Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Universal design is a design is a design approach which considering that all products, building, exterior and interior spaces be usable to the greatest possible extent by all, regardless of ages and abilities....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nabilah Lailati Fajriah
Abstrak :
Sebagai upaya dalam meningkatkan ketersediaan obat publik, dibutuhkan optimalisasi perencanaan dan pendistribusian obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Unit Pelayanan Kesehatan. Diketahui bahwa persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial di Kota Depok pada tahun 2022 adalah sebesar 84,21%, dimana angka tersebut memenuhi standar minimal 80%. Pada wilayah lain, diketahui persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung, dan Kota Semarang pada tahun 2022 masing-masing adalah sebesar 89,13%, 95,16%, dan 100%, persentase tersebut dikatakan lebih baik dari persentase yang dimiliki Kota Depok pada tahun 2022. Tingkat ketersediaan obat dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain faktor input seperti keterbatasan anggaran dan faktor proses yaitu pengelolaan obat yang kurang ideal. Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dapat dievaluasi dan ditingkatkan setiap tahunnya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manajemen pengelolaan obat di Kota Depok. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Validasi data yang digunakan yaitu triangulasi sumber melalui wawancara dengan berbagai informan dan triangulasi metode dengan telaah dokumen serta observasi. Hasil penelitian menunjukan ketersediaan obat sesuai kebutuhan untuk tiga penyakit terbesar di Kota Depok tahun 2022 adalah sebesar 85,57%, dimana persentase tersebut sudah memenuhi standar yang ada. Pengelolaan obat yang dilakukan sudah mengikuti pedoman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan RI. Saran yang dapat diberikan yaitu dengan melakukan analisis beban kerja bagi SDM agar pengelolaan obat yang dilakukan dapat lebih maksimal. ......In an effort to increase the availability of public drugs, it is necessary to optimize the planning and distribution of drugs from the Regency / City Pharmacy Installation to the Health Service Unit. It is known that the percentage of Puskesmas with the availability of essential drugs in Depok City in 2022 is 84.21%, which meets the minimum standard of 80%. In other regions, it is known that the percentage of health centers with the availability of essential drugs in Bekasi Regency, Bandung Regency, and Semarang City in 2022 is 89.13%, 95.16%, and 100%, respectively, which is better than the percentage of Depok City in 2022. The level of drug availability can be influenced by various things, including input factors such as budget constraints and process factors, namely less than ideal drug management. Drug management is a process that can be evaluated and improved every year to get maximum results. Therefore, this study aims to determine the description of drug management in Depok City. The type of research used in this study is qualitative with in-depth interview method. Data validation used is source triangulation through interviews with various informants and method triangulation with document review and observation. The results showed that the availability of drugs as needed for the three largest diseases in Depok City in 2022 was 85.57%, where the percentage had met the existing standards. The drug management carried out has followed the guidelines of the Food and Drug Administration and the Indonesian Ministry of Health. Suggestions that can be given are to conduct a workload analysis for human resources so that drug management can be maximized.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kavin Rizqy Mubarok
Abstrak :
Penyediaan akses kerja bagi penyandang disabilitas di sektor publik merupakan salah satu kebijakan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pembangunan ekonomi inklusif bagi penyandang disabilitas. Kebijakan tersebut mengatur bahwa Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan formasi dan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses implementasi kebijakan penyediaan akses kerja bagi penyandang disabilitas di sektor publik dengan menggunakan teori Strategic Action Field Framework for Policy Implementation (SAFs) yang dikemukakan oleh Moulton & Sandfort (2017). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan sebagai data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan sudah sesuai dengan teori Strategic Action Field Framework for Policy Implementation (SAFs), walaupun belum mencapai target 2%. Hasil penelitian juga menemukan beberapa hambatan yang memengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain keterbatasan formasi ASN yang dapat diisi oleh penyandang disabilitas, masih adanya instansi pemerintah yang enggan membuka formasi disabilitas dengan target 2%, kurangnya partisipasi dan kolaborasi dengan penyandang disabilitas, paradigma ableisme, tidak adanya sistem reward and punishment bagi instansi pemerintah terkait, belum adanya modul rekrutmen khusus penyandang disabilitas, hingga kurangnya koordinasi mengenai urgensi dan pemahaman akan pentingnya pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas diantara masing-masing instansi. ......Providing access to work for persons with disabilities in the public sector is one of the policies and efforts made by the government to realize inclusive economic development for persons with disabilities. The policy regulates Ministries/Agencies and Local Governments to allocate formations and employ persons with disabilities at least 2%. Therefore, this study aims to analyze the policy implementation process for providing access to work for persons with disabilities in the public sector using the Strategic Action Field Framework for Policy Implementation (SAFs) theory proposed by Moulton & Sandfort (2017). This study uses a post-positivist approach, with data collection techniques through in-depth interviews as the primary data source and literature study as secondary data. The results of this study indicate that the policy implementation process is in accordance with the Strategic Action Field Framework for Policy Implementation (SAFs) theory, although it has not yet reached the 2% target. The results of the study also found several obstacles that influenced the policy implementation process, including the limited number of ASN formations that could be filled by persons with disabilities, government agencies still reluctant to open disability formations with a target of 2%, lack of participation and collaboration with persons with disabilities, ableism paradigm, not the existence of a reward and punishment system for relevant government agencies, the absence of a special recruitment module for persons with disabilities, to the lack of coordination regarding the urgency and understanding of the importance of inclusive development for persons with disabilities among each agency.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisdhiani Retnowulan
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Aksesibilitas Toilet bagi Kaum Difabel di Pusat Perbelanjaan. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu bangunan gedung atau lingkungan. Aksesibilitas yang dimaksud adalah ketersediaan akses, ruang yang memadai serta fasilitas pendukung yang sesuai. Pusat perbelanjaan sebagai bangunan publik, seharusnya menyediakan aksesibilitas ini di semua ruangnya, termasuk toilet. Toilet merupakan fasilitas yang dibutuhkan keberadaannya oleh semua orang, sebagai sarana membuang sisa metabolisme tubuh. Difabel dalam kajian ini difokuskan kepada kaum pengguna kursi roda serta kaum lansia. Dengan mengambil contoh kasus toilet di empat pusat perbelanjaan kelas menengah atas di Jakarta, yaitu Central Park, Grand Indonesia, Mall of Indonesia serta Senayan City. Kajian ini menggunakan acuan Standar Internasional FDIS- 21542, yang diimplementasikan kedalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/2006, serta kelebihan serta kekurangan dari material penutup lantai serta dinding. Dari kajian ini ditemukan bahwa fasilitas toilet di pusat perbelanjaan di Jakarta belum seluruhnya memenuhi peraturan yang ada. Sehingga menyulitkan bagi kaum difabel untuk menggunakannya.
ABSTRACT
The focus of this study is Accessibility for Difable in Shopping Center?s Toilet. Accessibility is easiness for difable to realize the same opportunity in all of life and living aspect in the buildings and environment. In this case, accessibility are availability of access, adequate spaces and appropriate facilities. Shopping mall as public space, supposed to provide the accessibility in all of their space, including the restroom. Restroom is one of the facilities that needed by everyone, because it used by people to release their body metabolism?s leftover. Difabel in this case, focused to wheelchair users and the elderly. This study takes case in restrooms in four middle-up class shopping mall in Jakarta, which are Central Park, Grand Indonesia, Mall of Indonesia and Senayan City. This study?s references using International Standard FDIS-21542, which implemented on the Regulation of Public Work Minister No. 30/PRT/2006. This study also uses the description of floor and wall coverings material as references. Based on this study, it found that not all shopping center?s restroom in Jakarta fulfill the regulation.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42587
