Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia termasuk Propinsi Jambi sejak pertengahan tahun 1997 nyaris melumpuhkan sendi-sendi kehidupan. Dampak negatif krisis ekonomi terjadi pada beberapa aspek termasuk pangan dan gizi. Penelitian mengenai situasi pangan dan gizi sebelum dan selama krisis ekonomi di Propinsi Jambi ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan situasi pangan dan gizi pada saat sebelum krisis ekonomi (1990-1997) dan selama krisis ekonomi (1998-2000) serta isyarat-isyarat dini yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan untuk melakukan intervensi agar dampak yang lebih parah dapat dicegah. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder di mana beberapa set data pangan dan gizi selama 11 tahun disejajarkan dalam suatu time series. Adapun data yang dimaksud adalah : produksi pangan, ketersediaan pangan, konsumsi pangan, angka kecukupan gizi terutama energi dan protein serta status gizi anak balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama krisis ekonomi, rerata produksi. ketersediaan, konsumsi pangan dalam bentuk energi terjadi penurunan secara berturut turut sebagai berikut : dart 2335 Kal/kap/hr menjadi 1931 Kal/kap/hr.; 2523 Kal/kap/hr. menjadi 2222 Kal/kap/hr. dan 2161 Kal/kap/hr menjadi 2026 Kal/kap/hr. Sedangkan dalam bentuk protein secara berturut-turut sebagai berikut: dart 56,29 gr/kap/hr menjadi 49,34 gr/kap/hr; 59,20 gr/kap/hr menjadi 56,16 gr/kap/hr dan 56,13 gr/kap/hr menjadi 50,15 gr/kap/hr. Konsumsi energi baik sebelum maupun selama krisis ekonomi belum memenuhi kecukupan. Sebelum krisis ekonomi baru memenuhi 98,54 % dan selama krisis ekonomi memenuhi 93,06 % kecukupan. Rumah tangga di perkotaan sebelum krisis ekonomi yang mengkonsumsi energi kurang dari kecukupan adalah yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 100.000,-/kapita/bulan. Selama krisis ekonomi meluas pada rumah tangga yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 300.000,-/kapita/bulan. Diperdesaan sebelum krisis ekonomi rumah tangga yang mengkonsumsi pangan (energi ) kurang dari kecukupan adalah yang berpendapatan kurang dari Rp 60.000,-/kapita/bulan. Selarna krisis ekonomi meluas pada rumah tangga yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 100.000.-/kapita/bulan. Status gizi kurang pada anak balita sebelum rnaupun selama krisis ekonomi prevalensinya menurun, namun anak-anak yang berstatus gizi buruk meningkat cukup tajam. Hal ini menunjukkan situasi yang kurang menggembirakan. Karena anak-anak yang berstatus gizi kurang padA tingkat marginal jatuh ke dalam status gizi buruk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya krisis ekonomi di Propinsi Jambi membawa dampak yang negatif terhadap produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan serta status gizi anak balita. Disarankan agar program pangan dan gizi diupayakan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan pemberian rnakanan tambahan kepada anak balita. Sasaran program ditujukan kepada rumah tangga yang berpendapatan kurang dari Rp 300.000,-/kap/bulan diperkotaan dan kurang dari Rp 100.000,-/kap/bulan di pedesaan. Daftar bacaan : 64 (1955 - 2001)
Food and Nutrition Situation Before and During Economic Crisis In Jambi Province (1990-2000)The economic crisis that hit Indonesia including Jambi Province since 1997 deactivated the pivotal strength of the life. Some negative effects happended in all aspect of live including food and nutrition. The research about situation of food and nutrition (before and during economic crisis) was conducted in order to know and compare the food and nutrition situation before economic crisis (1990-1997) and during economic crisis (1998-2000) and as early signs which will be used as a guideline on decision making to do intervention in order that the worse effect could be prevented. This research was secondary data analyze in which some data set of food and nutrition during 11 years were paralleled in a time series. The data consisted of food production, food supply, food consumption, recommended dietary allowance especially energy and protein and nutritional status of under five children. The result of this research showed that during the economic crisis, the average of food production, food supply and food consumption in energy decreased from 2335 Cal/cap/day to 1931 Cal/cap/days, 2523 Cal/cap/day to 2217 Cal/cap/day and 2161 Cal/cap/clay to 2026 Cal/cap/day respectivelly. While the protein decreased from 56.29 gr/cap/day to 49.34 gr/cap/day, 59.20 gr/cap/day to 56.16 gr/cap/day and 56.13 gr/cap/day to 50.15 gr/cap/day respectivelly. Both before and during economic crisis, the energy consumption did not meet their allowance yet. Before economic crisis, the household in the urban area that consumped energy less than their allowance was that had income less than Rp l 00,000.00/cap/month. During the economic crisis it extended to the household that had income less than Rp 300,000.00/cap/month. In the rural area, the household that consumped energy less than Rp 60,000/cap/month. During the economic crisis it extended to the household that have income less than Rp 100,000.00/cap/month Before and during economic crisis, the prevalence of mild malnutrition of underfive children decreased but the prevalence of severe malnutrition of underfive children increased sharply. It showed bad situation, because the underfive children who mild malnutrition in marginal level downed to severe malnutrition. So the conclusion was during the economic crisis, Jambi Province brought negative effect on food production, food supply, food consumption and nutritional status of underfive children. It was supposed to food and nutrition program shaped to income generating for household and food feeding for underfive children. Priority to the household who had income less than Rp 300,000.00/cap/month in urban area and less than Rp 100,000.00/cap/month in rural areas. References : 64 (1955 - 2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh S.
