Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heryanti Satyadi Sutrisna
Abstrak :
Stroke dikenal sefama ini sebagai kelumpuhan separuh badan, gangguan bicara, hingga berakibat pada kematian. Korban stroke kalau tidak meninggal biasanya menjadi cacat sehingga menjadi beban bagi keluarganya. Stroke lebih banyak dikaitkan dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi serta penyakit kardiovaskuler yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah yang diderita oteh orang~orang lanjut usia_ Pada kenyataannya, stroke menyerang siapa saja, terlepas dan kelompok usia atau sosial ekonomi tertentu. Hasil survei ?Kesehatan Rumah Tangga' tahun (995 memperlihatkan bahwa stroke dan penyakit kardiovaskuler lainnya adalah penyebab paling banyak kasus kematian pada kelompok usia 35 tahun. Stroke' dianggap menyerang orang secara tiba-tiba, tetapi sebenamya ada faktor-faktor yang dapat dijadikan tanda awal teriadinya serangan. Faktor itu disebut faktor risiko. Dengan adanya faktor ini, seseorang akan lebih rentan terserang. Cara yang terbaik untuk mencegah stroke adalah dengan mengendalikan faktor risiko yang masih dapat dikontrol, yaitu: hipertensi, kadar kolesterol tinggi, kegemukan, gangguan tidur, kebiasaan merokok, kurang berolah raga, stres, dan penggunaan pil KB pada wanita. llmu kedokteran berfokus pada faktor ristko yang Iangsung berhubungan dengan tisik dan kurang memperhatikan keadaan psikoiogis pasiennya. Secara teori banyak hal yang dapat menjadi faktor risiko stroke. Berdasarkan tinjauan kepustakaan, penelitian ini menentukan tujuan untuk melihat sejauh mana peran sires dan sumber sires yang berupa Stressful. Life Event, Stressful Life Styfe, dan Tipe Kepribadian individu Tipe A berperan menjadi faktor nsiko pada terjadinya stroke pada usia muda. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, telah dilibatkan 90 orang subyek penelitian yang terbagi dalam 2 kalompok, kelompok pertama adalah 40 pasien pasca stroke yang sedang menjalani rawatjalan di bagian polisaraf rumah sakit RSCM, RSPAD dan RS. POLRI. Kelompok kedua adalah orang yang bukan pasien, tidak pernah stroke dan aktif bekerja. Kepada mereka dibenkan alat ukur STR, yang mengukur sires individu sebeium terjadinya serangan, alat ukur SLE yang mengukur peristiwa hidup penuh stres yang mereka alami sebelum serangan, alat ukur SLS yang mengukur gaya hidup stres yang mereka jalani sebelum serangan, dan alat ukur TA yang mengukur ciri-ciri Kepribadian individu Tipe A. Alat ukurnya semua berbentuk kuesioner. 'Data yang dipero|eh diolah dengan perhitungan nilai untuk mendapatkan gambaran perbedaan individu yang stroke dengan individu yang tidak stroke pada stres dan sumber stres. Kemudian data diolah dengan multipel regresi untuk mendapat gambaran seberapa besar peran stres dan sumber stres pada individu penderita stroke dan individu bukan penderita stroke. Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti stroke, mengatakan faktor fisik yaitu hipertensi dan penyakit kardiovaskuler yang berperan sebagai faktor risiko penyebab serangan stroke. Namun sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin membuktikan berperannya faktor psikologis, maka penelitian ini membuktikan pengaruh stres dan sumber stres sebagai faktor risiko. Dengan perkataan lain, keberadaan stres dan sumber stres sebagai faktor risiko, dapat membedakan kerentanan SBSBOFBDQ terhadap serangan stroke Mereka yang mengalami stres dan mengalami keterpaparan terhadap sumber stres mempunyai kemungkinan yang Iebih besar mendapatkan serangan stroke. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor psikologis sebagai faktor risiko yang berperan secara bermakna dalam meningkatkan kerentanan seseorang mengalami serangan stroke. Unluk selanjutnya. Tentu dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menguatkan hasil peneiitian ini. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan pada penelitian lebih Ianjut, yaitu: alat ukur diperbaiki, sampel diperbanyak memperluas variabel bebas dengan mengikut sertakan faktor psikologis iainnya. Selain itu variabei kontrol yang dapat disertakan sebagai variabel bebas adalah variabel jenis kelamin. Pada banyak penelitian ditemukan bahwa individu dengan jenis kelamin
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Setiadi Arif
Abstrak :
