Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widayati
Abstrak :
Peran koperasi dalam pembangunan, sebagai sahib satu dari usaha nasional mempunyai kekuatan untuk mengembangkan sayapnya dan mampu bersaing sehat dengan usaha negara dan swasta. Kekuatan pada koperasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sebenarnya merupakan alat mempersatukan kepentingan, tujuan dan aktivitas yang sama, serta mempunyai fungsi sebagai pemilik, penuntut keuntungan maupun sebagai customer. Inilah sebuah prinsip yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain (Hetherington, 1991). Keberadaan lembaga koperasi yang dibentuk oleh lembaga pemerintah, swasta, dan sekelompok masyarakat, dengan diterbitkannya undang-undang perkoperasian sebagai upaya pengembangan dan penyuburan koperasi belum maksimal. Sesungguhnya pasal 16, UU nomor 25/1992, memberikan kelonggaran untuk tumbuhnya lembaga koperasi dimana-mana dan dengan memajukan dirinya secara leluasa. Pasal 16 berbunyi jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain; Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Kansumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa. Khusus koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis koperasi tersendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayati
Abstrak :
[ABSTRAK
Persoalan kerusakan lingkungan semakin meningkat dengan terjadinya penurunan luas lahan hutan ke non hutan. Cadangan luas hutan yang semakin terbatas menimbulkan permasalahan dari sisi suplai dan berimplikasi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagai gambaran, pada tahun 2005 sebesar 62,8% emisi GRK Indonesia dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Emisi karbon dari perubahan lahan hutan memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu wilayah. Salah satu model yang sering digunakan untuk menganalisis hubungan indikator kerusakan lingkungan dan indikator ekonomi di suatu wilayah adalah Environmental Kuznets Curve (EKC). Secara umum di 7 (tujuh) wilayah terjadi penurunan emisi karbon dari perubahan penutup lahan pada periode 1997-2013. Wilayah Sumatera adalah wilayah dengan emisi karbon/tahun tertinggi yaitu 148,08 juta ton CO2, selanjutnya wilayah Kalimantan 130,51 juta ton CO2, wilayah Papua sebesar 66,34 juta ton CO2, dan wilayah Sulawesi sebesar 62,97 juta ton CO2. Sedangkan 3 (tiga) wilayah lainnya yaitu wilayah Maluku sebesar 16,21 juta ton CO2, wilayah Jawa sebesar 9,13 juta ton CO2, dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,44 juta ton CO2. Hasil estimasi data panel, hubungan emisi karbon per kapita dari perubahan penutup lahan dan PDRB per kapita di Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua digambarkan dengan bentuk kurva U yang berarti bahwa emisi karbon per kapita akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, sedangkan wilayah Jawa dan Maluku digambarkan dengan bentuk kurva U terbalik sesuai dengan hipotesis EKC yang berarti bahwa setelah mencapai titik balik emisi karbon per kapita akan terus menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita.
ABSTRACT
The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita., The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pia Sri Widayati
Abstrak :
ABSTRAK
Selaras dengan era globalisasi dan peningkatan persaingan bisnis di Indonesia, maka tiap perusahaan di Indonesia harus meningkatkan daya saing dan produktivitasnya melalui pembinaan Sumber Daya Manusia yang konsisten. Setiap atasan memerlukan ketrampilan dalam memberikan umpan balik efektif untuk dapat membina sumber daya manusia yang menjadi tanggung jawabnya. Dari pengamatan dalam lingkungan kerja terlihat bahwa efektivitas umpan balik berkaitan dengan gaya komunikasi yang digunakan atasannya.

Dalam penelitian ini akan dikaji kaitan efektivitas umpan balik dengan gaya komunikasi yang digunakan atasannya. Yang dimaksud dengan efektivitas umpan balik adalah sejauhmana keefektifan proses kontrol atasan langsung dalam rangka pembinaan melalui media komunikasi menurut persepsi bawahan, dengan menggunakan kriteria umpan balik efektif. Gaya komunikasi adalah cara seseorang mengekspresikan diri secara khas dalam mengungkapkan pendapat mengenai pikiran tentang diri sendiri atau orang lain atau benda sesuai dengan kondisinya. Ada 4 gaya komunikasi yaitu gaya komunikasi akomodasi, analisa, arahan dan afiliasi. Gaya komunikasi yang dominan dapat tunggal atau kombinasi. Gaya komunikasi tersebut dapat berubah atau tidak berubah dalam menghadapi kondisi tenang dan konflik. Gaya komunikasi berkaitan dengan faktor sosial antara lain adalah tingkat pendidikan, masa kerja dan fungsi jabatan atasan langsung.