Solo: Azka Pressindo, 2017
570 TEG k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Supangkat, Teguh
Abstrak :
Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Dengan adanya krisis tersebut, kinerja perbankan di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang memburuk. Agar dapat bangkit dari kondisi krisis moneter yang berdampak pada terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, maka salah satu langkah awal yang dilakukan Pemerintah adalah perbaikan (reformasi) di sektor ekonomi, terutama restrukturisasi di bidang perbankan. Restrukturisasi di bidang perbankan ini dimaksudkan untuk memacu tingkat kesehatan bank melalui berbagai tindakan seperti pemulihan tingkat solvabilitas, profitabilitas dan menempatkan kembali fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Pemulihan solvabilitas bank (net worth) adalah langkah yang berhubungan dengan penambahan modal/ekuitas dan pembenahan terhadap kualitas aktiva produktif. Penilaian kinerja bank oleh lembaga pengawas bank di beberapa negara terdapat perbedaan namun sebagai konsep dasar adalah penilaian menggunakan CAMEL (Capital, Assets Quality, Managements, Earnings dan Liabilities). Penilaian faktor CAMEL dimulai dengan menghitung nilai kredit dari setiap komponen dari masing-masing faktor. Dalam faktor permodalan dikenal rasio CAR sebagai faktor penilai kecukupan modal bank, sedangkan faktor kualitas aktiva produktif menggunakan dua rasio perhitungan yaitu rasio kualitas aktiva produktif dan rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif. Penilaian manajemen atas dasar pertanyaan atau pernyataan yang meliputi 100 aspek pertanyaan, sedangkan faktor rentabilitas menggunakan dua rasio yaitu rasio ROA dan rasio BOPO serta faktor terakhir yaitu faktor likuiditas menggunakan dua rasio yaitu rasio LDR dan rasio antar bank. Untuk memperoleh nilai kredit, hasil kuantifikasi faktor CAMEL dikurangi atau ditambah dengan nilai kredit hasil pelaksanaan ketentuan tertentu yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Atas dasar jumlah nilai kredit ini, diberikan predikat tingkat kesehatan yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Penilaian kinerja dengan model CAMEL masih belum menggambarkan kondisi bank secara keseluruhan, oleh karena itu dilakukan analisis dengan metode "stress testing" dan analisis sensitivitas terutama untuk melihat kecukupan modal bank. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa kinerja bank pada akhir tahun 1997 masih menunjukkan kondisi yang baik dengan CAR bank secara keseluruhan sebesar 9,19% dan 10 bank yang diteliti sebesar 9,1.1%. Setelah adanya krisis perbankan, kinerja bank pada umumnya menurun sangat drastis dan juga kinerja bank yang dilakukan rekapitalisasi baik dari segi permodalan, aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas. Modal bank rekapitalisasi mengalami penurunan dari Desember 1997 sebesar 9,11 menjadi negatif 37,99% bulan Desember 1998 dan juga modal bank secara keseluruhan negatif 15,68%. Selain itu kualitas aktiva produktif dan NPL bank yang diteliti memburuk dengan rasio KAP 39,95% dan rasio NPL 61,94%. Sementara itu untuk ROA bank secara keseluruhan negatif 18,76% dan bank rekapitalisasi negatif 39,72%. Dibandingkan dengan standar tingkat kesehatan (CAMEL) semua rasio baik untuk keseluruhan bank maupun bank rekapitalisasi di bawah standar tingkat kesehatan. Program rekapitalisasi yang dilakukan pemerintah berdampak pada perubahan kinerja bank yang tercermin dari adanya perubahan rasio CAR dari rasio negatif sebesar 77,6% menjadi positif 17,8%, rasio KAP dari rata-rata 50,4% menjadi 7,9%, rasio NPL dari rata-rata 62,3% menjadi 23,8%, rasio ROA dari rata-rata negatif 28,0% menjadi negatif 19,2% dan rasio LDR dari rata-rata sebesar 86,5% menjadi 39,6%. Namun demikian sampai dengan Desember 1999 kinerja bank rekapitalisasi yang diteliti, masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Dari segi permodalan masih terdapat 4 bank yang modalnya di bawah 8%, sampai dengan posisi bulan Desember 2000 kondisi CAR bank rekapitalisasi rata-rata sudah di atas standar yaitu 19,58% namun masih terdapat 3 bank yang dibawah 8%. Tiga bank yang dibawah standar ini adalah bank-bank swasta yang direkapitalisasi terlebih dahulu yang disebabkan