Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eveline Marceliana Liman
"Ruang lingkup dan metodologi : Keberhasilan perawatan endodontik sangat dipengaruhi oleh tindakan preparasi saluran akar, terutama pada daerah 113 apeks. Preparasi saluran akar pada daerah ini merupakan tahap yang paling sulit dan lama yang dapat menyebabkan stress dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh faktor anatomi dan morfologi sistim saluran akar yang sangat kompleks, keterbatasan kemampuan alat serta kemampuan operator. Sampai saat ini jarum endodontik tipe File K manual masih dianggap yang terbaik namun masih terdapat keterbatasan dalam hal membersihkan dan kecepatan preparasi saluran akar. Kehadiran henpis Canal Leader (CL) yang menggerakkan jarum endodontik secara helicoidal dan diikuti dengan sistim irigasi merupakan hal yang menjanjikan. Untuk membuktikannya secara SEM dilakukan penelitian yang memperlihatkan perbedaan kemampuan antara CL dan File K manual dalam membersihkan saluran akar. Evaluasi kebersihan difokuskan pada daerah 2 mm dari apeks.
Hasil dan kesimpulan : Hasil preparasi saluran akar dengan CL lebih bersih dibandingkan File K manual, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (chi-square p value = 0,065; P > 0,05). Waktu instrumentasi CL lebih cepat dari manual walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (t-test, p value = 0,794; P > 0,05).
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Ervina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan letak ramifikasi saluran akar yang ditemukan pada gigi molar. Penelitian ini menggunakan 56 gigi molar satu dan molar dua yang telah dicabut. Gigi-gigi ini terdiri dari 14 gigi molar satu rahang atas, 3 gigi molar dua rahang atas, 21 gigi molar satu rahang bawah dan 18 gigi molar dua rahang bawah.
Metode : gigi direndam dalam larutan saline sampai saat percobaan. Dilakukan pembukaan akses dan preparasi dengan k-file sampai no. 15 kemudian saluran akar diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5%. Setelah dikeringkan, gigi didekalsifikasi. Agar gigi terlihat bening gigi direndam dalam metil salisilat. Untuk mengidentifikasi ramifikasi, tinta cina diinjeksikan ke dalam sistem saluran akar. Masingmasing gigi diperiksa jumlah, tipe dan letak ramifikasi di bawah stereomikroskop.
Hasil : Dari 56 gigi molar satu dan molar dua, 60,7% memiliki ramifikasi (46,4% saluran lateral; 10,7% apical ramifications dan 10,7% isthmus saluran akar). Sebanyak 50% ramifikasi terletak di 1/3 apikal dan 19,6% terletak di 1/3 tengah.
Kesimpulan: Frekuensi ramifikasi saluran akar pada gigi molar satu dan molar dua cukup tinggi dan paling banyak terletak pada daerah 1/3 apikal."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfianita Rachman
"Penelitian in vitro ini bertujuan untuk mengetahui variasi morfologi gigi insisif, caninus, premolar dan molar pada penampang melintang 1/3 servikal, 1/3 tengah dan 1/3 apikal akar.
Metode: Penelitian dengan desain observasi deskriptif ini menggunakan 128 gigi yang telah dicabut. Sampel ditandai dengan spidol permanen pada 1/3 servikal (garis batas CEJ), 1/3 tengah dan 1/3 apikal akar. Selanjutnya dilakukan pemotongan secara melintang menggunakan diamond disc dengan low speed straight hand piece pada 1/3 servikal. Saluran akar dipreparasi dengan file kemudian diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5%. Setelah saluran akar bersih, dilanjutkan dengan pemotongan secara melintang pada 1/3 tengah dan 1/3 apikal akar. Penampang melintang yang mempunyai 2 saluran akar dipisahkan untuk kemudian dideteksi adanya isthmus dengan pengaplikasian methylene blue. Pengamatan dilakukan dengan stereomicroscope perbesaran 10x dengan digital camera.
Hasil: 100% gigi anterior hanya memiliki 1 saluran akar dengan variasi bentuk oval, long oval dan bulat pada penampang melintangnya. 80% P1 atas memilki 2 saluran akar dan 100% gigi premolar bawah memiliki 1 saluran akar dengan dominasi bentuk oval, long oval dan bulat pada penampang melintangnya. Gigi molar mayoritas memiliki 3 saluran akar dan bentuk saluran akar bervariasi mulai dari oval, long oval, bulat dan flat/pipih. Isthmus ditemukan pada gigi P1 atas, P bawah, akar mesiobukal M1 atas, dan akar mesial molar bawah dengan berbagai tipe. Pada gigi molar 2 bawah ditemukan saluran akar berbentuk C (c-shaped) walaupun sangat sulit membedakan c-shaped dengan menyatunya 2 atau 3 saluran akar akibat berfusinya akar.