Penelitian dilakukan terhadap 229 responden yang telah memiliki masa kerja 2 tahun, menjadi bawahan langsung selama 1 tahun, penempatan di kantor divisi/pusat, pendidikan SLTA ke atas.

Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat bahwa hubungan antara gaya komunikasi dengan efektivitas umpan balik atasan langsung terdapat pada kondisi konflik. Gaya komunikasi atasan langsung berbeda pada kondisi tenang dan konflik. Kesamaan dan perbedaan gaya komunikasi atasan langsung pada kondisi tenang dan konflik tidak behubungan dengan efektivitas umpan balik. Gaya komunikasi atasan langsung berhubungan dengan fungsi jabatan baik pada kondisi tenang maupun pada kondisi konflik. Gaya komunikasi atasan langsung tidak berhubungan dengan masa kerja dan pendidikan formal pada kondisi tenang, namun berhubungan dengan kondisi konflik. Efektivitas umpan balik tidak berhubungan dengan pendidikan formal dan fungsi jabatan, namun berhubungan dengan masa kerja. 62% atasan langsung menghasilkan umpan balik efektif.

Berdasarkan hasil kajian dalam penelitian ini disarankan kepada perusahaan untuk lebih konsisten dalam mengelola program penempatan dan program rotasi, memasukkan gaya komunikasi ke dalam silabus pelatihan dalam rangka pembinaan dan pengembangan terhadap setiap atasan.

Daftar pustaka: 42 buah, 1976 ? 1995
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieska Dwi Widayati
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada pemanfaatan UPT Lab Uji Narkoba Lakhar BNN yang belum optimal oleh penyidik narkoba dalam rangka pelayanan pemeriksaan narkoba. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Model operasional penelitian menganalisis faktor-faktor yang ada pada penyidik narkoba, faktor-faktor yang ada pada laboratorium dan faktor-faktor di luar laboratorium. Informan penelitian ini terdiri dari tiga orang penyidik narkoba, tiga orang staf Lab dan Kepala Lab. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan analisis merujuk pada standar dan pendapat peneliti sebagai analis di laboratorium BNN. Dari analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa: Pemanfaatan UPT Laboratorium Uji Narkoba yang belum optimal disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh penyidik narkoba mengenai pentingnya laboratorium pemeriksa narkoba dalam membantu mereka tidak hanya untuk menegakkan hukum namun juga penting dalam pemetaan kasus dan pengungkapan jaringan narkoba. Selain itu, kurangnya sosialisasi terhadap penyidik narkoba oleh pihak laboratorium membuat mereka belum faham tentang fungsi laboratorium yang sesungguhnya dan kegiatan yang dijalankan oleh laboratorium. Faktor-faktor yang menyebabkan belum mermanfaatkannya UPT.Laboratorium Uji Narkoba Lakhar BNN oleh penyidik narkoba diantaranya adalah faktor yang ada pada penyidik narkoba itu sendiri seperti proses pengiriman yang terhambat karena minimnya jumlah personel penyidik narkoba yang menangani, waktu pengambilan yang lama, belum fahamnya penyidik mengenai tujuan pemeriksaan dan fungsi laboratorium baik untuk pemeriksaan pro Justicia maupun undercover by sedangkan faktor yang ada pada laboratorium adalah kurangnya sosialisasi dan promosi mengenai pelayanan laboratorium kepada penyidik narkoba mengenai produk pelayanan laboratorium.
