Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170709 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athar Hadiyan Al Ghifari
"Dalam tataran global, terdapat berbagai pendekatan dalam penyediaan infrastruktur yang umumnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: berbasis pasar dan diarahkan oleh negara. Dalam konteks Indonesia, penulis mencermati bahwa selama dalam dua puluh tahun terakhir, terdapat pergeseran dalam pola penyediaan infrastruktur, ditandai dengan meningkatnya peran negara. Hal ini juga tercermin dalam sektor ketenagalistrikan, yang selama ini dikuasai oleh badan usaha milik negara. Penelitian ini berupaya untuk menginvestigasi lebih lanjut pergeseran pola penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan asing di Indonesia dari periode Pemerintahan SBY (2009-2014) ke periode Joko Widodo (2014-2009) menggunakan kerangka analisis ekonomi politik kritis tradisi Gramscian yang melihat negara sebagai pencerminan antara berbagai kekuatan sosial yang berkontestasi dalam berbagai tataran. Dengan demikian, pergeseran pola ini dapat dipahami sebagai pencerminan dari berbagai dinamika kekuatan sosial yang saling berkontestasi untuk memperebutkan akses terhadap penyediaan infrastruktur sektor ketenagalistrikan. Penelitian ini menemukan bahwasanya masing-masing kekuatan sosial ini disituasikan dalam konteks historis pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia. Interaksi antara berbagai kekuatan sosial tersebut mengalami berbagai perubahan dalam kedua periode yang menjadi cakupan analisis penelitian. Dinamika dari sisi kekuatan sosial tersebut diwujudkan dengan meningkatnya kekuasaan negara secara tidak langsung dalam penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan. Dengan demikian penelitian ini memperlihatkan bahwasanya penyediaan infrastruktur merupakan produk dari relasi antar berbagai kekuatan sosial yang mengimplisitkan konflik atas sumber daya dan akses didalamnya, yang terjadi dalam berbagai tataran.

There are various approaches to infrastructure provision that can generally be classified into two main categories: market-based and state-directed. In the context of Indonesia, the author observes that over the last twenty years, there has been a shift in the pattern of infrastructure provision, characterised by the increasing role of the state. This is also reflected in the electricity sector, which has been controlled by state-owned enterprises. This study seeks to investigate further regarding the shift in the pattern of electricity infrastructure provision in Indonesia from the SBY administration (2009-2014) to the Joko Widodo administration (2014-2009) using the Gramscian tradition of critical political economy analysis that sees the state as a reflection of various social forces that are contesting at various levels. Thus, this pattern shift can be understood as a reflection of the various dynamics of social forces that contest each other to gain access to the provision of electricity sector infrastructure. This study found that each of these social forces is situated in the historical context of electricity management in Indonesia. The dynamics of these social forces are realized by the increasing power of the state indirectly in the provision of electricity infrastructure. This research further implies that infrastructure provision is a product of social relations that imply conflicts over resources and access, which occur at various levels."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Eka Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian yang menyebutkan ada hubungan dua arah antara konsumsi tenaga listrik dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu infrastruktur listrik harus merata di seluruh kawasan di Indonesia bahkan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang karakteristik ekonominya berskala kecil dan kondisi geografisnya berupa kepulauan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan studi komparatif pada negara-negara yang karakteristik ekonomi dan geografisnya sama dengan KTI. Ditemukan bahwa PLTS merupakan pembangkit yang paling sesuai untuk diterapkan di KTI. Gorontalo kemudian dipilih menjadi daerah yang mewakili seluruh KTI. Dengan analisis manfaat dan biaya, proyek ini menghasilkan nilai FNPV sebesar 2,158 milyar rupiah dan ENVP sebesar 2,555 milyar rupiah dalam umur proyek 25 tahun. Disamping itu, manfaat ekonomi dari proyek ini juga cukup besar sehingga untuk dapat merealisasikan proyek ini dapat dilakukan subsidi berupa penyertaan modal pemerintah agar variabel tarif dapat dikontrol sesuai dengan kemampuan masyarakat.

