Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arsyad
"Penelitian ini dimotivasi oleh kondisi Asrama Eks Bataliyon Zeni Konstruksi (disingkat Yon Zikon) 15 pada akhir dekade 90-an memperlihatkan adanya potensi konflik atau ketegangan sosial yang cukup tinggi. Ketegangan itu tidak hanya antar individu tetapi juga antar kelompok dalam komunitas Asrama. Sebelum tahun 1990 sudah terjadi berbagai ketegangan, pertengkaran dan bahkan kekerasan. Keadaan ini terjadi antar komunitas yang berada di luar Asrama, niisalnya dengan Asrama Markas Besar Angkatan Darat (MABAD), Asrama Alat Berat (ALBER) Angkatan Darat dan Kampung Srengseng Sawah. Pada pertengahan tahun 1990-an sampai saat ini relatif tidak ada lagi konflik antara warga asrama dengan warga di luar asrama. Di samping alasan tersebut, ada dua faktor yang mendorong penulis melakukan penelitian ini. Pertama, dinamika yang cukup tinggi antara warga sipil dan militer. Kedua, kurangnya kajian dan penelitian mengenai kehidupan militer dengan masyarakat sipil dalam suatu komunitas yang lebih kecil seperti Asrama Eks Yon Zikon 15.
Penelitian ini mencoba menganalisis kualitas potensi konflik yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 pada kurun waktu 2000-2002 dan sampai pertengahan tahun 2003. Namun sebelumnya, menelusuri pola hubungan sosial dan proses yang melatari terjadinya berbagai bentuk konflik di komunitas ini.. Selanjutnya penelitian ini akan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan sosial atau potensi konflik yang ada di Asrama Teori yang digunakan dalam menganalisis pernasalahan tersebut adalah teori konflik yang bersumber dari kombinasi pemikiran Dahrendorf, Wirutomo, Sujatmiko, Fisher dan kawan-kawan, Harris dan Reilly. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah; observasi terlibat dan wawancara mendalam (indepth interview) yang sebelumnya mengedarkan daftar kuesioner. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 40 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda antara anggota Asrama yang sate dengan yang lain mengenai konsep konflik. Walaupun terdapat perbedaan mengenai konsep konflik tersebut, tetapi umumnya konflik difahami sebagai perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain atau kelompok lain, dengan secara langsung dan sadar saling menyakiti tubuh lawannya, dengan menggunakan suatu alat tertentu (seperti; batu, kayu, besi, pisau, senjata api dan sejenisnya). Walaupun masih ada kecenderungan menganggap tabu istilah atau konsep konflik, tetapi warga yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 ini, relatif sudah terbiasa mengahadapi berbagai konflik pemahaman konflik di komunitas ini berbeda dengan pendapat dari Dahrendorf, Wirutomo, Sujatmiko, Fisher dan kawan kawan, Harris dan Reilly, Amstutz, dan Suyatna.
Temuan lain adalah semua bidang yang diteliti memperlihatkan. kecenderungan kualitas konflik lebih keras dalam bentuk ketegangan antar individu dan antar kelompok.. Bidang yang berpotensi lebih keras adalah konflik vertikal bidang budaya. Misalnya, kelompok pendatang yang memiliki tingkat sosial-ekonomi relatif lebih tinggi dengan warga Asrama. Bidang politik horizontal dan vertikal, memperlihatkan gejala lebih keras antar individu dan antar kelompok dibandingkan dengan bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi yang horizontal lebih keras pada tingkat individu dibandingkan dengan bidang ekonomi vertical. Keadaan ini, banyak terjadi dalam bentuk ketegangan dan pertengkaran, namun belum sampai pada tingkat kekerasan terbuka. Keseluruhan temuan ini memperlihatkan adanya elaborasi/perluasan bentuk konflik dari yang dikemukakan oleh Dahrendorf, Fisher dick, Harris & Reilly.