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Endah Pertiwi
Abstrak :
Aksesibilitas menurut kamus besar bahasa indonesia dimaknai seabgai hal yang dapat dijadikan akses. Aksesibilitas dalam dunia web memungkinkan setiap orang dapat menikmati informasi yang ada dalam sebuah situs yang termuat di internet
Jakarta: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi, 2013
020 VIS 15:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Permata Suryarini
Abstrak :
Dalam rangka mempertahankan status kesehatan masyarakat selama krisis ekonomi, upaya kesehatan diprioritaskan untuk mengatasi dampak krisis. Perhatian khusus diberikan kepada kelompok beresiko dari keluarga miskin agar kesehatannya tidak memburuk dan tetap hidup produktif, melalui pemberian Kartu Sehat. Meskipun program ini telah berjalan di Kabupaten Karawang sejak tahun 1998, tetapi pemanfaatannya masih rendah (52,4%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan rawat jalan puskesmas serta faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan rawat jalan puskesmas oleh pemegang Kartu Sehat JPSBK di Kabupaten Karawang. Rancangan penelitian ini adalah rancangan cross sectional untuk mengetahui hubungan pendidikan, umur, pengetahuan, jumlah keluarga, pola pencarian pelayanan kesehatan, kejadian sakit, jumlah balita, jumlah usila, jarak dan persepsi terhadap pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan rawat jalan puskesmas oleh pemegang Kartu Sehat. Sebagai responden adalah kepala keluarga pemegang kartu sehat JPSBK di empat puskesmas di wilayah kabupaten karawang berjumlah 382 responden yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pola pencarian pelayanan kesehatan, kejadian sakit, jumlah usila, persepsi terhadap pelayanan kesehatan serta jarak berhubungan dengan pemanfaatan rawat jalan puskesmas. Sebanyak 52,4% dari responden pernah memanfaatkan kartu sehatnya. Dari delapan faktor yang berhubungan, faktor pola pencarian pelayanan kesehatan adalah faktor yang mempunyai hubungan paling erat dengan OR 35,613 (CI 9.601- 132,093). Agar pemanfaatan kartu sehat bisa lebih baik lagi, perlu peningkatan kerja sama lintas sektoral dalam melaksanakan sosialisasi program ini, bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat serta meningkatkan pelayanan puskesmas dan kunjungan rumah terhadap pemegang kartu sehat.
Analysis on Primary Health Care Out-patient by Health of Card Holder Social Protection Sector Development Program (SPSDP) in Karawang District Year 2001To maintain community health status during economic crisis, health services should be prioritized to encounter the impact. A great concern is dedicated for risky group poor family to maintain their health condition and productive life. This research aimed to find out the characteristic of health card holder, description of outpatient services use as well as its determinants. The research used a cross sectional design to find out the relationship of education, age, knowledge, the number of family, health seeking pattern, morbidity case, number of family member under five, number of elderly, the distance and perception on health services use by health card holders. Respondents are head of households who owned health card (Social Protection Sector Development Program) at four Primary Health Center (PHC) in Karawang District. Simple random sampling is the method to select 330 respondents. The result revealed that education, age, knowledge, health seeking pattern, morbidity case, number of elderly, the distance and perception of health services are related with PHC's out patient use. The study showed that 52, 4% respondents have used their health card. Health seeking pattern factor has had close relationship where the OR was 35,613 (CI 9,601- 132,093). Health card use will be much better and successfully achieved if inter sectoral could be strengthen, cooperation, as well as relationship with non government organization along with special emphasis on improving PHC's services as well.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi
Abstrak :
