Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harun
Abstrak :
Mutu pelayanan kesehatan puskesmas se Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan sebagian besar masih kurang baik. Ini dapat diketahui dari hasil survei Dinas Kesehatan tahun 2005 terhadap pasien rawat jalan maupun rawat inap di puskesmas, Data Dinas Kesehatan, dan hasil survei petugas yang ada di puskesmas se Kabupaten Musi Rawas tahun 2005. Hal ini disebabkan karena dampak dari kepuasan kerja petugas kesehatan yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan kepuasan kerja petugas kesehatan di Puskesmas se Kabupaten Musi Rawas. Rancangan penelitian yang digunakan cross sectional, dengan data primer dari 232 sampel yang diambil di 22 puskesmas yang ada, dan dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2006. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji "Chi Square", dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik Banda. Dari hasil analisis didapatkan lebih dari setengah jumlah responden merasa tidak puas terhadap kepuasan kerja. Pada uji bivariat adanya hubungan yang bermakna antara umur, tanggungan, masa kerja, dan pangkat/golongan dengan faktor kepuasan ekstrinsik. Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan faktor kepuasan instrinsik, dan adanya hubungan yang bermakna antara umur, tanggungan, masa kerja, dan pangkat/golongan dengan dengan kepuasan kerja. Karakteristik individu yang paling berhubungan dengan faktor kepuasan ekstrinsik adalah masa kerja responden, dan dengan faktor kepuasan instrinsik adalah umur responden, sedangkan dengan kepuasan kerja adalah pangkat/golongan responden. Faktor-faktor kepuasan ekstrinsik yang paling berhubungan terhadap faktor kepuasan ekstrinsik adalah supervisi, dan faktor-faktor kepuasan instrinsik yang paling berhubungan terhadap faktor kepuasan instrinsik adalah pengakuan. Sedangkan faktor kepuasan kerja yang paling berhubungan pada analisis ini adalah faktor kepuasan ekstrinsik. Diketahuinya tingkat kepuasan kerja responden lebih dari setengah jumlah responden merasa tidak puas terhadap kepuasan kerja, dan karakteristik individu yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah pangkat/golongan sedangkan faktor-faktor kepuasan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor kepuasan ekstrinsik. Dinas Kesehatan dan pimpinan puskesmas dalam perencanaan tenaga kesehatan di puskesmas perlu dipertimbangkan variasi dari karakteristik individu dan faktor-faktor kepuasan kerja yang diperkirakan akan mempengaruhi kepuasan kerja petugas. ...... Health service quality in Puskesmas of Musi Rawas district, South Sumatera Province mostly is not good enough, reflection of this condition can see from Health district survey result for outpatient and inpatient in Puskesmas, based on Health office of Musi Rawas district data and based on available survey result in Puskesmas in 2005. Those all things happened due to decreasing job satisfaction of health staff. The research aim was known relationship between individual characteristics and job satisfaction staff in Puskesmas of Musi Rawas district. Research design used cross sectional survey, using primer data sample 232 that took from whole 22 Puskesmas and executing during January until March 2006. Univariat analysis used for data analysis, bivariat analysis used Chi Square test and multivariat analysis used Logistic Regression. Analysis result can get more than 50% respondent feel unsatisfied for the job satisfaction. Bivariat test shows relationship value between age, life burden, working period and level/rank with extrinsic satisfaction factor. Relationship value also can see between age and intrinsic satisfaction factor, also can see relationship value between age, life burden, working period and level rank with job satisfaction. Respondent working period is dominant individual characteristic that having relationship with extrinsic satisfaction factor and for intrinsic satisfaction factor is respondent age then for job satisfaction is respondent level/rank. A dominant extrinsic satisfaction factor of extrinsic satisfaction factor is supervision, and dominant intrinsic factor for intrinsic satisfaction factor is recognizer. Then extrinsic satisfaction factor is dominant factor for job satisfaction. The knowing of job satisfaction level respondent is 50% more feel unsatisfied and individual characteristics that influence job satisfaction is level/rank then job satisfaction factors that influence job satisfaction is extrinsic satisfaction factor. Health district and puskesmas director in charge person necessary to consider variation of individual character and job satisfaction factors that influence staff job satisfaction when make health man power plan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djunardi Harun
Abstrak :
Pada era globalisasi dan persaingan bebas dalam bidang pelayanan kesehatan saat ini pihak pengelola pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu indikator untuk mengukur kualitas pelayanan adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien yang rendah menggambarkan kualitas pelayanan berada dibawah standar. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah karakteristik pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat kepuasan pasien dan melihat bagaimana hubungan antara kepuasan dengan karakteristik pasien, serta faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kepuasan pasien. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional pada 120 pasien yang dilakukan di poliklinik gigi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Sudarso Pontianak dari tanggal 10 Oktober 2000 sampai dengan 31 Oktober 2000. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien adalah 52,5 %. Faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien adalah cara pembayaran. Dan analisis multivariat didapat bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kepuasan adalah cara pembayaran. Karena variabel cara pembayaran merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepuasan pasien yaitu pembayaran yang ditanggung asuransi probabilitas untuk merasa puas lebih besar, dari intervensi relatif mudah untuk dilakukan, maka pihak manajemen rumah sakit perlu untuk mempertimbangkan intervensi pada faktor cara pembayaran, misalnya dengan menjalin kerjasama dengan PT Askes (yang telah melaksanakan prinsip JPKM) dimana pihak rumah sakit akan menganjurkan kepada setiap pasien yang bukan peserta askes untuk menjadi peserta askes perorangan. ......In this global era and free competition in health services, any institution that provides health services is required to improve its services quality. One of the indicators used to measure the quality of the services is patient satisfaction. Low patient satisfaction may indicate that the service quality is still below the set standards. Patient satisfaction may be influenced by many factors. One of them is patient characteristic. The purpose of this study is to describe patient satisfaction and to observe how the satisfaction correlates with the patient characteristic as well as to observe the most dominant factors that correlate with patient satisfaction. This was a cross sectional study on 120 patient at dental polyclinic in Dokter Sudarso Provincial General Hospital in Pontianak from October 10, 2000 until October 31, 2000. The result shows that patient level of satisfaction is 52,5%. The factors that correlate with patient level of satisfaction are mode of payment. The multivariate analysis shows that the most dominant variable the correlates with the satisfaction is mode of payment. Referring to the fact that mode of payment is the most dominant factors that correlates with patient satisfaction, in this case is payment covered, by insurance that is more likely to satisfy the patient and intervention that is relatively easy to conduct, the management of the hospital needs to consider any intervention on the mode of payment. Establishing a partnership with PT Askes (a health insurance company), which has implemented JPKM principle, may be worth considering in which the hospital will recommended its patients who are not members of Askes (health insurance) to become individual members of the Askes ( health insurance).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoruddin Harun
Abstrak :
Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Salah satu diantaranya adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Dan dapat menggolongkan status gizi seseorang normal atau tidak normal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi (IMT) usia lanjut dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut (IMT). Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari penelitian potong lintang Studi Evaluasi Program Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas DKI Jakarta ( kerja sama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta), dengan mengambil wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Nopember s.d Desember 1997, dengan sampel adalah usia lanjut >= 55 tahun sebanyak 173 orang yang terdiri 77,46% wanita dan 22,54% pria. Penelitian ini melibatkan 7 variabel independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada usia lanjut, variabel tersebut adalah sebagai berikut : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan., status kesehatan, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok. Hasil analisis bivariat dan multivariat diketahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang berhubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT). Dari hasil penelitian ini disarankan agar diteliti faktor-faktor lain yang belum tercakup dalam penelitian ini seperti % karbohidrat terhadap energi, % lemak terhadap energi, tingkat stress, keturunan dan tingkat hormonal. ......Factors Associated With Nutritional Status of Guided Elderly in Community Health Centres Area in South Jakarta in 1997Nutritional status can be measured by many methods and one them is measuring body mass index (BMI). Based on BMI we would know if someone had normal or not nutritional status. The objective of this study is to find the nutritional status (BMI) of elderly and were had know factors associated with the nutritional status of elderly. This study use secondary data according to study evaluation health program elderly in community health centers in DKI Jakarta ( cooperation Faculty of Public Health University of Indonesia and Department of Health DKI Jakarta). Design of study was a cross sectional and data were collected on November - December 1997. Total sample were 173 persons aged > =55 years, consist of 22,54% male and 77,46% female. This study involved 7 variables independent possibly related to the nutritional status (BMI) of elderly, those variables as follow : sex, age, level of education, level of income, health status, physical activities and smoking habits. Based on bivariate analysis and multivariate analysis there are not independent variables significant associated with nutritional status elderly (BMI). According to this result it is suggested to study another factors not included, those factors as follow : % carbohidrat by energy, % fat by energy, level of stress, genetic and level of hormonal.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Harun
Abstrak :
Tesis ini bertujuan mempelajari faktor-faktor sosial, ekonomi dan demografi yang mempengaruhi tingkat pendapatan atau upah pekerja migran di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah status pekerjaan tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, jam kerja, daerah tempat tinggal dan status perkawinan.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan, bahwa secara statistik dan substansi masing-masing variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja migran setelah memperhatikan pengaruh tambahan variabel lainnya, atau dengan kata lain terdapat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas pendapatan setelah mempertimbangkan pengaruh tambahan variabel bebas lainnya.