Penelitian ini menemukan delapan faktor yang menyebakan peningkatan intensitas konflik di Asrama Eks Yon Zikon 15. Pertama, semakin banyaknya pendatang (khususnya pendatang yang memiliki tingkat sosial-ekonomi yang lebih tinggi dari warga Asrama. Kedua, adanya gejala segregasi tempat tinggal dan jarak sosial antar individu dan kelompok. Ketiga, masih adanya kecenderungan memelihara prasangka dan stereotip sosial yang negatif terhadap kelompok lain. Keempat, adanya gejala segregasi etnik pada organisasi formal yang ada di Asrama ini. Kelima, adanya kecenderungan penguasaan sumber-sumber daya politik dan ekonomi yang bersifat strategis di Asrama. Keenam, adanya gejala ketidakadilan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh wara kepada para pengurus dari berbagai organisasi sosial yang ada di Asrama. Ketujuh, berbagai program bantuan dan kebijakan dari pemerintah daerah, tidak jarang ikut menyuburkan konflik yang sudah ada. Delapan, ketidakjelasan ?status tempat domisili?. Secara umum faktor penyebab konflik tersebut sesuai dengan pendapat Sujatnuko, Dahrendorf, Wirutomo, Fisher dan kawan-kawan, Harris dan Reilly.
Untuk itu sudah saatnya para warga yang ada di Asrama Eks Yon Zikon 15 menyadari dan mewaspadai sedini mungkin munculnya konflik yang lebih keras dan konflik terbuka terutama antar kelompok, baik secara horizontal maupun vertikal. Mekanisme budaya yang ada di Asrama ini perlu dipelihara dan dilestarikan dalam mengantisipasi munculnya kondisi tersebut, melalui hajatan sosial seperti tahlilan dan sejenisnya, korpean dan kepatuhan pada pemimpin informal. Kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya, sudah saatnya mempertimbangkan suatu kebijakan atau peraturan sebelum diberlakukan pada komunitas Asrama Eks Yon Zikon 15 ini.
Perlunya mengembangkan suatu studi yang lebih komprehensif mengenai komunitas Asrama Eks Militer yang ada lndonesia. Disamping itu, perlunya pengkajian dan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai hubungan "Sipil-Militer", pada tataran yang lebih luas dan lebih makro. Sehingga, akan diperoleh pemahaman yang lebih utuh dan komprehensif serta tidak berprasangka mengenai hubungan ?Sipil-Militer? di negeri ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyad
"Tulisan ini berusaha menggambarkan kondisi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dilakukan oleh Presidennya yaitu George W. Bush. Kebijakan yang dilakukannya melahirkan kontroversi baik di dalam negeri maupun di lingkungan ekstenalnya. Meskipun demikian Presiden Amerika Serikat melakukan kebijakan luar negerinya dengan faktor-faktor yang dianggapnya sangat determinan. faktor-faktor yang mempengarubjn kebijakan tersebut di antaranya adalah keamanan nasionai, ekonomi dan politik. Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya kebijakan luar negeri Amerika Serikat pada waktu perang teluk pertama di masa pemerintahan George Bush Senior selalu mengedepankan multilateralisme. Namun sebelum peristiwa 11 September 2001 unilateralisme Amerika Serikat lebih berorientasi ke dalam, yaitu untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat secara langsung, tanpa mengubah tatanan internasional yang berlaku. Situasi berubah setelah serangan teroris yang menghancurkan WTC mempermalukan negara adidaya tersebut, dan membuatnya untuk pertama kali merasa sangat terancam dan tidak berdaya. Dengan menggunakan kekuatan militernya yang tak tertandingi kebijakan unilateralisme Amerika Serikat akhimya diarahkan ke luar, tidak saja untuk menghancurkan ancaman atau potensi ancaman, tetapi juga untuk mengubah lingkungan strategis sesuai perspektif dan kepentingan Washington. Di antara perubahan kebijakan tersebut adalah dengan melakukan invasi ke Irak yang menggunakan dalih dan dalil yang harus dipertanyakan ulang (unilateralisme) dan ini dilakukan karena Amerika Serikat mernpunyai kekuatan hegemoni dalam bidang militer dan ekonomi.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah mengapa terjadi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Irak Pasca Tragedi WTC tahun 2001-2003. Adapun teori yang digunakan adalah tentunya erat kaitannya dengan kepentingan nasional Amerika Serikat itu sendiri. Hipotesa penelitian ini adalah setelah terjadinya Tragedi WTC 11 September 2001 Amerika Serikat memandang penting untuk menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi dan politik, maka negara ini melakukan perubahan kebijakan luar negerinya dari multilateral ke unilateral.