Tesis ini mengangkat topik tentang dinamika keluarga pasien skizofrenia menurut object relations theory, Dasar pemikirannya adalah: keluarga merupakan building environment di mana seorang pribadi bertumbuh dan berkembang; dan melalui uenreml relaring yang dibina dengan para anggota keluarga, seorang pribadi mengembangkan kepribadiannya. Dialog yang terjadi antara pribadi tersebut dengan keluarganya. sepanjang perkembangannya sejak dalam kandungan ibu sampai selanjutnya itulah yang menentukan perkembangan kepribadiannya. Dalam kasus pasien skizofrenia, dialog tersebut mengalami gangguan di masa-masa paling awal dalam perkembangan; dan gangguan tersebut menjadi cika1 bakal kerentanan kepribadian yang mengarah pada gangguan skizofrenia di masa kemudian. Penanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah Bagaimanakah kaitan antara dinamika keluarga pasien dengan perjalanan penyakit pasien skizofrenia? Perjalanan penyakit yang dimaksud adalah mulai dari kemunculan skizofrenia dalam diri pasien hingga perkembangan selanjutnya baik itu menuju perbaikan ataupun kekambuhan. Landasan teoritik yang digunakan dalam tesis ini adalah object relations theory. Teori ini merupakan salah satu cabang dari psikoanalisa yang menekankan pada pentingnya relasi dengan orang lain, sebagai motivasi utama dan faktor terpenting perkembangan kepribadian Pemilihan teori ini terutama didasarkan pada alasan bahwa teori ini mampu memberikan kita jembatan antara dunia internal pasien dengan kenyataan hidup dalam keluarga. cara untuk bergerak bolak-balik antara realitas internal dan realitas eksternal. Ada suatu dialog yang intim antara realitas internal dan realitas eksternal, yang memiliki peranan yang besar pada perjalanan penyakit pasien skizofrenia. Pendekatan penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif Subjek penelitian diambil melalui metode purpositi Subjek penelitian dalam tesis ini adalah pasien skizofrenia beserta para anggota keluarganya. Data dikumpulkan melalui tiga metode, yaitu wawancara, observasi dan dua buah tes psikologis yaitu Test of object Relations dan Picture tsxtof`Sepurations and lndividualion. Ada dna keluarga pasien skizofrenia yang menjadi subjek dalam penelitian ini, yaitu keluarga A dan keluarga IS. Telah dilakukan ll. kali pertemuan dengan keluarga A dan 7 kali pertemuan dengan keluarga IS untuk mengumpulkan data Melalui analisis data-data yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama menyatakan bahwa keluarga yang pada hakikatnya merupakan jalinan relasi anggota-anggotanya. merupakan ruang hidup helding environment potential space) bagi pam anggotanya. Dalam ruang hidup tersebut, para anggota keluarga hidup, berkembang dan berelasi satu sama lain. Holding environment potential space ini merupakan sesuatu yang dinamik, di mana perubahannya tergantung pada relasi para anggotanya Bilamana ada relasi yang erat satu sama lain (cenfered renking maka holding environment/pofenfial space itu akan “membesar” sehingga kondusif bagi perkembangan kepribadian, sedangkan bila ada konflik yang berkepanjangan, maka holding environmen potensial space itu akan "n1enyempit” sehingga tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian Ada kaitan yang erat anlara dinamika keluarga (contexual Inilding. centered holding, cenlered refating) dcngan proses kemunculan pasicn skizofrenia. Pasien skizofrenia tampaknya mengalami gangguan dalam pembentukan kepribadian mereka, yang disebabkan oleh gangguan pada dinamika keluarga. Dengan kata lain. bilamana ada gangguan dalam dinamika keluarga di masa perkembangan kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian menjadi terganggu pula dan sebagai akibatnya menjadi rentan untuk mengalami skizofrenia di masa remaja/dewasa. Ada kailan yang erat antara dinamika keluarga (contextual holding. Holding cenrefnd relafing) dengan perkembangan selanjutnya dalam penyakit pasien skizofrenia. Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu holding environment yang ada dalam keluarga, dan sebagai akibatnya Iebih beresiko pada kekambuhan pasien skizofrenia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrias Ardhiana
Abstrak :
Pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak, tokoh pertama yang dikenal adalah ibunya, sehingga. ibu memegang peranan panting dalam perkembangan anak. Melalui hubungan yang kontinyu, intim, dan hangat antara ibu dan anak, ibu menjadi peka terhadap kebutuhan-kebutuhan anak dan berusaha memuaskannya. Dengan pemuasan kebutuhan tersebut akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak dan juga rasa percaya pada orang lain.
