Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainab
"Dalam perusahaan yang cukup besar, pemeriksaan intern sebagai bagian dari suatu pengendalian intern adalah sangat perlu, tidak hanya untuk mengurangi kebocoran dan penyelewengan dalam perusahaan itu, tetapi sebagai penghasil informasi yang tepat dan obyektif, juga dapat membantu pimpinan untuk mengambil keputusan yang benar dan dengan demikian dapat meningkatkan mutu manajemen. Karena pentingnya pemeriksaan intern dalam perusahaan itulah yang mendorong penulis untuk membuat skripsi ini. Sedang tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk melihat peranan pemeriksaan intern dalam membantu manajemen untuk meningkatkan effisiensi dan effektivitas perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi literatur, wawancara dan survey pada PT Karuna. Setelah mengadakan penelitian penulis mendapatkan bahwa pimpinan PT Karuna dibantu oleh Satuan Pengawasan Intern (SPI) dalam melakukan pengawasan. SPI PT Karuna bertugas membantu pimpinan dalam mengadakan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan dan pelaksanaannya pada perusahaan dan memberikan saran-saran perbaikannya. Dalam melakukan tugasnya, SPI mendapatkan dukungan dari manajemen dengan diberikannya wewenang dan tanggung jawab serta kedudukan yang dijelaskan secara terperinci dalam aturan yang tertulis. Kegiatan SPI PT Karuna terdiri dari dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan rutin dan pemeriksaan insidentil. Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI PT Karuna setiap bulan yang meliputi pemeriksaan terhadap biaya, laporan perhitungan rugi/laba dan pemasaran. Sedangkan pemeriksaan insidentil adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI dengan melihat langsung situasi/keadaan di pabrik. Dari hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa personil SPI PT Karuna belum sepenuhnya melaksanakan tugas yang dibebankan oleh perusahaan kepadanya. Penyebabnya adalah SPI sebagai suatu fungsi dalam perusahaan belum dikelola dengan balk sehingga pelaksanaan pemeriksaan intern dalam perusahaan menjadi tidak terarah dan tidak mencakup secara keseluruhan kegiatan yang ada dalam perusahaan. Penyebab lainnya adalah kurangnya kreativitas personil SPI dalam melaksanakan pemeriksaan intern. Untuk meningkatkan kegiatan pemeriksaan intern perusahaan, SPI hendaknya mengelola kegiatan pemeriksaan intern secara lebih terarah dan mencakup keseluruhan kegiatan perusahaan yaitu dengan membuat suatu perencanaan yang terarah dan fleksible; program pemeriksaan; kertas kerja pemeriksaan; laporan yang menarik perhatian manajemen serta tata cara khusus yang memungkinkan SPI memantau secara aktif atas penerapan saran yang telah diberikan. Selain itu SPI perlu mempertimbangkan penambahan tenaga pemeriksa yang cukup berpengalaman dan mempunyai kompetensi yang bagus dalam bidang pemeriksaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainab
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentilikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi keluarga pra sejahtera dalam memanfatkan fasilitas rumah sakit. Penelitian ini menggunakan desain deslcriptif sederhana. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 responden. Pemilihan sampel diambil dengan menggunakan tehnik random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi motivasi keluarga pra sejahtera berdasarkan hasil analisa data adalah pengetahuan keluarga sebanyak 20,89 %, kemudian faktor berikutnya yaitu pcnghasilan keluarga sebanyak 19,62 %. Sedangkan faktor yang kurang atau tidak mempengaruhi motivasi keluarga pra sejahtera adalah tentang pekerjaan kepala keluarga yaitu sebanyak 12,53 %."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA4964
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fitri Zainab
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Zainab
"Seiring dengan berkembangnya kejahatan-kejahatan terorganisasi khususnya Narkotika, merupakan kejahatan yang berdampak merugikan bangsa dan negara secara luas sehingga dikategorikan kejahatan serius atau disebut juga sebagai "extra ordinary crime". Bangsa Indonesia siaga terhadap penanggulangan kejahatan-kejahatan tersebut dengan memberlakukan kebijakan-kebijakan kriminal. Salah satu kebijakan tersebut dengan Moratorium/Pengetatan Hak-hak Narapidana mendapatkan Remisi, Asimilasi dan Pembebasan bersyarat, hal ini ditujukan untuk efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas. Dengan semangat tersebut maka diberlakukan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang moratorium syarat mendapatkan Remisi, Asimilasi dan pembebasan bersyarat, yaitu PP No 99 Tahun 2012. Namun pemberlakuan PP No 99 Tahun 2012 tersebut menimbulkan polemik karena dianggap diskriminatif, melanggar HAM dan bertentangan dengan tujuan pemidanaan serta Hierarki perundang-undangan, selain itu pertentangan yang terjadi timbul pada salah satu syarat moratorium hak mendapatkan Remisi dan pembebasan bersyarat adalah harus bersedia bekerjasama dengan penegak hukum membongkar kejahatan yang dilakukanya ( Justice Collaborator) serta pertentangan bahwa pada saat seseorang telah berstatus sebagai narapidana harusnya telah memasuki tahap pembinaan dan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membicarakan lagi tentang kejahatan yang dilakukan.