Dari analisis deskriptif maupun analisis inferensial terhadap sampel migran risen yang berstatus bekerja dan menerima upah atau pendapatan, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :

1. Secara umum, pendapatan atau upah pekerja migran yang bekerja di sektor formal relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan atau upah pekerja migran di sektor informal.

2. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan pekerja relatif besar dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pendapatan atau upah yang akan diterima oleh pekerja sangat tergantung dari mutu modal manusia yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi atau baik mutu modal manusia yang dimiliki pekerja, produktivitasnya semakin tinggi, maka upah atau pendapatan atau belas jasa yang pekerja tersebut terima dari hasil pekerjaannya juga semakin besar.

3. Dilihat dari kelompok umur, proporsi pekerja migran yang berumur 30-39 tahun yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya. Sedangkan perbedaan pendapatan yang relatif besar antara pekerja sektor formal dan informal, terjadi pada kelompok umur 40 tahun keatas antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Hal ini menunjukkan, bagi pekerja migran di sektor formal yang berpendidikan SLTA keatas, semakin lama masa kerja yang mereka lewati, pengalaman kerja yang mereka peroleh semakin banyak dan kemampuan mereka semakin meningkat serta profesionalisme kerja mereka semakin baik. Sedangkan pekerja sektor informal kemampuan kerja mereka disamping didukung oleh pendidikan yang relatif baik, juga harus didukung oleh kondisi kesehatan fisik mereka yang sehat, sehingga puncak produktivitas pekerja sektor informal terlihat pada usia 30-39 tahun.

4. Pendapatan atau upah pekerja migran laki-laki relatif lebih tinggi dibandingkan pekerja migran perempuan. Setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, bahwa perbedaan pendapatan antara pekerja migran laki-laki yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor formal dengan yang bekerja di sektor informal relatif kecil, dibandingkan dengan perbedaan antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Demikian pula untuk pekerja migran perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah, perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dengan migran yang bekerja di sektor informal juga relatif kecil. Namun yang menarik disini, bahwa pendapatan pekerja perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor informal relatif lebih baik dibandingkan dengan pekerja perempuan dengan pendidikan yang sama yang bekerja di sektor formal. Sedangkan perbedaan pendapatan antara pekerja perempuan yang berpendidikan SLTA keatas yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar.

5. Dari alokasi waktu untuk bekerja, pekerja migran yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam kerja per minggu relatif berpendapatan lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu. Pengaruh jam kerja terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja, lebih besar terhadap pekerja yang berpendidikan SLTA keatas, dan perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, khususnya antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa upah pekerja di sektor formal sebagian besar terikat dengan kontrak kerja yang telah disepakati, sedangkan pekerja sektor informal, jika mereka tidak bekerja pendapatan yang mereka terima akan berkurang. Sedangkan untuk pekerja migran yang berpendidikan tamat SLTP kebawah pendapatan mereka relatif rendah dan perbedaan pendapatan atau upah antara pekerja di sektor formal dan informal relatif kecil, baik antara pekerja yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam per minggu maupun antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu.

6. Pendapatan atau upah pekerja migran di perkotaan relatif lebih baik. Sedangkan dipedesaan proporsi yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif kecil, khususnya bagi pekerja yang berpendidikan tamat SLTP kebawah. Pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas menunjukkan proporsi yang menerima pendapatan lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif besar. Perbedaan pendapatan antara pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, demikian pula antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas yang tinggal di pedesaan. Sedangkan antara yang berpendidikan tamat SLTP kebawah relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan SLTA keatas cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran, baik diperkotaan maupun dipedesaan.