Paparan tulisan ini menggunakan metode penelitian eksplanatif yang berusaha menerangkan kausalitas yang terjadi di dalamnya, dalam hal ini penyebab terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan George W. Bush Pasca Pemboman WTC Terhadap Irak 2001-2003."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Natsir Arsyad
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000
297.6 NAT c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Natsir Arsyad
Bandung: Mizan, 1990
297.9 NAT i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Arsyad
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
371.33 AZH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arsyad
"Program PHBS adalah salah satu kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1997, program ini meliputi 5 settling yakni setting rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, institusi sekolah dan tempat ibadah. Promosi kesehatan ini diarahkan kepada perubahan perilaku mengenai hidup bersih dan sehat, untuk itu dilakukan strategi-strategi yang dikenal dengan S2PHBS (Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Menurut L. Green (1984), promosi kesehatan merupakan kombinasi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, sumber daya organisasi dan upaya kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk memunculkan perilaku yang menguntungkan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Eksperimen Sernu, Sekolah Dasar Negeri 008 Sidodadi Kecamatan Wonomulyo sebagai kelompok eksperimen dan Sekolah Dasar Negeri 003 Lampa Kecamatan Mapilli sebagai kelompok kontrol. Jumlah sampel pada kelompok eksperimen sebesar 122 murid dan kelompok kontrol 107 murid. Metode pendidikan kesehatan yang dipilih adalah metode ceramah, tanya jawab, alat peraga, bermain peran dan dinamika kelompok.
Hasil perlakuan program PUBS menunjukkan hubungan bermakna pada pengetahuan murid mengenai hidup bersih dan sehat pada kemaknaan < 0,05 dengan P-value sebesar 0,01 dan sikap P-value sebesar 0,01 < 0,05, sedangkan pada praktek secara statistik terbukti tidak adanya hubungan program PHBS terhadap perilaku murid mengenai hidup bersih dan sehat dengan kemaknaan ? 0,1 dengan hasil uji statistik P. value sebesar 0,13 menurut pengamatan orang tua dan 0,38 menurut pengamatan guru di sekolah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai pengetahuan murid mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, minimum 28 dan maksimum 39 dengan rata-rata 35. Nilai sikap, minimum 10 dan maksimum 47 dengan nilai rata-rata 38,37 sedangkan nilai pada praktek menurut gum minimum 13 dan maksimum 26 dengan nilai rata-rata 22,37 dan menurut orang tua nilai minimum 14 dan maksimum 26 dengan nilai rata-rata praktek 21,96.
Dengan demikian penelitian ini menyarankan kepada institusi kesehatan agar melakukan strategi-strategi yang lebih mendalam seperti pembuatan model-model kepercayaan kesehatan yang lebih kondusif dalam usaha-suaha peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada setting institusi pendidikan.

The Effect of Improving Health Behaviour Program for Knowledge, Attitude and Practice about Improving Health Behaviour on State Primary School 008 Sidodadi pupils Wonomulyo District Polewali Mamasa Regency South Sulawesi Province by the year 2000.Program for Improving Health Behavior was one of policy of The Center for Health Education, Health Department Republic of Indonesia by year the 1997, this program involved home setting, schools, health institution, work place, and public place. The health promotion focussed for behavior changing how to improve health behavior, therefor have been done strategy for improving health behavior (Known with S2PHBS). According L. Green (1998), said that health promotion form health education combination, health service, organization resource, and health environment effort, which have objective for appearance a conducive health behavior.
This research use Quasi Experimental, State Primary School 008 Sidodadi Wonomulyo District Polewali Mamasa Regency was intervention group and State Primary School 003 Lampa Mapilli District Polewali Mamasa Regency was control group. Intervention group 122 respondents, control group 107 respondents. Health and group dynamic.
Intervention shown relationship on pupils knowledge about improving health behavior < 0,05 p = 0,01 and attitude P = 0,01 while practice by statistic no relationship with improving health behavior with significant > 0,1 p =0,13 according to teacher and p=0,38 according to pupils' parents.
Researched known report pupils knowledge about how to improve health behavior, according to pupils' teacher minimum 28 and maximum 39 with average 35. Attitude, minimum 10 and maximum 47 with average 38,37, while practice minimum 13, maximum 26, average 22,37. According to pupils' parents minimum 14, maximum 26 with average 21,96.
