Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiyono
Abstrak :
Shale hidrokarbon masih menjadi salah satu topik hangat dalam industri perminyakan. Indonesia memiliki potensi shale gas yang cukup besar yaitu sekitar 574 TCF. Pemerintah bersama investor sedang memulai pengusahaan shale hidrokarbon. Parameter-parameter geokimia dan geomekanik merupakan aspek penting dalam eksplorasi potensi shale hidrokarbon dan memberikan informasi penting dalam rangka optimasi produksi. Namun demikian, masih cukup terbatas penelitian-penelitian terkait hubungan parameter-parameter petrofisik untuk shale hidrokarbon. Area penelitian berada pada bagian tepi selatan cekungan Sumatera Utara. Formasi Baong dipercaya sebagai target pengusahaan shale hidrokarbon dengan dominan litologi adalah shale. Formasi Baong berada pada kisaran kedalaman 1.465 ndash;3.224 m dengan mudstone tebal, didominasi oleh calcareous shale berwarna abu-abu coklat hingga hitam yang kaya foraminifera, mengindikasikan pengendapan pada lingkungan laut. Umur Formasi Baong bervariasi dari Miocen Bawah hingga Miocen Tengah dan secara vertikal dapat diklasifikasikan menjadi 3 unit, yaitu : Baong Bagian Atas, Baong Bagian Tengah dan Baong Bagian Bawah yang didominasi oleh shale. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potesni shale hidrokarbon dengan menganalisa Total Organic Carbon TOC , Brittleness Index BI , Hydrogen Index HI dan parameter-parameter kematangan. Berbagai metode dilakukan untuk menganalisa beberapa parameter tersebut, diantaranya dengan geokimia, mineralogi, petrofisik, cross plotting, dan interpretasi seismik. Hasil analisa Rock-Eval dan petrografi menunjukkan bahwa TOC bervariasi antara 0,1 ndash;2,3 , vitrinite reflectance Ro berkisar 0,4 ndash;0,9, HI bervariasi antara 31 ndash;171 dan temperatur maksimum Tmax berkisar antara 432 ndash;461oC. TOC menunjukkan kategori cukup hingga baik. Crossplot antara HI dan Tmax pada diagram van Krevelen menunjukkan dominasi kerogen tipe II dan III. Kerogen dapat diklasifikasikan sebagai early mature hingga mature. BI pada shale termasuk pada kategori less brittle hingga brittle. Area prospektif untuk pengembangan shale hidrokarbon yaitu pada sekuen MFS-2, MFS-3, SB-2 dan SB-3 dengan potensi berupa shale oil.
Shale hydrocarbon remains one of the hot topics in the petroleum industry. Indonesia has a great potential shale gas resource 574 TCF , and both government and oil companies have promoted the development of shale gas. Geochemical and geomechanical parameters are important aspects for exploring new shale gas play, and it provides significant information to optimize production plan and stimulation design. However, there is limited research on correlations inter petrophysical parameters for shale hydrocarbon reservoirs. The study area is located on the southeast border of the North Sumatra Basin. Lower Baong Formation shales are believed to be favorable shale gas targets with a dominant shale lithology. The Baong Formation occurs at depths from 1.465 ndash 3.224 m in the study area with the thick mudstone, dominated by gray, brown to black calcareous shale rich in foraminifera, indicating a marine environment. The Baong Formation age varies from the Lower Miocene to Middle Miocene can split into three vertical units the Upper Baong, Middle Baong, and the dominantly shale Lower Baong. This research is aimed to characterize and identify shale hydrocarbon by examining the Total Organic Carbon TOC , Brittleness Index BI , Hydrogen Index HI and maturity parameters. Various methods were used to analyze these parameters, including geochemistry, mineralogy, petrophysics, cross plotting, and seismic interpretation. Our analysis on Rock Eval and petrographic data shows that TOC varies between 0.1 ndash 2.3 , vitrinite reflectance of 0.4 ndash 0.9 , HI varies from 31 ndash 171, and maximum temperature Tmax from 432 ndash 461oC. TOC resulted in a poor to good category. A cross plot of the HI and Tmax in the van Krevelen diagram revealed the dominant kerogen types as II and III. The kerogen can be considered as early mature to mature. The BI of the shale formation of the research area is categorized in less brittle to brittle. The prospective areas for the development of shale hydrocarbon are the sequences of MFS 2, MFS 3, SB 2 and SB 3 with the potential of shale oil.
