Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dharsono Sony Kartika
Bandung: Rekayasa Sains, 2007
111.85 DHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Ardi Astanti
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai jarak estetis dalam konsep disinterested. Disinterested Jerome Stolnitz merupakan konsep memahami keindahan tanpa keterlibatan peran tujuan, motif, dan kebutuhan subjektif yang membawa diri pada pengalaman estetik yang apa adanya. Disinterested yang menjadi alat sekaligus konseptual berpikir digunakan untuk menghadirkan kembali konsep jarak antara objek persepsi dengan individu sebagai penikmat dalam memahami keindahan dan pengalaman estetiknya. Konsep disinterested Jerome stolnitz diperlukan untuk mengevaluasi pengalaman sekaligus objek estetik dalam proses memahami serta menilai keindahan dan produk di dalamnya yang berupa seni.
ABSTRACT
This Thesis discusses the aesthetic distance in the concept of disinterested. Disinterested concept by Jerome Stolnitz is the concept to understand beauty without the role of an ends, motives, and personal attachments, leading us to experience something aesthetically. Disinterested which become the tools as well as conceptual thinking is used for bringing back the concept of distance between the object of perception and the subject as spectator in the process of understanding beauty and their aesthetic experiences. This is required to evaluate aesthetic object and experience in the understanding and judging beauty and the art as the product of it.
2015
S61148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Akomadin
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang estetika sebagai logika, menurut pemikiran filsuf minor Jerman yaitu, Alexander Gottlieb Baumgarten. Ia memperkenalkan sebuah konsep yang bernama _Estetika_. Di dalam pemikirannnya, Baumgarten menggunakan puisi sebagai alat untuk menganalisa keindahan. Dalam hal ini pula, filsuf ini mencoba mempersoalkan dunia inderawi (sense) dan dampaknya pada pikiran. Baumgarten melihat akan adanya persepsi inderawi yang berkembang dari pengalaman merasakan keindahan yang merupakan aktivitas mental pada manusia dan istilah estetika lah yang ia gunakan untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan inderawi
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S16074
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marselio Ganesa Gumilar
Abstrak :
Humor pada dasarnya dipahami sebagai hal-hal lucu yang dapat membangkitkan rasa gembira dan memicu gelak tawa bagi setiap individu tanpa menyakiti perasaan individu lainnya, tetapi di sisi lain terdapat jenis humor yang justru bersifat offensive dan cenderung dapat menyakiti perasaan, humor seperti itu biasa dikenal dengan istilah Dark joke atau humor gelap. Mayoritas orang tidak menyukai jenis humor tersebut, karena cenderung bersifat kasar, tabu, dan melanggar norma-norma yang ada dalam kehidupan. Sigmund Freud yang merupakan seorang pendiri aliran Psikoanalisis melihat bahwa adanya keterkaitan antara humor dengan mimpi yang sama-sama dapat terbentuk dari keinginan terlarang yang terletak pada alam tidak sadar, yang sewaktu-waktu dapat muncul ke alam sadar. Melalui penelitian ini, penulis akan menggunakan metode kajian literatur dalam memperoleh sumber data yang terkait dengan tema penelitian, yakni dapat berupa buku, artikel, jurnal, karya ilmiah, dan sumber literatur lainnya. Lalu setelah itu penulis akan melakukan analisis kritis melalui pendekatan Estetika Psikoanalisis Sigmund Freud yang akan dikaitkan dengan Teori Humor Pelepasan dan Inkongruitas dalam upaya untuk menjelaskan keterkaitan antara humor dengan trauma yang terdapat pada alam tidak sadar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengalaman traumatik yang pernah dialami oleh seseorang akan mempengaruhi selera humor mereka menjadi lebih gelap. Hal itu dikarenakan humor sebagai sebuah seni mampu berperan sebagai mekanisme koping dan katharsis terhadap emosi-emosi negatif yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis yang pernah dialami. ......Humor is basically understood as funny things that can arouse feelings of joy and trigger laughter without hurting each other, on the other hand there are types of humor that are actually offensive and tend to hurt each other, this humor is usually known as Dark joke or dark