7. Status perkawinan cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran. Pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga menerima pendapatan atau upah yang relatif tinggi dari pekerja yang berstatus tidak kawin. Hal ini disebabkan, pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga biasanya usia mereka lebih tua dan pengalaman kerja mereka lebih lama dibandingkan pekerja yang berstatus tidak kawin. Dipihak lain tanggung jawab pekerja yang berkeluarga lebih besar, karena mereka harus berusaha mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu pekerja yang berkeluarga kadangkala menerima tunjangan keluarga dari_ instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Sedangkan fasilitas tersebut tidak diperoleh pekerja yang berstatus bujangan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Muliati Harun
Abstrak :
Pembangunan di Indonesia terus berlangsung dari Pelita ke Pelita, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping manfaat yang diperoleh dari pembangunan berbagai industri, bagi kesejahteraan masyarakat, risiko yang ditimbulkan berupa dampak atau pencemaran lingkungan pada air, tanah dan udara sangat mengganggu, bahkan merusak lingkungan hidup. Lebih jauh, akibat pencemaran industri atau pabrik dapat merugikan kesehatan manusia dalam bentuk gangguan kesehatan sebagai akibat dampak udara yang tidak sehat, seperti radang, saluran pernapasan, gangguan pada mata, kulit, dan sebagainya. Namun dalam upaya menghadapi dampak pencemaran lingkungan dalam hal ini pencemaran udara, perilaku manusia dipengaruhi oleh persepsinya terhadap lingkungannya. Dalam hal ini persepsi masyarakat menjadi penting karena merupakan langkah awal dalam mencari strategi dan upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai langkah dini, penelitian ini dilaksanakan dengan memakai pendekatan-pendekatan kualitatif melalui wawancara (interview), Focus Group Discussion (FGD) untuk memutuskan variabel-variabel yang secara kolektif akan menggambarkan profit sosial ekonomi-budaya penduduk seperti: umur, status sosial ekonomi, pendidikan, jarak dengan sumber pencemaran, adat istiadat/kebiasaan, kelembagaan sosial, lama tinggal. Kecamatan Palimanan terdiri atas 18 desa. Dari 18 Desa tersebut, ditentukan desa Palimanan Barat sebagai lokasi penelitian. Desa Palimanan Barat, yang terdiri dari 15 dusun, dipilih atas dasar pertimbangan bahwa desa tersebut paling memenuhi kriteria sebagai lokasi penelitian, karena keberadaan pabrik-pabrik kapur, semen dan peleburan aki bekas, yang diperkirakan sebagai penyebab utama pencemaran udara. Jumlah responden semula adalah 170, yaitu 2,1% darijumlah populasi desa, sebanyak 8192 KK. Responden adalah kepala keluarga atau anggota keluarga, dipilih secara \ Dari 170 Kuesioner, ternyata sebanyak 24 (0,3%) kuesioner cacat, sehingga tak dapat diolah. Karena itu analisis data didasarkan atas 146 kuesioner (1.8%). Pengertian persepsi terhadap lingkungan adalah bagaimana individu memandang dan memahami lingkungannya, persepsi terbentuk karena proses penerimaan sejumlah sensasi melalui bekerjanya sistem saraf, sehingga kita dapat mengenal dan menyusun suatu pola. Latar belakang masyarakat seperti lama tinggal, umur, pendidikan dan kemampuan ekonomi ikut menentukan persepsi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa umumnya masyarakat mempersepsikan lingkungannya semakin kotor, namun mereka tak mempunyai daya upaya untuk menghindar dari kejadian pencemaran udara lebih jauh mereka berperilaku acuh tak acuh, dan bahkan cenderung pasrah. Lingkungan yang dipersepsikan sebagai di luar batas-batas toleransi individu menimbulkan stress dan individu yang bersangkutan akan berusaha melakukan penyesuaian diri (coping) dan beradaptasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : -Ada hubungan antara persepsi tentang pencemaran udara dengan perilaku penduduk terhadap kondisi lingkungan hidupnya dengan alternatif tidak ada hubungan. Perbedaan persepsi terhadap pencemaran udara yang disebabkan oleh pabrik kapur dan pabrik semen serta peleburan aki bekas, dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, seperti mata pencaharian dan kesempatan kerja, serta jarak tempat tinggal dengan keberadaan pabrik.
The national development goes on from one to further stages of Repelita, in line with the development of science and technology. Beside the many positive yields gained from various industrial developments in the frame of increasing people's welfare, various risks stemming from the activities in the form of land, water and air pollutions are in fact very disturbing, even degrading the quality of the living environment. Previous observations revealed that industrial plants pollutions are increasingly giving adverse impact on human health in the form of physical disturbances resulting from foul and dirty air such as bronchitis, eye irritation, throat ache, skin allergy, etc. In practice, in his efforts to face environmental pollution, in this respect air pollution, human behavior is mainly influenced by his own perception on his environment. Hence people's perception is very important to be dealt with, as it serves as a critical step in the finding of strategy and efforts in the field of environmental management. In the first step, a preliminary survey was carried out using qualitative approach, visualizing focus group discussion and interview, in order to determine certain variables which will collectively give people's socio-economic profile such as age, economic status, education, distance from pollution sources, custom/tradition, local institutions, and length of stay. The second step of the research was carried out through primary data collection through interviews with the help of questionnaires and depth interviews with selected resource persons, supported by observation. Relevant secondary data were obtained at the level of district, Sub-district, village, and sub-village. The sub-district of Palimanan constitutes of 18 villages. Out of the 18 villages, the West Palimanan was purposively selected as area of study. This village, consisting of 15 sub-villages was selected on the basis that it meets the criteria of research area, i.e. the existences of limestone?s quarries and plants, cement plants, and used batteries melting plants, which were assumed as the major sources of the local air pollution. A number of 170 respondents, consisting of head and member of households were proportionally and randomly selected out of the whole population of the 15 sub-villages. But post to questionnaires selection, it was found out that 24 questionnaires were invalid to be included in the data procession, so that data analysis was carried