Dari berbagai sumber diketahui bahwa akses pada pelayanan dan derajat kesehatan berhubungan erat dengan status sosial ekonomi keluarga. Susenas 2003 menunjukkan bahwa rasio angka kematian bayi (AKB) per 1.000 kelahiran pada kelompok masyarakat pengeluaran terendah (Q1) dan tertinggi (Q5) meningkat, yakni 1,8 pada tahun 1998 dan 2,2 pada tahun 2003. Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa pemanfaatan tenaga kesehatan oleh kelompok terkaya jauh Iebih tinggi (82%) daripada kelompok miskin (40%), dan bahkan kesenjangan/ketimpangan cenderung meningkat dengan kebijakan pemerintah menaikan harga BBM pada tahun 2005. Salah satu bentuk perwujudan tanggung jawab sosial pemerintah terhadap masyarakat miskin (maskin) adalah pemberian perlindungan sosial (social protectbn) terhadap maskin dari kesulitan akses pelayanan kesehatan akibat krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM dengan suatu kompensasi bersyarat (conditional, berupa Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin (Program PKDP Bagi Maskin). Penelitian tesis dengan topik "Evaluasi Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin: Studi Kasus Puskesmas Di Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan", merupakan upaya untuk melihat Iebih jauh bagaimana program tersebut memenuhi ukuran-ukuran/indikator kinerja, pemahaman, relevansi, efisiensi, efektivitas, dan efek program terhadap maskin. Desain evaluasi program yang dirasakan tepat untuk diterapkan dalam telaah/kajian penelitian di lapangan berorientasi pada penjajakan kepustakaan terhadap berbagai konseptualisasi tenting model-model evaluasi program, yang akhirnya dipilih konsep evaluasi yang dikembangkan oleh ELWa (Education and Learning Wales), dengan indikator yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Manggarai (PK-Manggarai) dan Puskesmas Menteng Dalam II (PK-Menteng Dalam II), Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan, dengan menggunakan metode dan teknik pendekatan kualitatif evaluatif, koleksi data memanfaatkan teknik-teknik interview/wawancara mendalam sesuai kesediaan/kelayakan sumber data, studi dokumen, pengamatan, serta kuesioner. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan umum "Bagaimana Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan?" Selanjutkan diturunkan kedalam sub-sub pertanyaan yaitu bagaimana pemahaman program,bagaimana relevansi program, bagaimana efisiensi program, bagaimana efektivitas program, dan bagaimana efek program terhadap maskin? Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Perlarna, bentuk pelaksanaan Program PKDP Bagi Maskin di PK-Manggarai dan di PK-Menteng Dalam II, Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan diwujudkan dalam bentuk Keglatan pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Persalinan, Operasional dan Manajemen Posyandu, Revitalisasi dan Perbaikan Gizi. Kedua, pelaksanaan Program PKDP Bagi Maskin sebagian besar sudah berjalan sesuai dengan harapan, sehingga memberikan efek/manfaat kepada maskin dalam hal pelayanan kesehatan gratis dan peningkatkan akses pelayanan kesehatan. Namun, ada beberapa kegiatan yang belum terwujud sesuai dengan harapan. Dad lima betas indikator evaluasi yang digunakan lima di antaranya menunjukkan nilai kurang dan/atau tidak sesuai harapan, yakni keterlibatan stakeholders dalam penyusunan rencana kegiatan pelaksanaan program pada aspek relevansi program masih kurang balk; jumlah biaya kebutuhan dan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan Revitalisasi Posyandu dan Perbaikan Gizi di PK- Manggarai masih kurang efisien; pemanfaatan kegiatan dan permasalahan yang telah tertangani pada kegiatan Revitalisasi Posyandu dan Perbaikan Gizi di PK- Manggarai masih kurang efektif dan di PK-Menteng Dalam II tidak efektif. Kelrga, intensitas pelayanan kesehatan maskin masih lebih banyak dilaksanakan di dalam gedung daripada pelayanan kesehatan di War gedung. Untuk meningkatkan keberhasilan Program PKDP Bagi Maskin selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, Puskesmas perlu menyusun rencana pelaksanaan program (RKP Program) yang lebih komprehensif, dengan melibatkan maskin di wilayah agar kebutuhan rid maskin terhadap pelayanan kesehatan dapat dimuat dalam RKP Program. Kedua, Puskesmas perlu segera meningkatkan efektivitas kegiatan revitalisasi Posyandu dan perbailcan gizi, meialui pelatihan kader Posyandu binaan yang ada agar kader Posyandu memilki peningkatan pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada Balita maskin maupun dalam memberikan upaya kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Ketrga, Puskesmas perlu meningkatan intensitas pelayanan Kesehatan di luar gedung sebagai upaya kesehatan preventif terhadap ancaman penyakit massal (public health) yang dihadapi maskin, melalui kegiatan Puskesmas keliling, kunjungan ke rumah maskin, penyuluhan kesehatan maskin, pelacakan gizi buruk, dan fogging massal. Keempat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memikirkan kebijakan mengenai penyediakan sarana mobil ambulance pada setiap Puskesmas Kelurahan yang mengelola