Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muthia Syafira
Abstrak :
Inspeksi visual merupakan suatu metode untuk mendeteksi adanya partikulat asing dalam sediaan. Tahapan ini merupakan proses yang paling sulit dalam tahapan proses quality control. Partikulat dalam sediaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dalam proses produksi, bahan baku, peralatan yang digunakan, maupun kemasan yang digunakan. Adanya partikulat dalam sediaan injeksi dapat menimbulkan bahaya biologis, bahaya yang dapat ditimbulkan antara lain, menyebabkan luka yang dapat memicu terjadinya infeksi dan inflamasi, menstimulasi respon imun tubuh seperti terjadinya alergi atau anafilaksis, tromboemboli hingga timbulnya granuloma paru dan emboli.” “Adanya partikulat dalam sediaan injeksi akan menjadikan suatu produk dilakukan recall. Pada tahun 2014 terdapat beberapa kasus recall yang diakibatkan oleh adanya partikulat dalam produk injeksi, diantaranya : penarikan secara sukarela yang dilakukan oleh Hospira terhadap 1 lot injeksi Lidokain 1% karena adanya partikulat berupa rambut manusia, penarikan oleh Baxter terhadap dua lots larutan Dialisis Peritoneal karena adanya partikulat berupa Oxidized stainless steel, garment fiber, PVC, serta penarikan oleh Cubits Pharmaceuticals terhadap lots Cubicin karena adanya partikulat gelas. Pada Tahun 2014, 55 dari total 337 kasus recall disebabkan karena adanya partikel di sediaan parenteral, pada Tahun 2016, terdiri dari 97 laporan recall terhadap produk parenteral yang disebabkan oleh adanya partikel, serta 25 dan 26 kasus recall pada tahun 2017 dan 2018.” “Pelaksanaan inspeksi visual di industri farmasi umumnya masih menggunakan penglihatan manual dari seorang operator, untuk itu keakuratan dari hasil inspeksi visual ini sangat bergantung kepada ukuran partikel dan pengalaman dari operator6. Ukuran partikel yang mungkin ada pada sediaan berukuran 50-200 mikron. Sedangkan, ukuran probabilitas deteksi oleh seorang operator terlatih yang memenuhi syarat hanya 4% untuk ukuran partikel 50 mikron, meningkat hingga lebih dari 90% probabilitas deteksinya pada ukuran partikel lebih dari 200 ?m. Untuk itu, kekurangan penglihatan manusia dalam proses inspeksi harus dipertimbangkan terutama dalam menentukan probabilitas dan kecacatan karena dapat mempengaruhi objektifitas hasil inspeksi visual.” ......Visual inspection is a method to detect the presence of foreign particulates in preparations. This stage is the most difficult process in the process of quality control. Particulates in preparations can be influenced by several factors, both in the production process, raw materials, equipment used, and packaging used. The presence of particulates in injection preparations can pose a biological hazard, the dangers that can be posed include, causing injuries that can trigger infection and inflammation, stimulating the body's immune response such as allergies or anaphylaxis, thromboembolism to the emergence of pulmonary granulomas and embolism." "The presence of particulates in injection preparations will cause a product to be recalled. In 2014 there were several recall cases caused by the presence of particulates in injection products, including: voluntary withdrawal by Hospira of 1 lot of 1% Lidocaine injection due to the presence of particulates in the form of human hair, withdrawal by Baxter of two lots of Peritoneal Dialysis solution due to particulates in the form of Oxidized stainless steel, garment fiber, PVC, and Cubits Pharmaceuticals withdrew lots of Cubicin due to the presence of glass particulates. In 2014, 55 out of a total of 337 recall cases were due to the presence of particles in parenteral preparations, in 2016, there were 97 recall reports of parenteral products due to the presence of particles, as well as 25 and 26 recall cases in 2017 and 2018.” "The implementation of visual inspections in the pharmaceutical industry generally still uses manual vision from an operator, for this reason the accuracy of the results of this visual inspection is very dependent on the particle size and experience of the operator6. The possible particle size in the preparation is 50-200 microns. Meanwhile, the probability of detection by a trained operator who fulfills the requirements is only 4% for a particle size of 50 microns, increasing to more than 90% the probability of detection at a particle size of more than 200 ?m. For this reason, the lack of human vision in the inspection process must be considered especially in determining the probability and defects because it can affect the objectivity of the visual inspection results.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Syafira
Abstrak :