This study was motivated by the result of research that says there are bidirectional causality between electricity consumption and economic growth. Therefore the electrical infrastructure must be evenly distributed across all region in Indonesia, even in Eastern Indonesia (KTI) which have small-scale of economic and scatter geographical condition. To achieve this objective, comparative studies conducted in countries whose economics and geographically similar to KTI. It was found that solar power is the most suitable to be applied in KTI. Gorontalo was chosen to be representative of the entire KTI regions. With cost and benefit analysis, the project is create 2.158 billion rupiah of FNVP and 2.555 billion rupiah of ENVP throughout 25 years project life. Economic benefits of the project was considered quite large, so that electricity rates can be controlled with government capital subsidy so that rates can be in accordance with the community's ability."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurahman
"Kebutuhan energi listrik di wilayah Universitas Indonesia semakin lama akan
semakin meningkat, untuk itu perlu adanya upaya didalam peningkatan daya agar
kontinuitas penggunaan energi listrik dapat terjamin. Salah satu upayanya dengan
menganalisa pembangunan salah satu jenis sistem pembangkit baru. Terdapat beberapa
jenis bahan bakar untuk pembangkit, diantaranya adalah tenaga air, tenaga angin, tenaga
surya, tenaga gas dan lain sebagainya. Di lingkungan Universitas Indonesia telah tersedia
pipa gas yang dapat mempermudah didalam pembangunan pembangkit yang baru yaitu
pembangkit listrik tenaga gas. Didalam penulisan ini akan dilihat pemanfaatan
pembangkit listrik tenaga gas didalam mendukung keandalan sistem kelistrikkan di
lingkungan Universitas Indonesia.
Analisis pemanfaatan pembangkit listrik tenaga gas di Universitas Indonesia dilihat
dari sisi keekonomisan dengan melihat nilai NPV dan IRR. Dari hasil analisis keandalan
sistem ketenagalistrikkan Universitas Indonesia dapat disimpulkan nilai yang paling
ekonomis adalah turbin gas dengan kapasitas 8840 KW pada skenario 3 yaitu 40 % PLN
dan 60 % PLTG. Hal ini disebabkan karena memiliki nilai NPV terbesar yaitu sebesar Rp
20.450.200.545 dan IRR sebesar 18 %.

Abstract
Electrical energy needs in the University of Indonesia, the longer it will increase,
therefore, should the effort in improving the electrical energy usage so that continuity can
be guaranteed. One of its efforts to analyze the construction of one type of new generation
systems. There are several types of fuel for generators, such as hydropower, wind power,
solar power, gas power and so forth. At the University of Indonesia has provided gas
pipeline which can facilitate in the construction of two new gas fired power plants. In
writing this would be the use of gas power plants in support of the reliability of the
electrical system at the University of Indonesia.
Analysis of the utilization of gas power plant at the University of Indonesia viewed from
the side of the economy by looking at the NPV and IRR. From the results of the
electricity system reliability analysis, University of Indonesia can be concluded that the
most economic value is the gas turbine with a capacity of 8840 KW in scenario 3 is 40%
and 60% of PLN's power plant. This is due to have the largest NPV value of Rp
20,450,200,545 and an IRR of 18%"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29346
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lentera
"Saat ini bahan bakar fosil masih mendominasi sumber bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia. Adanya dominasi bahan bakar fosil ini membuat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) meningkat pesat. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan energi listrik terus meningkat, terlebih lagi masi terdapat beberapa daerah di wilayah Indonesia bagian timur yang belum memiliki aliran listrik. Oleh karena itu, energi alternatif saat ini sangat dibutuhkan untuk memberikan energi listrik ke daerah yang belum teraliri listrik tanpa meningkatkan emisi gas rumah kaca. Energi alternatif ini dapat diperoleh dari potensi local yang ada di wilayag Indonesia timur dimana wilayah ini memiliki potensi penyinaran matahari yang tergolong tinggi sehingga daerah ini sangat cocok untuk diimplementasikan sistem PLTS karena dapat memanfaatkan energi matahari. Sistem PLTS diharapkan bisa memproduksi energi listrik secara maksimal, namun ada beberapa aspek utama yang mempengaruhi produksi listrik oleh PLTS salah satunya adalah aspek sudut kemiringan atau Tilt yang menentukan kinerja sistem PLTS. Oleh karena itu, studi ini meninjau pengaruh sudut kemiringan modul PV terhadap energi yang dihasilkan oleh PLTS. Perancangan serta evaluasi dilakukan melalui simulasi dengan perangkat lunak PVSyst. Dari hasil simulasi PVSyst menunjukkan bahwa potensi pengimplementasian sistem PLTS berkapasitas 50 kWp di wilayah Indonesia timur menghasilkan energi sampai 85.6 MWh per tahun, dengan kinerja pembangkitan sebesar 81,73% per tahun.

