Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Bogor : Akademia, 2005
101 LUB s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
"Pada tahun 1960/1970-an terjadi suatu perubahan pandangan yang sangat mendasar dikalangan para ilmuwan dan filsuf terhadap ilmu pengetahuan. Perubahan itu dapat kita lihat dalam berbagai pembahasan yang dikemukakan para ahli dalam rangka Nobel Conference ke XXV, 1989 di Gustavus Adolphus College yang dibukukan dengan judul The End of Science? Attack and Defense (Elvee, 1992: 1-89). William D. Dean dalam kata pengantarnya membicarakan kematian atau berakhirnya ilmu pengetahuan; hal yang sama juga dikemukakan Ian Hacking di dalam tulisannya Disuned Science, Garold Holton melalui tulisannya "How to Think about the End of Science," sedangkan Sheldon Lee Glashow dengan j udul "The Death of Science". (Elvee, 1992: 23-32).
Kemudian pada tanggal 25-26 Maret 1989 dilakukan konferensi dengan tema "Alternative Paradigms Conference" yang diselenggarakan di San Fransisco dengan sponsor Phi Delta Kappa International dan The Indiana University School of Education. Sumbangan tulisan para ahli yang dibicarakan dalam konferensi itu diterbitkan dengan judul The Paradigm Dialog, diedit oleh Profesor Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln -- keduanya adalah tokoh yang mendukung paradigma baru yang dikenal dengan nama konstruktivisme atau interpretativisme (contructivism, interpretativism). Paradigma baru tersebut banyak menjadi bahan pembicaraan dan meminta perhatian para ahli dalam konferensi itu, disamping pascapositivisme (Pascapositivismn) dan teori kritis (critical theory) (Guba & Yvonna S. Lincoln, 1990).
Tampaknya ada kaitan pemikiran yang berkembang dalam konferensi pertama dengan yang kedua walaupun sama-sama membahas problem epistemologi (khususnya metodologi) dalam dunia ilmiah. Bedanya, fokus pembicaraan pada konferensi Nobel lebih tertuju pada masalah metodologi ilmu-ilmu alam, sedangkan pada konferensi yang kedua lebih terfokus pada masalaf ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Pokok pembicaraan para ahli pada konferensi Nobel berkaitan dengan perkembangan fisika akhir abad XX ini yang cenderung mengantarkan kita pada ketidakpastian. Persoalan utama yang melatarbelakanginya adalah tantangan pada kepercayaan "Science as a uned, universal, objective endeavor is currently being questioned" (Elvee, 1992: x-xi).
Keraguan terhadap kesatuan ilmu pengetahuan akan universalitas dan obyektivitas sudah mulai timbul sejak dasawarsa awal abad XX melalui beberapa penemuan (Neil Bohr, Werner Heisenberg, Erwin Schrodinger) yang menemukan bahwa pandangan fisika Newtonian tidak berlaku pada gejala-gejala subatomik. Fisika modern (Newtonian) telah mempromosikan gambaran dunia yang materialistik, mekanistik, dan obyektivistik. Namun ilmu fisika yang kemudian, yakni sejak Einstein, Broglie, Schrodinger, menemukan adanya suatu gambaran dunia baru yang mengemukakan bahwa unit terdasar realitas bukan lagi partikel atau materi, akan tetapi boleti jadi "energi kreatif' atau sekurang-kurangnya bukan lagi sesuatu yang bersifat fisik (Ferre, 1980).