Suplemen makanan merupakan produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunnyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul lunak, granula, pastiles, atau produk cair berupa tetes, sirup, larutan.” “Di zaman era globalisasi persaingan bisnis menjadi semakin ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat membuat perusahaan harus mampu untuk mengantisipasi persaingan agar dapat terus bertahan. Kondisi ini juga terjadi di industri farmasi, tidak dipungkiri dunia kesehatan di Indonesia semakin berkembang. Berbicara mengenai industri farmasi tidak terlepas dari kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan menjadi hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, produk-produk kesehatan juga semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Perusahaan harus dapat untuk membujuk konsumen supaya bersedia untuk membeli produk. ialah Keputusan pembelian adalah keputusan yang dibuat untuk membeli barang atau jasa dari suatu perusahaan (Prahastika dan Wahyuni, 2018)” Jumlah suplemen yang kian beragam menuntut Apotek untuk dapat terus mencari tahu mengenai evidence base pada setiap keputusan penggunaan suplemen tersebut yag diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasie atupunmenjadi terapi obat komplementer. Sehingga perlu dilakukannya review efikasi, keamanan dan manfaat biaya dalam suplemen erta studi kasus pasien di apotek. ......Food supplement is a product intended to supplement the nutritional needs of food, containing one or more vitamins, minerals, amino acids or other ingredients (of plant or non-plant origin) that have nutritional value and/or physiological effects in concentrated amounts. Food supplements can be in the form of solid products including tablets, lozenges, effervescent tablets, chewable tablets, powders, soft capsules, granules, pastilles, or liquid products in the form of drops, syrups, solutions. "In the era of globalization, business competition is becoming increasingly stringent. Business competition is getting tougher, companies must be able to anticipate competition in order to survive. This condition also occurs in the pharmaceutical industry, no It is undeniable that the world of health in Indonesia is growing. Talking about the pharmaceutical industry is inseparable from public health in Indonesia. Health is the most important thing in human life. Along with the times, health products are also increasingly needed by the community. Companies must be able to persuade consumers to be willing to buy products. namely Purchase decisions are decisions made to buy goods or services from a company (Prahastika and Wahyuni, 2018)” The number of supplements that are increasingly diverse requires pharmacies to be able to continue to find out about the evidence base for each decision to use these supplements which are expected to help improve the patient's quality of life or become complementary drug therapy. So it is necessary to review the efficacy, safety and cost benefits of supplements as well as case studies of patients in pharmacies.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Syafira
Abstrak :
PBF harus memiliki sistem manajemen operasional yang baik sehingga segala kegiatannya berlangsung dengan efisien dan efektif. Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi–fungsi kegiatan (fungsi–fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan. PBF dituntut untuk melaksanakan berbagai fungsi kegiatan, antara lain fungsi kegiatan pembelian, untuk memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan barang. Kemudian fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang untuk menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. Selanjutnya fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, untuk memperoleh pertumbuhan penjualan dan jumlah pelanggan, serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal. Setelah itu fungsi kegiatan pengelolaan piutang, untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas yang sehat. Serta fungsi kegiatan pembukuan, untuk dapat menyajikan laporan yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. PT. Kimia Farma Trading & Distribution Bekasi merupakan salah satu cabang dari PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) yang bergerak di bidang jaringan distribusi. Distribusi adalah salah satu ujung tombak pelayanan dari KFTD, di mana kegiatan operasionalnya meliputi distribusi untuk produk-produk farmasi, suplemen, kosmetik, alat kesehatan, rehabilitasi medik, dan reagensia. KFTD cabang Bekasi sendiri merupakan Pedagang Besar Farmasi (PBF) cabang yang bertugas menjadi penyedia perbekalan farmasi yang dibutuhkan oleh berbagai sarana pelayanan kefarmasian yang bertempat di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi hingga Kerawang. PT. Kimia Farma Trading & Distribution Bekasi memiliki sistem manajemen operasional yang baik untuk menunjang kegiatan distribusi yang berlangsung efisien dan efektif. Sistem manajemen operasional dari KFTD Bekasi berpedoman pada prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM, 2012). ......PBF must have a good operational management system so that all of its activities take place efficiently and effectively. Operational management is a way of managing activity functions (management functions) contained in a company, to achieve goals. PBF is required to carry out various activity functions, including the function of purchasing activities, to obtain efficient purchase prices for goods and maintain the availability of goods. Then the function of goods management activities in the warehouse is to maintain the condition of the quality of the goods according to the Pharmacopoeial requirements, not damaged and not lost. Furthermore, the function of sales and service