Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parlindungan S.
Abstrak :
PT Onarnba Indonesia adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kabel (electric wire) untuk industri elektonik. Harga sebuah produk merupakan Faktor utama dalam suatu persaingan. Untuk itu perusahaan harus mampu menekan biaya-biaya yang dikeluarkan, terutama dalam sistem produksinya, Salah sam biaya tersebut adalah biaya persediaan bahan baku yang terdiri dan biaya pemesanan dan biaya kepemilikan. Dalam melakukan proses produksinya, PT Onamba Indonesia sering mengalami kekurangan dan penumpukan bahan baku yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan biaya persediaan yang sangat tinggi. Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan alternatif bagi sistem pengendalian yang sudah ada dengan meminimalkan tingkat persediaan bahan baku di gudang agar biaya persediaan yang dikeluarkan sekecil mungkin. Metode yang digunakan unmk menganalisis biaya persediaan bahan baku ini adalah metode MRP (Material Requirement Plamring) dengan teknik lol sizing Lot For Lot (LFL) dengan tetap memperhatikan persediaan pengaman (safety stock). Teknik ini digunakan karena proses produksi PT Onamba Indonesia dilakukan berdasarkan sistem job order, sehingga dapat dicegah penumpukan jumlah bahan baku yang tersedia di gudang. Hasil akhir dari skripsi ini adalah berupa perencanaan jadwal pemesanan untuk tiap jenis bahan baku untuk tahun 2000 dengan biaya persediaan bahan baku minimum.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S49966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan
Abstrak :
Sejak tahun 1990, teknologi satelit dipandang sebagai salah satu teknologi yang sesuai untuk menyediakan solusi yang memadai dibeberapa negara. Salah satu aplikasi dari teknologi komunikasi satelit adalah jaringan komunikasi VSAT (Very Small Aperture Terminal). Jaringan komunikasi VSAT terdiri dari sebuah stasiun induk dan sejumlah stasiun pelanggan yang letaknya secara geografis berjauhan, sehingga timbul banyak permasalahan. Dalam hal ini proses transmisi, metode point to point, dan perangkat yang digunakan pada jaringan komunikasi VSAT sangat menentukan untuk memenuhi layanan telekomunikasi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan penerapan teknologi VSAT yang menggunakan metode point to point atau yang sering disebut dengan SCPC (Single Channel per Carrier). VSAT metode ini umumnya bekerja pada C-Band yaitu pada frekuensi 3 ? 6 GHz. Untuk sisi downlink pada frekuensi 3 ? 4 GHz dan uplink pada frekuensi 5 ? 6 GHz. Dimana terminal VSAT pada dasarnya terdiri dari antena parabola, amplifier, converter dan modem.

VSAT dikatakan bekerja secara optimal jika parameter kinerjanya sesuai dengan standart. Unjuk kerja link VSAT metode ini ditentukan oleh parameter Energy Isotropic Radiated Power (EIRP), Carier to Noise Density Ratio Total (C/No)Total serta Energi Bit Noise to Ratio (Eb/No). Redaman propagasi serta Carier to Interference Ratio Total (C/I)Total baik pada saat uplink maupun downlink. Dari hasil penelitian network VSAT point to point ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan availability akan layanan telekomunikasi khususnya didaerah pedesaan yang kondisi geografisnya tidak dimungkinkan menggunakan sistem komunikasi terestrial.
Since year 1990, satellite technology viewed as one of appropriate technology to provide solution in some state. One of application from satellite communications technology is communications network of VSAT (Very Small Aperture Terminal). Network Communications of VSAT consist of a mains station and a number of customer station at far geographical position, so that arise many problems. In this case process transmission, method of point to point, and peripheral used at hub station and remote station in communications network of VSAT, very determining to fulfill telecommunications service.

To overcome problems above hence conducted by adjusment of technology of VSAT using method of point point to or which often referred as with SCPC (Single Carrier Per Channel). this VSAT Method generally put hand to C-Band in frequency 3-6 GHZ, with downlink frequency 3-4 GHZ and of uplink at frequency 5-6 GHZ. Where terminal of VSAT basically represent corps of parabola antenna, amplifier, and converter of modem.