Anak-anak yang harus berpisah dengan orang tuanya terutama. ibunya dan kemudian tinggal di panti asuhan karena suatu sebab akan mengalami keadaan- keadaan yang tidak menyenangkan seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, serta kemungkinan timbulnya perasaan insecure. Dalam usaha menyesuaikan diri ini, anak biasanya lebih memilih untuk menuruti apa yang dikatakan atau diperintahkan padanya daripada melakukan apa yang sebetulnya menjadi kemauannya sendiri. Dengan mengikuti kemauan orang lain yang mungkin bertentangan dengan kemauannya sendiri bisa menyebabkan anak terganggu dan menimbulkan beban mental yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya ilustrasi. Karena banyaknya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi yang menimbulkan ilustrasi, serta kejadian yang tidak mengenakkan, maka akan menimbulkan bermacam-macam tingkah laku untuk menyalurkan dorongan-dorongannya tersebut. Salah satu yang mungkin merupakan media penyalurannya adalah dengan bertingkah laku agresif atau menyerang orang lain (Berkowitz,1993). Agresivitas ini dapat tampil dalam bentuk yang tampak (overt) maupun yang tidak tampak (covert). Bentuk dan deraiat agresif yang tampil dapat berbeda antara seorang anak dengan anak yang lain tergantung pribadi si anak dan lingkungannya.
Hand test adalah suatu tes proyeksi yang menggunakan gambar tangan sebagai stimulusnya. Yang diungkap dari tes ini adalah kecenderungan tingkah laku yang tampak(over1 behavior). Salah satu yang bisa diungkap oleh hand test adalah prediksi tentang tingkah laku agresif yang tampak (AOR : Acting-Out Score). AOR didapatkan dengan membandingkan antara skor Ajeclion + Dependence + Communicarion dan Direction + Aggression. Seorang dikatakan agresif adalah bila pada AOR, skor agresif mendominasi kecenderungan tingkah laku. Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu : - Ho = Sum of Aggressive (AGG + DIR) sama dengan Sum of Cooperative (AFP + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Sum of Aggressive (AGG + DIR) lebih tinggi daripada Sum of Cooperative (AFF + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan - Ho = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-lald bermasalah yang tinggal di panti asuhan sama dengan anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-Iaki bermasalah yang tinggal di panti asuhan Iebih tinggi daripada anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Sum of aggressive lebih rendah daripada Sum of Cooperative baik pada kelompok anak laki-Iaki maupun anak perempuan, Setelah dilakukan uji signifikansi untuk mengetahui apakah perbedaan antara Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive tersebut signifikan atau tidak, maka data yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara. Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive. Hal ini berarti hipotesis yang diajurkan, yaitu Sum of Aggressive lebih tinggi daripada Sum of Cooperative pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak terbukti 2. Bila mean Sum of Aggressive antara kelompok anak laki-laki dan anak perempuan dibandingkan, maka dapat disimpulkan bahwa indikasi agresivitas anak perempuan lebih tinggi bila dibandingkan anak laki-Iaki. Tetapi bila Sum of Aggressive antara kelompok anak iaki-laki dan perempuan dibandingkan dengan menggunakan 1-resi, maka perbedaan indikasi agresivitas antara anak perempuan dan anak laki-laki bermasalah di panti asuhan tersebut tidak signifikan.