activities is to obtain sales growth and the number of customers, as well as to maintain loyal customers. After that, the function of accounts receivable management is to maintain financial liquidity and healthy cash flow. As well as the function of bookkeeping activities, to be able to present reports that are timely, content and useful in order to be able to make decisions quickly and accurately. PT. Kimia Farma Trading & Distribution Bekasi is a branch of PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) which is engaged in distribution networks. Distribution is one of the spearheads of KFTD's services, where its operational activities include distribution of pharmaceutical products, supplements, cosmetics, medical devices, medical rehabilitation, and reagents. KFTD Bekasi branch itself is a Pharmaceutical Wholesaler (PBF) branch whose job is to provide pharmaceutical supplies needed by various pharmaceutical service facilities located in Bekasi City, Bekasi Regency to Karawang. PT. Kimia Farma Trading & Distribution Bekasi has a good operational management system to support efficient and effective distribution activities. The operational management system of KFTD Bekasi is guided by the principles of Good Medicine Distribution (CDOB). Good Drug Distribution Method (CDOB) is a method of distribution or distribution of drugs and/or medicinal ingredients that aims to ensure quality along the distribution or distribution channel according to the requirements and intended use (BPOM, 2012).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Syafira
Abstrak :
Salah satu metode pendidikan kesehatan dengan cara pemberian leaflet vitamin ini diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan lainnya terkait pemberian informasi tentang konsumsi vitamin kepada setiap ibu hamil dan keluarga ibu hamil, karena tidak terikat oleh waktu kerja, poin-poin informasi yang ingin diberikan dapat tersampaikan dengan baik sehingga dapat digunakan dalam praktek pelayanan kesehatan secara luas. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan RI juga menggunakan media leaflet guna meningkatkan promosi kesehatan ataupun media edukasi untuk pasien. Pada ibu hamil, Kemenkes RI telah mengeluarkan leaflet mengenai suplemen Tablet Tambah Darah (TTD) yang digunakan untuk mencegah anemia saat kehamilan. Di Puskesmas Ciracas sendiri, pasien hamil mendapatkan 4 jenis suplemen yakni TTD, vitamin c, asam folat dan kalsium, sehingga leaflet yang ada belum dapat memenuhi informasi yang harus diberikan kepada pasien. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukan pembuatan leaflet serta pemberian edukasi mengenai vitamin pada ibu hamil yang datang ke Puskesmas Kecamatan Ciracas. ......One of the health education methods by giving vitamin leaflets is expected to be able to help other health workers related to providing information about the consumption of vitamins to every pregnant woman and the family of pregnant women, because it is not bound by work time, the points of information that want to be given can be conveyed properly so that it can be used in health care practice widely. In Indonesia itself, the Ministry of Health of the Republic of Indonesia also uses leaflet media to increase health promotion or educational media for patients. For pregnant women, the Indonesian Ministry of Health has issued a leaflet regarding supplements of Blood Supplement Tablets (TTD) which are used to prevent anemia during pregnancy. At the Ciracas Health Center itself, pregnant patients receive 4 types of supplements namely iron tablets, vitamin C, folic acid and calcium, so that the existing leaflets cannot fulfill the information that must be given to patients. This is the background for making leaflets and providing education about vitamins to pregnant women who come to the Ciracas District Health Center.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Syafira
Abstrak :
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui sert manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE. Pengobatan pada pasien SLE harus diperhatikan untuk mencegah faktor risiko yang dapat memperparah kondisi pasien. Pemantauan terapi obat pada psien SLE dilakukan untuk mengevaluasi DRPs. Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan terapi obat, dimana dapat menghambat ataupun berpotensi mengganggu pasien dalam mencapai hasil optimum suatu terapi suatu terapi. ......Systemic lupus erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune inflammatory disease with an unknown etiology and diverse clinical manifestations, course and prognosis. This disease mainly affects women of reproductive age with a high mortality rate. Genetic, immunological and hormonal as well as environmental factors are thought to play a role in the pathophysiology of SLE. Treatment in SLE patients must be considered to prevent risk factors that can exacerbate the patient's condition. Monitoring drug therapy in SLE patients is performed to evaluate DRPs. Drug Related Problems (DRPs) are events or conditions that involve drug therapy, which can hinder or potentially interfere with the patient in achieving optimal results of a therapy.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library