VSAT told work in an optimal if its performance parameter as according to standart. Performance of this link VSAT method is determined by parameter of Energy Isotropic Radiated Power (EIRP), Total Carier To Noise Density Ratio (C/No)Total and also Energi Beet of Noise Ratio to (Eb/No). damping of propagasi and also Total Carier Interference Ratio to (C/I)Total, at the time of and also uplink of downlink. From result of research of this VSAT point to point network is expected can fulfill requirement of telecommunications service availability will specially rural area which is geographical condition of him do not be enabled to use communications system of terestrial.
2008
S40586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Johniar Parlindungan
Abstrak :
Dengan dibubarkannya Departemen Penerangan, Televisi Republik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan TVRI berubah fungsinya dari TV pemerintah yang lebih banyak menyuarakan program dan propaganda politik pemerintah menjadi TV publik yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat luas. Perubahan status TVRI menjadi PERJAN memerlukan perhatian dan upaya dari berbagai pihak, baik dari dalam sendiri yang harus menghadapi audit, maupun situasi eksternal yang belum memperoleh kepastian. Dengan membatasi obyek penelitian pada salah satu kasus yang terjadi di TVRI khususnya di lingkungan Divisi VII Pengembangan Organisasi Perusahaan dan Diklat mengenai persepsi para pelaksana penyelenggara dan tenaga administrasi yang bekerja sebagai pegawai tetap lembaga tersebut. Divisi VII Pengembangan Organisasi Perusahaan dan Diklat merupakan bagian dari TVRI yang kegiatannya melakukan pengembangan, pendidikan dan pelatihan bagi seluruh karyawan TVRI yang memerlukan biaya operasional sangat tinggi, guna memenuhi kebutuhan siaran TVRI yang memerlukan peningkatan manajemen sumber daya manusia agar dapat bersaing dengan stasiun TV lainnya. Dengan kondisi yang demikian, sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dan untuk melihat pengaruh iklim komunikasi (kepercayaan, keterbukaan, dukungan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, tujuan kinerja tinggi) yang merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Yang menjadi pertanyaan adalah : Apakah iklim komunikasi mempengaruhi motivasi kerja karyawan di lingkungan Divisi VII Pengembangan Organisasi Perusahaan dan Diklat TVRI Jakarta? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penelitian terhadap -32 responden yang terdiri atas bagian penyelenggara siaran dan bagian administrasi umum. Pemilihan alat Bantu statistik yang dilengkapi dengan regresi linear berganda metode stepwise untuk mengukur ada tidaknya dan kuat lemahnya hubungan kedua variabel yaitu variabel komunikasi dan variabel motivasi kerja. Teknik ini dapat memberikan gambaran tentang suatu pembuktian apakah memang benar bahwa iklim komunikasi itu berpengaruh terhadap motivasi kerja, dan variabel mana yang paling besar pengaruhnya. Dan pada kenyataannya variabel yang benar-benar mempengaruhi motivasi kerja secara signifikan yaitu variabel dukungan dan variabel partisipasi. Walaupun masih ada variabel lain diluar dari variabel iklim komunikasi yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan di lingkungan Divisi VII Pengembangan Organisasi Perusahaan dan Diklat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Mangapul Parlindungan
Abstrak :
ABSTRAK
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang Jalan Raya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan industri yang tidak mencemari lingkungan hidup.

Lingkungan industri di koridor Jalan Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi industri ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya).

Tujuan dari penelitian ini yaitu, (1) untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang; (2) untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan (3) untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;

Adapun hipotesis kerja penelitian, adalah: a. pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang. b. terdapat hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.