The development of organized crime especially for Narcotics and Drugs Crimes inflict such destruction impact into our nation, so this crime is being called as serious crime and also called an Extra Ordinary Crime. Indonesia is preparing to prevent these crimes by applying some criminal policies. One of the criminal policy which applied by the Indonesian Government is the Moratorium of Inmates Rights to obtain the remission, assimilation, and parole. This policy aims to give the detterent effect to those narcotics and drugs offender and to reach the values of justice for society as well. With the spirit as mentioned above, the Indonesian Government enact The Government Ordinance No. 99/2012. But in other side, the enactment of this regulation evoke a polemic. The polemic raise because this regulation has been considered as a discriminative regulation, breached the universal values of human rights, contradictive with the sentencing purpose and also contradictive with the hierarchy of regulations as well. Another unappropriate rule in this regulation is the requirement for the inmate to become a justice collaborator. An inmate of these crimes should be in rehabilitation and development phase, not in the phase of arguing the crime itself which is past in the pra-ajudication and ajudication phase.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Pasien bayi dan anak-anak di bawah 8 tahun, dosis maksimum dihitung berdasarkan berat badan dengan perhitungan menggunakan formula Clark dari dosis dewasa yang telah ditetapkan. Aturan Clark adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung dosis obat pediatrik berdasarkan berat badan pasien yang diketahui dan dosis obat dewasa yang diketahui untuk digunakan (Delgado, 2022). Perhitungan dosis harus diperhatikan agar tidak kurang dari dosis lazim (underdose) dan melebihi dosis maksimal (overdose) dalam pemakaian sekali dan sehari. Pemberian dosis yang tidak sesuai berupa underdose menyebabkan pengobatan tidak optimal dan pemberian obat melebihi dosis maksimal dapat menyebakan efek toksik yang termasuk kejadian Drug Related Problem (DRP).
Ketidaktepatan dosis dapat terjadi akibat kesalahan dalam menghitung dosis ketika penyiapan obat (human error) khususnya pada pasien anak. Sempitnya waktu perhitungan, penyiapan, dan penyerahan resep menjadi salah satu penyebab terjadinya human error pada pemberian obat. Maka untuk meminimalisir ketidaktepatan dosis obat, QR Code dibuat untuk menganalisis kesesuaian dosis secara otomatis berdasarkan formula Clark agar memudahkan peracik mengetahui dosis lazim dan maksimum dan memastikan obat yang diberikan tepat dosis.

the established adult dose. Clark's rule is an equation used to calculate the pediatric drug dose based on the patient's known weight and the known adult drug dose to be used (Delgado, 2022). Dose calculation must be considered so as not to be less than the usual dose (underdose) and exceed the maximum dose (overdose) in one-time and daily use. Giving an inappropriate dose in the form of underdose causes treatment to not be optimal and giving drugs exceeding the maximum dose can cause toxic effects which include Drug Related Problem (DRP) events.
Dosage inaccuracy can occur due to errors in calculating doses when preparing drugs (human error), especially in pediatric patients. The narrow time for calculation, preparation, and submission of prescriptions is one of the causes of human error in drug administration. So to minimize the inaccuracy of drug doses, a QR Code was created to automatically analyze the suitability of doses based on Clark's formula to make it easier for compounders to know the usual and maximum doses and ensure that the drugs given are dosed correctly.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional. Pemantauan terapi obat mencakup pengkajian pilihan obat, dosis cara pemberian obat, respons terapi dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat.