This study focuses on the use of NNB?s Laboratory, which has not been optimal by drugs investigators officer in order to services analysis of drug. This research, including qualitative research with a descriptive design. Model of operational research to analyze drugs investigators officer?s factor, laboratory?s factor and other laboratory?s factor. Informants this research consists of three drugs investigators officer, three staff and the head of Laboratory. Collection of data is done with a depth interviews, analysis, while referring to the standards and opinion research as a laboratory analyst at BNN. From the analysis of the results of the interviews, concluded that Utilization of NNB?s Laboratory that have not been optimal because of a lack of knowledge that are owned by drugs investigators officer about the importance of drugs in the laboratory examiner to help them not only to enforce the law but also important in the mapping of cases and controls drug network . In addition, lack of socialization of drug investigators by the laboratory they have not understood about the function of the laboratory and activities run by the laboratory. The factors are on drugs investigators officer themselves, such as the delivery process hampered because investigators lack the number of personnel who deal drugs, a long time, drugs investigators officer didn?t know about the purpose of examination and laboratory functions well and the other factor is the lack of socialization and promotion of laboratory services to investigators about drug products laboratory services.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25507
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyani Widayati
Abstrak :
Tesis ini mempelajari tentang tingkat kepuasan pegawai terhadap penilaian kinerja berdasarkan sistem MUK, berkaitan dengan peran yang dimainkan pegawai dalam sistem MUK tersebut, sebagai pejabat (appraiser and appraisee) maupun non-pejabat (appraisee only). Penelitian dilakukan pada unit bisnis PLN wilayah Kalselteng dengan jumlah sampel sebanyak 678 responden pegawai tetap. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh temuan bahwa pegawai PLN wilayah Kalselteng merasa puas terhadap sistem MUK yang berlaku saat ini. Hasil uji T menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan pejabat dan non-pejabat. Pejabat merasa lebih puas dibandingkan dengan non-pejabat pada dimensi PPJ yaitu dalam hal proses diskusi dalam sistem MUK. Hasil dari regresi linier sederhana menunjukkan bahwa dimensi SPJ berpengaruh secara signifikan sebesar 9,7% dalam kepuasan terhadap sistem MUK, PPJ sebesar 15,1% dan DJ sebesar 25,2%. Meskipun sebagian besar pegawai puas dengan penilaian kinerja berdasarkan sistem MUK yang berlaku saat ini, namun dari analisis performance-importance menunjukkan bahwa PLN wilayah Kalselteng perlu melakukan perbaikan dalam proses sistem MUK sebagai prioritas utama untuk diperbaiki, khususnya dalam hal proses pelaksanaan diskusi dalam sistem MUK......This thesis examined about the level of employee satisfaction to the performance appraisal based on MUK system, related to the role the employee play in the MUK system, as a functionary officer (appraiseer and appraisee) and non-functionary (appraisee only) officer. Research was done at the business unit of PLN Kalselteng Region with 678 respondents from different levels and positions. These research found that employees of PLN Kalselteng Region felt satisfied to the current MUK system. Result of the T-test denoted significant difference exist between satisfaction level of the functionary officer and non-functionary officer. Functionary officers were more satisfied than non-functionary officer on the PPJ dimension in term of discussion process of the MUK system. Result of the simple linier regression indicated that SPJ dimension had 9,7% significant effect on satisfaction with the MUK system, PPJ 15,1% and DJ 25,2%. Although most of employees satisfied with the performance appraisal based on the current MUK system, but analysis of performance-importance indicated that PLN wilayah Kalselteng required to make improvement on the process of the MUK system as the main priority to take, especially in the area of discussion process of the MUK system.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Nurlita Widayati
Abstrak :