Beberapa faktor yang mungkin dapat dikemukakan sebagai penyebab tidak terbuktinya hipotesa yang diajukan adalah : 1. Perbedaan kriteria bermasalah antara pengurus panti asuhan dan kriteria bermasalah penelitian yang sudah ditentukan. Sebagai aldbatnya, kritena subyek penelitian menjadi berubah karena disesuaikan dengan kriteria pengurus sendiri 2. Ketika diambil data di salah satu panti asuhan (yaitu panti asuhan H. Patisah), pengums panti asuhan meminta untuk tetap menunggui jalannya tes yaitu dengan duduk di samping subyek ketika dilakukan wawancara dan diberikan tes. 3. Budaya Indonesia (Jawa Tengah khususnya) yang membiasakan bahwa individu tidak bisa mengekspresikan dirinya seobyektif mungkin karena segala sesuatunya harus dikaitkan dengan sopan santun 4. Meskipun hasil tes pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak menunjukkan hasil bahwa mereka agresif namun dari hasil observasi didapat bahwa anak-anak yang ditunjuk untuk menjadi subyek penelitian tampak agresi£ seperti tampak sulit untuk diam dan menunjukkan perilaku memberontak. 5. Banyak anak asuh yang sudah diwawancarai dan diberi tes memberitahu jawabannya pada teman-temannya yang akan menjadi subyek penelitian. 6. Kurangnya inquiry yang dilakukan peneliti terhadap respon-respon yang diberikan subyek penelitian, sehingga kemungkinan menyebabkan kesalahan skoring.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hersa Aranti
Abstrak :
Berbagai penelitian telah mengasosiasikan tingkah laku merokok pada remaja dengan stres dan persepsi yang mereka miliki mengenai dampak dari perilaku merokok tersebut. Meskipun begitu, belum terdapat penelitian yang melihat peran persepsi dampak merokok dalam hubungan stres dan perilaku merokok. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana kontribusi persepsi dampak merokok dalam hubungan antara tingkat stres dan intensitas merokok. Terdapat 3 alat ukur yang digunakan yaitu Perceived Stress Scale Cohen et al., 1983 , Stress Scale Dahlam, dalam Herwina 2006 , dan item-item untuk mengukur perception of smoking-related risk and benefits Halpern-Felsher et al., 2004; Song et al., 2008 . Dari 150 partisipan, ditemukan bahwa persepsi dampak merokok yang termasuk keuntungan berhubungan positif dengan intensitas merokok secara signifikan t 1,148 =4,75, p
Various studies have associated adolescents 39 smoking behavior to stress and perception related to the impact of the behavior. Even so, no study has examined the role of perception of smoking impact in the relation between stress and smoking behavior. In this study, the contribution of smoking impact perception in the relationship between stress level and smoking intensity will be examined. Three scales were used which were Perceived Stress Scale Cohen et al., 1983 , Stress Scale Dahlam, in Herwina, 2006 , and items to measure perception of smoking related risk and benefits Halpern Felsher et al., 2004 Song et al., 2008 . From 150 participants, this study found that perception of smoking impact related to benefit is positively related to smoking intensity significantly t 1,148 4,75, p
2017
S66022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Riana
Abstrak :
Hubungan Career Functions dan Psychosocial Functions terhadap Motivasi Karier KaryawanPenelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan career functions dan psychosocial functions terhadap motivasi karier karyawan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Career Motivation yang dikembangkan oleh London 1993 dan Noe et al. 1990 untuk mengukur motivasi karier karyawan dan Mentoring Functions Scale Noe, 1988 untuk mengukur career functions dan psychosocial functions. Penelitian ini dilakukan pada 145 responden yang pernah terlibat dalam kegiatan mentoring di perusahaan. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa career functions r = 0,57, p < 0,01 dan psychosocial functions r = 0,51, p < 0,01 memiliki hubungan positif terhadap motivasi karier karyawan. Hasil penelitian ini dapat berkontribusi bagi perusahaan untuk meningkatkan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi karier karyawan selama bekerja. Selain itu, dapat meningkatkan pemahaman bagi karyawan terkait pentingnya kegiatan mentoring yang diberikan oleh perusahaan. Kata Kunci:Mentoring, career functions, psychosocial functions, motivasi karier
Name Yusi RianaStudy Program Psychology, Bachelor ProgramTittle The Relationship between Career Functions and Psychosocial Functions on the Employee 39 s Career MotivationThe aim of this research is to examine the relationship of career functions and psychosocial functions on employee rsquo s career motivation. This is a quantitative study using Career Motivation developed by London 1993 and Noe et al. 1990 to measure employee rsquo s career motivation and Mentoring Functions Scale Noe, 1988 to measure career functions and psychosocial functions. This research was conducted on 145 respondents that had been involved in mentoring activities at a company. Results indicated that both career functions r 0,57, p 0,01 and psychosocial functions r 0,51, p 0,01 were positively related to employee rsquo s career motivation. Results of this study could contribute to company to increase understanding about the things that can increase employee rsquo s career motivation. In addition, this study also could contribute for employee to increase understanding about the importance of mentoring that provided by the company. Keywords Mentoring, career functions, psychosocial functions, career motivation