Pada penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat), prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan hubungan antara variabel bebas (lingkungan sosial masyarakat pekerja pabrik) dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas permukiman) terhadap industri sedangnya.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Ihut Parlindungan
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan investigasi terhadap tiga elemen modal intelektual, yaitu: modal manusia, modal struktural dan modal pelanggan, serta hubungannya dengan kinerja bisnis pada sektor industri jasa dan non jasa di Jakarta. Survei dilakukan kepada 64 orang manajer atau setingkat manajer dengan menggunakan instrumen kuesioner skala Likert dengan tujuh pilihan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis korelasi dan pengaruh (analisis jalur). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa baik untuk sampel sektor industri jasa dan non jasa: (1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara modal manusia dengan modal pelanggan, (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara modal manusia dengan modal struktural, (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara modal pelanggan dengan modal struktural, (4) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara modal struktural dengan kinerja bisnis. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari: (1) modal manusia terhadap modal pelanggan, (2) modal manusia dan modal pelanggan terhadap modal struktural, (3) modal struktural terhadap kinerja bisnis, baik untuk sektor industri jasa dan non jasa. Hasil lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa: (1) terdapat pengaruh tidak langsung modal manusia terhadap modal struktural untuk sektor industri jasa dan non jasa, (2) terdapat pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan dari modal manusia terhadap kinerja bisnis untuk sektor industri jasa dan non jasa, (3) terdapat pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan dari modal pelanggan ke kinerja bisnis untuk sektor industri jasa dan non jasa. Penelitian ini menegaskan adanya hubungan yang positif antar elemen-elemen modal intelektual, dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Modal intelektual yang dikelola dengan baik akan membawa dampak yang besar bagi kinerja bisnis. Sebaliknya dampak modal intelektual yang buruk akan menyulitkan perusahaan untuk mempunyai keunggulan bersaing. Ke depan peran SDM perusahaan adalah membangun praktek-praktek manajemen SDM yang sebangun dengan strategi pengetahuan perusahaan, misalnya dengan cara membantu pengembangan atau memperkuat peran perilaku (karyawan) yang membantu dalam menurunkan biaya-biaya atau memperkuat diferensiasi produk.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Robert Parlindungan
Abstrak :
Konsensus nasional Political Will dari DPR untuk penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme, telah diundangkan melalui TAP XI/MPR/1998 tanggal 13 Nopember 1998 dan diatur lebih lanjut dengan UU No. 28/1999 tanggal 19 Mei 1999 dan UU No. 31/1999 tanggal 16 Agustus tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menggantikan UU No. 3/1971 yang lama. Hal ini merupakan babak baru dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia dengan memanfaatkan momentum era reformasi. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) secara sistematis di Indonesia_ telah sejak lama dilakukan, karena dirasakan korupsi sudah sangat membahayakan pembangunan. yaitu sejak tahun 1957 mulai dengan peraturan penguasa militer, penguasa perang pusat, TPK, Komisi 4, Opstib, sampai era reformasi dengan dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) pada tanggal 13 Oktober 1999 dan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada tanggal 23 Mei 2000. Kejaksaan Agung sebagai lembaga penuntutan satu-satunya di Indonesia (legal monopoly) mempunyai tanggung-jawab moral dan hukum untuk berjuang memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum yang responsif dengan rasa keadilan masyarakat. Tuntutan dan harapan masyarakat sangat besar diletakkan di pundak Kejaksaan Agung, untuk mengusut tuntas dugaan adanya korupsi yang merugikan keuangan negara, dan mulai mengadili kasus-kasus korupsi besar, dan yang menarik perhatian masyarakat (catchs some big fishes) seperti Kasus Soeharto mantan Presiden RI berkuasa 32 tahun, yang mulai disidangkan tanggal 31-8-2000. Kinerja Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi selama 5 tahun (1993/1994 s/d 1997/1998) pada tahap penyelidikan penyelesaiannya hanya 40% (34 kasus) dan sisa tunggakan 60% (50 kasus), tahap penyidikan penyelesaiannya hanya 38% (9 kasus) dan