Menurut fisika kuantum, realitas obyektif yang murni itu tidak ada. Sebaliknya yang ada adalah realitas menurut persepsi kita, menurut paradigma kita implikasi filosofis mekanika kuantum sangatlah luar biasa bagi epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan. Dalam perspektif ini, bukan saja ilmuwan mempengaruhi realitas, akan tetapi dalam tingkat tertentu ilmuwan bahkan menciptakannya (mengonstruksinya). Seorang ilmuwan tidak dapat mengetahui momentum partikel dan posisinya sekaligus, oleh karena itulah is harus memilih satu di antaranya. Secara metafisis, ilmuwan menciptakan sifat-sifat tertentu, karena ia memilih untuk mengukur sifat-sifat itu?"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D523
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Bogor : Akademia, 2004
101 LUB s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Bogor: Akademia, 2004
149.97 LUB f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006
121 LUB d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
"Masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah: bagaimana pandangan para filsuf dan saintis Barat dan Mus_lim terhadap alam, manusia dan kebudayaan dengan penekanan pada perspektif Islam. Pembahasan atas tema dilakukan se_cara dialogis antara berbagai pandangan filsuf den saintis. Para filsuf alam di zaman Yunani kuno telah meletakkan dasar materialisme naif, yang kemudian memunculkan reaksi berupa aliran idealism.' Di zaman renaisans Galileo Galilei dengan penelitian empiris, merobohkan koemologi Aristoteles. Menurutnya kita hanya dapat berbicara benar tentang alam, kalau kita membatasi diri untuk mengamati ciri primer_nya saja. Doktrin tentang kualitas primer dan sekunder berdam_pak sangat luas pada pemikiran modern. Pandangan ini menyingkirkan peran sentralnya dalam skema alam semesta, la_lu alam dianggap sepenuhnya mekanis. Perkembangan filsafat Barat sejak awal kata Roger Garaudy telah memisahkan menu_sia dari dimensi transendensi (Tuhan), sehingga pamikiran terputus dari kehidupan, kata-kata dan benda kehilangan arti sebagai tanda-tanda (ayat) Tuhan. Konsep ini terumus da_lam perkembangan (kemajuan ) Barat. Dalam perspektif ini manusia adalah ukuran segalanya. Pandangan Islam terhadap alam adalah, alam merupakan hamparan wahyu Allah (Al-Qur'an of Creation) yang mempunyai sumber yang sama dengan kitab suci Al-Quran. Dengan demikian penelitian terhadap alam, semestinya dapat membawa kepada pengakuan adanya Pencipta alam yang transenden. Tauhid sebagai filsafat dasar, mengandung arti bahwa hanya ada sa_tu pencipta alam. Dalam tauhid ini terkandung ide persamaan hak manusia, persaudaraan dan persatuan makhluk. Mengakui dan menerima transendensi menurut Garau_dy berarti: pertama, mengakui ketergantungan manusia kepada Penciptanya, kepada Tuhan dan kemauanNya di be_lakang semua proyek manusia. Kedua, mengakui transen_densi berarti bahwa ada perbedaan Khalik dangan makhluk. Ketiga, mengakai keunggulan norma-norma mutlak yang tidak dapat diturunkan melalui akal budi manusia. Pengakuan akan transendensi Lai menurut Garaudy, merupakan tawaran yang diberikan Islam dalam menghadapi kemelut dan krisi budaya modern. Karene tak ada sains , tak ada politik yang dapat menyelamatken umat manusia dari kematian, jika mereka menjauhkan transendensi dari manusia, bila manusia menjauhkan diri dari Tuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
"Sejak August Comte mengemukakan filsafat positivismenya, maka pandangan positivisme itu mendominasi dunia ilmiah sampai menjelang abad XX. Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, menggoyahkan asumsi ontologis, epistemologis, dan aksiologis positivisme yang menganggap alam semesta yang sederhana, mekanis, dan deterministik sebagaimana yang dibayangkan oleh Laplace dan Newton.
Pandangan positivisme ini kemudian mendapat tantangan dari Max Planck (1900) dengan teori kuantumnya dan Einstein dengan relativitasnya. Perkembangan baru dalam fisika mengakibatkan perubahan pandangan dalam epistemologi; terutama penjernihan dalam metodologi. Penjernihan metodologi ini dipelopori oleh Thomas Khun. Di antara para penggagas metodologi dalam ilmu pengetahuan yang paling radikal adalah Paul Feyerabend.
Feyerabend dalam bukunya Against Methode membongkar asumsi-asumsi , positivisme berdasarkan analisis historis dan sosiologis ilmu pengetahuan itu sendiri. Feyerabend melakukan dekonstruksi berupa penyingkapan dan pembongkaran kesalahan pandangan yang mengagungkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat modern.
Dekonstruksi metodologi inilah yang kami angkat sebagai topik permasalahan dalam tesis ini. Untuk memahami esensi pemikiran Feyerabend tersebut kami mencoba melakukan interpretasi secara analitis, sintesis dan kritis yang sifatnya dialogis dan dialektik dari berbagai pemikiran di bidang epistemologi.
Metodologi ternyata bukan sekedar teknik untuk menemukan hukum alam yang pada tahap berikutnya dapat digunakan untuk menguasai alam melalui teknologi itu sendiri. Akan tetapi, ilmu pengetahuan dan metode ilmu pengetahuan secara luas dan mendalam saling terkait dengan aspek kehidupan (budaya). Feyerabend menyadarkan kita bahwa ada kaitan erat antara nilai (value) dengan ilmu pengetahuan, baik pada tataran teoretis maupun praktis. Dengan demikian, kita harus pula memikirkan makna ilmu pengetahuan, kedudukan, dan sifat-sifatnya. Hal ini penting agar kita dapat bersikap lebih arif dan bijaksana dalam menyiasati ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju pesat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T37458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Bogor: Akademia, 2006
121.34 LUB m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>