Kesimpulan: Berbagai variasi morfologi saluran akar yang ditemukan pada potongan melintang 1/3 servikal, 1/3 tengah dan 1/3 apikal akar harus menjadi pertimbangan dalam melakukan perawatan saluran akar.

The purpose of this study was to assess the root canal morphological variations of insisive, caninus, premolar and molar using the cross section method.
Methods: 128 extracted teeth were collected and stored in NaCl solution. The teeth were equally divided into a coronal, middle, and apical third. To divide it, the exact lengths of the root canals were determined. The root were resected using diamond disc with low speed straight hand piece. The resected root surface were polished, rinse and dried. The cross-sectional root surfaces that have two canals stained with methylene blue to investigate root canal isthmus classification. All the cross-sectional root surface examine using a stereomicroscope with digital camera.
Results: 100% of the anterior teeth demonstrated a single canal, 80% of maxillary first premolar demonstrated two canals and 100% of mandibular molar had single canal. The shaped of canal was varied from oval, long oval or round in the coronal, middle and apical third. The molar teeth showed a high incidence of three root canals and the shaped more varied from oval, long oval, round or flat in the coronal, middle, and apical third. Isthmus frequently presence between two root canals within one root. It can observed in the maxillary first premolar, mandibular premolar, mesiobuccal roots of maxillary first molar and mesial roots of mandibular molar with different type. C-shaped mostly found in mandibular second molar. It may be difficult to distinguish between a C-shaped canal and a mandibular second molar with single or three canals joining apically.
Conclussion: These root canal morphological variations should be considered during root canal treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Rangga Pratiwi
"Latar belakang: Pada lesi karies dalam sisa ketebalan dentin yang masih tersisa sangat tipis sehingga pembuangan seluruh infected dentin beresiko besar terhadap terbukanya pulpa. Teknik minimal invasif diperlukan, yaitu partial caries excavation dengan metode pembuangan jaringan infected dentin sebagian dan penggunaan material bioaktif MTA yang dapat memicu terjadinya remineralisasi. Tujuan: Untuk membandingkan remineralisasi pada affected dentin lesi karies dalam dengan pembuangan seluruh dan sebagian infected dentin setelah aplikasi MTA. Metode: Subjek dibagi dua kelompok, kelompok I dilakukan pembuangan sebagian infected dentin dan diaplikasikan MTA, kelompok II dilakukan pembuangan seluruh infected dentin dan diaplikasikan MTA. Masing-masing kelompok diukur pixel gray value sebelum dan 4 minggu setelah dilakukan aplikasi MTA, lalu dibandingkan. Selain itu dibandingkan peningkatan gray value pada kedua kelompok tersebut. Hasil: Terjadi remineralisasi affected dentin kelompok I dan II setelah aplikasi MTA. Tidak terdapat perbedaan bermakna tingkat remineralisasi affected dentin pada kelompok 1 dan 2 setelah aplikasi MTA selama 4 minggu. Kesimpulan: Terjadi remineralisasi affected dentin pada kedua kelompok baik dengan pembuangan sebagian maupun seluruh infected dentin lesi karies dalam.