sisa tunggakan 62% (15 kasus), dan tahap penuntutan untuk seluruh Indonesia tingkat penyelesaiannya hanya 19% (115 kasus) dan sisa tunggakan 81% (479 kasus). Rata-rata sisa tunggakan kasus sekitar 60%-81%. Pendapat para ahli tentang sebab-sebab terjadinya korupsi dan hambatan pemberantasan korupsi, dijadikan sasaran analisis yang mendasari perumusan strategi pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) selanjutnya. Strategi secara sistematis itu diharapkan dapat mengendalikan faktor-faktor penyebab korupsi tersebut. Bertolak dari kenyataan tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemberantasan korupsi oleh Kejaksaan Agung, sejauh mana tingkat efektifitas Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, (apakah telah memberikan hasil/akibat yang maksimal, taxis dari pertimbangan efisiensi) dan berupaya untuk dapat memberikan strategi alternatif/prioritas yang dapat meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi (anti corruption strategy). Hasil penelitian penulis ini menunjukkan, bahwa Kejaksaan Agung berada pada kondisi di dua lingkungan yaitu lingkungan internal dan eksternal. Hal mana telah memberikan pengaruh terhadap kinerjanya. Pengaruh sebagai faktor pendukung dan faktor penghambat bisa berasal dari internal maupun eksternal. Yang berasal dari faktor internal berupa faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan yang berasal dari faktor eksternal berupa faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Pendekatan analisis SWOT berupaya untuk merumuskan strategi yang sesuai (best solution) untuk diterapkan dalam upaya mencapai sasaran dan goal yang diinginkan. Ada beberapa strategi alternatif yang dirumuskan, namun berdasarkan urgensi penanganannyalskala prioritas kepentingannya, maka direkomendasikan untuk memakai strategi WO untuk strategi jangka pendek dan strategi SO untuk strategi jangka panjang. Dari hasil perumusan alternatif strategi SWOT tersebut dengan pendekatan ternyata untuk sasaran strategi kebijakan prioritas jangka pendek adalah memanfaatkan TGPTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) (0.408), memperbaiki sarana prasarana/penggajian/fas. kesejahteraan SDM kejaksaan (0,239), melakukan pengawasan intensif terhadap moralitas, etika profesi/sikap perilaku terhadap SDM kejaksaan (0,130), mengusulkan independensi kejaksaan/ (Independent Prosecution System) (0,116), dan memperbaiki/reorientasi sistem manajemen pembinaan (rekrutmen, promosi dan penempatan) SDM kejaksaan yang profesional dan rasional (0,106). Untuk sasaran strategi kebijakan prioritas jangka panjang adalah memanfaatkan lembaga ICAC (Independent Commission Anti Corruption)/ Komisi Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KGPTPK) (0,415), menetapkan target penyidikan dan penuntutan (0,366) dan mengusulkan independensi kejaksaan/(Independent Prosecution System) (0,219). Dalam penelitian ini, ternyata dalam strategi jangka pendek maupun strategi jangka panjang memiliki sensitifitas yang sangat kecil. Artinya, walaupun terjadi perubahan dalam urutan prioritas, temyata urutan prioritas faktor endogen (strategi kebijakan) tidak mengalami perubahan, hanya perubahan dalam bobot prioritasnya. Strategi Kebijakan periode jangka pendek dan jangka panjang yang dominan adalah dengan memanfaatkan keberadaan TGPTPK dan lembaga baru ICAC (Independent Commission Anti Corruption)IKGPTPK, sehingga diharapkan tercapainya peningkatan efektifitas strategi pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) di Indonesia. Untuk ICAC, disarankan agar konsistensi terhadap sifat komisi yang harus independenlmandiri kepas dari carnpur tangan pemerintah, melibatkan peranan LSM/masyarakat dalam penanganan pemberantasan korupsi di Indonesia. Disarankan, ICAC mempunyai kewenangan terbatas hanya pada tahap penyelidikan dan penyidikan korupsi saja, sedangkan tahap penuntutan tetap sebagai wewenang Kejaksaan Agung. Perlu dirumuskan sinkronisasi susunan perundang-undangannya, agar tidak tumpang-tindih atau menabrak tata tertib hukum positif yang sudah ada.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Benny Parlindungan