antara lain klaim inter bank yang belum dapat diselesaikan, kondisi perkreditan yang terus memburuk dan belum selesainya program restrukturisasi kredit. Dari segi NPL untuk mencapai rasio 5% rata-rata baru mencapai 15,52% dan baru 2 bank rekapitalisasi yang telah memenuhi. Perilaku portofolio bank pada saat sebelum rekapitalisasi menunjukkan suatu perilaku portofolio yang normal dimana sumber dana sebagian besar ditempatkan pada porsi kredit yang diberikan pada tahun 1997 sebesar 18,8% dan tahun 1998 sebesar 85,1% yang berarti proses intermediasi dapat berjalan dengan baik. Namun pada periode 1999 dan 2000 ada perubahan perilaku portofolio bank, dimana penyediaan dan pada periode tersebut lebih banyak pada SBI dan Obligasi dengan komposisi 60,7% dan 63,6%, sedangkan porsi kredit untuk bank yang direkap sebesar 35,7% dan 26,2%. Dengan adanya struktur portofolio yang demikian maka proses intermediasi perbankan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari hasil analisis sensitivitas apabila dilakukan swap obligasi pemerintah dengan kredit berakibat pada perubahan CAR yang cukup drastis dari rata-rata CAR bulan Juni 2001 sebesar 18,37% turun menjadi 8,02%. Sedangkan apabila obligasi dilakukan trading 30% maka CAR berubah dari 18,37% menjadi 11,31% dan terdapat 4 bank yang tidak memenuhi CAR 8%. Hasil metode "stress testing" apabila ada perubahan pertumbuhan kredit CAR bank yang direkapitalisasi turun dari rata-rata 20,8% menjadi 12,06%, sedangkan apabila dibarengi dengan kenaikan suku bunga 2% maka CAR bank menjadi 9,27%. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar restrukturisasi dapat berjalan dengan baik diperlukan prasyarat kondisi ekonomi yang stabil agar kegiatan bank "sustainable" dan perlu didampingi penyehatan sektor riil. Prasyarat lain yaitu mencabut ketentuan-ketentuan yang "counter productive", perbaikan aspek legal dan sumber daya manusia yang kompeten. Terhadap bank yang belum dapat mencapai CAR 8% dapat ditempuh dengan cara merger namun perlu dilakukan penyehatan aset bank yang akan di merger terlebih dahulu terutama pemindahan kredit yang bermasalah dan penyelesaian klaim inter bank. Disisi lain diperlukan pengawasan bank yang lebih baik dengan ketentuan-ketentuan yang telah disesuaikan dengan standar internasional dan mengarahkan bank untuk menerapkan praktek good coorporate governance.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T7335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Teguh
Abstrak :
Kehidupan politik didalam struktur Golongan Karya sejak berbentuk Sekber Golkar hingga menjadi Golkar pada tahun 1971 selalu diwarnai dengan interaksi politik antar kelompok-kelompok di dalam struktur Golongan Karya yang tidak lain mencerminkan trik menarik pengaruh satu kelompok dengan kelompok lainnya dan intrik-intrik politik para aktor-aktor politiknya untuk mendapatkan nilai plus dari Soeharto. Ketidakmampuan Trikarya untuk tetap bertahan dalam percaturan politik setelah pemilu pertama pada tahun 1971 merupakan indikasi mulai melemahnya keberadaan di dalam Golkar. Semakin berkurangnya wewenang yang melekat pada Trikarya di dalam lingkaran kekuasaan diakibatkan peranan segelintir tokoh atau aktor politik kepercayaan Jenderal Soeharto. Golongan Karya merupakan sebuah organisasi politik yang sangat majemuk dari berbagai kelompok yang tergabung di dalamnya. Akibat dari kemajemukan tersebut diasumsikan bahwa dipastikan akan terjadi pengelompokan di dalam organisasi tersebut. Pengelompokan tersebut menimbulkan perbedaan kepentingan yang akan saling berbenturan. Keberadaan kelompok di dalam arena politik bukan saja ada melainkan sangat diperlukan. Kelompok sangat memainkan peranan melalui seperangkat tuntutan, mengekspresikan sikap-sikap dan membuat pernyataan politik. Kadang-kadang kelompok akan menaruh perhatian terhadap kepentingan yang konkrit atas kebutuhan material para anggotanya, mengekspresikan kepentingan umum di dalam issue-isue politiknya atau turut menghimbau tumbuhnya suatu kebijakan Baru. Berperannya kelompok di dalam sistem politik pada dasarnya merupakan suatu proses yang digerakan oleh nilai-nilai sosial untuk mengalokasikan kekuasaan (otoritas). Akibat dari alokasi tersebut maka diikuti dengan munculnya keputusan-keputusan yang akan