Background Deep carious lesion that only thin dentin remains in the remaining dentin thickness that caused a high risk to the pulp exposure in the removal of all infected dentin. Minimally invasive techniques are required, which are a partial caries excavation method in infected dentin tissue and the use of bioactive material that can promote MTA remineralization. Aim to compare the remineralization of deep carious lesion affected dentin with the removal in some parts and all of the infected dentin after the application of the MTA. Methods Subjects are divided into two groups, in which group I is getting the removal in only some parts of the infected dentin and the application of the MTA, group II is getting the removal in all of the infected dentin and the MTA application. Each group is measured on the pixel grey value before and four weeks after the application of the MTA, and then compare. Moreover, compare the enhancement of the grey value of those groups. Result Reminalisation is occurred in both of the groups after the application of the MTA. there is no significance difference in the reminalization level of the affected dentin in both group I and group II after the application of the MTA during four weeks. Conclusion Reminalization is occurred in the affected dentin in both of the groups either by only removal in some part or all of the carious lesion infected dentin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Ratna Asri
"Latar Belakang: Penggunaan Fetal Bovine Serum FBS sebagai suplemen pada media kultur telah digunakan secara umum pada berbagai penelitian sel. Akan tetapi penggunaan FBS memiliki resiko membawa prion protein dan dapat menyebabkan transinfeksi. Lisat platelet berupa hPL ataupun L-PRF merupakan derivat platelet allogenik yang memiliki kandungan tinggi growth factor. Tujuan: Menganalisis potensi human platelet lysate hPL dan Lisat Platelet Rich Fibrin L-PRF yang merupakan suplemen media pertumbuhan xeno-free sebagai alternatif pengganti FBS. Metode: Analisis proliferasi hDPSCs menggunakan suplemen media hPL 5 , L-PRF 20 dan 25 pada hari ke-1, ke-3 dan ke-5 dengan uji Flowcitometry dan MTT-Assay. Hasil: Jumlah proliferasi hDPSCs paling tinggi terdapat pada aplikasi L-PRF 25 p

Introduction Fetal Bovine Serum FBS has become the gold standard for cell culture media supplement. However, the use of FBS may deal with the risk of transinfecton and delivery of prion protein. Human platelet lysate hPL and platelet rich fibrin lysate L PRF are allogenic platelet derivate containing abundant growth factor GF that can be use as FBS replacement. Aims To analyse hDPSCs proliferation in three different supplement medias hPL 5 , L PRF 20 and L PRF 25 after 1, 3 and 5 days observation compare to FBS 10 . Methods hDPSCs proliferation in three different supplement medias culture hPL 5 , L PRF 20 and L PRF 25 was analyzed using flowcitometry and MTT Assay. Results Compare to FBS 10 and hPL 5 , L PRF 20 and 25 have significant proliferation of hDPSCs in day 1 p"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Valonia Irene Nugraheni
"Latar Belakang: Asam hialuronat (AH) merupakan glikosaminoglikan dan salah satu komponen penting dari matriks ekstraseluler pada lingkungan biologis mikro dentin.  Pada pulpa terinflamasi, ketika lingkungan biologis mikro kondusif maka terjadi rekrutmen sel punca pulpa (human dental pulp stem cells/hDPSCs) yang akan berdiferensiasi menjadi odontoblast like cell membentuk dentin reparatif dan terdapat ekspresi dentin sialophosphoprotein (DSPP).
Tujuan: Mengetahui potensi berbagai konsentrasi AH pada media kultur hDPSCs terhadap ekspresi DSPP dengan waktu observasi  7 hari dan 14 hari. 
Metode: hDPSCs yang didapatkan dari bahan baku tersimpan pada pasase ke-3 dan 4 yang telah mengalami serum starvation selama 24 jam, diberikan AH dengan konsentrasi 10 mg/mL , 20 mg/mL , 30 mg/mL dan  kontrol positif pada medium osteogenik. Selanjutnya dilakukan observasi waktu selama 7 hari dan 14 hari untuk melihat ekspresi DSPP dari tiap kelompok secara kuantitatif (uji ELISA) dan potensi mineralisasi secara kualitatif (uji alizarin red) pada hari ke-21. Uji statistik menggunakan one way anova. 
Hasil: Terdapat perbedaan potensi berbagai konsentrasi  AH (10mg/mL, 20  mg/mL, 30 mg/mL)  (p<0.05) pada media kultur hDPSCs terhadap ekspresi DSPP dengan waktu observasi 7 hari dengan konsentrasi 30 mg/mL yang paling berpotensi meningkatkan DSPP dan dikonfirmasi dengan nodul yang pekat pada uji alizarin red di hari ke-21. 
Kesimpulan: Asam hialuronat (AH) memiliki potensi untuk meningkatkan ekspresi DSPP, konsentrasi AH 30 mg/ml merupakan konsentrasi yang optimum bagi hDPSCs. 

Background: Hyaluronic acid (HA) is glycosaminoglycan and one of important factors in extracellular matrix located at dentin niche biology.  In an inflamed pulp, when niche biology is conducive, the recruitment of human dental pulp stem cells (hDPSCs) will take place and it will differentiate into odontoblast like cell that will create reparative dentin and expressing dentin sialophosphoprotein (DSPP). 