Kegagalan bangunan adalah masalah yang terjadi setelah penyerahan akhir bangunan ke Pengguna. Akibat dari kegagalan bangunan mulai dari kegagalan fungsi bangunan sampai dengan keruntuhan bangunan. Tujuan penelitian ini adalah mencari penyebab dominan kegagalan bangunan dilihat dari aspek manajemen proyek konstruksi, serta tindakan pencegahan dan korektifnya. Metoda penelitian yang digunakan adalah survei. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa penyebab dominan yang mempengaruhi terjadinya kegagalan bangunan, antara lain pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten, tidak memperhatikan kondisi lapangan, dan tidak melakukan review dan monitoring internal secara periodik. ......Building failures are problems that occur after the final delivery of the building to the user. As a result of buildings failure ranging from building malfunction to the building collapse. The purpose of this study is to find the dominant cause of buildings failured viewed from the aspect of construction project management, as well as preventive and corrective actions. The method used is survey research. The results showed that there is some influence of the dominant causes of failure of buildings, including the selection of subcontractors who are incompetent, do not consider the condition of the field, and do not perform an internal review and monitoring on a periodic basis.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T31442
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
Abstrak :
Laweyan merupakan salah satu kawasan yang spesifik di kota Surakarta, sebagai kawasan lama di propinsi Jawa Tengah, yang mempunyai kaitan erat dengan kehidupan masa lampau yaitu masa kejayaan kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwidjaja. Masih banyak terlihat situs peninggalan di kawasan Laweyan, antara lain: makam peninggalan masa kerajaan Pajang yang berada di belakang Masjid Laweyan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk makam yang memakai batu hitam pada nisannya sebagai pertanda dari makam tersebut. Selain itu juga terdapat Langgar Merdeka yang didirikan tanggal 7 Juli 1877 dan keadaannya masih sesuai dengan bangunan aslinya. Di Laweyan juga masih terlihat adanya bekas Bandar sungai Kabanaran yang diduga merupakan bekas pusat perdagangan yang ramai pada jamannya kerajaan Pajang. Selain itu rumah tinggal para pengusaha batik yang indah, masih terpelihara dengan bail: serta kehidupan masyarakatnya yang dari dahulu hingga sekarang sebagian besar sebagai pengusaha batik merupakan situs yang sangat menarik untuk diteliti. Laweyan sebagai salah satu pusat industri batik dijadikan daerah penelitian karena kawasan itu mempunyai ciri yang sangat spesifik dibandingkan dengan pemukiman lainnya. Ciri spesifik tersebut antara lain ialah: (1) lokasinya berada di pinggiran kota, sementara kawasan lainnya berada di tengah kota; (2) bentuk kawasan ini juga berbeda dengan yang lainnya, karena berbentuk ""kantong"" (enclave); dan (3) bentuk bangunannya berbeda dengan yang terdapat pada kawasan lainnya. Di kawasan Laweyan, terutama pemukiman para saudagar terdiri dari bangunan pendopo, dalem, sentong, gandhok dan paviliun. Ketinggian lantai dalem lebih tinggi dari ruang-ruang yang lainnya Hal ini sesuai dengan susunan ketinggian lantai pada ruang bangsawan Jaw& Bangunannya ditutup dengan atap berbentuk perisai dan limasan, bukan atap joglo. Demikian pula 'empat tiang (saka guru) yang mendukung atap joglo juga tidak ditemuuan; yang ada hanya dua tiang yang berfungsi sebagai hiasan, bukan merupakan tiang penyangga atap yang berfungsi struktural. Juga merupakan kenyataan bahwa pada rumah tinggal bangsawan Jawa tidak mempunyai bangunan pabrik, sebaliknya di Laweyan hampir semua rumah tinggal dilengkapi dengan bangunan pabrik. Pabrik semacam ini mempunyai ruang-ruang sebagai berikut: ruang untuk membuat pola (gambar), ruang pembatikan, ruang pengecapan, ruang pewarnaan, ruang wedelan, ruang pembaharan, ruang pembuhuran, ruang pengkanjian, halaman penjemuran, ruang pelipatan, ruang pengepresan, ruang pelabelan dan ruang penjualan. Dui uraian tersebut timbuI permasalahan yaitu bagaimana masyarakat Laweyan menerapkan pola permukiman sesuai dengan dua macam sistem di atas yang dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional Jawa, dan nilai-nilai ekonomi industri. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola pemukiman supaya mengetahui bagaimana masyarakat Laweyan yang kenyataannya bukan-bangsawan menata pemukimannya sesuai dengan sistem pemukiman bangsawan Jawa dan sistem industri batik. Selain itu kajian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat sebagai akibat usaha batik mereka. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk melengkapi hasil-hasil penelitian arkeologi pemukiman sebelum ini, khususnya yang berkenaan dengan masyarakat dan kebudayaan yang masih hidup (living culture). Hingga scat ini, kajian arkeologi pemukiman dengan data wilayah Laweyan belum dilakukan sehingga basil penelitian ini dapat mengisi kekosongan tersebut. Oleh karena sifat tinggalan arkeologis tersebut, dan juga sifat data arkeologi yang terbatas, maka diperlukan adanya suatu usaha pelestarian dan perlindungan. Nilai tetap (keajegan) maupun yang berubah tetapi penting yang dihasilkan melalui penelitian arkeologi pemukiman".