Seorang apoteker memiliki peran untuk memantau pemberian intervensi obat dalam penatalaksanaan terapi penyakit bronkopneumonia. Khususnya dalam kasus pada pasien By. D di ruang perawatan pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Tarakan Jakarta dengan diagnosa utama bronkopneumonia dan diagnosa penyerta penyakit anemia mikrositik hipokromik. Pemilihan kasus pasien By. D dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan terapi ini merujuk pada pengevaluasian terapi bronkoneumonia di ruang perawatan pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Tarakan Jakarta.

Drug therapy monitoring is a process that includes activities to ensure safe, effective and rational drug therapy. Drug therapy monitoring includes an assessment of drug choice, dose of drug administration, therapeutic response and recommendations for changes or alternatives to therapy. Drug therapy monitoring must be carried out continuously and evaluated regularly at certain periods so that the success or failure of therapy can be known. Patients receiving drug therapy are at risk of developing drug-related problems. The complexity of the disease and drug use, as well as highly individualized patient responses increase the occurrence of drug-related problems.
A pharmacist has a role to monitor the administration of drug interventions in the management of bronchopneumonia disease therapy. Especially in the case of patient By. D in the pediatric intensive care unit (PICU) of RSUD Tarakan Jakarta with a primary diagnosis of bronchopneumonia and a co-diagnosis of hypochromic microcytic anemia. The case selection of patient By. D in the implementation of this therapy monitoring activity refers to evaluating bronchoneumonia therapy in the pediatric intensive care unit (PICU) of RSUD Tarakan Jakarta.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"“Kumpulan Tugas PKPA di Apotek Kimia Farma Unit Bisnis Jati Asih Bekasi Utara” Apotek adalah sarana pelayanan kesehatan untuk membantu meningkatkan kesehatan bagi masyarakat, apotek juga sebagai tempat praktik tenaga profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmo, 2007) sedangkan apoteker ialah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya dengan apotek. Apotek merupakan salah satu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, disamping penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sesuai dengan peraturan pemerintah, apotek harus dibawah tanggung jawab seorang apoteker. Keberadaaan apoteker di apotek tidak hanya terkait dengan permasalahan obat, namun apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi langsung dengan pasien, termasuk untuk pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker harus juga memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error), mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy). Hal ini bila dikaitkan dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek menjadikan peranan apoteker di apotek sangatlah penting (Permenkes RI, 2014).

“Collection of PKPA Assignments at Kimia Farma Pharmacy, Jati Asih Business Unit, North Bekasi” A pharmacy is a health service facility to help improve health for the community, a pharmacy is also a place of practice for professional pharmacists in carrying out pharmaceutical work (Hartini and Sulasmo, 2007) while a pharmacist is a pharmacy graduate who has graduated as a pharmacist and has taken the pharmacist's oath (PP 51, 2009; RI Minister of Health Regulation, 2014). Pharmacists are closely related to pharmacies. A pharmacy is one of the places where pharmaceutical work is carried out, in addition to distributing pharmaceutical preparations and other health supplies to the public. In accordance with government regulations, pharmacies must be under the responsibility of a pharmacist. The presence of pharmacists in pharmacies is not only related to drug issues, but pharmacists are required to improve their knowledge, skills and behavior so they can carry out their profession professionally and interact directly with patients, including providing drug information and counseling to patients who need it. Pharmacists must also understand and be aware of the possibility of medication errors, identify, prevent, overcome pharmacoeconomic and social pharmacy problems (sociopharmacoeconomy). This, when linked to pharmaceutical service standards in pharmacies, makes the role of pharmacists in pharmacies very important (Permenkes RI, 2014). PKPA activities in pharmacies have the benefit of making students understand the duties and responsibilities carried out in pharmacies."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (CDOB, 2020) harus memiliki fasilitas (warehouse facility) yang memadai dan mendukung untuk menyimpan produk obat sebelum didistribusikan kembali seperti PT Enseval Putera Megatrading 4 fasilitas gudang yaitu ambient room, cool room, cold storage, dan frozen storage. Ambient room merupakan fasilitas yang digunakan untuk menyimpan produk di bawah 30°C, cool room di bawah 25°C, cold storage 2-8°C, frozen storage -40°C. Cool room, cold storage, dan frozen storage merupakan fasilitas yang digunakan pada cold chain management. Fasilitas tersebut didukung oleh ruangan dan alat yang harus memenuhi spesifikasi dari hasil kualifikasi. Kualifikasi alat atau mesin meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja (CDOB, 2020). PT Enseval Putera Megatrading DC 1 memiliki freezer yang akan digunakan untuk mendukung cold chain management yang ditandai sebagai F.16. Freezer F.16 telah dilakukan kualifikasi desain dan kualifikasi instalasi yang selanjutnya akan dilakukan kualifikasi operasional pada kondisi kosong. Dari hasil kualifikasi operasional yang dilakukan, Freezer F.16 memenuhi spesifikasi kualifikasi operasional dengan pengaturan posisi pada beberapa titik yang akan dipastikan kembali pada kualifikasi kinerja.