Rumah Bersalin agar layanan Persalinan dan tindakan penyelamatan Bulin, Bumil, Bufas ketika ada kejadian darurat dapat dilakukan sejak dini (early safety). Kelirna, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memikirkan kebijakan mengenai penataan lokasi Puskesmas yang Iebih strategis untuk dijangkau oleh seluruh maskin agar maskin mendapat segala kemudahan, baik akses fisik dan akses sosial (get-at-able). Keenam, Departemen Kesehatan RI perlu segera menerbitkan kartu jaminan pemeliharaan kesehatan permanen bagi maskin dan mendistribusikannya dengan tepat agar maskin dapat menggunakan kartu jaminan tersebut setiap saat ketika mereka sakit. Ketujuh, realisasi dana program PKDP Bagi Maskin yang bersumber dari DIPA Depkes RI harus dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan agar Puskesmas lebih slap dalam menyusun RKP Program yang lebih komprehensif, terpadu, dan berbasis wilayah. Kedelapan, Depkes RI dengan pihak terkait perlu membentuk kelompok pendamping bagi maskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit agar maskin dapat menikmati jaminan pemeliharaan kesehatan dari pemerintah dengan sepenuhnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riastuti Kusuma Wardani
Abstrak :
Kebijakan JPKMM merupakan realisasi dari kebijakan PKPS BBM Bidkes tahun 2005. Pada implementasi di daerah banyak sekali ditemukan permasalahanpermasalahan. Salahsatunya di Kota Bogor yang belum mempunyai RSUD. Dengan menggunakan pendekatan sistem peneliti melihat kesesuaian peran dan ketepatan keterlibatan SDM, kesesuaian dan ketepatan pendanaan, kesesuaian dan ketepatan sarana,kesesuaian dan ketepatan kebijakan yang berlaku di Kota Bogor, kesesuaian dan ketepatan penentuan kepersertaan, kesesuaian dan ketepatan PKS, kesesuaian dan ketepatan tata laksana JPKMM, kesesuaian dan ketepatan pengorganisasian, kesesuaian dan ketepatan Monev, serta yang terakhir adalah ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan maskin di RS. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam dari informan yai.tu eksekutif, legislatif, Dinas Kesehatan Kota, PT Askes eabang Bogor dan RS. Hasil yang didapati dari penelitian ini adalah: 1. SDM pelaksana kebijakan JPKMM pada PPK RS sudah sesuai dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan, namun belum tepat karena belum sesuai kesepakatan dan keberatan dari SDM RS karena kompensasi yang kecil dan jumlah yang dilayani auk-up banyak, 2. pendanaan sudah sesuai dengan kebijakan dimana selisih tarif dibebankan kepada APBD kota, namun belum tepat karena belum bisa meneukupi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin, 3. dari segi sarana, PPK RS yang menyelenggarakan JPKMM sudah tepat dan sesuai dari segi kebijakan, kebijakan yang berlaku untuk penyelenggaraan JPKMM sudah sesuai namun belum tepat karena kota Bogor sudah mempunyai kebijakan sendiri untuk penanggulangan kemiskinan didaerahnya, 5. dari segi penentuan kepesertaan sudah sesuai dengan kebijakan namun belum tepat karena belum adanya SK penetapan maskin juga banyaknya penggunaan SKTM yang ternyata bukan maskin, 6. dari segi perjanjian kerjasama (PKS) sudah sesuai namun belum tepat karena ada beberapa provider yang melanggar dengan meresepkan obat-obatan diluar DPHO, 7. dari segi tata laksana belum tepat dan sesuai karena pasien tidak mematuhi persyaratan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah, pasien dikenakan iur biaya, anak jalanan tidak tercover, 8.dari segi pengorganisasian sudah sesuai pelaksanannya namun belum tepat karena terdapat 2 tim yang menangani hal yang sama dengan sasaran yang sama, 9. Pemantauan dan Exaluasi belum sesuai dan belum tepat karena masih bersifat menunggu bola bukan menjemput bola artinya hanya menunggu laporan-laporan saja. Selain itu evaluasi dengan menggunakan standar pencapaian yang sudah ditetapkan Depkes belum tersosialisasi serta belum dilaksanakan, 10. Pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin dilihat dari kesesuaiannya maka belum sesuai dengan kebijakannya karena pasien ada yang dikenakan iur biaya pelayanan dan that, pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin juga belum tepat karena pasien yang dirawat diruang berkelas menggunakan SKTM untuk mendapatkan keringanan biaya. Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah belum sesuai dan tepat input serta proses dari implementasi kebijakan JPKMM di Kota Bogor pada PPK RS. Saran dan rekomendasi kebijakan yang peneliti coba berikan berdasarkan basil temuan peneliti antara lain ; bagi Dinas Kesehatan yaitu sosialisasi kebijakan, pembuatan kebijakan pembiayaan bertingkat, membuat kebijakan strategis daerah sejalan dengan kebijakan pusat, kebijakan pemberdayaan masyarakat perlu dilanjutkan, koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi anjal, rnekanisnie money yang perlu melibatkan berbagai pihak, pengefektifan ambulance dan peningkatan fungsi Puskesmas. Bagi RS yaitu RS perlu andil dalam sosialisasi baik intern maupun ektem RS, membuat kebijakan internal RS untuk pembiayaan bertingkat dan ikut dalam money pelaksanaan program. Bagi PT Askes yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap tarif dengan kondisi Kota Bogor dan sosialisasi sampai ketingkat penerima. ......Poverty Health Insurance policy have been a realization of PKPS BBM for health sektor in 2005. A lot problem arise during implementation of this policy in counties, for example is Bogor, this county' has different characteristics than others one of them is RSUD inexistence. This issue intrigued me to continue with examination. Systematical approach is being used here to find out role suitability and correct of human resource involvement, appropiation and correct funding, means suitability, policy suitability and exactness, appropriate and correct listing, appropiate and correct cooperative MOU, appropiation and correctness of JPPMM implementation, appropiate and correct organizing, appropiate and correct monitoring and evaluation. Qualitative methode is used for the examination since depth information quality is needed executive, legislative, Health institution county, PT ASKES and hospital are soueces of the information. Result of the exeamnnation are; 1. The accuracy of human resource involved in this program was right, but not correct cause services different with MOU, 2. Funding accuracy of this program in Kota Bogor was suits with the policy, where price difference was put into APBD, but it was not adequate enough to cover all poor people, 3. For means side, PPK RS which operates JPKMM already suits and appropriate, 4. On the policy side, Kota Bogor has agood policy to operate JPKMM, but they also has their own policy in poverty prevention, 5. From the listing methode, Kota Bogor has an appropiate methode that suits the policy but not yet correct, since there has not been any SK Walikota for determining poor people, and also alot of people who used SKTM which actually not poor, 6. From the MOU side, PT Askes with RS has MOU making process that suits policy, but not yet effective, since many provider neglects the MOU when giving prescription with unlisted drugs, 7.From the procedural implementation side, it is not accurate and effective yet, since there are SKTM holder who actually not meet the qualification, and traps not covered within this program, 8. From the organizational side, it is already suitable with the implementation, but not yet effective since there are 2 teams wich has same theme and object, 9. Monitoring and evaluation is not yet effective and accurate, site there are no pro active movement, only waiting for reports. Ministrary of Health, evaluation standard not yet been socialized and applied, ICI. PPK RS for poor people not appropriate yet with the policy, since there are patients who have to pay for service and drugs, there also people who hospitalized in higher room standard, using SKTM to reduce bills. The summary for this research is that in Kota Bogor, the process and implementation of JPKMM policy in PPK RS was not suitable and correct on input. Recommended for Djpas Kesehatan Kota are socialization of policy, make a level funding policy, make sjnergization policy, continue poverty prevention policies in ogor city, coorccirgtion with other sector for anak jalanan, mechanism of monj wing and evaluation for involved other sector, ambulance effectiveness, and effectiveness puskesmas fungtion. Recommended for hospital are doing socialization in internal and eksternal hospital, make internal policy for level funding and partisipatif for monitoring and evaluating program. For PT Askes are analisys funding policy adjustment depend on county coundition and doing socialization through people who accept program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muljadi
Abstrak :
Penelitian ini berjudul "Mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dalam pemenuhan hak atas kesehatan peserta askes (studi kasus di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta)". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada fenomena empiris dan teoritis, dimana pada Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta diindikasikan mutu kualitas pelayanan kesehatan, terutama bagi pesrta Askes kurang memenuhi harapan pasien. sehingga diperlukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan terutama bagi peserta Askes.