2017
T47595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyono
Abstrak :
ABSTRAK
Filariasis atau kaki gajah ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Penularan filariasis terjadi bila terdapat sumber penular yaitu manusia dan hewan hospes, parasit cacing filaria, vektor yaitu nyamuk yang infektif, manusia yang rentan, serta kondisi lingkungan yang sangat potensial untuk perkembang-biakan vektor, perilaku masyarakat yang berisiko lebih sering kontak dengan nyamuk. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko lingkungan dan dinamika penularan dengan kejadian filariasis. Metode penelitian ini adalah penelitian Analitik observasional dengan desain case-control menggunakan pendekatan study retrospektif yaitu untuk menganalisis efek penyakit atau status kesehatan pada saat ini dan mengukur besar faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian filariasis pada masa yang lalu. Jumlah sampel sebanyak 126 responden, dengan perbandingan kasus : kontrol 1:2, dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan Keberadaan rawa P:0,000;OR:5,200, Keberadaan sawah P:0,041;OR:8,200, Keberadaan hutan semak P:0,001;OR:6,460, Jenis Pekerjaan P:0,000;OR:9,500, Tingkat Pengetahuan P:0,000; OR:5,399, Kebiasaan keluar rumah malam hari P:0,000;OR:7,300, Kebiasaan memakai obat anti nyamuk P:0,004;OR:3,300, Kebiasaan menggunakan kelambu P:0,000;OR:7,045, Keberadaan vektor P:0,000;OR:7,263, dengan kejadian Filariasis, dan pada uji regresi logistic menunjukan faktor risiko paling signifikan Keberadaan hutan semak P:0,002;OR:48,700, Jenis Pekerjaan P:0,004;OR:39,919, Tingkat Pengetahuan P:0,013;OR:11,206, Kebiasaan Keluar rumah malam hari P:0,040;OR: 5,833, Kebiasaan memakai obat anti nyamuk P:0,005;OR:10,680, dan Keberadaan vektor P:0,005;OR:12,036 dengan kejadian Filariasis. Kesimpulan ada hubungan faktor risiko lingkungan dan dinamika penularan dengan kejadian Filariasis, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan mengurangi faktor risiko dan edukasi kepada masyarakat tentang upaya promosi dan pencegahan penularan filariasis.
ABSTRACT
Filariasis or elephantiasis is a chronic infectious disease caused by filarial worm infection and is transmitted through the bite of various types of mosquitoes. Transmission of filariasis occurs when there is a transmitting source of humans and animals the host, parasites filari worms, vectors of infective mosquitoes, vulnerable humans, and potential environmental conditions for vector breeding, risky behavior of peoples more frequent contacts With mosquitoes. The purpose of the study was to analyze the environmental risk factors and the dynamics of transmission with filariasis incidence. This research method is observational analytic research with case control design using retrospective study approach that is to analyze the effect of disease or health status at this time and measure big risk factor which have influence to filariasis incident in the past. The sample counted 126 respondents, with case comparison control 1:2, conducted by interview and observation. Chi square test P 0,041, OR 5,200, Presence of paddy field P 0,041, OR 8,200, Presence of paddy field P 0,001, OR 6,460, Type of Work P 0.000 OR 9,500, Knowledge Level P 0,000 OR 5,399, Nighttime out habits P 0,000 OR 7,300, Habits of using anti mosquito P 0,004 OR 3,300, Habit P 0,000 OR 7,045, presence of vector P 0,000 OR 7,263, with occurrence of filariasis, and on logistic regression test showed the most significant risk factor Presence of bush forest P 0,002 OR 48,700 P 0,004 OR 39,919, Knowledge Level P 0,013 OR 11,206, Night Out Habits P 0,040 OR 5,833, Habits of using mosquito repellent P 0,005 OR 10,680, and the presence of a vector P 0.005 OR 12,036 with filariasis occurrence. Conclusion there is a relationship of environmental risk factors and the dynamics of transmission with filariasis occurrence, so it is necessary to do prevention efforts by reducing risk factors and education to the public about the promotion and prevention of filariasis transmission.
