Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchamad Irawan
Abstrak :
Dalam masalah pendidikan bagi warga negara suatu negara, pemerintah yang bersangkutan harus ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan yang lebih berkualitas. Bahkan dalam Tujuan Nasional yang ingin dicapai oleh Negara Indonesia pun berusaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun masalahnya menjadi lain ketika kita lihat bagaiamana kebijakan pemerintah kolonial dalam bidang pendidikan pada tahun 1930-an. Sistem pendidikan yang dibangun oleh pemerintah kolonial, tidak dapat dipungkiri telah membentuk kelompok intelektual baru yang kemudian ikut berjuang bagi kemerdekaan Indonesia. Namun jika dilihat secara lebih mendalam ternyata pemerintah kolonial telah melakukan kebijakan yang diskriminasi terhadap sekolah-sekolah swasta yang tidak berada dalam pengawasannya. Kekhawatiran pemerintah kolonial terhadap keberadaan sekolah-sekolah swasta milik kaum pergerakan terjadi karena lembaga ini menjadi pendidikan politik yang secara potensial dapat merugikan pihak kolonial dalam bidang politik. Sekolah_-sekolah milik organisasi pergerakan ini memang secara sadar membangun kesadaran berbangsa dan cenderung anti kolonial. Untuk itulah pemerintah Hindia Belanda kemudian dengan alasan bahwa lembaga pendidikan yang berdiri harus berkualitas dengan syarat_-syarat yang ditetapkan pemerintah, yang seringkali sekolah-sekolah swasta ini tidak mempunyai kemampuan memenuhi persyaratan dari pemerintah tersebut. Sebagai puncaknya pemerintah menerbitkan Wilde Scholen Ordonantie (Ordonansi sekolah Liar), dengan ordonansi ini pemerintah dapat membubarkan sekolah-sekolah swasta yang tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Bagi kaum pergerakan ordonansi ini bukan hanya semata-mata berdasarkan sistem pendidikan yang baik dan berkualitas, namun lebih bernuansa politis untuk mernberangus sekolah-sekolah milik organisasi pergerakan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Irawan
Abstrak :
Kecenderungan penggunaan tenaga kerja melalui perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja oleh dan antara perusahaan penyedia tenaga kerja tempat pekerja bernaung/menjadi karyawan dengan perusahaan pemberi kerja atau yang dikenal juga dengan sebutan out sourcing banyak diminati oleh kalangan dunia usaha akhir-akhir ini, karena lebih efisien, efektif dan memberikan kemudahan bagi pengelolaan kepegawaiannya. Namun demikian, penggunaan tenaga kerja dengan cara out sourcing ini, mengandung persoalan yuridis dalam hal hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dan perusahaan pemberi kerja bila ditinjau dari hukum perjanjian kerja. Dalam konteks ini pekerja hanya dijadikan obyek perjanjian dari perjanjian penyediaan tenaga kerja. Dengan demikian tidak ada kesamaan dalam kedudukan hukum antara pekerja dan perusahaan pemberi kerja. Hal tersebut tercermin dari suatu contoh kasus dari model penggunaan tenaga kerja dengan cara out sourcing dalam tulisan ini. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengakomodir kecenderungan model penggunaan tenaga kerja tersebut, namun demikian persoalan yuridis dari hubungan kerja sebagaimana tersebut di atas, tetap saja tidak teratasi oleh undang-undang tersebut. Dengan demikian kehadiran undang-undang tersebut tidak cukup dapat memberikan perlindungan hukum bagi pekerja dalam hubungan hukumnya dengan perusahaan pemberi kerja.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library