Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Aurora
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami gambaran penghayatan cinta pada pasangan penderita skizofrenia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasangan untuk mempertahankan pernikahannya. Hal ini menarik untuk diketahui karena tingkat perceraian pada pasangan yang salah satunya mengalami gangguan mental lebih tinggi tiga sampai empat kali dibandingkan dengan rata-rata. Jumlah penderita skizofrenia mengalami peningkatan sekaligus stigma buruk dari masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada dua orang suami dan seorang istri dari penderita skizofrenia yang masih dalam status pernikahan dan bertemu secara intensif dengan pasangannya. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa subyek mengalami passionate love sebelum menikah dan sejalan dengan usia pernikahan mengalami companionate love. Gejala-gejala yang merupakan beban berat bagi subyek antara lain: mutism, ketidak mampuan bekerja dan merawat kebersihan tubuh, kekacauan bicara dan perilaku, halusinasi, ketidakmampuan mengurus rumah tangga. Perubahan dalam keintiman yang dialami subyek antara lain: menurunnya hasrat seksual, keterbukaan, dukungan emosional maupun perilaku. Seorang subyek masih mengalami keintiman kognitif, emosional dan perilaku, namun mengalami beban kekuatiran akan janin yang dikandung istri ketika sedang kambuh dan harus minum obat. Semua subyek menyebutkan faktor keyakinan agama mempengaruhi untuk mempertahankan pernikahan. Selain itu, dua subyek masih merasa bahagia dan menjalani hubungan suami istri sehingga mempertahankan pernikahan.
Penelitian selanjutnya perlu melibatkan penderita yang sudah mengalami remisi untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai dampak gangguan terhadap keintiman dalam pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora
"Konijnklijke Luchtvaart Maatschappij (Maskapai Kerajaan Belanda), yang dikenal dengan inisial KLM, merupakan salah satu maskapai terkenal di dunia. Jurnal ini membahas mengenai indeks, ikon, dan simbol pada iklan banner di website KLM berbahasa Belanda. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui peranan indeks, ikon, dan simbol yang digunakan dalam iklan KLM. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang paling memiliki peranan besar adalah ikon dan simbol dibandingkan dengan indeks. Ikon dan simbol digunakan di semua iklan tetapi indeks hanya digunakan pada dua iklan. Ketiga unsur tersebut digunakan untuk menarik perhatian pembaca dan mempermudah pembaca memahami maksud dari iklan KLM tersebut.

Koninklijke Luchtvaart Maatschapij (Royal Dutch Airline), well known by initials KLM, is the one of the famous airlines in the world. This journal discussed about index, icon and symbol in banner advertisement on KLM's website. This is an descriptive analysis study which aims to know the role of index, icon and symbol that used in KLM's advertisement. The analysis result shows that icon and symbol have the biggest role than index. Icon and symbol are used in all advertisement but index only used in two advertisement. That three elements are used to fetch up readers appreciation and also to help readers to understand the meaning from the KLM's advertisement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cuito, Aurora
Hongkong : Page One Publishing, 2002,
R 712.7 Hot
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Aurora
"ABSTRAK
Kota merupakan suatu kesatuan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan lingkungan buatan sebagai lingkungan kehidupan manusia. Salah satu cirinya adalah keberadaan ekosistem alami yang biasanya relatif sangat kecil. padahal kualitasnya mempengaruhi kualitas ekosistem kota secara keseluruhan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sebagai suatu bentuk keberadaan ekosistem alami pada suatu lingkungan buatan menjadi amat penting mengingat fungsinya secara ekologis, sosial dan estetis. Ruang Tebuka Hijau dapat mengatur temperatur kota, mengatur kandungan oksigen. mengurangi karbondioksida, menjadi perangkap bahan pencemar baik debu maupun gas, meningkatkan peresapan air, memberi bentuk visual yang menarik dan sehat untuk rekreasi, menjadi habitat bagi semua makhluk hidup dan meningkatkan keanekaragaman kehidupan di lingkungan kota.