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat melalui kelompok dalam Program Kredit Taskin Inkra. Juga dibahas tentang faktor pendukung dan penghambat proses pemberdayaan. Program Kredit Taskin Inkra untuk mengatasi kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif keluarga-keluarga yang tergabung dalam kelompok Taskin lndustri Kecil dan kerajinan rakyat guna meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Peraksanaan Program Kredit Taskin Inkra di Kecamatan Porsea merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir dengan PT. Bank Sumatera Utara dengan memberikan kredit modal usaha kepada kelompok taskin berdasarkan tanggung jawab bersama (tanggung renteng). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dan snowball sampling terhadap aparat pemerintah daerah, tim teknis, petugas pendamping, kepala desa, tokoh masyarakat dan Kelompok Tenun Siragi dengan jumlah 20 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan daerah, industri kecil, pemberdayaan masyarakat serta partisipasi. Dalam tahap sosialisasi, peserta tidak hanya mendengar namun diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti. Selanjutnya peserta sosialisasi ikut berpartisipasi untuk mensosialisasikan program di desa masing-masing, membantu tugas dari tim teknis, sehingga tujuan sosialisasi dapat tercapai. Dalam tahap pelaksanaan, peran petugas pendamping memberdayakan kelompok terlihat pada kegiatan pembinaan tehnis dan manajemen usaha, khususnya pengajuan usulan kredit dan pelaporan. Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat terlihat sejak awal, pembentukan kelompok merupakan syarat utama untuk memperoleh kredit taskin inkra, diserahkan sepenuhnya kepada para pengusaha industri kecil dan pengrajin tanpa campur tangan dari pihak manapun. Dalam tahap pelaksanaan kegiatan pembinaan tehnis dan manajemen usaha dilakukan petugas pendamping dengan cara diskusi kelompok, anggota kelompok memperoleh penambahan pengetahuan dan keterampilan tentang ragam ulos untuk souvenir dan pemasaran ulos secara bersama-sama. Variasi ulos untuk meningkatkan pendapatan mereka dan pemasaran bersama dapat mengurangi waktu pemasaran yang dapat dipergunakan untuk mempercepat pembuatan ulos. Dalam kegiatan penyusunan usulan kredit dan pelaporan, petugas pendamping turut membantu diminta oleh anggota kelompok, namun pada dasarnya, sepenuhnya diserahkan kepada kelompok. Dalam pelaksanaan Program Kredit Taskin Inkra masih terdapat faktor penghambat baik dari anggota kelompok maupun dari petugas pendamping. Faktor penghambat dari anggota kelompok adalah rendahnya tingkat pendidikan yang didominasi tamatan SD dan SLTP, usia diatas 40-an juga berpengaruh terhadap rendahnya motivasi belajar bidang admisnistrasi serta pembuatan laporan. Untuk mengatasinya petugas mengadakan kunjungan rumah dan mengingatkan pentingnya laporan untuk perbaikan kebijakan atau pengembangan program. Faktor penghambat yang lain adalah kurangnya koordinasi petugas pendamping dalam pembagian tugas serta proses administrasi (pengisian formulir) yang cenderung menyulitkan anggota kelompok. Disamping faktor penghambat juga terdapat faktor pendukung seperti prilaku masyarakat yang terbuka, ikatan kekeluargaan antara anggota kelompok serta lokasi yang strategis. Merujuk kepada faktor penghambat di atas, dikemukakan saran yang sekiranya dapat diterapkan pada program yang akan datang yakni ; kepada pemerintah daerah, diperhatikan peran masing-masing petugas pendamping serta dilakukan pemantauan dan pembinaan oleh tim teknis, di masa mendatang para suami hendaknya ikut diberdayakan dengan memantapkan peran pendamping dari BKKBN, sekiranya memungkinkan dibentuk lebih dari satu kelompok pada program yang akan datang karena tampaknya dana dapat dikembangkan; kepada anggota kelompok, direncanakan pengembangan usaha; kepada petugas pendamping, secara berkata mengawasi pembuatan ulos agar kualitas dan motif ulos tetap terjaga, pendamping dari Kantor Koperasi berperan dalam pemasaran dan pembentukan Koperasi. ix + 6 bab + 134 halaman + 3 lampiran + Bibliograf 48 buku + 8 Peraturan Perundang-undangan dan lain-lain (1977 s/d 2002)
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Aldi Parlindungan
Abstrak :
Pemakaian aplikasi komputer sebagai alai pembantu pengambilan keputusan telah berkembang di segala bidang, seperli investasi. Salah satu bidang yang juga menjadi obyek penelitian adalah pengembangan sistem pembantu pengambilan keputusan atau Decision Support System (DSS) untuk masalah investasi infrastruktur kereta api (KA). Masalah investasi infrastruktur KA antara lain keterbatasan anggaran pemerintah serta sulit atau enggannya swasla untuk berinvestasi. Hal ini disebabkan oleh tingginya risiko investasi Berta operasional. Hasa studi Pre-TS double track Propinsi Banten menyarankan bahwa perlu keterlibatan swasta untuk mewujudkan proyek double track dan perlunya manajemen yang lebih balk pada tahap operasional. Oleh karena itu DSS dirancang agar mampu melakukan analisis investasi dan risiko. Caton pengguna dart DSS diharapkan adalah badan pengelola khusus yang bertanggung jawab menjalankan proyek double track. Sebagai metode analisis utama digunakan analisis anus kas dan Simulasi Monte Carlo. DSS dirancang