Kelainan kemampuan bicara dan interaksi sosial merupakan gejala yang sering timbul pada anak-anak Autism Spectrum Disorder. Akupunktur sebagai terapi tambahan diketahui dapat membantu memperbaiki kemampuan bicara dan interaksi sosial pada anak Autism Spectrum Disorder. Salah satu modalitas akupunktur dengan efek samping minimal dan aman untuk anak-anak adalah laserpunktur. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh laserpunktur terhadap kemampuan bicara dan interaksi sosial pada pasien Autism Spectrum Disorder. Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol. Melibatkan 46 pasien Autism Spectrum Disorder yang dibagi menjadi dua kelompok. Tidak terdapat subyek penelitian yang dinyatakan gugur (drop out). Kelompok perlakuan sebanyak 23 pasien mendapatkan terapi sensori integrasi dan laserpunktur, kelompok kontrol sebanyak 23 pasien mendapatkan terapi sensori integrasi dan laserpunktur plasebo, kemudian pada kedua kelompok dilakukan penilaian kemampuan bicara dan interaksi sosial menggunakan kuisioner WeeFIM dan penilaian laporan orang tua menggunakan sensori profile sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbaikan nilai kemampuan bicara, interaksi sosial yang lebih baik sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok laserpunktur dibandingkan laserpunktur plasebo. Skala pemahaman (p<0,001), OR: 18,8, 95%IK: 4,09-87,17. Ekspresi (p<0,001), OR: 50,2, 95%IK: 5,61-450,2 dan interaksi sosial (p=0,005), OR:7,2, 95%IK: 1,68-31,42 dan nilai laporan orang tua (p=0,765). Dapat disimpulkan bahwa laserpunktur terbukti efektif terhadap perbaikan nilai kemampuan bicara dan interaksi sosial yang lebih baik dibandingkan laserpunktur plasebo pada anak Autism Spectrum Disorder.
"
Latar Belakang: Kejang berulang berisiko mengganggu kualitas hidup anak dan dapat berkembang menjadi status epileptikus. Sampai saat ini belum ada rekomendasi tatalaksana pasca kejang pada anak untuk mencegah kejang berulang.
Tujuan: Menilai efektivitas fenobarbital intravena pada anak pasca kejang untuk mencegah kejang berulang serta faktor risiko yang memengaruhinya.Metode: Studi observasional kohort prospektif pada 70 subjek sesuai kriteria inklusi. Status epileptikus dan pemberian fenitoin atau fenobarbital intravena sebelumnya dieksklusi. Pada seluruh subjek diberikan fenobarbital 10 mg/kgbb dan dipantau selama 2x24 jam untuk melihat adanya kejang berulang. Faktor risiko yang diteliti adalah etiologi kejang, usia awitan, frekuensi kejang, lama kejang, perkembangan motorik kasar, interval antara kejang dan pemberian fenobarbital, perkembangan neurologi pasca fenobarbital, kadar leukosit dan pemeriksaan EEG.Hasil: Sebanyak 70 dari 79 pasien yang dianalisis, proporsi terbesar laki – laki (61%) dan berusia <3 tahun (46%). Sebanyak 77% subjek tidak mengalami kejang berulang setelah pemberian fenobarbital 10 mg/kgbb. Usia awitan kejang >3 tahun (OR 4,444; p=0,046) dan perkembangan motorik kasar (OR 3,932; IK95% 1,072 – 14,422; p=0,039) merupakan faktor risiko independen terhadap terjadinya kejang berulang.Kesimpulan: Efektivitas pemberian dosis awal fenobarbital untuk mencegah terjadinya kejang berulang sebesar 77,1%. Usia awitan kejang >3 tahun dan keterlambatan perkembangan motorik kasar merupakan faktor risiko kejang berulang.Background: Recurrent seizures are associated with poor quality of life of child and at risk of developing into status epilepticus. In Indonesia, there is no recommendation for management post-seizure in child to prevent recurrent seizure.
Aims: To assess the effectiveness of initial intravenous phenobarbital in post-seizure child to prevent recurrence of seizure and identify the risk factors.Method: A prospective cohort observational study of 70 subjects according inclusion criteria. Patients with status epilepticus or administration of intravenous phenytoin or phenobarbital previously were excluded. All subject were given 10 mg/kgbb intravenous phenobarbital and evalute seizure recurrence for 2x24 hours. The risk factors studied were seizure etiology, onset age of seizure, seizure duration, gross motor development, intervals between seizures and phenobarbital administration, neuological development, leucocyte levels and electroencephalography examination.Results: A total of 70 from 79 subject were analyzed, found that the largest proportion were male (61%) and aged <3 years (46%). A total of 77% subjects did not had recurrence of seizure in 2x24 hours monitoring after administration of 10 mg/kgbb intravenous phenobarbital. Onset age of seziure >3 years (OR 4.444; p=0.046) and gross motor development (OR 3.932; 95%CI 1.072 – 14.422; p=0.039) were independent risk factors for seizure recurrence.Conclusion: The administration of 10 mg/kgbb intravenous phenobarbital was effective in preventing seizure recurrence. Onset age of seizures >3 years and delayed gross motor development are the risk factors for seizure recurrence."