DKI Jakarta memiliki dinamika pembangunan yang diwarnai dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang pada tahun 1961 baru berjumlah 2,9 juta jiwa, pada tahun 1995 telah berjumlah 9 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2005 akan berjumlah 12 juta jiwa. Perkembangan penduduk dan berbagai aktivitasnya yang demikian pesat pada luas tanah terbatas (650 km2) pada akhirnya terekspresikan pada masalah penggunaan tanah dan secara Iuas pada sumberdaya alam dan lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai aktivitasnya tersebut menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan tanah antara berbagai kegiatan. Persaingan penggunaan tanah yang terjadi selama ini telah menyebabkan ruang yang seharusnya dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dibangun untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kegiatan lain. karena Ruang Terbuka Hijau dipandang tidak menguntungkan secara ekonomis.
Perbandingan yang seimbang antara manusia dan lahan (man-land ratio), khususnya perbandingan antara luas bangunan dan luas tanah (building area ratio) danfatau perbandingan antara luas lantai dan luas tanah (floor area ratio) akan dapat membantu keberadaan RTH.
Untuk kepentingan penelitian ini, maka dibedakan dua jenis Ruang Terbuka Hijau. Pertama adalah Ruang Terbuka Hijau Umum (Publik), yaitu Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh umum, seperti taman kota yang dibangun oleh Pemerintah. Ruang Terbuka Hijau Umum ini merupakan daerah yang di dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) mempunyai peruntukan penyempurnaan hijau. Kedua adalah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan (Pribadi), yaitu daerah dalam persil bangunan pada kepemilikan pribadi yang dialokasikan untuk tanaman hijau,
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta mengenai komposisi daerah yang tidak terbangun dalam suatu persil bangunan, khususnya yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan tersebut. Juga untuk mengetahui apakah pengaturan Intensitas Bangunan khususnya Koefisien Dasar Bangunan mampu mengendalikan pemanfaatan tanah di dalam suatu persil dalam kaitannya dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam pengambilan kebijakan perencanaan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan.
Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian pustaka dan penelitian lapangan di daerah studi sepanjang koridor JI. Thamrin - JI. Sudirman, batas utara dimulai dari Air Mancur sampai batas selatan Jembatan Semanggi dan di JI. Rasuna Said, batas utara dimulai dari Jembatan Latuharhary sampai batas selatan Simpang-4 J1. Gatot Subroto.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama adalah yang berkaitan dengan pengukuran secara langsung di lapangan dengan mempergunakan alat ukur tanah, yaitu untuk mendapatkan luas kawasan non-bangunan dan luas kawasan non-perkerasan dalam kawasan non-bangunan, yang selanjutnya disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan. Data tiap persil tersebut, selanjutnya digitasi dan dianalisis melalui sistem Arc-Info untuk mendapatkan informasi mengenai berapa luas sesungguhnya daerah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dibandingkan dengan luas daerah non-perkerasan. Kedua, adalah melalui wawancara langsung dengan responder penelitian di lapangan dalam hal ini adalah perencanalarsitek bangunan pada persil-persil di sepanjang kawasan studi. Data Primer yang diperoleh melalui wawancara adalah : wawasan lingkungan hidup perencanalarsitek, persepsi perencanalarsitek terhadap perhitungan ekonomis lahan serta persepsi perencana/arsitek terhadap peraturan yang berkaitan dengan intensitas bangunan.
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap permasalahan penelitian, maka dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota mempunyai multi fungsi, yaitu : fungsi ekologi, estetis dan sosial budaya yang dapat dijabarkan sebagai daerah resapan, sebagai peredam cemaran udara sebagai pengendali iklim mikro dan sebagai unsur keindahan dan kenyamanan hidup kota.
Diharapkan Iuas Ruang Terbuka Hijau untuk DKI Jakarta dengan luas wilayah 65.000 Ha. adalah 30% dari luas kota, yaitu ± 19.500 ha. Luas Ruang Terbuka Hijau Umum pada tahun 1996 adalah seluas 12.900 ha, atau kurang lebih 20% dari luas kota. Dengan kemampuan pendanaan Pemerintah yang terbatas, maka penyediaan Ruang Terbuka Hijau kota tidak dapat digantungkan dari kemampuan pendanaan Pemerintah semata, namun perlu diupayakan peluang-peluang penciptaan Ruang Terbuka Hijau yang dapat memanfaatkan kemampuan dan peranserta masyarakat dan pihak swasta, antara lain Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan
Penelitian sepanjang koridor Thamrin-Sudirman dan Rasuna Said membuktikan bahwa komposisi Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dalam daerah non-bangunan tidak mencapai 50% dari Ruang Terbuka yang tercipta. Peraturan Intensitas Bangunan, khususnya Koefisien Dasar Bangunan yang berlaku saat ini, hanyalah mengatur mengenai komposisi daerah yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun, sehingga yang di atuar hanyalah komposisi ruang terbuka dan bukannya ruang terbuka hijau.