Lokasi penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan metode penelitian penelitian kualitatif dengan menggaii informasi dari 54 respondenlinforman. Beranjak dari latar belakang tersebut di atas rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Bagaimana tanggapan pasien rawat inap (Pasien peserta Askes) atas pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta? (2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta?.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 42.6 % responden menyatakan tidak puas atas pelayanan administrasi pendaftaran dengan alasan birokrasi pendaftaran terlalu panjang. 46,3 % responden menyatakan tidak puas alas sikap petugas dalam melayani, karena bersikap kurang ramah. Sikap petugas tersebut terjadi karena jumlah petugas yang relative sedikit, sehingga mereka merasa kerepotan dalam rnelayani pasien.

Terdapat 38.9 % responden merasa tidak puas atas pelayanan petugas medis pada saat masuk UGD. Bagi yang tidak puas (38.9 %) terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab diantaranya pada saat mereka datang ke UGD (rata diluar jam kerja) banyak pasien yang harus ditangani, sehingga terkesan diabaikan oleh petugas medis UGD.

Terdapat 46.3 % responden merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan pada pasien gawat darurat, kerena petugas medis dinilai kurang cekatan dalam menangani pasien gawat darurat. Pada umumnya sikap dokter cukup ramah dan penuh perhatian pada pasien. Namun demikian terdapat 48.1 °Io responden yang menyatakan tidaklkurang puas terhadap pelayanan dokter, karena dokter yang melayani pasien bersikap kurang ramah dan kurang perhatian. secara umum pelayanan yang diberikan oleh perawat cukup baik. Namun demikian masih terdapat pasien yang merasa kurangltidak puas terhadap pelayanan yang diberikan susterlperawat.