This research recommendation for health department will do strategies making health models more conducive by strategy for improving health behavior in school setting and education institution.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hairul Arsyad
"Proses uji penarikan merupakan proses yang melibatkan banyak faktor yang berpengaruh dan sangat kompleks dalam analisis. Estimasi dari besar tegangan-tegangan yang bekerja pada uji penarikan adalah bagian yang sangat penting untuk mengetahui besarnya gaya tekan. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah menganggap proses perubahan bentuk dalam uji penarikan hanya meliputi gaya radial, gaya gesek, gaya pembengkokkan dan pelurusan dalam kondisi tank.
Pengujian dilakukan pada temperatur ruang dengan kondisi pelumasan dan kondisi kering dengan variasi diameter bahan uji adalah 80 mm, 83 mm, 85 mm, 87 mm, dan 90 mm. Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian adalah kurva gaya tekan dan kedalaman tekan.
Berdasarkan perbandingan basil pengujian dan hasil estimasi yang mendekati hasil pengujian maka diperoleh besar parameter perhitungan seperti koefisien gesek 0,3 untuk kondisi kering dan 0,1 untuk kondisi pelumasan, besar sudut kontak 30 °, koefisien pengerasan kerja 0,42, konstanta kekuatan bahan 142,66 kg/mm2 dan beban blank holder 1400 kg.

The deep drawing process is a process that involving a lot of factor and complexity in analysis. The estimation of stress in deep drawing test is a very important part to know compression force.. Theorytical approach that uses in this research was by simplying and assumpting of testing condition. The estimation is based on an assumed that deep drawing process is only in radial force, friction force, bending and unbending force in tension condition.
The test were carried out in room temperature both of lubrication and dry condition with various diameter of speciment i.e. 80 mm, 83 mm, 85 mm, 87 mm and 90 mm. The result of testing is in force and depth compression curve.
Based on comparison of both testing and estimation result shows a good agreement with experimental results with parameter of estimation such as friction coefficient 0,3 for dry condition and 0,1 for lubrication condition, contact angle 30 degree, strain hardening coefficient 0,42, constanta of material strength 142, 66 kg/mm2 and blank holder force is 1400 kg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahwani Pandra Arsyad
"Penelitian ini beranjak dari menjamurnya keberadaaan Badan Usaha Jasa Pengamanan dan Penyelamatan (BUJPP) semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan KAPOLR1 No. Poi: Skep111381X1 1999 pada tanggal 5 Oktober 1999. Surat Keputusan ini beranjak dari kondisi riil keterbatasan POLRI dalam menyelenggarakan tugas utamanya sebagai pelindung dan pelayan Masyarakat. Oleh karenanya, kehadiran BUJPP ini diharapkan mampu mendukung penyelenggaraan fungsi kepoiisian yang semakin kompleks sejalan dengan perkembangan masyarakat.
Maraknya Perusahaan Jasa Pengamanan yang dulu sempat dilarang ini, membawa konsekuensi logis pada sebuah pertanyaan tentang profesionalisme dalam pelaksanaan tugasnya. Dikuatirkan, keberadaan BUJPP ini, bukannya membantu penyelenggaraan tugas POLRI dengan harapan tingkat profesionalisme yang tinggi, malah menghasilkan problem baru karena tidak profesional.
Karena tertarik dengan kondisi tersebut, penulis mencoba melakukan studi pada penyelenggaraan pengamanan oleh BUJPP. Untuk itu penulis mengambil studi kasus Pengamanan Gedung Menara Imperium oleh PT Nawakara Perkasa Nusantara melalui Security System (55-911), Sebagai salah satu perusahaan jasa pengamanan, PT. Nawakara Perkasa Nusantara, juga diharapkan mampu menjalankan penyelenggaraan pengamanan wilayah sehingga membantu fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Satpam SS-911 mewujudkan pola-pola keteraturan dalam penyelenggaraan sistem pengamanan gedung Menara Imperium dengan memperhatikan standar-standar pengamanan gedung bertingkat yang ada dan berlaku sehingga mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Penulis akan mengamati kasus ini dengan memakai hipotesis kerja sebagai berikut: Pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 akan mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pengamanan swakarsa Menara Imperium berlangsung secara akomodatif sehingga berhasil mewujudkan keamanan di Gedung Menara imperium. Namun sebaliknya jika pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 malah memberatkan penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pamswakarsa Menara Imperium tidak berlangsung secara akomodatif sehingga gagal mewujudkan keamanan di Gedung Menara Imperium.