humor. Many people don't like this type of humor, because it tends to be rude, taboo and violates existing norms in life. Sigmund Freud, who was the founder of Psychoanalysis, saw that there was a connection between humor and dreams, which were both formed from forbidden desires in the unconscious, which at any time could emerge into the conscious. Through this research, the author will use the literature review method to obtain data sources related to the research theme, which can be books, journals, articles, scientific papers and other literature sources. After that the author will make a critical analysis through Sigmund Freud Psychoanalytic Aesthetic Theory which will be linked to the Humor Theory Relief and Incongruity with the intention to explain the relations between humor and trauma that exists in the unconscious. The results of this research found that the traumatic experiences in a person will influence their sense of humor to become darker. This is because humor as an art is able to act as a coping mechanism and catharsis for negative emotions which appear from traumatic experiences.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hawa
Abstrak :
Penelitian ini membahas penyelidikan black humour sebagai pengalaman estetis. Pada umumnya black humour hanya dianggap sebagai sesuatu yang sekedar menimbulkan tawa semata serta tidak dilihat sebagai sesuatu yang layak untuk dibahas dalam dunia akademis karena sifatnya yang dianggap hanya sebagai suatu yang `main-main` atau tidak serius. Jarang adanya penyelidikan filosofis terkait black humour, padahal black humour merupakan fenomena yang dekat dengan kehidupan manusia dan kita dapat menemukannya dimana-mana. Penulis melihat bahwa black humour memiliki makna yang lebih luas untuk digali secara filosofis. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini diantaranya, apa definisi dari black humour dan bagaimana black humour dapat dikatakan sebagai pengalaman estetis. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode kualitatif berupa analisis kritis sebagai alat untuk menganalisis secara kritis pemikiran para pemikir yang tertuang di dalam beberapa sumber bacaan. Hasil analisis ditemukan bahwa black humour dapat menghasilkan pengalaman estetis yang unik bagi penikmatnya lewat penyajian suatu topik tabu yang dikemas dalam suatu lelucon dengan cara menentang logika berpikir umum, dimana pengalaman estetis yang ditimbulkan dapat  merangsang kita untuk memperkaya pandangan kita terhadap dunia. 
This research examines about the investigation of black humour as aesthetic experience. In general, black humour is only regarded as something that causes laughter and is not seen as something that deserves to be discussed in the academic world because of its nature which is considered only as a "playful" or not serious. There is rarely a philosophical investigation related to black humour, even though black humour is a phenomenon that is close to human life and we can find it everywhere. The author sees that black humour has broader meaning to be explored philosophically. Questions to be answered in this study include, what is the definition of black humour and how black humour can be said to be aesthetic experience. To answer this question the writer uses qualitative methods in the form of critical analysis as a tool to critically analyze the thoughts of thinkers contained in several reading sources. The results of the analysis found that black humor can produce a unique aesthetic experience for the audience through the presentation of a taboo topic that is packaged in a joke by opposing the logic of general thinking, where the aesthetic experience that is generated can stimulate us to enrich views we are towards the world.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhil Witjaksana
Abstrak :