2017
T48823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyono
Abstrak :
Dewasa ini industri asuransi telah menjelma sebagai salah satu pilar utama perekonomian modern. Perananan sektor asuransi kian signifikan seiring dengan arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan,akselerasi inovasi teknologi dan proses difusinya,serta deregulasi berbagai sektor finansial dan pasar riil. Akan tetapi ditengah perjalanan di dapat beberapa kendala - kendala yang dihadapi oleh pemegang polis, seperti prosedur penyelesaian,kendala di dalam mengurus klaim serta bentuk penyelesaian klaim kurang dipahami. Prosedur penyelesaian yang ditempuh oleh para pihak mengacu pada ketentuan pasal 23 ayat 1 PP No.73 Tahun 1992. Adapun bentuk penyelesaian kendala adalah dengan menyerahkan dokumen - dokumen pendukung sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 butir M Keputusan Menteri Keuangan No.422/KMK.06/2003. Sedangkan bentuk penyelesaian kendala yang ditempuh oleh para pihak adalah musyawarah kekeluargaan,serta jika tidak ada kata sepakat maka ditempuh dengan penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). ......Insurance industry currently has emerged as one of the main pillars of modern economy. increasingly significant role of the insurance sector in line with current globalizm liberalism and trade, technological innovation and accelerate the diffusion process, and deregulation of the financial sector and the real market. But on the way to some of the constraints faced by the policyholder, such as settlement procedures, difficulties in managing the claim and claim settlement is less understood. The resolution procedures adopted by the parties refer to the provisions of article 23 paragraph 1 of Government Regulation No. 73 year 1992. Form of constraint solving is to hand over documents - supporting documents as stipulated in article 8 M clause in the decision of the Minister of Finance of the number 422 in 2003. While the form of constraint resolution adopted by the parties is a family consultation, and if no agreement is reached by settlement through national arbitration bodies Indonesian (BANI).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24864
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Wiyono
Abstrak :
Saat ini Indonesia tengah mengalami transisi demografi dan transisi epidemiologi. Beberapa cirinya antara lain di satu sisi terjadi penurunan angka kematian bayi dan anak karena penyakit infeksi, namun dipihak lain karena kemajuan bidang ekonomi dan meningkatnya pelayanan kesehatan maka terjadi peningkatan jumlah populasi penduduk tua. Hasil studi indeks massa tubuh di dua belas kota besar di Indonesia (1996) bahwa prevalensi overweight mencapai 16-22.5% dan 4% diantaranya menderita obesitas. Obesitas mencerminkan kandungan lemak tubuh. Lemak tubuh yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner adalah lemak tubuh yang spesifik terdapat didalam rongga perut. Selain obesitas, untuk deteksi penyakit jantung- koroner sering diukur melalui kadar kolesterol. Gambaran kadar kolesterol dapat dilihat dari beberapa temuan, antara lain oleh penelitian Tim Monica Jawa Tengah (1996) yakni rata-rata Kolesterol Total sebesar 204.0 mg/dl. Sementara penelitian di Yogyakarta (1996) diperoleh rata-rata kadar Kolesterol Total sebesar 201.9 mg/dl, rata-rata kadar Kolesteol LDL sebesar 128.1 mg/dl dan rata-rata kadar Kolesterol HDL sebesar 52.6 mg/dl. Untuk mengetahui kandungan lemak secara spesifik yang terdapat didalam rongga perut dapat dilihat dari nilai rasio lingkar pinggang-lingkar pinggul/waist to hip ratio. Selanjutnya oleh penulis berasumsi bahwa lemak yang terkandung didalam rongga perut berhubungan dengan kadar kolesterol. Dalam penelitian ini diperoleh nilai rata-rata rasio lingkar pinggang-pinggul (RLPP) sebesar 0.86 dengan standar deviasi 0.06. Jika dikelompokkan berdasarkan Bray, maka 8.5% responden laki-laki termasuk kategori RLPP risiko (>0.95) dan 64.3% responden perempuan termasuk kategori RLPP risiko (0.80). Responden