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D1846
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
Abstrak :
Pada awal formasi karaton, yakni zaman kota kerajaan Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di luar benteng kota (manca negara), permukiman karaton dapat berfungsi sebagai "ruang-antara" dan "ruang-pertahanan", selain itu merupakan salah satu komponen dari struktur pemerintahan dan kekuasaan karaton pada saat itu (abdi dalem dan sentana dalem). Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 "Kota-Kerajaan" berubah status politiknya menjadi bagian dari kota demokratis yang dikelola berdasarkan ketentuan perundangan sesuai klasifikasinya. Perubahan tersebut berdampak pada keradaan permukiman di sekitar karaton, dari sistem Magersari menjadi RT dan RW dan Kalurahan. Metoda yang dipakai strategy grounded theory research atau riset yang memberikan basis kuat suatu teori. Penelitian difokuskan pada aktor-aktor secara aktif atau pasif yang relevan terlibat dalam proses perubahan permukiman karaton. Data yang dikumpulkan "Fokus Investigasi" diarahkan pada para aktor yang mempengaruhi perubahan tersebut baik internal maupun eksternal. Basis melakukan investigasi adalah data itu sendiri tanpa tuntunan suatu perangkat teori tertentu. Temuan investigasi, non fisik yang mengarah kepada perubahan komuniti dianalisis dengan teorinya Giddens tentang; Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat (2010), yang penekanan kajiannya pada; praktik sosial yang tengah berlangsung, sebagaimana adanya. Dengan mengulas aktor, agen yang berperan dalam perubahan. Hasilnya disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang heterotropia, didapat hasil secara makro mengalami heterotopia. Temuan investigasi, fisik dibagi menjadi 3 yaitu; 1). Tatanan makro terdiri dari benteng yang mengelilingi, tidak berubah karena benteng tetap berdiri tegak sebagaimana adanya, dapat dimaknai sebagai heterotopia. Hal tersebut dikarenakan kondisi arsitektural sampai sekarang tidak mengalami perubahan (sama), secara ujud tetap ada tetapi kehidupannya telah mengalami perubahan, yang pada awalnya mempunyai pola pikir "mengabdi kepada raja" sekarang ini menjadi masyarakat yang merdeka dengan pola pikir "hidup untuk mencari uang supaya dapat hidup layak". 2). Tatanan meso mengalami perubahan dari toponimi nama masing-masing permukiman menjadi tatanan Rukun Tetangga, dan Rukun Warga sesuai dengan Tatanan Struktur Pemerintah Kota Surakarta. disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang Heterotropia, didapat hasil secara mezzo mengalami heterotopia. 3). Tatanan mikro yaitu spatial permukiman mengalami perubahan antara lain; Tamtaman, Kampung Baluwerti, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, satu-satunya ruang terbuka untuk berlatih naik kuda para putra dalem dan pangeran. Perubahan mikro tersebut apabila disandingkan dengan teorinya Foucault tentang heterotopia dan tropotopia serta Harjoko tentang tropotopia, hasilnya permukiman karaton mengalami tropotopia. Kesimpulannya permukiman karaton (Baluwerti) ditinjau dari tatanan makro, meso, dan mikro telah mengalami perubahan non fisik, yang berakibat terhadap fisik [spasial] yang tak terkendali dan dapat dipahami sebagai perubahan "tempat" (topos) yang mengalami dua "nilai" makna-hetero dan tropo-topia, hal ini akan menjadi "asing" bagi mereka yang pernah mengenal dalam konteks lingkung arsitektur "asli/awal", tetapi juga berubah di sana-sini menjadikannya tempat dengan bentuk arsitektur "aneka gaya"