mengikat masyarakat umum. Keputusan-keputusan tersebut muncul akibat adanya kegiatan politik. Karena di dalam masyarakat juga terdapat kelompok-kelompok maka keputusan yang didasari oleh berbagai kegiatan politik tersebut dipastikan bersinggungan dengan kepentingan antar kelompok-kelompok tersebut. Sehingga akan muncul pertentangan antar kelompok atau antar kepentingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi bentuk keputusan yang akan dipilih. Kemudian lebih lanjut dalam setiap fenomena politik di dalam sistem politik - apapun corak dari sistem politik tersebut - selalu mengarah kepada bagaimana untuk mendapatkan kekuasaan dan kemudian mempertahannya. Selanjutnya untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan tersebut maka kelompok-kelompok di dalam sistem politik haruslah menguasai sumber-sumber materiil dan kewenangan sebanyak mungkin. Akibat langkanya sumber-sumber itu maka kelompok-kelompok itu menjalankan peranannya untuk mengalokasikan materi dan kewenangan tersebut. Dengan demikian suatu kelompok dikatakan menjalankan peranannya terhadap kelompok lain atau terhadap sistem politik jika kelompok tersebut dapat secara aktif memperjuangkan kepentingannya. Kelompok-kelompok itu akan saling menjalankan peranannya jika mereka berkompetisi untuk mengakumulasikan sumber-sumber materiil dan kewenangan. Menurut Marck dan Snyder, perpecahan atau konflik dapat timbul dari kelangkaan posisi dan sumber-sumber (resources), semakin sedikit posisi atau sumber yang diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi, semakin tajam pula konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan sumber tadi. Di dalam hierarkis sosial mana pun hanya ada sejumlah terbatas posisi kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari seseorang yang dapat menduduki masing-masingnya. Sama dengan itu, hanya ada beberapa contoh unit sosial dimana penyediaan keputusan begitu hebatnya sehingga semua pihak dapat memuaskan keinginannya. Dengan kata lain, jika posisi dan sumber yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah mereka yang ingin menempati posisi dan meraih sumber itu maka kemungkinan berkembangnya suatu konflik besar sekali. Penyederhanaan jumlah unsur yang terdiri dan banyak ormas fungsional ditambah dengan militer dan birokrasi merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pengurus Golongan Karya. Hal lain yang sangat mendasar adalah dikeluarkannya keputusan Ketua Umum Sekber Golkar Nomor Kep.101/VII/Golkar/1971 yang isinya para tokoh Trikarya tidak lagi di posisikan pada susunan DPP Golkar dikarenakan KING tidak lagi menjadi badan perjuangan politik. Kemudian melalui Munas I tahun 1973 yang diantara keputusannya yaitu menetapkan Munas sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi juga menetapkan bahwa para tokoh Trikarya tetap pada posisi semula yaitu menjadi bagian dari keanggotaan Dewan Pembina Sehingga berdasarkan hasil Munas tersebut mengakibatkan pembatasaan dalam alokasi kekuasaan dimana kelompok tradisional seperti Trikarya dan kelompok KING bergeser oleh dominasi kelompok Hank dan kelompok Sipil yang ada di Bapilu. Perubahan tersebut di lain sisi banyak dipengaruhi oleh semangat pembaharuan politik yang melepaskan pengaruh santimen berdasarkan ikatan primodialisme sehingga mengakibatkan Trikarya benar-benar harus menghilangkan identitas kelompoknya sekaligus tidak dapat lagi menuntut porsi kekuasaan atas nama kelompok mereka.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosua Martin Teguh
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia terdapat fenomena kurang/lebih bayar dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batubara yang menimbulkan utang dan piutang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi serta dampaknya. Penelitian studi kasus dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap data keuangan, peraturan, dan wawancara dengan responden terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena tersebut secara umum disebabkan oleh kebijakan dan perencanaan yang kurang memadai. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyebab, kondisi dan dampak fenomena tersebut sehingga dapat mengurangi potensi kurang/lebih bayar dana bagi hasil, serta peningkatan transparansi antar pemerintah.