out based on 146 questionnaires. The whole research was guided by a single hypothesis: there is correlation between people's perception on air pollution with their attitude and behavior toward their environment, with alternative no correlation. Theoretically, man's perception on his environment refers to how he views and understands his environment. Perception is then built through the process of receipt of a number of sensations by the operation of the nerves system, enabling him identifies and constructs a certain pattern. People's distinguished background such as age, education, culture, length of stay, and economic capacity help his perception construction. Data analysis collectively revealed that in general people perceive that their air environment has been increasingly polluted with the existence of the above-mentioned industrial activities. Nevertheless they show no further efforts to stay away from the pollution events, many of them even tend to succumb themselves to the situation. Environmental air pollution, which is perceived as beyond the limits of individual tolerance, accumulatively create stresses, and as has been proved in the research, people voluntarily cope with and adapt himself to the situation. Different perception on air pollution events generated by the limestone?s and cement plants and the used batteries melting plants were proved to have been influenced by socio-economic factors such as occupation, employment opportunities and access to employment, length of stay, distance from the plants. In the context of environmental management, it was concluded that efforts to overcome and manage the situation can be approached from the aspects of spatial and land use planning, community participation, strict law enforcement, and regional/local institutions.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmein Harun
Abstrak :
Imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, diantaranya adalah imunisasi DPT. Terdapat dua komponen pelaksanaannya yaitu komponen statik dan komponen dinamik. Komponen statik adalah pelayanan imunisasi di Puskesmas, Rumah Sakit dan praktek dokter. Seharusnya semua bayi/anak sasaran imunisasi yang berkunjung ke Puskesmas memperoleh imunisasi yang sesuai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian missed opportunities (kesempatan yang tidak dimanfaatkan) imunisasi DPT di Puskesmas Kecamatan Bogor Barat. penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengamati kejadian "missed opportunities" imunisasi. DPT dan kemudian mencatat berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhinya. Hasil penelitian ini, memperlihatkan kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT sebesar 78 % di Puskesrnas Kecamatan Bogor Barat. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda biner dan/atau regresi logistik linier dapat dibuktikan adanya pengaruh beberapa faktor terhadap kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT. Yang pertama adalah Hari Kedatangan Bayi/Anak ke Puskesmas, bila seorang bayi/anak datang bukan pada hari pelayanan imunisasi selalu mengalami kejadian "missed opportunities" tersebut. Kedua, Sifat Kedatangan ke Puskesmas, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas bukan dengan maksud memperoleh imunisasi akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 18 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang datang untuk memperoleh imunisasi. Ketiga, Unit Yang Memberikan Pelayanan Kesehatan, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh unit K.I.A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 21 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh unit K.I.A. Keempat, adalah Faktor Pengalaman Petugas Bertugas di K.I.A., seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh petugas yang berpengalarnan bertugas di K. I. A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 28 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh petugas yang mempunyai pengalaman bertugas di K. I. A. Selanjutnya disarankan agar setiap petugas Puskesmas yang rnernberikan pelayanan kesehatan kepada bayi/anak berumur 3-14 bulan untuk selalu menetapkan status imunisasi mereka. Dan perlu dipikirkan suatu mekanisme untuk itu, antara lain dengan memberikan tanda peringatan tertentu pada kartu rawat jalan bayi/anak tersebut, atau dengan menempelkan tanda tertentu (stiker) pada meja tulis atau di dinding dekat tempat tidur periksa. Perlu pula disarankan agar informasi tentang hari pelayanan imunisasi di Puskesmas disampaikan kepada masyarakat secara jelas. Saran lain yang memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam adalah penambahan frekuensi hari pelayanan imunisasi serta arus pelayanan kesehatan bagi bayi/anak berumur 3-14 bulan harus melalui unit K.I.A.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrul Harun
Abstrak :
ABSTRAK
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Notaris wajib bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta otentik, termasuk akta hibah wasiat harus mengandung tiga kebenaran yaitu kebenaran lahiriah, kebenaran formal, dan kebenaran material. Khusus mengenai akta wasiat adalah berbeda dengan akta-akta yang lain, akta wasiat tidak dapat dirubah atau dicabut apabila si pewasiat telah meninggal dunia. Kesalahan dan kelalaian Notaris dalam pembuatan akta wasiat, dapat mengakibatkan akta kehilangan otentisitasnya dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan melalui pemeriksaan pengadilan. Oleh karenanya, Notaris dapat dituntut karena perbuatan melawan hukum. Dengan demikian penting untuk dibahas mengenai tanggungjawab hukum Notaris dalam pembuatan Akta Wasiat apabila yang dilakukan tersebut ternyata melanggar hukum dan ada implikasi hukum, baik secara pidana maupun perdata atas Akta Wasiat yang dibuat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi dokumen dan merupakan data sekunder. Penganalisaan data dengan metode kualitatif dan hasil penelitian yang diperoleh bersifat deskriptif analitis. Tanggungjawab notaris, berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan serta moralitas baik sebagai pribadi maupun selaku pejabat umum. Notaris mungkin saja melakukan kesalahan atau kekhilafan dalam pembuatan akta wasiat. Apabila ini terbukti, akta wasiat kehilangan otentisitasnya dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Dalam hal ini apabila menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan dengan akta tersebut, notaris dapat dituntut secara pidana atau pun digugat secara perdata. Sanksi yang dikenakan secara pidana adalah menjatuhkan hukuman pidana dan sanksi secara perdata adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang berkepentingan tersebut.
2005
T16363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdan Harun
Abstrak :
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata materil dan sprituil, serta telah di laksanakan baik di desa maupun di kota. Pelaksanaan pembangunan tersebut seyogianya tidak hanya bersifat fisik saja tetapi harus dilaksanakan juga pembangunan yang bersifat non fisik dalam hat ini adalah bahwa setiap program pembangunan tersebut harus dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaan Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu yang ada di Kota Pontianak, peran Community Worker sebagai kader pembangunan sangat panting untuk menggantikan peran kader pembangunan yang ada di Kelurahan, pelaksanaan peran tersebut tidak dapat dilakukan secara efektif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas peran Community Worker yang terdiri dari faktor internal 'Community Worker yaitu motivasi dan niat, faktor kemampuan dan keterampilan Community Worker, faktor kerjasama (masyarakat), serta faktor kebijakan Pemerintah yang meliputi faktor sosialisasi program yang bersamaan dengan turunnya bantuan dan kebijakan Pemerintah yang bersifat top down menempatkan masyarakat hanya sebagai penerima pembangunan. Ada dua aspek yang diteliti, yaitu efektifitas peran Tenaga Penggerak Masyarakat dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa terpadu, serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas peran Community Worker. Pada efektifitas Peran Community Worker penelitian ini mencoba mendeskripsikan dan menganalisa pelaksanaan peran Community Worker di dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu, sedangkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peran Community Worker. Penelitian yang dilaksanakan di Kota Pontianak merupakan penelitian melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi serta melalui wawancara terhadap 13 informan, selain itu juga di dukung oleh pendekatan kuantitatif dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan peran Community Worker di dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu tidak dapat dilakukan secara efektif, Community Worker yang ada ditunjuk oleh Pemerintah Kota dan bukan pilihan masyarakat, selain itu tidak disediakannya dana operasional bagi mereka untuk melaksanakan perannya, yang mengakibatkan belum terlaksananya peran dengan baik dan lancar. Pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah agar tidak mengabaikan upaya pemberdayaan masyarakat, selain itu dalam pelaksanaan pembangunan hendaknya melalui pendekatan partisipatoris artinya dimulai dari masyarakat yang mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri dengan menganut sistem pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Selanjutnya agar peran Community Worker dapat dilaksanakan secara efektif Pemerintah Kota seharusnya menyerahkan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya terhadap Community Worker yang sesuai dengan keinginannya, disamping itu perlu dukungan dana bagi kegiatan operasional Community Worker.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Library Harun
Abstrak :
Tanah yang luas dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak seenaknya saja untuk dimiliki oleh masyarakat tanpa adanya pengaturan akan kebutuhan perumahan tersebut, adanya instansi yang terkait dengan interaksi tersebut baik segi pemerintah, swasta dengan masyarakat yang ingin memiliki rumah. Objek atas tanah yang dilukakan dalam perumahan berupa tanah yang diatasnya terdapat bangunan rumah maupun tanah yang berupa tanah kavling yang dilakukan pematangan terlebih dahulu sebelum tanah itu dijual kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Hubungan hukum tersebut berupa tanah yang dibebaskan untuk dimiliki yang kegiatannya dilaksanakan oleh swasta (perusahaan pengembang) untuk kemudian dijual kepada masyarakat yang membutuhkan berupa tanah matang. Adanya kepentingan pemerintah dengan hubungan hukum itu terutama dengan kepentingan untuk melaksanakan roda perekomian pemerintah berupa pemungutan pajak atas transaksi jual-beli tanah dalam bentuk BPHTB dan PPN karena adanya transaksi perusahaan dengan pihak lain dengan tanahnya berupa pematangan tanah. Pajak yang timbul dari pematangan tanah yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pungutan atas PPN atas tanah matang masih banyak yang belum mengetahuinya, karena PPN dipungut atas pertambahan nilai dari penyerahan BKP/JKP, sehingga masih banyak yang belum melakukan pemotongan pajak tersebut. Pemotongan pajak ini harus dilakukan sesuai dengan pembukuan peraturan perpajakan dan harus dilakukan pencatatan pembukuan untuk kepentingan perpajakan, tetapi tidak dilakukan oleh Perusahaan Pengembang yang menyebabkan adanya penyimpangan, oleh kekurangan-mengertian staf pelaksana perusahaan walaupun peraturan yang ada cukup jelas. Bisa juga terjadi karena adanya unsur kesengajaan dengan memanfaatkan celah hukum yang kurang mengaturnya. Untuk itu bahasan yang kami lakukan dengan adanya penyimpangan dari pengenaan PPN. Biar bagaimanapun tidak ada peraturan yang dibuat Secara sempurna semakin ada peraturan semakin timbul adanya penyimpangan dengan memanfaatkan celah hukum tersebut.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Harun