Faktor-faktor utama yang menentukan keberadaan Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan, adalah : Wawasan Lingkungan Hidup pemilik persil dan perencana, perhitungan ekonomis lahan serta adanya peraturan spesifik yang mengatur komposisi Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan.
Tanpa adanya pengaturan komposisi Ruang Terbuka Hijau secara eksplisit, maka pemilik persil dan atau perencana/arsitek tidak akan memberi "porsi" yang memadai bagi penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan. Untuk itu harus dicapai kesepakatan antara Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, para pakar serta masyarakat untuk menentukan komposisi yang wajar, sehingga semua pihak yang berkepentingan tidak merasa dirugikan. Selanjutnya kesepakatan tersebut dapat dipergunakan untuk menyempurnakan peraturanperaturan yang ada.
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan peluang-peluang baru untuk meningkatkan keberadaan RTH di kawasan perkotaan.

ABSTRACT
Evaluation Of The Ratio Of Green Open Space At Building Lots (Case Study of Thamrin - Sudirman and Rasuna Said Corridor Jakarta)A city constitutes of a unity of natural environment, socio - cultural environment and man - made environment where people live. One of its characteristics is the existence of a relatively small natural ecosystem, despite the fact that its quality affects its overall quality of the urban ecosystem. The existence of green open space as a natural ecosystem becomes highly important in terms of its ecological, social and aesthetical aspects. Green open space reduces carbonmonoxide, captures pollutants such as dust and gas, improves water absorption, provides an attractive and healthy visual shape for recreation purposes, becomes a habitat for all creatures and adds to living variety within an urban environment.
The Special Capital Territory of Jakarta (DKI Jakarta) owns a development dynamism characterized by speedy population increase. The number of population in DKI Jakarta in 1961 was 2.9 million only, but in 1995 it increased to 9 million and in 2005 it is estimated to reach 12 million. Such fast population increase along with its activities on a limited space (650 km2) will eventually put a pressure on the land use and deplete the natural resources and seriously burden its environment seriously. The rising number of population and activities has led to the increasing competition of land use for many different activities. The land use competition that has been prevailing so far has caused the space designated for Open Green Space to be used to meet the needs of development for other infrastructure, as Natural Environment is considered being economically un-beneficial.
There is a need to balance the ratio between man and land especially the building-area ratio and/or the floor-area ratio as a way to increase the green open space in urban area.
For the purpose of this survey, an open space is categorized into two types namely Public Green Open Space which is green open space owned by the public like city gardens constructed by the Government. Such green open space are pieces of land in which within the Zoning General Plan areas have the function as greenery. Second is green open space on private building lots, namely areas within building lots owned by an private allocated for greenery.
This survey is aimed at finding facts about composition of areas unbuilt within building lots, and more particular, those related to green open space within those building lots. It is also to know if the building intensity regulation is able to control its land utilization within a lot in its relation to the allocation of green open space. It is expected that this survey is able to provide some thoughts for the DKI Government in making decisions pertaining to environmentally-oriented urban zoning.
For such purpose, a library research and field survey have been conducted in the study area along JI. Thamrin - JI. Sudirman corridor (Its north border began from Air Mancur up to the south border of Semanggi Clover Leave Bridge) and Jl. Rasuna Said, (its north border began from the Latuharhary bridge up to the south border of Jl. Gatot Subroto intersection).
The primary data required in this survey comprise two types. First, those related to direct surveying in the field using surveying equipment to obtain the extent of the un-built area, and the un-compacted area within an un-built area which shall be further referred to as green open space on the building lots. The data of each lot was further digitized and analyzed using Arc - Info as to obtain information about the actual extent of such green open space on the building lots compared to the un-compacted area. Second, the data was also obtained through direct interviews with the survey respondents in the field, in this case planners/building architects of the lots along the study area. The primary data were obtained from the perception of the planners/ architects towards regulation linked to the building intensity.
Based on the results of the discussion on the survey issues, it could be concluded as follows:
Green Open Space within a city has a multi functions, namely: as water catchment area, as air pollutant absorption, as microclimate controller and as aesthetical element of the environment.