ABSTRACT
In implementing fiscal decentralization in Indonesia there is a phenomenon of less/over payment revenue sharing funds from mineral and coal resources that create debt and receivables between the Central Government and the Regional Government. This study aims to answer how this phenomenon can occur and its effects. Case study research is conducted with a qualitative approach towards financial data, regulations, and interviews with related respondents. The results of the study indicate that this phenomenon is generally caused by inadequate policies and planning. This study is expected to provide an overview of the causes, conditions and impacts of this phenomenon so that it can reduce the potential for less/over payment revenue sharing funds, as well as increase transparency among governments.
2019
T53740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Teguh
Abstrak :
Untuk mengetahui penerapan Hukum Waris di Indonesia, maka dilakukan studi kasus terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 3373K/Pdt/2001. Dalam putusan tersebut terdapat peristiwa pewarisan antara Pewaris (alm. JAP JOE NIO) yang mewaris harta peninggalannya berupa 3 (tiga) bidang tanah kepada para ahli waris (keturunan dari saudara Pewaris) yaitu HARUN TASMA, HO BOK LIM, HO PEN NIO, dan KWA SOEI NIO. Fakta hukum yang terdapat dalam putusan menyatakan bahwa keturunan dari saudara Pewaris merupakan anak luar kawin kecuali HARUN TASMA, sehingga penelitian ini akan membahas mengenai penggantian dan anak luar kawin. Penelitian hukum normatif ini bersifat eksplanatoris, evaluatif, dan preskritif dengan analisis kualitatif. Oleh karena tidak terdapatnya akta perkawinan serta akta kelahiran dari seluruh saudara Pewaris (alm. JAP JOE NIO) maupun keturunannya kecuali HARUN TASMA, hal ini memberikan alternatif terhadap siapa saja yang dapat menjadi ahli waris dari Pewaris. Apabila kelahiran para ahli waris terjadi sebelum tahun 1975, maka berlaku ketentuan dalam KUHPerdata. Sedangkan apabila lahir setelah tahun 1975, maka berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam kasus ini menjadi jelas terlihat bagaimana kesulitan penerapan dari Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan terhadap hal-hal yang belum diatur seperti hak mewaris. Dengan menganalisa fakta-fakta hukum dan ketentuan yang berlaku maka penulis menyimpulkan hanya HARUN TASMA yang secara sah berhak atas harta peninggalan Pewaris. ......To determine the application of Inheritance Law in Indonesia, there will be conducted case study towards the decision from Supreme Court Number 3373K/Pdt/2001. In that decision, there was a number of events between the testator (Mrs. JAP JOE NIO) who's own heritage in the form of 3 (three) estate to her heirs (the descendants of JAP JOE NIO's siblings) which are Mr. HARUN TASMA, Mr. HO BOK LIM, Mrs. HO PEN NIO, and Mrs. KWA SOEI NIO. Legal facts in the decision from Supreme Court stated that the descendants from JAP JOE NIO's sibling are illegitimate children except Mr. HARUN TASMA, so that in this research will discuss about the substitution and illegitimate children. This normative legal research are explained with explanatory, evaluative, and prescriptive with qualitative analysis. The absence of a marriage legal certificate and birth certificate from all JAP JOE NIO's sibling except HARUN TASMA, thus gave the alternative about who will be the heirs from JAP JOE NIO. If all of JAP JOE NIO's heirs were born prior to 1975, then the provisions of Indonesian Civil Code applied. In the other hands, if they all were born after 1975, then Marriage Law number 1 year 1974 applied. In this case, it is clearly visible of how difficult the application from article 43 of the Marriage Law to the things, which has not been set as the rights to have inheritance from the testator. By analyzing from all of the legal facts and applicable provisions of law, the writer concluded that only HARUN TASMA who is feasible to become the heir of JAP JOE NIO.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriyanto Teguh
Abstrak :
ABSTRAK
Penulisan karya akhir ini dimaksudkan untuk menganalisa kondisi perusahaan (CV. Kurnia) baik dari sisi luar maupun dan sisi dalam yang nantinya agar dapat menjadi masukan yang bagi perusahaan yang bersangkutan dan agar dapat dimanfaatkan untuk melakukan perbaìkan-perbaikan yang akan membawa perbaikan pada kinerja perusahaan.