Pharmaceutical wholesalers (PBF) are companies in the form of legal entities that have licenses to procure, store, distribute drugs and / or medicinal materials in large quantities in accordance with statutory provisions (CDOB, 2020) must have adequate and supportive warehouse facilities to store medicinal products before being redistributed such as PT Enseval Putera Megatrading 4 warehouse facilities, namely ambient room, cool room, cold storage, and frozen storage. Ambient room is a facility used to store products below 30°C, cool room below 25°C, cold storage 2-8°C, frozen storage -40°C. Cool room, cold storage, and frozen storage are facilities used in cold chain management. These facilities are supported by rooms and tools that must meet specifications from the qualification results. Equipment or machine qualifications include design qualifications, installation qualifications, operational qualifications, and performance qualifications (CDOB, 2020). PT Enseval Putera Megatrading DC 1 has a freezer that will be used to support cold chain management which is marked as F.16. Freezer F.16 has been carried out design qualification and installation qualification which will then be carried out operational qualification in empty conditions. From the results of the operational qualification carried out, Freezer F.16 meets the operational qualification specifications with position settings at several points which will be confirmed again in the performance qualification."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan (CPOB, 2018). Pengawasan dilakukan sebelum, selama, dan setelah proses produksi dilakukan hingga menjadi produk obat yang siap didistribusikan dan digunakan oleh pasien. Pengujian spesifikasi diantaranya seperti identifikasi bahan, identifikasi ion-ion, identifikasi logam berat, kadar cemaran hingga batas tertentu, penetapan kadar, uji sterilitas, dan lain sebagainya. Pengujian spesifikasi yang dilakukan suatu industri merupakan hal wajib yang perlu dilakukan berdasarkan ketentuan CPOB prosedur pengerjaanya merujuk pada kompendial seperti USP dan Farmakope Indonesia. Pengujian spesifikasi yang banyak dan beragam menggunakan banyak larutan kimia yang perlu direkonstitusi terlebih dahulu dan sering kali pengujian suatu spesifikasi yang berbeda melibatkan beberapa reagen yang sama. Untuk mengefesiensikan waktu pengujian, larutan kimia dibuat dalam jumlah yang banyak (larutan stok) dan disimpan hingga batas waktu tertentu dan dapat digunakan untuk pengujian yang lain. Syarat suatu larutan kimia dapat digunakan kembali ialah larutan harus tetap stabil secara fisik dan kimia seperti pada saat awal direkonstitusi sehingga penyimpanan larutan kimia dilakukan pada suhu dan wadah sesuai. Larutan kimia yang disimpan di kondisi yang sesuai tetap memiliki batas waktu simpan untuk dapat digunakan kembali (MA, 2023). Batas simpan larutan kimia dapat diketahui dengan cara menguji stabilitas larutan selama periode tertentu. Pengujian stabilitas dilakukan dengan mempertimbangkan aspek fisik yang salah satunya dilihat dari aspek warna dan turbiditas pada awal pembuatan dan akhir penyimpanan serta ditinjau dari aspek fungsional larutan pada prosedur pembuatan (MA, 2023).