untuk tahap perencanaan dan tahap operasional. DSS mempunyai fungsi perencanaan, pengawasan atau monitoring dan pengendalian atau controlling. Sebagai acuan pengawasan dan pengendalian digunakan NPV at risk karena memperhitungkan risiko don metode pembiayaan proyek Hasil simulasi akan menghasilkan distribusi kumulatif normal NPV dan probabilitas NPV>O serta NPVComputer application, as decision support tool, has been using wide spread in many areas, such as investment. Developing Decision Support System (DSS) for railways infrastructure investment problem become an object of this research. The Investment problems is limited budget of government while private participation difficulty to join in. This is because the character of railway investment which is high risk in investment and operation phase. Early study of feasibility in developing double track in Banten Province suggest that involvement of private sector is needed to support financing and better way in management on operation phase. Therefore, DSS is developed and has ability in investment and risk analysis especially on planning and operation phase. The candidate user of DSS is special purpose vehicle which has responsible for operating the double track project. As fundamental methods, the DSS apply discounted cash flow analysis and Monte Carlo simulation. DSS is designed to planning and operation phase. DSS has planning, monitoring and controlling functions. As indicator to plan, monitor and control the investment, NPV at risk is used because it takes financing method and risks into account. The DSS will simulate and produce cumulative distribution function of NPV and Probability of NPVVO and NPVJ0. If, on operation phase, the DSS monitoring function analyze that the output has difference between planning result then the next step should be taken. his the controlling function of DSS. In this function, the user has desire to repair the CDF and Probability of NPV result from monitoring function. Therefore, corrective actions are needed. There are four kinds of corrective actions in DSS. They are currency forward, interest cap rate, operational management and lobbying government to get support in making policy. To operate corrective action analysis, End year of controlling phase must be decided then decide each corrective action start and end yea then DSS start to make a new projection. Output of this operation is new CDF and Probability of NPV. Estimate cost and benefit of corrective actions is, also, become analysis output. Although the DSS had provide information to support decision making, h is fully the right of decision maker in selecting kind and time of corrective actions. In monitoring function, decision maker has the right to go or not go to the next stage whether the result of monitoring is good or bad. Last but not least is validation step of DSS_ In validation step, Respondents try to use the DSS'and give a response via questionnaire. The result shown that respondents rather satisfy with the model as DSS as they need more user friendliness using the DSS. Unfortunately, as NPV at risk can not used as indicator on monitoring and controlling operation phase so the hypothesis and the goal of this research are fail to achieve.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Yosef Parlindungan
Abstrak :
ABSTRAK
Oil and gas industry is still an essential industry that takes the significant concern from the host Government since it may relate to the public wealth in the nation. The host Government needs the foreign company due to the enormous capital investment that need to be spent into the oilfield project exploration before the outcome of the oil and gas can really be taken in exploitation phase. A good business environment between host Government and Oil Company should be retained in order to keep the mutual benefit for both parties. The sharing system formula should take into account the interest of all parties where host Government can take the benefits of natural resource production to the wealth nation with still maintaining the competitive return to the investment for oil company interest. Aside from that, the risk embedded in the host country is another variable that needs to be taken into account before the oil company decides to enter to an oilfield investment. The aggregated value and risk of the countries is the representative of the country attractiveness that is examined in this thesis. The result of this thesis enable the host Government compare and analyze their current situation to attract investment in oil and gas industry whereas for the oil company, it will give insight to which country they should after the investment.