Karya tulis ini lebih banyak memberikan gambaran pada kondisi industri furniture untuk pasar domestik pada umumnya dan lebih khusus lagi gambaran tentang industri furniture di daerah Klender dan sekitarnya dengan mengamati dan menganalisa kondisi yang terjadi pada CV. Kurnia. Pengamatan yang dilakukan penulis meliputi Iingkungan luar industri (eksternal) dan lingkungan internal industri, lingkungan eksternal perubahannya tidak dapat dicegah oleh industri itu sendiri seperti perubahan kondisi ekonomi, kondisi sosial politik, teknologi dan informasi dan kondisi global, dari pengamatan terhadap lingkungan eksternal ini díharapkan dapat mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman yang mungkin timbul akibat terjadìnya perubahan-perubahan tadi. Sedangkan lingkungan internal industri perubahan-perubahan yang terjadi dapat diprediksi dan dapat diantisipasi oleh industri itu sendiri, hasil yang diharapkan dari pengamatan ini adalah dapat teridentifikasiya kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan.

Industri furniture secara umum merupakan industri yang berkembang secara pesat baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor, dimasa krisis industri ini menjadi salah satu sektor yang tetap dapat bertahan, ekspor furniture antik menjadi salah satu primadona ekspor yang memberikan tambahan devisa negara. Keunggulan ¡ni terutama sekali disebabkan oleh besarnya keunggulan kompetitif produknya. Untuk pasar lokal pada masa sebelum krisis permintaan meningkat secara signifikan tapi setelah krisis terjadi permintaan mulai menurun ¡agi karena daya beli maayarakat menurun.

Masalah utama yang dihadapi dari para produsen furniture di daerah Klender dan sekitarnya adalah persaingan yang terjadi diantara mereka sendiri. Sebetulnya majalah persaingan tersebut bukanlah masalah baru, dan dulu persaingan juga sudab ada tap dalam beberapa tahun terakhir ini persaingan menjadi semakin tajam. Meningkatnya persaingan secara tidak langsung dipicu oleh krisis ekonomi yang terjadi dínegara kita, yang menyebabkan banyak terjadi pengangguran karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), banyak diantara mereka yang karena susah mencari kerja lalu berwiraswasta, diantaranya industri kecil furniture ini, selain itu permintaan yang tídak pernah surut menyebabkan industri ini kelihatan menarik, mendatangkan banyak keuntungan dan tingkat resikonya relatif rendah.

CV. Kurnia sebagai salah satu pemain didaerah Klender sadar bahwa persaingan yang terjadi sekarang bermuara pada persaingan harga, tetapi pada dasarnya persaingan harga mengharuskan setiap pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produknya, pelayanan yang maksimal dan produksi yang tepat waktu, dan itu semua dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi-efisiensi dalam proses produksinya.

Dalam anaiisa yang dilakukan, penulis mengidentifikasi indikator-indikator kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan serta kesempatan dan ancaman yang dihadapi. Selanjutnya indikator-indikator tersebut diberi bobot dan nilai, hasil dan penilaian tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk memberikan alternatif-alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh CV. Kurnia untuk dapat bersaing dan berkembang menjadi Iebih besar.
2002
T5842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Violando Aloysius Teguh
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur Dewan Komisaris di Indonesia. Struktur Dewan Komisaris dibagi menjadi jumlah anggota Dewan Komisaris dan independensi Dewan Komisaris. Penelitian dilakukan menggunakan sampel 295 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah anggota Dewan Komisaris dipengaruhi oleh kompleksitas perusahaan, struktur Dewan Direksi, biaya pengawasan dan pemberian saran serta profitabilitas. Sedangkan independensi Dewan Komisaris dipengaruhi oleh profitabilitas, jumlah Dewan Direksi, biaya pengawasan dan pemberian saran, serta kompleksitas perusahaan.