Latar Belakang: Kontribusi tiap individu sangat penting dalam menjaga lingkungan yang berkelanjutan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pekerjaan termasuk dokter gigi. Tingkat kesadaran mengenai lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi perlu diketahui. Tujuan: Mengembangkan alat ukur kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan yang valid dan reliabel dan mengetahui tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa program sarjana, profesi dan spesialis FKG UI. Metode: Pengembangan alat ukur untuk mengetahui tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan tingkat kesadaran praktik kedokteran gigi ramah lingkungan dilakukan menggunakan alat ukur serupa berbahasa Inggris yang dimodifikasi ke Bahasa Indonesia. Uji reliabilitas dan validitas data penelitian tingkat kesadaran dilakukan pada responden yang merupakan mahasiswa sarjana, profesi dan spesialis di FKG UI tahun ajaran 2019/2020. Desain penelitian adalah studi potong lintang dengan metode pengambilan sampel purposive sampling. Hasil: Uji validitas dan reliabilitas pada kedua alat ukur yaitu kuesioner tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan dapat dipercaya dan dapat digunakan pada penelitian ini. Total responden pada penelitian ini adalah 457 orang dengan tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa FKGUI adalah ‘sedang’ pada semua tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Kesadaran rendah ditemukan pada kegiatan praktek mengompos sisa makanan menjadi pupuk. Responden merasa sulit untuk mengubah praktik saat ini menjadi praktik kedokteran gigi yang ramah lingkungan karena merasa sulit untuk mencari produk-produk kedokteran gigi yang ramah lingkungan serta menggantikan alat sekali pakai dengan alat yang reusable. Kesimpulan: Kedua alat ukur yang dihasilkan dapat mengukur tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan tingkat kesadaran praktik kedokteran gigi ramah lingkungan. Tingkat kesadaran ‘sedang’ pada mahasiswa FKGUI ini perlu ditingkatkan agar tercipta perilaku yang ramah lingkungan. ......Background: Participation of every person is very important to maintain environmental sustainability, either in the daily life and the work environment, including dentistry. It is important to know the level of environment and green dentistry awareness among dentistry students and dentists. Purpose: To develop a valid and reliable measuring tool for environment and green dentistry awareness and to investigate the level environmental and green dentistry awareness among undergraduate, professional and specialist Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia students. Method: The development of measuring instruments to determine the level of environmental and green dentistry awareness was carried out using a similar instrument in English which was modified to Bahasa Indonesia. The reliability and validity test of the level of awareness research data were carried out on respondents who were undergraduate, professional and specialist students at Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia (FKG UI) in the 2019/2020 academic year. The research design was a cross-sectional study using purposive sampling method. Results: The validity and reliability tests on the two measuring instruments, namely the questionnaire on the level of environmental and green dentistry awareness, are reliable and can be used in this study. The total respondents in this study were 457 people with a level of environmental and green dentistry awareness among FKG UI students who were "moderate" at all levels of education and gender. Low awareness was found in the practice of composting food scraps into fertilizer. Respondents found it difficult to change current practices into environmentally friendly dental practices because they found it difficult to find dentistry products that were environmentally friendly and replace disposable tools with reusable tools. Conclusion: The two measuring instruments produced can measure the level of environmental and green dentistry awareness. The level of 'moderate' awareness among FKGUI students needs to be improved in order to create environmentally friendly behavior
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo, Jo Han
Kota Phaju: Youlhwadang, 2010
KOR 306.519 JOJ h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chiang, Yee
London: Methuen, 1954
745.619 51 CHI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Ade Sari Nauli
Abstrak :