Terdapat 55.5 % responden merasa tidak puas atas menu yang dihidangkan, karena merasa kurang berselera terhadap menu yang dihidangkan. Terdapat 48.1 % responden merasa kurang/tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena tidak ada kipas angin. Terdapat 83.3 % responden menyatakan bahwa obat-obatan yang diberikan dokter tidak termasuk ke dalam daftar obat yang direkomendasikan PT Askes, sehingga membuat banyak pasien menjadi kecewa.

Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi pelayanan kesehatan di lingkungan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, maka terdapat beberapa faktor kendala yang harus segera diatasi diantaranya : Untuk mempermudah/memperlancar pelayanan administrasi bagi peserta Askes yang ingin menggunakan jasa Rumah Sakit diperlukan sistem on line antara pihak Rumah Sakit dengan PT Askes sebagai penjamin klaim.

Kurangnya tenaga paramedis terutama yang melayani pendaftaran peserta Askes menumbuhkan dampak kurang optimalnya dalam memberikan pelayanan. Sistem pendidikan dan latihan bagi tenaga medis belum dilaksanakansecara optimal. Kurangnya tenaga perawat baik dari segi kualitas maupun kuantitas menjadi kendala bari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan.

Terbatasnya tenaga juru masak dan tats boga menjadi kendala dalam menyajikan menu makanan. Keterbatasan dana untuk menyediakan tenaga kebersihan ruang rawat inap yang dapat senantiasa membersihkan ruangan setiap diperlukan. Manajemen Askes yang mensyaratkan standar harga obat bagi pada dokter yang relatif rendah, merupakan kendala bagi para pasien. Kondisi demikian sangat memberatkan pasien.
This research titled "The Quality of Hospital Health Services in the Fulfillment of Rights of Health for the Health Assurance (ASKES) Participant" (Case Study in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta)." Background of this title selection is based on empirical and theoretical phenomenon, which is Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, indicated that health service quality especially for ASKES participant less than what the participant hope for. Therefore need a of health service renewal especially for the ASKES participant.

Research located in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, with qualitative method of research through collecting information from 54 respondents. From the background mentioned above, issues that come ahead are : (I) How is the response of hospitalized patient (ASKES participants) for the health services given by Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta?, (2) What kind of factors that affecting the quality of health service in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta?

Result of the research showed that 42.6% respondent express unsatisfied for the administration service in registration because of long administration bureaucracy. Approximately 46.3% of respondents stating unsatisfied of officer behavior in giving service because of impolite attitude. This behavior happens because there are inadequate officer must handle many patients.

There are 38.9% respondents felt unsatisfied of medical officer services in handling ICU. One indicator for the disappointment is felt of ignored when they come to ICU after working hours, because of too many patients that have to be handled by the ICU officer.

There are 46.3% of respondents said unsatisfied for services given to the ICU patient, because the medical officer not adept in handling the ICU patient. Generally, doctor behaviors are friendly enough and give sufficient attention to the patient. However there are 48.1% respondents expressing not I less satisfied for doctor services. Respondents in general felt satisfy for the nurse gives an adequate service, even though some respondents still felt disappointed for the nurse services.

There are 55.5% respondents felt disappointed for the meal menu given, because they felt not interested for the menu served. Meanwhile 48.1% respondents said that they can not sleep well because there is no ventilator in the room. 83.3% respondents stated that medicine given by doctor sometime is not inclusive to the medication list that recommended by PT. ASKES, which is upset many patients.

Taking into consideration the end result of this research about the health services condition in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, there are many obstacles factors that must be straighten out, those are: makes the administration process easier for the ASKES participants that want to use the hospitals service, such as through the on line system between the hospitals and PT ASKES as a claim guarantor.

The inadequacy of paramedic official especially that provides the registration services for the ASKES participant, resulted in insufficient services is given. Education system and training for paramedic also implemented not optimal. Lack of nurses, in quality and the quantity, also become a problem for Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in maximizing the health services.

Insufficient chef and food science becomes problem in serving the meal menu. Other problem is limited funding to provide cleaning officer in hospitalize room that can clean the room in any time needed. ASKES management set a relatively low price of medicine as a requirement to the doctor, and this condition is very burdening patient.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>