ABSTRACT
This study discuss about the determinant of board structure in Indonesia. Board structure divided into board size and board independence. Using sample of 295 firms listed on Indonesia Stock Exchange on 2012, I find that board size is driven by firm complexity, board of directors structure, monitoring and advising cost, and profitability. I also find that Board Independence is driven by profitability, board of directors structure, monitoring and advising cost, and firm complexity
2014
S54361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Himawan Teguh A
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari gaya berpikir dan system justification terhadap kepercayaan pada Tuhan dengan populasi mahasiswa Universitas Indonesia. Kepercayaan pada Tuhan didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan dan perasaan individu yang subjektif dan didasari oleh sebuah pengalaman mengenai hal terkait Tuhan, dan seringkali implisit. Gaya berpikir didefinisikan sebagai sebuah konfigurasi dari sebuah kemampuan umum untuk mengarahkan atensi, penilaian, dan motivasi yang menghasilkan sebuah tingkah laku yang terlihat dan penting dalam penyelesaian tugas-tugas seorang individu.. System justification didefinisikan sebagai proses psikologis dimana kondisi yang sudah ada, baik itu berupa sosial, politik, ekonomi, seksual, atau hukum, diterima, dijelaskan, dan dijustifikasi hanya karena mereka tercipta. Pengukuran kepercayaan terhadap Tuhan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Belief in God Scale (BiGS) yang disusun oleh Norenzayan dan Willard (2012). Pengukuran gaya berpikir dilakukan dengan menggunakan alat ukur Cognitive Reflection Test (CRT) yang disusun oleh Frederick (2005). Pengukuran system justification dilakukan dengan menggunakan dua alat, yaitu General System Justification Scale (GSJS) yang diciptakan oleh Kay dan Jost (2003) dan Religious System Justification Scale (RSJS) yang merupakan adaptasi dari GSJS yang diberikan konteks keagamaan. Partisipan penelitian berjumlah 277 mahasiswa di Universitas Indonesia. Melalui teknik Multiple Regression, diketahui bahwa terdapat pengaruh system justification terhadap kepercayaan pada Tuhan yang signifikan, namun tidak terdapat pengaruh gaya berpikir terhadap kepercayaan pada Tuhan yang signifikan.
ABSTRACT
This research is conducted to see the influence of cognitive styles and system justification towards belief in God with college students of Universitas Indonesia as the population. Belief in God is defined as the subjective, experience-based, often implicit knowledge and emotions on the matter of God. Cognitive style is defined as a configuration of domain-general abilities of directing attention, valuation, and motivation that produces a particular salience landscape within which one undertakes one?s tasks. System Justification is defined as the psychological process whereby prevailing conditions, be they social, political, economic, sexual, or legal, are accepted, explained, and justified simply because they exist. Belief in God is measured with Belief in God Scale which was created by Norenzayan and Willard (2012). Cognitive style is measured with Cognitive Reflective Test (CRT) which was created by Frederick (2005). System justification is measured with to measurement, General System Justification Scale (GSJS) which was created by Kay and Jost (2003) and Religious System Justification Scale (RSJS) as an adaptation version of GSJS which was imbued with religiousity context. Participants of this study consist of 277 college students of Universitas Indonesia. Using Multiple Regression as statistical analysis, there result point out that system justification influences belief in God significantly, while there are no influence given by cognitive style towards belief in God.;This research is conducted to see the influence of cognitive styles and system justification towards belief in God with college students of Universitas Indonesia as the population. Belief in God is defined as the subjective, experience-based, often implicit knowledge and emotions on the matter of God. Cognitive style is defined as a configuration of domain-general abilities of directing attention, valuation, and motivation that produces a particular salience landscape within which one undertakes one?s tasks. System Justification is defined as the psychological process whereby prevailing conditions, be they social, political, economic, sexual, or legal, are accepted, explained, and justified simply because they exist. Belief in God is measured with Belief in God Scale which was created by Norenzayan and Willard (2012). Cognitive style is measured with Cognitive Reflective Test (CRT) which was created by Frederick (2005). System justification is measured with to measurement, General System Justification Scale (GSJS) which was created by Kay and Jost (2003) and Religious System Justification Scale (RSJS) as an adaptation version of GSJS which was imbued with religiousity context. Participants of this study consist of 277 college students of Universitas Indonesia. Using Multiple Regression as statistical analysis, there result point out that system justification influences belief in God significantly, while there are no influence given by cognitive style towards belief in God.;This research is conducted to see the