ABSTRACT
Dunia industri minyak dan gas tetap merupakan industri yang penting yang sangat diperhatikan oleh negara mengingat hubungannya dengan kesejahteraan hidup masyarakat di negara tersebut. Negara penghasil membutuhkan perusahaan asing oleh karena jumlah investasi yang sangat besar yang dibutuhkan pada saat eksplorasi migas sebelum produksi di fase eksploitasi migas tercapai. Iklim bisnis yang baik antara Negara penghasil migas dan perusahaan migas harus dijaga untuk tetap melanggengkan keuntungan bersama yang didapat dari kerjasama keduanya. Sistem bagi hasil yang diterapkan diantara keduanya harus memperhatikan kepentingan kedua belah pihak dimana Negara mendapatkan hasil migas untuk kesejahteraan rakyat dan dengan tetap memperhatikan tingkat pengembalian yang competitif bagi perusahaan migas. Di samping itu, resiko yang ada di dalam suatu negara juga harus diperhatikan sebelum sebuah perusahaan migas memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu proyek migas di suatu negara. Hasil penggabungan dari reward dan resiko dalam tesis ini dianggap sebagai perwakilan dari daya tarik negara tersebut di industri hulu migas. Hasil dari tesis ini akan memampukan Negara membandingkan dan menganalisa keadaan industri hulu minyak mereka dan bagi perusahaan migas akan memberikan gambaran yang lebih baik untuk negara mana yang memberikan potensi keuntungan lebih baik.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Hotlan Parlindungan
Abstrak :
Penggunaan komputer atau Visual Display Terminal VDT bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja, disisi lain peningkatan intensitas pekerja dengan komputer dapat berpengaruh pada kesehatan antara lain menimbulkan stres kerja. Penelitian ini bertujuan dibuktikannya perbedaan stres kerja dengan gangguan otonom pada pegawai pengguna VDT dan non pengguna VDT di Instansi Pemerintah.Penelitian ini menggunakan desain comparative cross sectional dengan 224 orang responden yang dipilih melalui cluster random sampling. Pengukuran stres kerja dengan gangguan otonom menggunakan kuesioner Survey Diagnostic Stress SDS dan pengukuran Heart Rate Variability HRV . SDS digunakan untuk mendiagnosis stres kerja sedangkan HRV digunakan untuk mendiagnosis gangguan otonom. Dari 224 responden didapatkan prevalensi stres kerja dengan gangguan otonom pada pengguna VDT yaitu 19,1 dan prevalensi stres kerja dengan gangguan otonom pada non pengguna VDT yaitu 7,3 . Pengguna VDT mempunyai risiko lebih tinggi 2,99 kali untuk mengalami terjadinya stres kerja dengan gangguan otonom dibandingkan dengan non pengguna VDT OR = 2,99; 95 CI=1,27 ndash; 7,04 . Faktor faktor determinan yang berhubungan bermakna dengan stres kerja dengan gangguan otonom yaitu konflik peran p = 0,017; OR.adj = 3,96;95 CI = 1,28 -12,30 , tanggung jawab personal p = 0,022; OR.adj = 3,79; 95 CI = 1,28 -11,82 dan pengguna VDT p = 0,027; OR.adj = 2,37; 95 CI = 1,12 - 6,66 . Pegawai pada Instansi Pemerintah yang bekerja menggunakan VDT memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami stres kerja dengan gangguan otonom dibandingkan pegawai non pengguna VDT.
The use of computer or Visual Display Terminal VDT is aimed at improving working efficiency and effectiveness, however, the increasing use of computer among workers can also affects their health, one of which is causing job stress. This study is aimed at proving the difference between job stress with autonomic disorder among VDT users and non VDT users at Central Goverment Institutions.This study used a comparative cross sectional design with 224 respondents selected through cluster random sampling. Job stress with autonomic disorder is measured by Stress Diagnostic Survey SDS questionnaire and Heart Rate Variability HRV . SDS is used to diagnose job stres while HRV is used to diagnose autonomic disorder. Out of the 224 respondents, the prevalence of job stress with autonomic disorder among VDT users is 19.1 and prevalence of job stress with autonomic disorder among non VDT users is 7.3 . VDT users have a higher risk 2.99 times to experience job stress with autonomic disorder compared to the non VDT users OR 2.99 95 CI 1.27 ndash 7.04. Determinant factors which have significant correlation with job stress with autonomic disorder are role conflict p 0.017 OR.adj 3.96 95 CI 1.28 12.30 , personel responsibility p 0.022 OR.adj 3.79 95 CI 1.28 11.82 and VDT users p 0.027 OR.adj 2.37 95 CI 1.12 ndash 6.66 .Workers at Government Institutions working with VDT have a higher risk to experience job stress with autonomic disorder compared to the non VDT users. Keywords Job stres with autonomic disorder VDT Survey Diagnostic Stres Heart Rate Variability.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T55700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>