Sebagai alat analisis masalah, penulis memakai kerangka berfikir yang mengkombinasikan perspektif administrasi dan antropologi. Perspektif administrasi membantu penulis untuk dapat memahami prosedur kerja, hubungan antar institusi serta mekanisme-mekanisme relasi organisasi. Sedangkan perspektif antropologi melalui metode etnografi sangat membantu memahami masalah ini Iebih mendalam dalam jenjang hubungan antar personal dan melihat proses yang terjadi dalam kerangka menciptakan keteraturan sosial agar mampu menunjang proses penyelenggaraan pengamanan gedung.
Penelitian ini, secara substansif, merupakan penelitian kualitatif. Namun demikian, ada beberapa data untuk mengetahui sikap dan pendapat 3 unsur utama pengamanan gedung: satpam, karyawan atau tamu/pengunjung, serta tenant yang diliput dengan kuesioner. Analisis kuantitatif ini hanyalah menjadi penunjang penelitian kualitatif. Untuk menghimpun data mengenai perilaku manajemen dan tindakan personil yang terlibat digunakan metode observasi dan wawancara tidak berstruktur.
Temuan utama penelitian yang terkait dengan permasalahan penelitian adalah ditemukannya fakta bahwa usaha Satuan Pengamanan S5-911 untuk menciptakan pola-pola keteraturan demi menunjang fungsi Polri belum berjalan baik. Masih banyak kendala di lapangan yang menghambat proses tersebut karena interaksi antara komponen-komponen yang terkait untuk menciptakan kondisi keamanan belum berjalan akomodatif. Hal itu dibuktikan dengan masih adanya tindak kejahatan yang terjadi di wilayah pamswakarsa Gedung Menara Imperium.
Banyak faktor yang menghambat terciptanya pola-pola keteraturan yang ideal. Sebagai subkontraktor yang bekerja sesuai kontrak, relasi yang dibangun antara PT Nawakara dengan Manajemen PPMI belum berjalan baik. Proses penciptaan pola keteraturan juga terhambat oleh lemahnya perhatian pihak PPMI dalam masalah pengamanan yang berdampak pada minimnya sarana dan prasarana penunjang pengamanan gedung, khususnya masalah dana pengamanan dan peralatan pengamanan.
Imbas dari kondisi struktural manajerial tersebut adalah lemahnya dukungan terhadap personil S5-911 yang bertugas mengimplementasikan visi dan misi perusahaan berdasarkan kontrak kerja.
Hal lain yang juga mengganggu adalah kenyataan keterbatasan kemampuan (skill) personal yang dimiliki oleh para personil SS-911, Kondisi wilayah pam swakarsa yang sangat modern, teratur dan ekslusif ini, gagal diakomodasi oleh Satpam SS-911 yang rata-rata berpendidikan rendah. Akibatnya, mereka melaksanakan proses pengamanan dengan lebih menonjolkan aspek fisik (security) saja, sampai terkesan melupakan aspek human relation, aspek Safety (kenyamanan) yang sangat dituntut dalam wilayah pengamanan swakarsa yang demikian modern. Banyak satpam masih terkungkung dalam perspektif pengamanan fisik, seperti yang dilakukan di pabrik-pabrik, hingga terasa janggal untuk diterapkan di Gedung Menara Imperium. Akibatnya, mereka yang dulunya sangat dihormati di wilayah pam swakarsa pabrik, mengalami gejala anomi karena kemerosotan wibawa (post-power syndroms). Mereka juga seringkali kurang berhasil untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan komponen lain yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pengamanan.
Implikasi dari temuan ini adalah perlunya pembenahan manajemen dan skill individu yang Iebih baik dari sudut pandang BUJPP. Mereka harus mau mengutamakan profesionalisme ketimbang prestige. Kesadaran untuk bekerja sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang harus dikedepankan ketimbang mengambil sebuah tawaran yang hanya memberatkan posisi mereka karena lemahnya daya dukung dari mitra kerjasama. Pihak Polri pun sebaiknya tidak sekedar memberikan izin penciptaan BUJPP. Mereka harus terlibat aktif untuk membantu mengembangkan kemampuan BUJPP melalui pelatihan yang berjenjang dan komprehensif."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosihan Arsyad
"Suatu kota mutlak memerlukan keteraturan dan ketertiban. Pemda DKI Jakarta misalnya, melakukan penertiban bahkan penggusuran dengan satu alasan yang pasti yaitu: "demi keteraturan dan ketertiban kota". Tetapi, mengapa tindakan ini mengundang kontroversi yang amat tajam?