influence of cognitive styles and system justification towards belief in God with college students of Universitas Indonesia as the population. Belief in God is defined as the subjective, experience-based, often implicit knowledge and emotions on the matter of God. Cognitive style is defined as a configuration of domain-general abilities of directing attention, valuation, and motivation that produces a particular salience landscape within which one undertakes one?s tasks. System Justification is defined as the psychological process whereby prevailing conditions, be they social, political, economic, sexual, or legal, are accepted, explained, and justified simply because they exist. Belief in God is measured with Belief in God Scale which was created by Norenzayan and Willard (2012). Cognitive style is measured with Cognitive Reflective Test (CRT) which was created by Frederick (2005). System justification is measured with to measurement, General System Justification Scale (GSJS) which was created by Kay and Jost (2003) and Religious System Justification Scale (RSJS) as an adaptation version of GSJS which was imbued with religiousity context. Participants of this study consist of 277 college students of Universitas Indonesia. Using Multiple Regression as statistical analysis, there result point out that system justification influences belief in God significantly, while there are no influence given by cognitive style towards belief in God., This research is conducted to see the influence of cognitive styles and system justification towards belief in God with college students of Universitas Indonesia as the population. Belief in God is defined as the subjective, experience-based, often implicit knowledge and emotions on the matter of God. Cognitive style is defined as a configuration of domain-general abilities of directing attention, valuation, and motivation that produces a particular salience landscape within which one undertakes one’s tasks. System Justification is defined as the psychological process whereby prevailing conditions, be they social, political, economic, sexual, or legal, are accepted, explained, and justified simply because they exist. Belief in God is measured with Belief in God Scale which was created by Norenzayan and Willard (2012). Cognitive style is measured with Cognitive Reflective Test (CRT) which was created by Frederick (2005). System justification is measured with to measurement, General System Justification Scale (GSJS) which was created by Kay and Jost (2003) and Religious System Justification Scale (RSJS) as an adaptation version of GSJS which was imbued with religiousity context. Participants of this study consist of 277 college students of Universitas Indonesia. Using Multiple Regression as statistical analysis, there result point out that system justification influences belief in God significantly, while there are no influence given by cognitive style towards belief in God.]
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S58743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fairuzi Teguh
Abstrak :
Open Information Extraction (Open IE) merupakan topik yang telah diteliti cukup lama terutama pada bahasa Inggris. Pada pekerjaan open information extraction, dikembangkan banyak model baik yang melakukan ekstraksi relasi umum maupun yang berfokus pada relasi khusus, misalnya relasi numerik. Pada bahasa Indonesia, telah dikembangkan beberapa model open information extraction namun belum ada model yang berfokus pada relasi numerik. Padahal, sangat banyak informasi yang disajikan dalam bentuk numerik sehingga informasi tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Karena itu, pada riset ini kami berfokus pada ekstraksi relasi numerik pada teks berbahasa Indonesia. Tantangan dalam pekerjaan ini adalah banyaknya relasi yang mungkin dari ekspresi numerik serta kategori ekspresi numerik yang beragam yaitu kardinal, kuantitas, persen, dan uang. Selain itu, banyak juga ekspresi numerik yang tidak menyatakan sebuah relasi numerik. Kontribusi riset ini adalah model ekstraksi atribut numerik dari teks berbahasa Indonesia. Walaupun pekerjaan ini adalah pilot task, model kami memperoleh hasil yang cukup baik dengan precision score 61.06%. ......Open Information Extraction (Open IE) is a widely studied topic, especially in English. In open information extraction research, many models have been developed for general relation extraction or for specific relations, for instance, numerical relations. In Indonesian language, there have been some works on open information extraction models but none is focusing on numerical relations. With so much information given in numerical expression, it is so unfortunate if that information can not be used. Thus, in this research, we focus on numerical relation extraction in Indonesian texts. The challenge in this work is a huge number of relations that can be produced from numerical expressions as well as several categories of numerical expressions: cardinal, quantity, percent, and money. Furthermore, many numerical expressions do not express any numerical relation. Our contribution is a numerical relation extraction model from Indonesian texts. While this work is a pilot task, our model obtained a good result with precision score of 61.06%.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>