memiliki rata rata Kolesterol Total sebesar 208.37 mg/dl, dan rata-rata Kolesterol LDL sebesar 136.48 mg/dl dengan standar deviasi sebesar 37.52 mg/dl, serta rata-rata Kolesterol HDL sebesar 44.80 dengan standar deviasi 10.42 mg/dl. Rasio lingkar pinggang pinggul secara bermakna berhubungan dengan Kolesterol Total. Kadar Kolesterol Total meningkat sejalan dengan meningkatnya nilai RLPP setelah dikontrol oleh IMT dan Umur. RLPP, IMT dan Umur secara bermakna berkontribusi sebesar 11.00% tehadap kadar Kolesterol Total. Kontribusi RLPP sebagai variabel independen utama dalam persamaan terhadap Kolesterol Total sebesar 29.0%. Rasio lingkar pinggang pinggul secara bermakna berhubungan dengan Kolesterol LDL. Kadar Kolesterol LDL meningkat sejalan dengan meningkatnya nilai RLPP setelah dikontrol oleh IMT dan Umur. RLPP, IMT dan Umur secara bermakna berkontribusi sebesar 6.10% tehadap kadar Kolesterol LDL. Kontribusi RLPP sebagai variabel independen utama dalam persamaan terhadap Kolesterol LDL sebesar 26.2%. Rasio lingkar pinggang pinggul secara bermakna berhubungan dengan Kolesterol HDL. Kadar Kolesterol HDL menurun sejalan dengan meningkatnya nilai RLPP setelah dikontrol oleh umur dan merokok . RLPP, umur dan merokok secara bermakna berkontribusi sebesar 11.00% tehadap kadar Kolesterol HDL. Kontribusi RLPP sebagai variabel independen utama dalam persamaan terhadap Kolesterol HDL sebesar 46.0%. Peningkatan 1 unit RLPP meningkatkan 51.0 mg/dl Kolesterol Total, peningkatan 1 unit IMT meningkatkan 2.49 mg/dl Kolesterol Total, peningkatan 1 unit Umur meningkatkan 0.72 mg/dl Kolesterol Total. Peningkatan 1 unit RLPP meningkatkan 16.95 mg/dl Kolesterol LDL, peningkatan 1 unit IMT meningkatkan 1.65 mg/dl Kolesterol LDL, peningkatan 1 unit Umur meingkatkan 0.61 mg/dl Kolesterol LDL. Peningkatan 1 unit RLPP menurunkan 17.75 mg/dl Kolesterol HDL, dan merokok dapat menurunkan 5.80 mg/dl Kolesterol HDL. Berdasarkan temuan tersebut selanjutnya direkomendasikan untuk dilakukan pemasaran sosial sebagai wahana kampanye untuk skrining lemak dalam rongga perut melalui pengukuran lingkar pinggang dan lingkar pinggul. Penyuluhan menurunkan berat badan bagi individu yang mengalami kegemukan dan penyuluhan berhenti merokok serta mencegah merokok. Juga perlu dilakukan penelitian lanjutan secara analitik dengan rancangan kasus kontrol khusus bagi penderita kegemukan. ......The Relationship between Waist to Hip Ratio and Cholesterol Levels among Adult Population in Surakarta City 1996Now days, Indonesia has been in transition period both in demography and epidemiology. Several signs are identified, for example in one hand, among children, the infant mortality rate and infections diseases decrease but in another hand the prospect to have a long life in the old population improve because of better economics and health services. The results of body mass index studies from twelve big cities in Indonesia (1996) show that the prevalence of overweight was ranged 16-22.5% and 4% for obesity. Obesity reflects the body fat contained in the body. The body fat that related to coronary heart diseases is body fat, specifically found in stomach hollow. Besides obesity, the blood cholesterol level is commonly used for early detecting of coronary heart diseases. The study in cholesterol levels has been reported in several areas, e.g. MONICA research team 1996 found that the average total cholesterol in Central lava was 204.0 mg/dl and in Yogjakarta (1996) was 201.9 mg/dl whereas the average of LDL cholesterol and HDL cholesterol were 128.1 mg/dl and 52.6 mg/dl, respectively in Yogjakarta area. The ratio of waist to hip specifically describes the fat level in stomach hollow. This study is aimed to evaluate the relationship between fat in stomach hallow and the level of cholesterol using total cholesterol, LDL cholesterol and HDL cholesterol. This study found that the average of waist and hip ratio (RLPP) among the population aged 25-64 years was 0.86 ± 0.06. The result also shows that based on Bray's classification, 