2016
S66206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novesa Cinintya Asanda
Abstrak :
Internet memiliki banyak kegunaan bagi manusia. Akan tetapi, penggunaan internet yang tidak sehat akan dapat menimbulkan permasalahan dalam kehidupan individu baik secara personal maupun profesional yang kemudian disebut sebagai Problematic Internet Use atau PIU. Loneliness merupakan salah satu variabel yang dihubungkan dengan PIU namun masih memunculkan hasil yang bertentangan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha meninjau lebih lanjut mengenai hubungan antara PIU dan loneliness. Metode pengukuran variabel dilakukan dengan self-report baik secara luring maupun daring N=200 , menggunakan alat ukur The Generalized Problematic Internet Use Scale II untuk PIU dan Social Emotional Loneliness for Adults Scale untuk loneliness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara PIU dan social loneliness serta PIU dan emotional loneliness. Hasil didapatkan karena penggunaan internet yang tinggi mengurangi interaksi tatap muka antara pengguna dengan lingkaran sosialnya. Hal tersebut semakin menurunkan keterlibatan serta keterikatan pengguna terhadap lingkaran sosial yang dimiliki. Individu yang memiliki PIU memiliki preferensi interaksi daring, pemilihan penggunaan internet ketika mood buruk, kesulitan untuk menghilangkan pemikiran untuk daring terus menerus dan mengkontrol penggunaan internet serta adanya masalah dalam kehidupannya.
Internet has many positive function in human rsquo s life. But unhealthy use of internet could cause problem in a human rsquo s life, whether it be personally or professionally, called as problematic internet use PIU . Loneliness is a variable that has been correlated many times with PIU with conflicting results. This research aims to discover the correlation between PIU and loneliness social and emotional loneliness . PIU and loneliness were measured through self report questionnaire offline and online N 200 , using The Generalized Problematic Internet Use Scale II for PIU dan Social Emotional Loneliness for Adults Scale for loneliness. Result shows that there is a significant positive correlation between PIU and social loneliness, as well as PIU and emotional loneliness. It is found that the lack of face to face interaction, caused by high used of internet, between the user and their social circle is responsible for the result. Individuals who develop PIU have preference for online interactions, prefer to use the internet when they rsquo re in bad mood, have difficulty to eliminate the idea of online continuously, failure in controling the use of the Internet and emergence of problems in life.
2017
S66353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Novi Haryanti
Abstrak :
Sumber daya manusia merupakan ujung tombak perusahaan, sebab tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi dan fasilitas secanggih apapun tidak akan dapat digunakan dengan optimal. Menghadapi persaingan yang ketat di dunia industri, para pelaku industri dituntut untuk memperkuat elemen-elemen yang ada di dalamnya terutama sumber daya manusia (SDM) nya. Langkah awal untuk mendapatkan SDM yang berkualitas adalah dengan menggunakan pendekatan dar1 metode yang tepat dalam proses rekrutmen dan seleksi. Dalam suatu proses seleksi yang efektif terdapat definisi yang jelas mengenai atribut individu dan kinerja yang diharapkan dari calon karyawan. Sehubungan dengan kriteria seleksi yang efektif tersebut, Penulis menemukan indikasi adanya masalah pada proses seleksi di PT SBS, yang terlihat dari (1) struktur organisasi terutama untuk departemen marketing belum efektif dan efisien, (2) job description yang ada belum menggambarkan fungsi dan tugas dari jabatan, (3) belum adanya definisi yang jelas dan spesifik mengenai atribut individu dan kinerja yang diharapkan dari calon karyawan, (4) subjektivitas dalam proses seleksi, dan (5) tidak adanya jaminan keberhasilan calon karyawan pada pekerjaannya kelak. Pada Tugas Akhir ini diajukan usulan rancangan wawancara perilaku berdasarkan kompetensi dengan mempertimbangkan bahwa wawancara merupakan salah satu metode dalam seleksi yang cepat, valid dan lebih akurat dalam memprediksi potensi calon tenaga kerja untuk sukses dalam pekerjaannya. Rancangan ini ditujukan untuk jabatan marketing manager. Usulan rancangan seleksi yang dilakukan meliputi (1) Penyusunan model kompetensi, (2) Pemilihan wawancara perilaku sebagai Salah satu metode dalam seleksi yang akan digunakan, dengan menggunakan pendekatan kompetensi yang dikemukakan oleh Spencer & Spencer (1993) dan Loma (1998).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover