Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Pengelolaan sediaan farmasi di puskesmas terdiri dari serangkaian tahapan yang dimulai dari perencanaan hingga pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP. Proses pencatatan dan pelaporan merupakan elemen penting dalam penatalaksanaan obat baik yang ketika obat diterima, disimpan, didistribusikan, serta yang digunakan di Puskesmas, termasuk pencatatan dan pelaporan dalam pembuatan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). LPLPO merupakan suatu laporan atau format yang berisi tentang penggunaan dan pengeluaran obat. LPLPO dibuat oleh puskesmas pada setiap bulannya yang berfungsi untuk monitoring pemakaian dan penerimaan obat setiap bulan dengan tujuan dapat menjaga ketersediaan obat pada puskesmas dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan terkait data yang tertera pada kartu stok masing-masing obat yang ada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sesuai dengan data yang terdapat pada Laporan Pemakaian dna Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Periode Januari hingga Maret Tahun 2023 Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Daftar sepuluh penggunaan obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Januari hingga Maret tahun 2023 antara lain Parasetamol 500 mg, Metformin 500 mg, DMP Kombinasi/ Alpara tab, Amlodipin 10 mg, Tablet Tambah Darah (Rematri), Vitamin B Kompleks, Deksametason, Guaifenesin, Cetirizin, dan Vitamin A 200000 IU. ...... Management of pharmaceutical supplies at community health centers consists of a series of stages starting from planning to recording and reporting as well as monitoring and evaluating the management of pharmaceutical supplies and BMHP. The recording and reporting process is an important element in drug management, both when drugs are received, stored, distributed, and used at the Community Health Center, including recording and reporting in making Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). LPLPO is a report or format that contains information about the use and dispensing of drugs. The LPLPO is made by the puskesmas every month which functions to monitor the use and receipt of medicines every month with the aim of maintaining the availability of medicines at the puskesmas within a certain period of time. Based on the results of observations related to the data listed on the stock card for each drug in the Kramat Jati District Health Center, it is in accordance with the data contained in the Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) for the period January to March 2023 at the Kramat Jati District Health Center. The list of the ten most commonly used drugs at the Kramat Jati District Health Center for the period January to March 2023 includes Paracetamol 500 mg, Metformin 500 mg, DMP Combination/Alpara tab, Amlodipine 10 mg, Blood Increase Tablets (Rheumatism), Vitamin B Complex, Dexamethasone, Guaifenesin , Cetirizine, and Vitamin A 200000 IU.

Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang pertama kali ditemukan pada tahun 1873 oleh G.H. Armauer Hansen dengan sumber penyebab berupa kuman atau basil Mycobacterium leprae. Penyakit menular kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi, dan budaya. WHO pada tahun 1955 merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe Pausibasiler (PB) maupun Multibasiler (MB) dengan tujuan agar dapat memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi obat. Karakteristik pasien dan penggunaan obat Multi Drug Therapy (MDT) di RSUP Fatmawati terdiri dari kasus kusta tipe MB dengan persentase lebih tinggi yakni sebesar 88.92% dibandingkan dengan kusta tipe PB sebesar 11.08%. Persebaran kusta MB paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada kusta tipe PB paling banyak terjadi pada perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 70.79% dan 73.68%. Berdasarkan kelompok usia, kasus kusta MB paling banyak terjadi pada kelompok usia 15 – 28 tahun sebanyak 91 kasus (27,88%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB paling banyak terjadi pada kelompok usia 29 – 42 tahun. Terapi pengobatan yang paling banyak digunakan pasien kusta tipe berupa MBA sebanyak 270 pasien (72,97%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB mendapatkan terapi pengobatan paling banyak berupa PBA sebanyak 38 pasien (10,27 %). ...... Leprosy is a chronic infectious disease that was first discovered in 1873 by G.H. Armauer Hansen with the source of the cause being the germ or bacillus Mycobacterium leprae. The infectious disease leprosy creates very complex problems, not only from a medical perspective but extending to social, economic and cultural problems. WHO in 1955 recommended treating leprosy with Multi Drug Therapy (MDT) for the Pausibacillary (PB) and Multibacillary (MB) types with the aim of breaking the chain of transmission and preventing drug resistance. Patient characteristics and use of Multi Drug Therapy (MDT) drugs at Fatmawati General Hospital consist of MB type leprosy cases with a higher percentage, namely 88.92% compared to PB type leprosy cases of 11.08%. The distribution of MB leprosy is most common in men, while PB type leprosy is most common in women with respective percentages of 70.79% and 73.68%. Based on age group, the most cases of MB leprosy occurred in the 15 – 28 year age group with 91 cases (27.88%), while the most cases of MB leprosy occurred in the 29 – 42 year age group. The most common type of treatment used by leprosy patients was MBA as many as 270 patients (72.97%), while patients suffering from PB leprosy received the most treatment in the form of PBA as many as 38 patients (10.27%).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Continued Process Verification (CPV) adalah pengumpulan dan analisis data terkait produk dan proses yang berhubungan dengan kualitas produk yang bertujuan untuk menunjukkan pemeliharaan kontrol selama siklus hidup yang memenuhi syarat. PT CKD OTTO Pharmaceuticals selaku Industri Farmasi yang berspesialisasi pada pengobatan onkologi juga menerapkan Continued Process Verification (CPV) yang dilakukan terhadap dua produk obat yakni produk X dan Y. Aktualisasi alur pelaksanaan Continued Process Verification (CPV) yang dilakukan terhadap produk X dan Y yang diproduksi oleh PT CKD OTTO Pharmaceuticals dimulai dari Quality Risk Assessment (QRA) Continued Process Verification (CPV), pembuatan protokol Continued Process Verification (CPV), pengumpulan dan analisis data, serta evaluasi dan pembuatan laporan Continued Process Verification (CPV). Analisis data dilakukan menggunakan metode Statistical Process Control (SPC), meliputi bagan kontrol dan analisis kapabilitas proses. Analisis kemampuan proses yang dihitung dalam pelaksanaan Continued Process Verification (CPV) antara lain Process Performance (Pp) dan Process Performing Index (Ppk). Hasil dari analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai Pp yang diperoleh lebih dari 1,00 yang berarti memenuhi syarat. Namun, pada beberapa parameter, seperti suhu sterilisasi, pH mixing, particulate matter ≤ 25μm, serta related substance 10-deacetylpaclitaxel, 7-epipaclitaxel, total impurities, dan bioburden diperoleh nilai Ppk kurang dari 1,00 atau tidak memenuhi syarat dikarenakan analisis yang dilakukan masih menggunakan Capability Process Sixpack dengan mengasumsikan bahwa data terdistribusi normal (belum dilakukan analisis data menggunakan pola distribusi yang sesuai untuk masing-masing parameter). ...... Continued Process Verification (CPV) is the collection and analysis of product and process data related to product quality that aims to demonstrate the maintenance of controls throughout the qualified life cycle. PT CKD OTTO Pharmaceuticals as a Pharmaceutical Industry which specializes in oncology treatment also implements Continued Process Verification (CPV) which is carried out on two medicinal products namely products X and Y. Actualization of the flow of implementation of Continued Process Verification (CPV) which is carried out on products by PT CKD OTTO Pharmaceuticals starting from Quality Risk Assessment (QRA) Continued Process Verification (CPV), creating a Continued Process Verification (CPV) protocol, collecting and analyzing data, as well as evaluating and creating a Continued Process Verification (CPV) report. Data analysis was carried out using the Statistical Process Control (SPC) method, including control charts and process capability analysis. Analysis of process capabilities calculated in the implementation of Continued Process Verification (CPV) includes Process Performance (Pp) and Process Performing Index (Ppk). The results of the data analysis carried out show that the Pp value obtained is more than 1.00, which means it meets the requirements. However, for several parameters, such as sterilization temperature, pH mixing, particulate matter ≤ 25μm, as well as related substances 10-deacetylpaclitaxel, 7-epipaclitaxel, total impurities, and bioburden, the Ppk value was less than 1.00 or did not meet the requirements due to the analysis carried out. still using Capability Process Sixpack assuming that the data is normally distributed (data analysis has not been carried out using appropriate distribution patterns for each parameter).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Osteoartritis (OA) adalah kelainan umum dan progresif yang menyerang aktivitas sendi diarthrodial yang ditandai dengan kerusakan progresif dan hilangnya tulang rawan artikular, terjadinya pembentukan osteofit, nyeri, keterbatasan gerak, deformitas, dan disabilitas. Pemilihan terapi untuk pengobatan OA harus dipertimbangkan dengan tepat agar tidak menimbulkan resiko interaksi atau efek samping obat yang tidak diinginkan. Hal tersebut dikarenakan jika penatalaksanaan terapi tidak dilakukan dengan tepat (keliru) dapat menyebabkan sendi tidak dapat digunakan dan menimbulkan rasa nyeri yang berkepanjangaan pada penderita. Oleh karena itu, Apotek Roxy Jakasampurna melakukan pengkajian resep penyakit osteoartritis (OA) baik secara administratif, farmasetik dan klinis dan studi literatur terkait penatalaksanaan terapi penyakit osteoartritis (OA). Berdasarkan hasil pengkajian resep dan studi literatur mengenai penyakit Osteoartritis (OA) dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengkajian dan pelayanan resep di Apotek Roxy Jakasampurna sudah terdokumentasi dengan baik dari segi administratif, farmasetik dan klinis. Hanya saja secara administratif tidak ditemukan kelengkapan data terkait identitas pasien seperti berat badan dan alamat pasien. Berdasarkan studi literatur terkait tatalaksana penyakit osteoartritis (OA), obat osteoartritis (OA) yang diresepkan juga sudah sesuai berdasarkan simtomatik dan patogenesis keluhan pasien dengan memberikan suplemen glukosamin yang dapat membantu menghambat degradasi tulang rawan dan eperisone hidroklorida yang bekerja sebagai relaksan otot. ...... Osteoarthritis (OA) is a common and progressive disorder that attacks diarthrodial joint activity which is characterized by progressive damage and loss of articular cartilage, osteophyte formation, pain, limited movement, deformity and disability. The choice of therapy for the treatment of OA must be considered appropriately so as not to pose a risk of interactions or unwanted drug side effects. This is because if the therapeutic management is not carried out correctly (wrongly) it can cause the joint to become unusable and cause prolonged pain in the sufferer. Therefore, Roxy Jakasampurna Pharmacy conducted a review of prescriptions for osteoarthritis (OA) both administratively, pharmaceutically and clinically and studied literature related to the therapeutic management of osteoarthritis (OA). Based on the results of the review of prescriptions and literature studies regarding Osteoarthritis (OA), it can be concluded that the study activities and prescription services at the Roxy Jakasampurna Pharmacy have been well documented from an administrative, pharmaceutical and clinical perspective. It's just that administratively, complete data regarding patient identity, such as weight and patient address, was not found. Based on literature studies related to the management of osteoarthritis (OA), the prescribed osteoarthritis (OA) medication is also appropriate based on the symptomatic and pathogenesis of the patient's complaints by providing glucosamine supplements which can help inhibit cartilage degradation and eperisone hydrochloride which works as a muscle relaxant.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
Abstrak :
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang berfungsi untuk melaksanakan proses pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa mutu sediaan farmasi yang didistribusikan tetap terjaga hingga sampai ke tangan konsumen salah satunya dengan cara menerapkan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Penerapan CDOB merupakan standar agar PBF dapat mempertahankan dan memastikan mutu obat yang diterima oleh pasien sama dengan mutu obat yang dikeluarkan oleh industri farmasi. PBF dalam pelaksanaannya juga memiliki sistem manajemen yang baik salah satunya dengan adanya Standar Prosedur Operasional (SPO). Penerapan SPO terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan/atau label wajib dilakukan penarikan. Sedangkan pemusnahan dilakukan pada obat dan/atau bahan obat, kemasan, label dan/atau brosur yang tidak memenuhi standar persyaratan mutu, khasiat dan keamanan. Implementasi Standar Prosedur Operasional (SPO) penanganan obat dan/atau bahan obat kembalian, penarikan kembali (recall) dan pemusnahan obat dan/atau bahan obat di PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Jakarta 2 telah memenuhi standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku. ...... Pedagang Besar Farmasi (PBF) are companies in the form of legal entities whose function is to carry out the process of procurement, storage and distribution of medicines in large quantities in accordance with statutory provisions. PBF also has the responsibility to ensure that the quality of the pharmaceutical preparations distributed is maintained until they reach consumers, one of which is by implementing Good Distribution Practice (GDP) guidelines. The implementation of GDP is a standard so that PBF can maintain and ensure the quality of medicines received by patients is the same as the quality of medicines issued by the pharmaceutical industry. In its implementation, PBF also has a good management system, one of which is the Standard Operational Procedure (SOP). The application of SOP to drugs and/or medicinal substances that do not meet the standards and/or requirements for safety, efficacy, quality and/or labeling must be withdrawn. Meanwhile, destruction is carried out on drugs and/or medicinal ingredients, packaging, labels and/or brochures that do not meet the standard requirements for quality, efficacy and safety. Implementation of Standard Operational Procedures (SOP) for handling returned medicines and/or medicinal substances, recalls and destruction of medicines and/or medicinal substances at PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Jakarta 2 has met the standards for Good Distribution Practice (GDP) and has been implemented in accordance with applicable Standard Operational Procedures (SOP).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library