In the beginning of karaton formation, namely era of Javanese kingdom towns had power area outside of town fort (foreign countries), karaton settlement can function as "space-inbetween" and "defense space", besides it was one component of government structures and karaton power at that time. After Indonesia was Independent in 1945 "Kingdom towns" changed in its political status into part of democratic city managed based on constitution stipulation commensurate with its classification. That change affects existence of settlement nearby karaton, from Magersari system to RT and RW and Kalurahan (village administration). Method used is strategy of grounded theory research or research providing a strong base of a theory. Research focuses on actors actively and passively to get involved relevantly in process of settlement alteration. Data accumulated as in "Fokus Investigasi" oriented on actors taking influence on changes, either internal or external. The base that does investigation is data by itslef without guidance of a set of certain theory. A finding of investigation, the non-physic is spotlighted on community alteration analyzed with theory of Giddens; Theory of Structuration: Basics of Societal Social Structure Establishment (2010), in which the research is on; social practice that is on-going, as it is natural. By reviewing actors, agent taking roles in changes. The result is coupled with viewpoint of Foucault (1967) about heterotropia, the result in macro undergoes heterotopia. Finding of investigation, the physics is divided into three points namely; 1). Macro order consists of fort/citadel that surrounds, does not change since it stands still as natural, signified as heterotopias, due to architectural condition up to present it does not undergo change, as being or entity it still exists but its life has changed. In the beginning, there is mindset of "dedication to the king" presently it is society independent with mindset of "life must seek money for better living". 2). Order of mezzo undergoes the alteration; toponymy of name on each settlement becomes order of Rukun Tetangga (RT), and Rukun Warga (RW or citizen unit administration of village administration) [Structure Order of Surakarta City Administration], coupled with viewpoint of Foucault (1967) about Heterotropia, it takes a result in mezzo to undergoes heterotopia. 3). Micro order namely spatial settlement undergoes alteration such as; Tamtaman, Baluwerti Village, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, the only one space from open spaces to get on horse for training of prices or putra dalem. Micro alteration is coupled with theory of Foucault as in heterotopia and tropotopia and theory of Harjoko about tropotopia, the result in micro undergoes tropotopia. A finding reviewed from order of the macro, mezzo, and micro it has undergone alteration in non physics result to physics [spatial] uncontrollable and comprehensible as a change of "place" (topos) undergoing two "values" namely hetero-meaning and tropo-topia-meaning, these are "foreign" for those ever familiar in context of "origin/early" architectural environment, but also changes elsewhere making the place with "various styled" architectural forms.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2152
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Widayati
Abstrak :
Seribu Dongeng adalah sebuah naskah karya penyalin dan pengarang Betawi, Muhammad Bakir. Naskah ini bernomor H1.240 dan merupakan edisi tunggal. Seribu Dongeng berisi 23 dongeng yang disampaikan sambung-menyambung. Tujuan utama dari penelitian terhadap naskah tersebut adalah untuk menyajikan suntingan teks. Analisis terhadap struktur dalam hal ini tokoh utama beserta penokohannya dan juga tema beserta amanat diperlukan untuk nemperlihatkan keterkaitan antar unsur tersebut. Hasil analisis nenunjukkan adanya enam golongan tokoh utama dalam cerita ini yaitu raja, menteri, pertapa, pedagang, orang kaya, dan orang miskin. Tokoh utana dibagi ke dalam dua jenis yaitu tokoh antagonis dan protagonis. Penokohan dalam Seribu Dongeng ini menggunakan metode langsung. Tema umun dari ke-23 dongeng adalah pengajaran yakni jika manusia dalam menenpuh kehidupannya berpegang pada nilai-nilai kebaikan maka ia akan memperoleh kebahagiaan. Adapun amanat dalam Seribu Dongeng selalu diungkapkan secara eksplisit di setiap akhir cerita. Dalan amanat tersebut disanpaikan contoh perilaku yang baik untuk dicontoh maupun yang harus dijauhi Pertalian antara tokoh, penokohan, tema, dan ananat ditunjukkan melalui urutan tokoh dan penokohan yang kemudian ditegaskan dengan tema dan amanat pada akhir cerita.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>