The ideal extent of Green Open Space for DKI Jakarta with total size of 65,000 ha is 30% of the city size namely around 19,500 ha. The green open space size in 1996 was 12,000 ha or equivalent to 20% of the city size. Under the government's restricted budget allocation, the allocated green open space cannot depend on the government fund availability solely, but there should be alternative ways for the creation of green open space through participation of the community and private sector, among others green open space existing on building lots.
The survey along the Thamrin-Sudirman corridor and Rasuna Said corridor has proved that the green open space composition at building lots within un-built areas does not even reach 50% of the open space. Regulations concerning Building Intensity, only regulates the composition between what may be built and may not be built. Thus, the regulations concern only with' the open space composition and not the green open space.
Main factors that determine Green Open Space on building lots are: Environmental Awareness of the lot owners and planners, land economic calculation and specific regulations regulating composition of Natural Environment on building lots.
In the absence of such explicit regulations concerning composition of Green Open Space, the lot owners/planners/architects will not give away their adequate share of the cake to be allocated for green open space on their building lots. Accordingly, an agreement must be reached as to determine the appropriate composition so that all related parties will not be harmed. Such agreement further can be used as to review the existing regulations.
The need for a further study to explore new ideas and new possibilities to increase the green open space in urban area.
Total of References : 43 (1970 - 1986)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donzelli, Aurora
"Tulisan ini menggambarkan sebuah eksplorasi etnografis di Tana Toraja pada masa kini, mengenai retorika nasional 'Bhinneka Tunggal Ika' (unity in diversity) yang diartikulasi secara lokal melalui ideologi pembangunan. Penulis menunjukkan bahwa di daerah Toraja retorika nasional mengenai pembangunan pada masa setelah penjajahan (poskolonial) berawal dari masa prakemerdekaan dan terkaitkan dengan sejarah penyebaran agama (missionarisasi). Penulis memberikan analisis tentang pemaknaan ulang ritual Toraja sepanjang era penjajahan Belanda dan masa setelah penjajahan. Ritual yang pada masa Belanda dianggap salah satu contoh 'pemborosan kafir' diubah menjadi 'lelang moderen'.
Praktik penyelenggaraan penggalangan dana melalui lelang dalam upacara/ritual adat yang diperkenalkan oleh Belanda pada awal abad ke-20, memiliki peran yang amat penting dalam proyek penyebaran agama dan, pada masa poskolonial. Hal ini menjadi salah satu strategi untuk memasukkan daerah adat Toraja ke dalam negara Indonesia yang dalam retorika nasional digambarkan sebagai 'moderen dan bersatu'. Dalam usaha memahami Toraja masa kini, analisis terhadap proses dimana wacana kolonialisme Belanda?dan yang baru-baru ini?ideologi nasionalis, telah memanipulasi praktik, dan makna dari sistem ritual Toraja tidak bisa dilepaskan.
Ritus pembagian daging dan ideologi modernis nasional seharusnya dapat dimengerti sebagai kedua-duanya terkaitkan dengan dua bentuk kesadaran sejarah (historical consciousness) yang saling bertentangan. Penulis memberi perhatian secara khusus pada isu temporalitas. Menurut penulis, isu ini sering dilupakan dalam studi nasionalisme Indonesia. Sebagian dari efektifitas retoris dari slogan 'Bhinneka Tunggal Ika' tersampaikan karena slogan tersebut sejalan dengan konstruksi antitesis antara 'modernitas' dan 'tradisi'. Dalam sebuah kerangka diskursif yang menyamakan 'perbedaan' dengan 'tradisi', dan 'modernitas' dengan 'kesatuan', tradisi lokal diakui hanya sejauh hal tersebut dikonseptualisasikan sebagai tahap awal dari modernitas yang bersatu.