Objective: To analyze the potential of HA conditioned media in various concentration towards hDPSCs differentiation via expression of DSPP at day 7 and 14. 
Methods: hDPSCs culture were obtained from previous research (ethical approval attached) at P3 and P4. After 24 hours incubation of hDPSCs, culture media were supplemented with osteogenic media. Cells were then starved for 24 hours. hDPSCs then planted into 96 well plate and HA 10 mg/ml, 20 mg/ml, 30 mg/ml added into each particular well. DSPP expression is analysed using elisa reader at day 7 and 14 and qualitative result is analysed using alizarin red at day 21. Data was analysed using one way anova.
Result: At day 7 there is a statistically significant different potential of natural HA conditioned media in various concentration (10mg/mL, 20  mg/mL, 30 mg/mL) (p<0.05) towards hDPSCs differentiation via expression of DSPP with HA 30 mg/mL being the most potential concentration to increase DSPP expression, which can be confirmed by bold nodules presented with alizarin red at day 21. 
Conclusion: HA have the potential to increase odontoblast differentiation process via expression of DSPP, with HA 30 mg/mL being the optimum concentration for hDPSCs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tjen Dravinne Winata
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah teh berpengaruh terhadap daya kelarutan email. Besar sampel bubuk email yang akan diteliti adalah 18, dan masing-masing sampel dibuat dari 5 lempeng email gigi premolar yang dicabut untuk keperluan perawatan meratakan gigi. Sebelum dihaluskan lempeng email dipisahkan secara acak menjadi 3 kelompok percobaan T1, T2, T3 dan 3 kelompok kontrol K1, K2, K3. Setiap kelompok ini dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil sebagai sampel yang masing-masing terdiri dari 5 lempeng email. Masing-masing sampel direndam 3x/hari 3 menit untuk kelompok T1 dan Kl direndam selama l minggu, kelompok T2 dan K2 direndam selama 2minggu, dan kelompok T3 dan K3 direndam selama 3 minggu.
Sampel kelompok percobaan direndam teh, dan sampel kelompok kontrol direndam aquabidestilata Setelah proses perendaman selesai masing-masing sampel dihaluskan, dan diayak dengan kehalusan - 250 mesh, diambil seberat 500 mg, dan dititrasi dengan 100 ml asam asetat 0,01 mol/L pH 4. Bubuk email dari masing-masing sampel yang tidak larut setelah dititrasi disaring dengan kertas saring, dikeringkan dengan oven, dan ditimbang kembali. Data bubuk email yang larut dianalisis secara statistik untuk melihat kelarutan email.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna ( p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Rosalinda R.
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah asam berpengaruh terhadap ketahanan email yang telah diremineralisasi oleh teh. Lempeng email didapat dari mahkota gigi Premolar atas yang teiah di.pisahkan dari akarnya, kemudian dibelah menjadi dua bagian dalam arah Mesio-distal. Bagian dentin dilapisi dengan cat kuku. Kedua bagian dari masing-masing gigi tersebut di kelompokan menjadi Kelampok T dan kelompok A. Masing-masing lempeng email dari kedua kelompok ditimbang. Setelah lempeng email didemineralisasi di dalam tabung reaksi selama 6 jam. Dipakai larutan asam asetat 75 mM mengandung 2,0 mmol KH2PO4 dan 2,0 mmol Ca(NO3)2 dengan PH 4,3. Selanjutnya kedua kelompok masing-masing diremineralisasi dalam air teh dan air biasa selama 4 minggu. Kemudian kedua kelompok tersebut masing-masing dicelupkan kembali ke dalam larutan demineralisasi yang sama, dan hasilnya dilihat setelah 1 jam, 3 jam, serta 6 jam. Selama penelitian, bila tidak dilakukan percobaan, masing-masing email direndam akuadest dalam pot plastik pada temperatur kamar. Ternyata sesudah 1 jam, 3 jam dan 6 jam, terjadi susut berat lempeng email pada keduakelompok. Susut berat email pada kelompok T terlihat lebih sedikit dibandingkan susut berat email pada kelompok A. Kemudian terlihat pula pada kedua kelompok bahwa susut berat email bertambah besar bila waktu demineralisasi diperpanjang. "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sandra A. R.