Latar belakang: Manusia sering mendeteksi asimetri wajah yang minimal. Koreksi bedah diindikasikan bila  distopia orbital ≥ 5 mm dan/ atau disertai dengan disfungsi visual seperti diplopia. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi batas untuk koreksi distopia orbital vertikal dengan penilaian subyektif visual. Metode: Penelitian ini merupakan studi preliminary dengan desain potong-lintang analitik. Empat puluh delapan residen bedah plastic  diminta untuk mengevaluasi secara subjektif pada 60 foto yang dimanipulasi dan diacak secara digital yang memperlihatkan distopia orbital 0 hingga 5 mm. Jawaban dimasukkan pada formulir skala Likert. Data diproses dan dianalisis menggunakan SPSS 22.0. Hasil: Sebanyak 48 residen dari dua pusat pendidikan bedah plastic (Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Ciptomangunkusumo) terdaftar dalam penelitian. Berdasarkan kurva ROC, batas distopia yang dapat dideteksi secara subjektif adalah 2.5 milimeter. Indikasi koreksi berdasarkan penilaian subjektif secara visual pada respondent, 46.3% setuju dilakukan bila disropia <5 mm, sementara 69.9% menjawab setuju dilakukan bila dystopia ³5 mm. Kesimpulan: Batas dystopia yang dapat dideteksi secara subjektif adalah 2.5 milimeter. Responden yang menjawab setuju dilakukan koreksi yaitu sebanyak 46.3% untuk dystopia <5 mm dan 69.9% untuk dystopia ³ 5 mm. Walaupun persentase jawaban setuju dilakukan koreksi pada distpia <5 mm lebih sedikit dibanding dystopia ³ 5 mm, namun angka ini dapat menjadi acuan pertimbangan untuk dilakukan koreksi pada dystopia. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan dengan subjek yang lebih bervariasi dan lebih banyak. Keywords: orbital dystopia, subjective assessment, aesthetic
Background: People can detect even a subtle facial asymmetry. Surgical correction is indicated if orbital dystopia is 5 mm and more and/or along with visual disfunction such as diplopia. This study aims to investigate the cut off point for correction of vertical orbital dystopia by visual subjective assessment. Methods: This is a preliminary analytic cross-sectional study. Forty-eight plastic surgery residents were asked to subjectively evaluate 60 digitally manipulated photographs showing 0 to 5-millimeter orbital dystopia using Likert scale form. Data was processed and analyzed using SPSS 22.0. Result: A total of 48 plastic surgery residents from two centres (Hasan Sadikin and Ciptomangunkusumo Hospital) were enrolled. According to the ROC curve, the cut-off point of dystopia that can be detected subjectively is 2.5 millimetre. Regarding indication for corrective surgery, 46.3% respondents agreed for correction on dystopia <5 mm, while 69.9% agreed for correction on dystopia ³5 mm. Conclusion: The cut-off point of dystopia that can be detected by visual subjective perception is 2.5 millimetres. Respondents who agree for correction of dystopia <5 mm and ³5 mm were 46.3% and 69.9%, respectively. Although there were fewer respondents agreeing for correction on dystopia <5 mm, it can still be used as consideration for subjective criterion in correcting dystopia correction. Further study with more varied and larger sample is needed. Keywords: orbital dystopia, subjective assessment, aesthetic
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Septiyana Happysari
Abstrak :
Gangguan estetika orofasial secara umum mempengaruhi keadaan psikososial seseorang, rendahnya kepercayaan diri dan adanya hambatan dalam interaksi sosial pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup seorang individu. Estetika orofasial merupakan konsep subjektif yang dipengaruhi oleh banyak faktor, penilaian antara klinisi maupun pasien akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Alat ukur yang dapat digunakan untuk dapat menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial diperlukan sehingga klinisi dapat menilai persepsi pasien terkait gangguan estetika orofasial guna menunjang keberhasilan perawatan. Alat ukur Phychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnare (PIDAQ) versi Bahasa Indonesia merupakan alat ukur untuk menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial pada perawatan kasus prostodonsia yang telah dilakukan adaptasi lintas budaya Indonesia yang telah teruji valid dan reliabel, namun belum dilakukan uji responsif pada alat ukur PIDAQ-Id. Tujuan : Melakukan uji responsif dengan pendekatan konsep dengan melakukan uji hipotesis pada alat ukur PIDAQ-Id untuk menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial. Bahan dan Metode : Uji responsif dengan pendekatan konsep pada alat ukur PIDAQId dilakukan dengan cara uji hipotesis membandingkan nilai setiap domain PIDAQ-Id dengan dua kelompok subjek yang membutuhkan perawatan estetika dan kelompok subjek yang tidak membutuhkan perawatan estetika sesuai dengan opini subjek, persepsi pasien terhadap penampilan estetika orofasialnya menggunakan OES-Id, penilaian estetika orofasial oleh klinisi dengan menggunakan PEI-Id. Subjek penelitian merupakan pasien yang datang ke klinik Prostodonsia dan Orthodonsia RSGM FKG UI yang membutuh perawatan estetika orofasial atau tidak membutuhkan dengan rentan usia 18-65 tahun, pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Total subjek penelitian adalah 60 subjek terbagi menjadi kelompok pasien yang membutuhkan perawatan estetika orofasial (50%) dan pasien yang tidak membutuhkan perawatan (50%). Hasil: Terdapat perbedaan signifikan nilai dampak psikososial estetika orofasial dengan alat ukur PIDAQ-Id antara pasien yang memiliki kebutuhan perawatan estetika orofasial dibandingkan dengan pasien yang tidak membutuhkan perawatan. Persepsi pasien terhadap penampilan estetika orofasialnya dengan dampak psikososial gangguan estetika orofasial menggunakan alat ukur PIDAQ-Id memiliki hubungan bermakna. Terdapat hubungan bermakna penilaian (p<0,05) estetika orofasial oleh klinisi dengan dampak psikososial gangguan estetika orofasial menggunakan alat ukur PIDAQ-Id, sehingga uji hipotesis menghasilkan 100% hipotesis diterima. Kesimpulan : Alat ukur PIDAQ-Id adalah responsif yang dapat digunakan untuk menilai persepsi pasien akan dampak psikososial estetika orofasial pada pasien prostodonsia. ......Orofacial aesthetic impairments generally affect person‘s psychosocial, low selfconfidence and barriers to social interaction ultimately affect an individual's quality of life. Orofacial aesthetics is a subjective concept that is influenced by many factors, the assessment between clinicians and patients will produce different perceptions. Measuring tools that can be used to assess the orofacial psychosocial aesthetic disorders are needed so that clinicians can assess patient perceptions regarding orofacial aesthetic impairments in order of treatment success. The Indonesian version of the Phychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnare (PIDAQ) is a measuring tool for assessing orofacial aesthetic psychosocial disorders in the treatment of prosthodontic cases that have been adapted Indonesian cultures which have been tested valid and reliable, but responsive tests have not been carried out. Objective: To conduct a responsiveness test using a conceptual approach to the PIDAQ-Id measuring tool to assess the psychosocial impact of orofacial aesthetic impairments. Materials and Methods : Responsive test with a concept approach of PIDAQ-Id measuring instrument was carried out by means of hypothesis testing comparing the value of each PIDAQ-Id domain with two groups of subjects who needed aesthetic treatment and groups of subjects who did not need aesthetic treatment according to the subject's opinion, patient perception on the orofacial aesthetic appearance using OES-Id, clinical orofacial aesthetic assessment using PEI-Id. Participants were patient that came to Prostodontic and Orthodontic clinic at RSGM FKG UI were selected by consecutive sampling methode with an age range of 18-65 years and were asked about their need of orofacial esthetic treatment. A total of 60 subjects divided into groups of patients who needed orofacial aesthetic treatment (50%) and patients who did not need treatment (50%). Results : There is a significant difference in the value of the psychosocial impact of orofacial aesthetics with the PIDAQ-Id measuring tool between patients who have orofacial aesthetic treatment needs compared to patients who do not need treatment. The patient's perception of his orofacial aesthetic appearance and the psychosocial impact of orofacial aesthetics disorders using the PIDAQ-Id measurement tool has a statistically significant correlation. There is a statistically significant correlation between clinical orofacial esthetics assessments with the psychosocial impact of orofacial aesthetics impairments using the PIDAQ-Id, so that the hypothesis test results in 100% of the hypothesis are accepted. Conclusion: The measuring tool of PIDAQ-Id is responsive which can be used to assess patient perceptions of the psychosocial impact, orofacial aesthetics in prosthodontic patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>