"
2003
AIIJ-XXVII-72-SeptDes2003-38
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Friane Aurora
"Hizbullah merupakan salah satu Gerakan Politik Kelompok Muslim Syi'ah yang ada di Lebanon. Pendirian Hizbullah tidak dapat dilepaskan dari kebangkitan politik Kelompok Muslim Syi'ah yang dipelopori oleh Imam Musa Al Shadr, kondisi sosial politik Lebanon pada tahun 1980-an, agresi Israel ke Lebanon tahun 1982, dan dukungan materiil dan moriil lran kepadanya. Pada awalnya Hizbullah hanya melakukan aktivitas perlawanan dalam perjuangannya membebaskan Lebanon dari penjajahan Israel. Namun, sejak tahun 1992 ia memutuskan untuk menjadi partai politik dengan tetap konsisten menjalankan aktivitas perlawanannya terhadap Israel. Permasalahan mengenai transformasi Hizbullah dari gerakan perlawanan murni menjadi partai politik Lebanon sejak tahun 1992 hingga 2009 inilah yang menjadi objek penelitian ini. Ada tiga permasalahan yang diangkat dalem tesis ini yaitu mengenai latar belakang transformasi Hizbullah menjadi partai politik pada tahun 1992, dampak transformasi tersebut terhadap aktivitas perlawanannya dan strategi Hizbullah untuk menyelaraskan aktivitas perlawanan dan politiknya. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut maka digunakan konsep jihad sebagai konsep yang menjadi prinsip gerakan perlawanan dan politik Hizbullah, teori struktur kesempatan politik dan teori mobilisasi sumber daya sebagai bagian dari teori gerakan sosial. serta teori mengenai partai politik. Dan untuk dapat menjelaskan permasalahan tersebut maka digunakan metode studi kasus sebagai metode yang tepat untuk dapat membahas suatu peristiwa secara mendalam. Hasil penelitian ini adalah bahwa perubahan kondisi sosial politik Lebanon telah memberi peluang bagi Hizbullah, yang pada awalnya merupakan gerakan perlawanan terhadap penjajahan Israel, untuk menjadi partai politik dan bahwa persiapan yang matang dan sumber daya yang dimiliki Hizbullah menjadi faktor pendukung yang mendorong dilakukan transformasi ini. Hasil kedua adalah bahwa ada dampak positif dan negatif dari transformasi tersebut, sementara hasil ketiga adalah bahwa Hizbullah memiliki strategi untuk dapat menyelaraskan aktivitas perlawanan dan politiknya tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26951
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tetta Aurora
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis implikasi amandemen PKP2B Generasi 3 terhadap beban pajak yang ditanggung Perusahaan (Effective Tax Rate) serta Manajemen Pajak yang harus dilakukan oleh perusahaan pasca amandemen PKP2B tersebut. Amandemen PKP2B merupakan amanat dari terbitnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mengatur bahwa ketentuan-ketentuan di dalam pengusahaan pertambangan yang tercantum dalam PKP2B harus disesuaikan dengan UU Minerba. Salah satu pokok perubahan adalah mengenai peningkatan penerimaan negara dimana ketentuan perpajakan berubah dari ketentuan Undang-undang Tahun 1994 menjadi ketentuan Undang-undang yang berlaku saat ini (prevailing law). Penelitian ini membahas mengenai Manajemen Pajak yang harus dilakukan perusahaan pasca perubahan rezim perpajakan tersebut yang meliputi kepatuhan pajak (tax administration), tax planning dan strategi apabila terdapat pemeriksaan pajak. Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode kualitatif. Unit analisis yang digunakan adalah sebuah perusahaan batubara PKP2B Generasi 3 yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Tengah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya amandemen PKP2B akan mengakibatkan Effective Tax Rate meningkat. Manajemen Pajak yang dapat dilakukan agar beban pajak menjadi efisien diantaranya adalah Tax Planning dalam PPh Badan seperti pengajuan Penetapan Daerah Tertentu, pengawasan terhadap Debt to Equity Ratio (DER) dan sebagainya. Selain Tax Planning, perusahaan juga harus menerapkan kepatuhan administrasi sesuai dengan Ketentuan Prevailing untuk menghindari sanksi bunga atau denda. Penelitian ini juga dapat menjadi evaluasi kebijakan Amandemen PKP2B yang dilakukan oleh Pemerintah.