"ABSTRAK
Tindakan irigasi dengan bahan antiseptik selama preparasi mekanis, merupakan upaya untuk mendapatkan keadaan saluran akar yang steril. Sampai saat ini bahan antiseptik yang digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar cukup banyak, tetapi sejauh mana efektivitas bahan-bahan tersebut dalam mematikan mikroorganisme penyebab infeksi pulpa dan periapeks masih menjadi pertanyaan. Sodium hipoklorit merupakan antiseptik golongan oksidator dan halogen. Kombinasi kedua golongan antiseptik ini menghasilkan daya bakterisida yang kuat. Efek bakterisida NaOCI antara lain sangat bergantung pada kadarnya. Dari penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa konsentrasi NaOC1 yang dapat mematikan kuman adalah 1 sampai 5%, sedang konsentrasi di bawah 1% dikatakan tidak mempunyai efek bakterisida. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek bakterisida NaOCI dengan berbagai konsentrasi pada kuman-kuman anaerob yang diisolasi langsung dan penderita infeksi pulpa dan periapeks yang datang ke poliklinik FKG UI. Uji resistensi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode pengenceran dan cakram. Kuman-kuman anaerob dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kokus gram positif (11 koloni) dan batang gram negatif (12 koloni) berdasarkan morfologi sel dan pewarnaan Gram. Kuman-kuman tersebut dibiak ulang pada perbenihan cair BH1 yang mengandung NaOCI pada pelbagai konsentrasi yakni 5,25%; 2,62%; 1,31%; 0,65% dan 0,32%. Kemudian dieram secara anaerob pada temperatur 37°C selama 72 jam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan NaOCI berpengaruh terhadap efek bakterisida kuman kokus gram positif dan batang gram negatif. Pengenceran sodium hipoklorit sampai konsentrasi 0,65% masih efektif mematikan kuman-kuman anaerob kokus gram positif dan batang gram negative. Kadar bakterisida larutan NaOCI 0,32% masih optimal terhadap anaerob gram positif dan batang gram negatif. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraini M.
"Penggunaan obat-obat saluran akar dalam perawatan endodontik dimaksudkan untuk membantu tercapainya keadaan steril saluran akar. Sampai saat ini obat-obat yang dipakai sebagai obat saluran akar cukup banyak, tetapi sejauh mana efektivitas bahan-bahan tersebut dalam mematikan mikroorganisme penyebab infeksi pulpa gigi masih perlu diuji kembali.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, pengujian efek bakterisida obat-obat saluran akar selalu dilakukan terhadap kuman-kuman standar. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan bakterisida Ledermix, ChKM, dan Calxyl pada kuman-kuman anaerob yang diisolasi langsung dari 13 penderita yang mengalami infeksi pulpa/periapeks pada gigi akar tunggal di Poliklinik FKG UI. Ketiga macam obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang berlainan dalam mematikan kuman.
Uji resistensi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metoda tabung dan cakram. Kuman-kuman anaerob dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kokus gram positif (12 koloni) dan batang gram negatif (11 koloni), berdasarkan morfologi sel dan pewarnaan Gram. Kuman-kuman tersebut dibiak ulang pada perbenihan BHI, yang mengandung masing-masing obat saluran akar. Kemudian dieram secara anaerob pada temperatur 37 oC selama 72 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas bakterisida Ledermix pada kuman-kuman anaerob penyebab infeksi pulpa/periapeks (kokus gram positif dan batang gram negatif) adalah 100%. Efektivitas bakterisida ChKM pada kuman anaerob penyebab infeksi pulpa/periapeks adalah 69.6%, pada kokus gram positif 73% dan batang gram negatif 67%. Sedangkan efektivitas bakterisida Calxyl pada kuman anaerob penyebab infeksi pulpa/periapeks (kokus gram positif dan batang gram negatif) adalah 0%.
Secara statistik jumlah koloni kuman anaerob penyebab infeksi pulpa yang mati akibat efek bakterisida Ledermix lebih banyak dibandingkan ChKM maupun Calxyl. Namun jumlah koloni kuman kokus gram positif yang mati akibat efek bakterisida Ledermix dan ChKM sama banyaknya. Sedangkan jumlah koloni kuman batang gram negatif yang mati akibat efek bakterisida Ledermix lebih banyak dibandingkan ChKM maupun Calxyl. Jumlah koloni kuman anaerob penyebab infeksi pulpa baik kokus gram positif maupun batang gram negatif yang mati akibat efek bakterisida ChKM lebih banyak dibandingkan Calxyl."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>