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan menopang pembangunan nasional, pemerintah Indonesia melakukan eksploitasi sumberdaya alam batubara yang ada di Kalimantan Selatan, bekerjasama dengan PT Adaro Indonesia (PTAI). Selain berdampak positif penambangan batubara PTAI yang dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit), juga dapat menimbulkan dampak negatif - berupa pengurasan sumberdaya alam, kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair dengan volume 40,6 juta m3 dengan kadar suspended solid (SS) mencapai 30.000 mg/L (di outlet sump pit sebelum diolah). Pembuangan limbah cair tersebut dapat mengakibatkan pencemaran sungai dan biota akuatiknya. Jika kualitas sungai tercemar, dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan, kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitamya, pada akhimya dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap PTAI. Oleh karena PTAI itu telah mempersiapkan suatu sistem pengelolaan air limbah, salah satu diantaranya adalah SISPAL SP-20. Temyata, operasional SISPAL tidak efektif untuk mencegah degradasi kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menemukan sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan, (2) mengetahui efektivitas SISPAL SP-20, (3) meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20, (4) menemukan jenis dan dosis koagulan-flokulan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20, (5) mengetahui upaya minimisasi limbah cair dan menemukan peluang peningkatannya, (6) mengetahui pengaruh operasional PTAI terhadap kualitas sungai dan biota akuatiknya, (7) mengetahui persepsi masyarakat di sekitar tambang terhadap PTAI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survei, pengujian sampel air limbah di laboratorium dengan melakukan serangkaian eksperimen terhadap 5 pasang koagulan dan flokulan dan uji lapangan. Pengumpulan data sekunder didapatkan dari literatur, laporan internal PTAI, buku-buku, brosur, bahan kursus, dan intemet. Studi efektivitas SISPAL SP-20 dilakukan dengan pendekatan teknik, sosio-ekonomi, sumberdaya manusia dan Iingkungan. Penentukan jenis dan dosis koagulan-flokulan yang sesuai dengan karakteristik air limbah tambang PTAI adalah faktor yang besar pengaruhnya untuk meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20. Oleh karena itu penentuan jenis dan dosis koagulan-flokulan menjadi prioritas dalam penelitian ini. Dengan penelitian yang komprehensif diharapkan dapat ditemukan suatu sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif mencegah terjadinya degradasi kualitas Iingkungan. Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka PTAI (SISPAL SP-20) tidak efektif mencegah degradasi kualitas Iingkungan. Pada penelitian ini telah ditemukan sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif dengan menemukan jenis dan dosis koagulan-flokulan, mempersiapkan SOP dan strategi operasi yang tepat dan SDM yang kompeten. 2. Pasangan Koagulan Praestol 187-K dan flokulan Praestol 2640 adalah yang terbaik dari 5 (lima) pasang koagulan-flokulan yang diuji. 3. Penggunaan koagulan Praestol 187-K dan flokulan Praestol 2640 dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan efektivitasnya untuk rnenurunkan kadar SS, Kekeruhan, Fe, Mn sampai 99 %, Sulfat, COD sampai 80%. 3.1. Dosis efektif koagulan Praestol 187-K adalah 10 ppm dan flokulan Praestol 2640 adalah 1 ppm dengan kadar S5 air limbah 7.550 mg/I. Biaya penggunaannya sebesar Rp 64 per m3, jika kadar SS air limbah 1.500 mg/l. 3.2. Biaya penggunaannya sebesar Rp 64 per m3, jika kadar SS air limbah 1.500 mg/l. Efisiensi yang dapat diperoleh pada SISPAL SP-20 adalah Rp 1,106 milyar per tahun dengan volume air limbah 3,293 juts m3 sedangkan untuk seluruh Tambang Tutupan dapat mencapai Rp 13, 653 milyar per tahun dengan volume air limbah 40, 664 juta m3. 4. PTAI telah melakukan berbagai upaya minimisasi limbah cair, tetapi hasilnya belum optimal. Minimisasi limbah cair didapatkan dengan memisahkan air yang keluar dari seepage dan drainhole dengan air limbah di Sump pit yang mengandung S5 tinggi dan memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan rumah tangga. Volume air yang dapat dimanfaatkan adalah 7, 776 juta liter per hari. 5. Operasional tambang PTAI mengakibatkan pencemaran sungai di sekitar tambang yang ditunjukkan dengan indeks Shannon-Wiener biota akuatik. 6. Operasional PTAI menimbulkan persepsi positif sebesar 64% dan persepsi negatif sebesar 36% oleh masyarakat di sekitar tambang.