ABSTRACT
This research is aimed to analyze the implications of the 3rd generation CCoW amendment to the company's effective tax rate and tax management that can be applied by the company after the amendment of CCoW. The amendment of the CCoW is a mandate from the issuance of Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining (Minerba Law) that stipulate the provisions in CCoW mining concessions must be amended according to the Minerba Law. One of the main points of change is the increase in state revenues where the taxation provisions change from the 1994 Law to the prevailing law. This research discusses about Tax Management which can be applied by the company after the change of tax regime which covers tax administration, tax planning and strategy if there is tax audit. The study used a case study approach with qualitative method. The unit of analysis used is CCoW 3rd Generation coal company located in East and Central Kalimantan. From this research can be concluded that Amendment of CCoW increase Effective Tax Rate. Tax Management that can be performed is Tax Planning in the Corporate Income Tax therefore the tax expense can be efficient. For instance, submission of Specific Areas, supervision of Debt to Equity Ratio (DER) and so on. In addition to Tax Planning, companies should also apply administrative compliance based on Prevailing Provisions to avoid any interest or penalties. This research may also be an evaluation of the CCoW Amendment policy undertaken by the Government.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cuito, Aurora
Corte Madera: Gingko Pres, 2001
727.1 KIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Grace Aurora
"Latar belakang: Usia operasi Fontan terbaik masih kontroversial. Pusat jantung di negara maju menggunakan batasan usia 2-4 tahun. Kebanyakan operasi Fontan di Indonesia dikerjakan pada usia tua. Dengan kemajuan teknik operasi, bagaimana dampak usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan belum ada datanya.
Tujuan: Mengetahui pengaruh usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan jangka panjang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan analisis kesintasan terhadap pasien pascaoperasi Fontan (1 Januari 2008-31 Desember 2019) di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Pengumpulan data dilakukan dari rekam medis, konferensi bedah, serta follow-up melalui telepon atau surat hingga 1 April 2020. Usia dibagi menjadi usia ≤ 6 tahun dan > 6 tahun.
Hasil: Dari total 261 subjek, median usia operasi yaitu 5 tahun (2-24 tahun). Kesintasan usia operasi ≤ 6 tahun dan > 6 tahun yaitu 95,7% dan 89,3%. Hasil subanalisis kesintasan usia operasi < 4 tahun, 4-6 tahun (referensi), 6-8 tahun, 8-10 tahun, 10-18 tahun, dan > 18 tahun yaitu 90,5%, 97,9%, 93,8%, 84,8%, 91,4%, dan 66,7%. Usia 8-10 tahun (HR 6,79; p = 0,022), 10-18 tahun (HR 3,76; p = 0,147), dan >18 tahun (HR 15,30; p = 0,006) memiliki kesintasan terendah. Usia operasi > 6 tahun (HR 3,84; p = 0,020) dan kebutuhan furosemid jangka panjang (HR 3,90; p = 0,036) signifikan meningkatkan risiko kematian pada analisis multivariat.
Kesimpulan: Usia operasi Fontan > 6 tahun signifikan menurunkan kesintasan jangka panjang. Usia operasi 8-10 tahun dan > 18 tahun memiliki risiko kematian 6,7 kali dan 15,3 kali dibandingkan usia 4-6 tahun.

Background: The optimal age to perform the Fontan procedure is still unknown. Currently, the majority of centres worldwide are performing the procedure between 2 and 4 years old. Most of Fontan procedures in Indonesia are performed at older age. With the advancement in surgical techniques, there is no data regarding the impact of older age at completion of Fontan procedure on long term survival.
Objective: To evaluate the impact of older age at Fontan procedure on long term survival.
Methods: We conducted a retrospective cohort study with survival analysis, of patients underwent Fontan completion (Januari 1, 2008, to December 31, 2019), at National Cardiovascular Center Harapan Kita. The data was collected from medical records, surgical conference, and follow up by phone or mail to the end of the study (April 1, 2020). The age of operation was categorized into ≤ 6 years old and > 6 years old.
Results: Of 261 subjects, the median age was 5 years (2-24 years). The survival rate of operation age ≤ 6 years old and > 6 years old were 95.7% and 89.3%. The survival rate in subgroup analysis of operation age < 4 years, 4-6 years (reference age), 6-8 years, 8-10 years, 10-18 years, and > 18 years were 90.5%, 97.9%, 93.8%, 84.8%, 91.4%, and 66.7% respectively. The age of operation 8-10 years (HR 6.79; p = 0.022), 10-18 years (HR 3.76; p = 0.147), and > 18 years (HR 15.30; p = 0.006) had worse survival rate than the others. In multivariate analysis, age of Fontan completion > 6 years old (HR 3.84; p = 0.020) and need for furosemide use (HR 3.90; p = 0.036) significantly increased long term mortality.
Conclusion: The age of operation > 6 years old was significantly reduced long term survival rate. The age of 8-10 years old and > 18 years old had higher risk of death (6.7 times and 15.3 times) than age of 4-6 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>