 9,73 clan indeks Furuhata 64,20. Pada orang normal frekuensi pola whorl 41,33%, loop ulna 52,66%, loop radial 3,00%, clan arch 3,00% dengan indeks Dankmeijer 7,25 clan indeks Furuhata 74,25. Rata-rata jumlah semua triradius pendenta DAK 13,50 sedangkan rata-rata jumlah semua tnradius orang normal 14,00. Rata-rata jumlah semua sulur penderita OAK 123,82 sedangkan rata-rata jumlah semua sulur orang normal 140,69. Hasil uji chi-kuadrat terhadap frekuensi pola ujung Jan kedua tangan penderita OAK clan orang normal tidak menunjukkan perbedaan. Hasil uji Mann-Whitney terhadap jumlah semua tniradius ujung jan tangan penderita OAK clan orang normal tidak menunjukkan perbedaan. Hasil uji Mann-Whitney terhadap jumlah semua sulur ujung jar tangan pendenta DAK dengan orang normal menunjukkan perbedaan bermakna (a = 0,05). Kesimpulan penelitian mi adalah terdapat perbedaan bermakna pada jumlah semua sulur ujung jar tangan pendenta DAK dibandingkan orang normal.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Zamriya
Abstrak :
Latar belakang: Dermatitis atopik DA dapat memiliki dampak negatif pada kualitas hidup. Instrumen yang baku untuk menilai kualitas hidup anak dengan dermatitis atopik di Indonesia belum ada. Tujuan: mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner children rsquo;s dermatology life quality index CDLQI berbahasa Indonesia pada anak dengan dermatitis atopik. Metode: Studi potong lintang pada Maret-April 2018 di RSCM dan praktik swasta konsultan alergi dan imunologi anak dengan subyek anak DA usia 4-14 tahun dan anak tanpa penyakit kulit matchingusia . Pasien dan atau orangtua mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia. Waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner dicatat. Pasien dan atau orangtua kemudian mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia ulang dengan dipandu oleh peneliti. Hasil: Enam puluh pasien, yang terdiri dari 30 pasien DA dan 30 pasien kontrol, diikutsertakan dalam penelitian. Kuesioner CDLQI valid dengan p< 0,01 dengan membandingkan skor kelompok DA dan kontrol. Koefisien korelasi Pearson r setiap pertanyaan dengan total didapatkan 0,284-0,752. Dua faktor dengan nilai 0,684-0,852 didapatkan dari analisis faktor. Reliabilitas yang baik didapatkan dengan Cronbach rsquo;s alpha0,775. Indeks kesepakatan ditunjukkan dengan Kappa 0,934-1 p ......Background: Atopic dermatitis AD has negative impacts on quality of life. Standard instrument to measure quality of life of children with atopic dermatitis in Indonesia was not yet available. Aim: to prove validity and reliability Bahasa Indonesia version of children's dermatology life quality index CDLQI in children with atopic dermatitis. Methods: A cross sectional study was conducted on March April 2018 in RSCM and pediatric allergy and immunology consultant's private practice. The patients, 4 to 14 year old, with AD and with problems unrelated to the skin age matched were included to complete this questionnaire in Bahasa Indonesia with or without the help of parents. All the patients completed CDLQI again with the help of physician. The time to complete the questionnaire was recorded. Results: Sixty patients, 30 patients with AD and 30 control patients, were enrolled in the study. The validity of the CDLQI Bahasa Indonesia version was p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiudin Munasir
Jakarta: Sagung Seto, 2018
618.92 ZAK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library