8.5% was categorized as population at risk in man (more than 0.95) and for women was 64.3% (more than 0.80). In addition, the total cholesterol level was208.37 ± 40.67mg/dl, LDL cholesterol was 136.48 + 37.52 mg/dl and HDL cholesterol was 44.80 ± 10.42mg/dl. The relationship between RLPP and Total cholesterol is statistically significant. Increasing total cholesterol is likely increases RLPP controlled by BMI and age. The contribution of RLPP, BMI and age to total cholesterol are 11.0%. Independently, RLPP as a main variable contributes 29.0% to total cholesterol. RLPP is significant correlated to the LDL cholesterol. Increasing LDL cholesterol is likely increases RLPP controlled by BMI and age. The contribution of RLPP, BMI and age to LDL cholesterol are 6.1%. RLPP as a main variable contributes 25.2% to LDL cholesterol, independently. In HDL cholesterol found that HDL is statistically significant to RLPP. Increasing LDL is likely increases RLPP controlled by age and smoking status. The contribution of RLPP, age, and smoking status to HDL cholesterol are 11.0%. RLPP as a main variable contributes 46.0% to HDL cholesterol, independently. Interestingly, this study suggested that the increase of 1 unit RLPP would increase 51.0 mg/dl of total cholesterol. The increase of 1 unit of IMT would increase 2.49 mg/dl of total cholesterol and the improvement of 1 unit of age would increase 0.72 mg/dl of total cholesterol. For LDL cholesterol, 1 unit RLPP would increase 16.95 mg/dl of LDL cholesterol. The increase of 1 unit of IMT would increase 1.65 mg/dl of LDL cholesterol and the improvement of 1 unit of age would increase 0.61 mg/dl of LDL cholesterol. For HDL, 1 unit RLPP would decrease 17.75 mg/dl of HDL cholesterol. The increase of 1 unit of smoking status would decrease 5.8mg/d1 of HDL Cholesterol. In conclusion, maintaining an ideal body weight, decreasing the rate of fat stomach hollow development and not smoking are the best way for preventing the increase of LDL cholesterol and the- decrease of HDL cholesterol. It can be recommended that routine assessment of waist and hip in normal population may be socialized as indices to control fat stomach hollow levels. In addition, non-formal education in relation to normal body weight and stop smoking as well as prevent smoking would be prioritized. Furthermore, it is recommended for further investigation using case-control with the same topic in regard to RLPP and cholesterol.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hadi Wiyono
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk menganalisis efek jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan di Indonesia. Studi ingin menjawab pertanyaan bagaimana status sosial ekonomi (yang diukur dengan indeks sosial ekonomi) pada perempuan yang bermigrasi keluarga dan bagaimana status sosial ekonomi pada perempuan yang bermigrasi individu dibandingkan dengan perempuan yang tidak bermigrasi/bermigrasi lainnya. Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan dengan menerapkan two-part model. Two-part model digunakan dengan alasan bahwa indeks sosial ekonomi yang dikonversi dari jenis pekerja berdasarkan International Standard Classification of Occupation (ISCO) hanya dapat diterapkan pada perempuan yang statusnya bekerja; perempuan yang tidak bekerja tidak memiliki jenis pekerjaan. Karena itu bagian pertama dari two-part model digunakan model logistik untuk mengestimasi keputusan perempuan bekerja dan bagian kedua dari model mengestimasi status sosial ekonomi pada perempuan yang bekerja saja dengan model ordinary least square (OLS). Data yang digunakan dalam studi ini adalah Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993, karena hanya data itu yang tersedia dan sudah lengkap pengolahannya dan bisa diakses. Sementara data TFLS 1997 dan IFLS 2000 belum selesai pengolahannya, karena itu belum bisa diakses. Dari hasil studi ditemukan bahwa perempuan kawin yang bermigrasi keluarga peluang untuk bekerja lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Sebaliknya perempuan yang bermigrasi individu (baik yang kawin maupun yang tidak kawin) peluang untuk bekerja lebih besar daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi individu. Pada perempuan yang bekerja, perempuan yang bermigrasi keluarga status sosial ekonominya lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Perempuan yang bermigrasi individu (terutama pada perempuan yang berpendidikan minimal 4 tahun) status sosial ekonomi status sosial ekonominya lebih tinggi daripada yang tidak bermigrasi/non migrasi individu.