Stability Testing of Reagent Solutions, Buffers, and Suitability System Standards in the Chemistry Laboratory of PT CKD OTTO” Quality control includes sampling, specification and testing, and includes organization, documentation and graduation procedures that ensure that necessary and relevant tests are performed (CPOB, 2018). Surveillance is carried out before, during, and after the production process is carried out until it becomes a medicinal product that is ready for distribution and use by patients. Specification testing includes material identification, ion identification, heavy metal identification, contaminant levels up to a certain limit, determination of levels, sterility tests, and so on. Specification testing carried out by an industry is a mandatory thing that needs to be done based on the provisions of CPOB, the processing procedure refers to compendials such as USP and Indonesian Pharmacopoeia. Many and varied specification tests use many chemical solutions that need to be reconstituted first and often testing a different specification involves several of the same reagents. To streamline testing time, chemical solutions are made in large quantities (stock solutions) and stored until a certain time limit and can be used for other tests. The requirement for a chemical solution to be reused is that the solution ix Universitas Indonesia must remain physically and chemically stable as when it was originally reconstituted so that the storage of chemical solutions is carried out at the appropriate temperature and container. Chemical solutions stored in appropriate conditions still have a shelf life limit to be reused (MA, 2023). The shelf limit of a chemical solution can be known by testing the stability of the solution over a certain period. Stability testing is carried out by considering physical aspects, one of which is seen from the aspects of color and turbidity at the beginning of manufacture and the end of storage and is reviewed from the functional aspects of the solution in the manufacturing procedure (MA, 2023)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Kurkuminoid  merupakan ekstrak yang berasal dari Curcuma domestica dan telah diketahui dapat menghambat produksi TGF-Beta sebagai regulator utama fibrosis paru idiopatik (FPI). Sistem penghantaran paru dapat memfasilitasi akumulasi kurkuminoid pada paru-paru, kurkuminoid dapat dihantarkan melalui sistem penghantaran paru. Namun, kurkuminoid tidak larut di dalam air, sehingga diformulasikan menjadi nanosuspensi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula nanosuspensi kurkuminoid (NSK) dengan karakteristik yang baik menggunakan stabilisator polimer PVP-K30 dan poloxamer-188 untuk penghantaran melalui paru. Pada penelitian ini, NSK dibuat dalam 3 formula yang divariasikan berdasarkan konsentrasi PVP-K30 yaitu 0,2% (NSK F1), 0,3% (NSK F2), dan 0,4% (NSK F3). NSK diperoleh dengan melarutkan kurkuminoid pada pelarut organik yang kemudian didispersikan ke dalam larutan polimer,  kemudian diaduk menggunakan high shear homogenizer dengan kecepatan 20.000 rpm. NSK yang diperoleh dievaluasi yang mencakup penetapan kadar, ukuran partikel, indeks polidispersitas, zeta potensial, uji disolusi, dan uji stabilitas selama 2 bulan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ketiga NSK menghasilkan nanosuspensi yang baik dengan ukuran partikel (Dv90) 198 - 237 nm; indeks polidispersitas 0,38 - 0,49; zeta potensial negatif 27,53 - 29,2 mV; dan kadar 101,88 - 101,97%. Jumlah kurkuminoid NSKyang terdisolusi pada medium simulasi cairan paru sebanyak 77,57 - 83,28%. Disolusi NSK meningkat hingga lebih dari 3,2 kali lipat pada menit ke-120 dibandingkan dispersi serbuk kurkuminoid dalam air. Pada suhu 25°C seluruh NSK masih stabil yang terlihat dari kadar kurkuminoid lebih dari 95%, sedangkan pada suhu 40°C kadar kurkuminoid turun hingga 92%. Dari penelitian dapat disimpulkan, NSK F1 merupakan formula terbaik namun menunjukkan ketidakstabilan setelah penyimpanan selama 8 minggu. 

The pulmonary delivery system can facilitate the accumulation of curcuminoid in the lung, curcuminoid can be delivered through the pulmonary drug delivery system. However, curcuminoid is not soluble in water, so curcuminoid formulated into nanosuspension. This study aimed to obtain a curcuminoid nanosuspension (NSK) formula with good characteristic using polymer stabilizer PVP-K30 and poloxamer-188 for delivery through the lung. In this study, NSKs were prepared in 3 formula which varied based on the concentration of PVP-K30, 0.2% (NSK F1), 0.3% (NSK F2), and 0.4% (NSK F3). NSKs were obtained by dissolving curcuminoid in an organic solvent which was then dispersed into a polymer solution, then stirred using a high shear homogenizer at a speed of 20.000 rpm. The obtained NSKs were evaluated which included assay, particle size, polydispersity index, zeta potential, dissolution test, and stability test for 2 months. Based on the research, the three NSKs produced good nanosuspensions with particle sizes (Dv90) 198 - 237 nm; polydispersity index 0.38 - 0.49; negative zeta potential 27.53 - 29.2 mV; and content of 101.88 - 101.97%. The number of NSK curcuminoid that was dissolved in the simulated lung fluid medium was 77.57 - 83.28%. The dissolution of NSK increased by more than 3.2 times at 120 minutes compared to the dispersion of curcuminoid powder in water. At a temperature of 25°C, all NSK was stable as seen from content of curcuminoid more than 95%, while at 40°C the curcuminoid content decreased to 92%. From the research, it can be concluded that NSK F1 is the best formula but shows instability after 8 weeks of storage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library