Hal ini disebabkan karena "keteraturan sosial" sering didefinisikan secara sepihak oleh pemerintah. Misalnya, keteraturan sosial adalah "patuh pada Perda yang berlaku". Hal ini benar, apalagi bila kita menganut prinsip "supremasi hukum". Tetapi perlu kita ingat bahwa keteraturan secara sosiologis adalah suatu "patterned behavior atau patterned interaction" (perilaku atau interaksi sosial yang terpola karena dilakukan oleh orang banyak secara berulang-ulang atau terus menerus), sehingga warga masyarakat dapat meramalkan dan mengantisipasi perilaku orang lain dalam interaksi sehari-hari. Lama kelamaan pola ini menjadi suatu "norma" yang walaupun tidak formal (legal) tetapi disepakati di antara warga masyarakat. Masyarakat justru akan mengalami kekacauan atau kebingungan (disorder) kalau tiba-tiba kesepakatan itu berubah sehingga satu sama lain tidak dapat mengantisipasi apa yang akan dilakukan lawan interaksinya.
Jadi, secara sosiologis keliru bila kita katakan "keteraturan sosial di masyarakat kita sudah hancur, karena banyak orang yang melanggar hukum". Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa di masyarakat kita masih ada "keteraturan sosial", tetapi cenderung bertentangan arah dengan undang-undang yang resmi berlaku. Dengan kata lain pola interaksi yang sudah disepakati antarwarga (keteraturan sosial) tidak sejalan dengan ketertiban hukum (legal order). Inilah masalah sosiologis yang paling mendasar di masyarakat kita saat ini. Titik pangkalnya ada pada pemahaman mengenai ketertiban hukum yang berlaku. Peraturan Daerah nomor 11 tahun 1988 yang menjadi landasan hukum pengaturan ketentraman dan ketertiban umum, seharusnya dapat dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat atau warga DKI Jakarta agar pola interaksi keteraturan sosial dan ketetapan hukum dapat tercipta sinergisnya. Namun, sampai saat ini setelah belasan tahun Perda ini diberlakukan, justru citra negatif malah tampak baik melekat pada Pemda DKI Jakarta maupun aparat Dinas Tramtib, sementara kesemerawutan kota Jakarta juga kian menjadi jadi.
Tesis ini secara khusus mengkaji dan mengevaluasi kebijakan ketertiban umum yang tertuang dalam Perda No. 11 tahun 1988 yang dipandang dari aspek kehumasan yang dilakukan oleh Dinas Tramtib Pemda Jakarta Utara. Adapun metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan mengadakan pengamatan lapangan selama 1 tahun dengan menggunakan metode penelitian Indeepth Interview (wawancara mendalam) dan Studi dokumentasi dan jenis data yang dihimpun adalah data primer dan data sekunder.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan berbagai program kerja Dinas Tramtib dan Linmas Pemda DKI Jakarta Utara telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya dari mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pendapat narasumber mengenai pelaksanaan Perda No 11 tahun 1988 banyak mengemuka dan berkembang lebih mengarah pada sektor-sektor kebijakan yang menyangkut realitas kehidupan yang dihadapi publik seperti masalah keamanan dan ketertiban, pengadaaan sarana dan prasarana umum, pengelolaan transportasi uinum, serta pelayanan dan kinerja aparat pemda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Pribadi Arsyad
"Sistem penciuman elektronik dikembangkan untuk mengatasi ketergantungan terhadap penciuman manusia. Sistem penciuman elektronik ini dibangun dengan memanfaatkan algoritma fuzzy learning vector quantization (FLVQ) untuk proses klasifikasinya. Penelitian ini akan mencoba dua metode baru yang dikembangkan yaitu pemilihan bobot awal jaringan dari vektor rata-rata setiap kelas aroma dan melakukan pengenalan di ruang eigen. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, ternyata bahwa kedua metode baru tersebut mampu meningkatkan deraja pengenalan aroma. Pada pengenalan terhadap aroma yang terdiri dari campuran 2 zat (aroma 2 campuran) dengan sistem 8 maupun 16 sensor akurasinya mencapai lebih dari 98%. Sedangkan apda pengenalan aroma yang terdiri dari campuran 3 zat (aroma 3 campuran) akurasi sistem 8 sensor sekitar 80% dan sistem 16 sensor mencapai lebih dari 94%."
2004
JIKT-4-1-Mei2004-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>