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Wiyono
Abstrak :
Tesis ini menguraikan tentang pelaksanaan penegakan hukum terhadap pedagang asongan yang berjualan di depan gerbang tol Kebun Jeruk oleh Induk Patroli Jalan Raya (PJR) Tol Bitung. Permasalahan dalam tesis ini difokuskan pada pelaksanaan kegiatan penegakan hukum terhadap pedagang asongan, serta bentuk atau jenis penegakan hukum yang dilakukan. Adapun untuk pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang ditujukan terhadap berbagai aktifitas yang dilakukan baik oleh anggota Induk Patroli Jalan Raya(PJR) Tol Bitung, maupun para pedagang asongan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Induk Patroli Jalan Raya (PJR) Tol Bitung dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap para pedagang asongan yang berjualan di depan gerbang tol Kebun Jeruk lebih mengutamakan penegakan hukum yang bersifat persuasif, dalam rangka peace maintenance. Mengutamakan terpeliharanya keamanan, ketertiban, dan rasa keadilan masyarakat daripada penegakan hukum yang bersifat represif, yaitu penindakan yang berdasarkan pada peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran akan terulang kembali terjadinya kerusuhan yang dilakukan oleh para pedagang asongan terhadap para petugas sewaktu diadakan razia. Di samping itu, adanya keterbatasan jumlah anggota, sarana yang dimiliki, serta kemampuan penyidikan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang relatif masih rendah, mengakibatkan anggota Induk Patroli Jalan Raya (PJR) Tol Bitung tidak melaksanakan penegakan hukum secara represif. Bentuk atau jenis penegakan hukum yang dilaksanakan selama ini sangat berpengaruh terhadap keberadaan para pedagang asongan itu. Penegakan hukum yang dilakukan selama ini belum efektif, hal ini terlihat dengan masih berlangsungnya kegiatan para pedagang asongan di sekitar gerbang tol tersebut. Oleh karena itu, untuk meniadakan atau mengurangi keberadaan pedagang asongan, selain melakukan pencegahan terhadap kemacetan yang terjadi di sekitar gerbang tol, juga harus dilakukan penegakan hukum dengan bentuk atau jenis yang lain, serta meningkatkan kemampuan penyidikan anggota melalui pendidikan atau latihan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhidhi Teguh Wiyono
Abstrak :
ABSTRAK PT Semen Gresik (Persero) Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri pembuatan semen dan merupakan industri semen terbesar di Indonesia, dengan jumlah kapasitas produksi terpasang sebesar 17.250.000 ton semen per tahun serta sudah menjalani program restrukturisasi dengan melakukan privatisasi yakni menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat (go public). Masalah utama yang dihadapi oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. adalah semakin menurunnya konsumsi semen sehingga kapasitas produksi terpasang tidak dapat digunakan secara optimal. Tingginya inflasi dan lemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan biaya operasional dan biaya produksi tinggi dampaknya posisi keuangan perusahaan kurang sehat Penelitian ini diawali dengan menganalisis kondisi lingkungan ekstemal dan internal perusahaan dengan menggunakan analisis SWOT agar diperoleh gambaran yang obyektif tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan serta ancaman dan peluang. Sedangkan untuk menentukan posisi bersaing PT Semen Gresik (Persero) Tbk. dengan menggunakan matrik internal-eksternal, hasil pengembangan dari model General Electric (GE-Model). Berdasarkan hasil analisis Matrik Eksternal-Internal, posisi PT Semen Gresik (Persero) Tbk. dalam persaingan bisnis semen berada pada Sel VI, hal ini berarti PT Semen Gresik (Persero) Tbk. harus melakukan strategi Retrenchment, artinya perusahaan harus melakukan efisiensi di semua lini serta menjual salah satu unit bisnis yang tidak menguntungkan. Dalam situasi dan kondisi persaingan bisnis semen yang semakin ketat ini sesuai dengan hasil analisis matrik SWOT, terdapat 4 alternatif strategi yang dapat disarankan, yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT. Strategi SO meliputi : peningkatan penjualan melalui ekspor, memperbesar market share dan optimalisasi kapasitas. Strategi WO meliputi : meningkatkan efisiensi, meningkatkan teknologi alat produksi dan memanfatkan rancang bangun dalam negeri. Strategi ST meliputi : menjaga kualitas produk, kerjasama dengan pihak asing, dan penyuluhan kepada konsumen akhir. Strategi WT meliputi : Mengoptimalkan R&D yang ada, pemanfaatan tenaga kerja dan penjualan sebagian saham.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Edy Wiyono
Abstrak :
Diskusi mengenai pasar oligopoli pada umumnya selalu bermuara pada pembahasan mengenai bentuk prilaku persaingan usaha (mode of competition) dan prilaku kolusi (collusive behavior) perusahaan-perusahaan yang yang ada didalamnya. Mengikuti arus besar tersebut, tesis ini mencoba untuk mengestimasi bentuk prilaku persaingan usaha dan prilaku kolusi perusahaan-perusahaan pembibitan ayam pedaging di Indonesia. Ketersediaan data dan posisi strategis dari output (Day Old Chicks/bibit ayam) yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan ayam pedaging bagi kelangsungan usaha peternak ayam pedaging menjadi dua alasan utama dipilihnya industri ini. Bentuk pasar yang oligopolistis sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingginya tingkat penguasaan pasar oleh empat perusahaan pembibit utama dan adanya perbedaan skala usaha yang cukup tajam antara perusahaan pembibit besar dengan perusahaan pembibit kecil menjadi alasan lain dipilihnya industri pembibitan ayam pedaging Indonesia sebagai studi kasus penelitian ini. Pendekatan conjectural variation yang digunakan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan pembibitan ayam pedaging di Indonesia dalam menentukan tingkat produksi yang memaksimalkan keuntungannya selalu memperhilungkan tingkat produksi output perusahaan pembibit lainnya. Dengan kata lain prilaku persaingan usaha di industri ini cenderung mengikuti model persaingan ala Cournot. Perusahaan-perusahaan pembibit pun cenderung lidak saling melakukan koordinasi (independen) dalam proses penentuan output yang memaksimalkan keuntungannya. Tidak ditemukannya kolusi yang permanen dalam jangka panjang di industri ini berimplikasi pada perlu adanya perubahan fokus pengawasan industry regulator dari isu kolusi ke isu kemungkinan dilakukannya predatory pricing oleh perusahaan-perusahaan pembibit berskala besar terhadap perusahaan-perusahaan pembibit berskala kecil. Isu predatory pricing menjadi penting karena akan sangat sulit untuk dideteksi jika hal ini dilakukan pada saat pasar mengalami kelebihan produksi dimana pada kondisi ini price cut mendapatkan legitimasi bisnisnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggreni Wiyono
Abstrak :
Memanjangnya lama rawat pra bedah pada pasien bedah secara umum dan pasien bedah tumor secara khusus merupakan masalah inefisiensi bagi rumah sakit. Di samping itu bagi pasien memanjangnya lama rawat ini menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan sehingga kepuasan terhadap rumah sakit akan berkurang. Masalah ini melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pasien tumor tersebut. Penelitian dilakukan pada sampel .yang terdiri dari 71 kasus pasien bedah tumor yang dirawat di IRNA A kelas 3 pads bulan Januari sampai pertengahan Februari dan bulan Juni 1996. Pada seluruh sampel dilakukan operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan desain "cross sectional". Data sekunder diarnbil dari data rekam medis yang terdapat di IRNA A sebelum pasien dipulangkan. Selain itu juga dilakukan pengecekan di IBP pada saat pasien dioperasi. Variabel bebas yang diteliti ialah kondisi medis pasien, jenis tindakan yang direncanakan, pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan, keterlibatan dengan sub bagian lain, dan penundaan operasi. Variabel terikat ialah larva rawat pra bedah, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu lama persiapan operasi dan lama menunggu jadwal operasi. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Rata-rata lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah 19,28 hari. Pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis berat ialah 24,92 hari, sedangkan pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis sedang ialah 11,47 hari. Kesimpulan utama yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan lama rawat pra bedah pada pasien secara keseluruhan , yaitu kondisi medis, jenis tindakan, keterlibatan sub bagian lain. 2. Faktor yang tidak berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah pemeriksaan penunjang. Saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Membuat suatu alur pasien dari poliklinik bedah tumor sampai ke Instalasi Bedah Pusat, di mana pasien baru dapat dimasukkan ke IRNA A jika operasi sudah teijadwal. Pada keadaan ini tempat tidur di IRNA A sudah disiapkan. Alur ini diutamakan untuk pasien dengaan kondisi sedang, atau pasien yang tidak terlalu kompleks (dipakai pola dari SMF THT dan SMF Bedah Anak sebagai model). 2. Mengadakan upaya untuk menambah efisiensi dan utilisasi di Instalasi Bedah Pusat dengan mengacu pada hasil penelitian Duta Liana, 1966 dengan judul Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan atau Pembatalan Operasi di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. ......Efficiency is one of the most important parts in hospital management. Pre operative length of stay is a specific indicator for hospital efficiency. The increasing of length of stay causes the increasing cost which has to be born by patients and dissatisfaction among them. This study was performed to 71 cases in hospitalized tumor patients to be operated in the third class of IRNA A in Cipto Mangunkusumo Hospital, from January until the middle of February and June 1996. This is a descriptive analytic study with the cross sectional design and based on the secondary data from the medical records in IRNA A wards after the surgeries. The independent variables are : 1) The condition of the patients. 2) The type of the surgeries which are planned by the surgeons. 3) The waiting periods for the results of the laboratory tests or the waiting list for X ray tests in Radiology Department. 4) The consultations to other divisions. 5) Delayed or cancelled of the surgery. The dependent variables are the pre operative length of stay which is divided into 2 components, preparations time and waiting time for the surgeries. The results of this study are: I) The average of pre operative length stay for all cases are 19.28 days. In the severe conditions are 24.92 days and in moderate cases 10.6 days. The conclusions of the study are: There are relationships between condition of the patients, type of the surgeries, consultation to other divisions and delayed or cancelled of the surgeries. There is no relationship between waiting of the results of the laboratory tests or waiting lists for the radiology tests and pre operative length of stay. The writer suggest that 1) The admission management has to be improved Surgeons should make the operation schedules in surgery room before patients are hospitalized. 2) Efficiency and utilization of the surgery department have to be increased, especially the delayed of the surgeries which caused by surgeries team not being on time (based on study of Liana, 1966)
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Wiyono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T41182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>