ABSTRACT
To cope with the domestic energy demand to support our national development, the government of Indonesia continues to exploit its coal resources in South Kalimantan, under the cooperation between the Government of Republic Indonesia and PT Adaro Indonesia (PTAI). The Coal Exploitation by PTAI with open pit methods does not only have positive impact but can also cause negative impact in the forms of depletion of natural resources, environmental damages and water pollution caused by wastewater which discharges 40,6 million m3 and 30.000 mg/I of SS (at the outlet sump pit before treatment). The discharge of wastewater consequently will pollute the rivers around the mining and endanger the aquatic life. If the water quality of these rivers decreases or is polluted, this will endanger the life of many people, their social and economic as well as their health life and in the end they will forward negative perception to the mining operations. Therefore, this wastewater should be managed by operating of the Open Pit Coal Mining Wastewater Management Systems (SISPAL). One of them is SISPAL SP-20. Unfortunately, the operation of this SISPAL is not effective to protect the degradation of environmental quality. Therefore, it should be improved by comprehensive research. The objectives of the research are; (1) To formulate an effective open pit coal mining wastewater management systems to protect the degradation of environmental quality, (2) To identify the effectiveness of SISPAL-SP-20, (3) To increase the effectiveness of SISPAL-SP-20 (4) To find the appropriate type and dosage of coagulant-flocculant components to increase the effectiveness of SISPALĀ¬SP-20, (5) To identify the efforts done by PTAI in minimizing the liquid waste and identify improvement opportunity, (6) To identify the impacts of PTAI operations to the quality of the rivers and their aquatic life, (7) To identify the community perception to PTAI mining operations. The method being used is experiment. Primary data collection is done through survey, sample testing of waste water conducted in laboratory by executing a number of experimentation of five pairs of coagulant-flocculant and field trial on the SISPAL SP-20. Secondary data collection is done through literature study of PTAI internal reports, books, brochures, magazines, course material and material found in the internet. This research is conducted by technical, socio-economical, human resources and environmental approaches. The important factors to improve the effectiveness of the SISPAL SP-20 is finding the appropriate types and dosages of the coagulantĀ¬ flocculant components. Therefore, this is the focus of the research. The open pit coal mining wastewater management systems will be found by this comprehensive research. The research results are; 1. The open pit coal mining wastewater management systems of PTAI (SISPAL SP-20) is not effective to prevent the environment quality degradation. The effective SISPAL can be developed by effective dosage and correct types of coagulant-flocculant, improved SOP and operational strategy, and improved manpower competency. 2. The use of combination of Praestol P-187 coagulant and of Praestol P-2640 flocculant is the best of all 5 (five) combinations of coagulant and flocculant used in this research. 3. The use of combination of Praestol P-187 coagulant and of Praestol P-2640 flocculant with appropriate dosage can increase the effectiveness of the SISPAL SP-20 to decrease the concentration of suspended solid (SS), Turbidity, Iron, Manganese up to 99%, Sulphate and COD up to 80%. 3.1. The effective dosage of coagulant Praestol P-187 is 10 ppm and flocculant Praestol P-2640 is 1 ppm to wastewater which contains 7.550 mg/L of SS. The cost of chemical consumption is about Rp 64 per m3 of wastewater containing of 1.500 mg/L of SS. 3.2. The cost of chemical consumption is about Rp 64 per m3 of wastewater containing of 1.500 mg/L of S5. Total efficiency of SISPAL SP-20 is Rp 1,106 billions per year from 3,293 millions m3 volume of wastewater being processed per year, and the whole efficiency of overall Tutupan mining area with the 40,664 m3 volume of wastewater being processed per year, could reach Rp 13,663 billions. 4. PTAI carries out some efforts to minimize liquid waste, but the result is not optimal yet. There are some opportunities to improve the efforts of liquid waste minimization by segregation of the liquid wastes from drain hole and seepage with wastewater in the Sump pit which contains higher suspended solid. Total volume of water can be conserve and or use for community consumption is 7,776 millions liter/day. 5. The operation of PTAI is pollute the river quality around the mining area shown by Shannon-Wiener index of biota aquatic. 6. The operational of PTAI creates 64% positive perception and 36% negative perception of the community surrounding the mining area.
2007
T20770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>