Currently, fossil fuels still dominate the source of fuel for power generation in Indonesia. The dominance of fossil fuels makes Greenhouse Gas (GHG) emissions increase rapidly. Meanwhile, the community's need for electrical energy continues to increase, moreover, there are still several areas in eastern Indonesia that do not yet have electricity. Therefore, alternative energy is currently needed to provide electrical energy to areas that do not have electricity without increasing greenhouse gas emissions. This alternative energy can be obtained from local potential in eastern Indonesia where this area has a relatively high potential for solar radiation so that this area is very suitable for implementing a PLTS system because it can utilize solar energy. The PLTS system is expected to produce maximum electrical energy, but there are several main aspects that affect the production of electricity by PLTS, one of which is the aspect of the tilt angle or Tilt which determines the performance of the PLTS system. Therefore, this study examines the effect of the tilt angle of the PV module on the energy produced by PV mini-grid. The design and evaluation is done through simulation with PVSyst software. The PVSyst simulation results show that the potential for implementing a PV mini-grid system with a capacity of 50 kWp in eastern Indonesia can produce up to 85.6 MWh of energy per year, with a generation performance of 81.73% per year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanan Tribuana
"Sejak diberlakukannya UU 19/1960 dimana ditentukan hanya ada satu kategori perusahaan milik negara pemerintah telah melakukan beberapa langkah restrukturisasi BUMN. Langkah mendasar pertama adalah pengklasifikasian perusahaan negara berdasarkan sifat dan fungsi kegiatanya menjadi Perjan Perum dan Persero yang dituangkan dalam UU 9/1969. Langkah perbaikan berikutnya adalah mengenai Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan BUMN yag tertuang dalam Inpres No. 5/1988 dan ditindak lanjuti dengan SK Menkeu No. 740/1989 dan No. 741/1989 mengenai ketentuan-ketentuan peningkatan efisiensi dan produktifitas yang didalamnya termasuk satu sistem evaluasi kinerja.
Sementara itu perbaikan institusional usaha penyediaan tenaga listrik dimulai tahun 1972 dengan terbitnya PP No. 18/1972 tentang perusahaan umum listrik negara. Perbaikan berikutnya terjadi tahun 1994 mengenai perubahan status PLN dari Perum menjadi Persero berdasarkan PP No. 23/1994. Dengan perubahan status tersebut PLN tidak lagi mempunyai tugas pemerintahan tetapi fungsi PLN berubah menjadi menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus meraih keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan perusahaan.
Studi ini mengukur indeks efisiensi teknik dan indeks efisiensi biaya usaha penyediaan tenaga listrik sebelum dan sesudah perubahan status hukum PLN menjadi persero. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur indeks efisiensi adalah dengan menguji fungsi produksi maupun fungsi biaya penyediaan tenaga listrik oleh PLN.
Hasil studi menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 10% efisiensi PLN secara teknik memang telah berubah signifikan sedangkan secara biaya tidak ada perbedaan. Diantara faktor yang mempengaruhi indeks efisiensi teknik adalah ukuran unit pembangkit rata-rata faktor kapasitas rasio elektrifikasi dan porsi pembangkit termal.
Selanjutnya efisiensi biaya sangat dipengaruhi oleh harga jual (tarif) listrik rata-rata harga satuan bahan bakar minyak rata-rata dan harga pembelian listrik swasta.
Berdasarkan hasil kajian tersebut maka apabila efisiensi teknik maupun efisiensi biaya PLN ingin lebih ditingkatkan di masa datang hal-hal berikut perlu dilakukan: (i) ukuran unit pembangkit rata-rata (average unit size) perlu diperbesar (ii) faktor kapasitas (capasity factor) perlu dinaikkan (iii) porsi pembangkit termal (thermal generation share) perlu dikurangi (iV) program sosial listrik pedesaan (rasio elektrifikasi) perlu ada pemisahan yang tegas antara misi sosial dan misi bisnis perusahaan (v) harga jual (tarif) listrik perlu disesuaian pada nilai keekonomiannya (Vi) harga pembelian bahan bakar minyak perlu dicari alternatif pasokan dari pasar internasional guna menekan harga pembeliannya yang selama ini dipasok oleh Pertamina (Vi) harga pembelian listrik swasta perlu dinegosiasi ulang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Sahat
"Pada tahun 2006, Sistem Tanjung Pinang dan Sistem Tanjung Uban, dua sistem ketenagalistrikan di Pulau Bintan dinyatakan dalam kondisi krisis pasokan tenaga listrik. Akan tetapi, pasca penetapan kondisi krisis tersebut, kedua sistem belum keluar dari kondisi krisis dan butuh penanganan yang mendesak. Tulisan ini membahas perencanaan pengembangan sistem pembangkitan di Pulau Bintan termasuk menganalisis rencana interkoneksi ke Sistem Batam. Dari hasil analisis diperoleh bahwa interkoneksi Batam-Bintan tidak efisien diimplementasikan, karena biaya pembangkitan menjadi sangat tinggi. Jika Sistem Tanjung Uban stand alone, pengembangan pembangkitan yang handal hanya dapat dilakukan dengan pembangunan PLTD dalam jumlah banyak, sehingga tidak efisien. Sementara jika Sistem Tanjung Uban dan Sistem Tanjung Pinang terinterkoneksi, pada tingkat kehandalan yang sama (LOLP < 1 hari pada tahun 2020), diperoleh potensi penghematan sekitar USD25.3 juta hingga tahun 2020 atau rata-rata USD2.3 juta/tahun dibandingkan dengan jika kedua sistem stand alone. Dengan demikian pilihan terbaik dalam pengembangan sistem pembangkitan di Pulau Bintan adalah membangun Sistem Bintan Interkoneksi disertai pembangunan sejumlah pembangkit hingga tahun 2020 yang terdiri dari 16 unit PLTU Batubara dengan total kapasitas 120 MW, 3 unit PLTD dengan total kapasitas 15 MW dan 12 unit PLTG dengan total kapasitas 75 MW.

In 2006, Tanjung Pinang and Tanjung Uban electricity systems located in Bintan Island, were stipulated as area in electricity crisis condition. But since the stipulation untill today, both of the system remain in crisis, and need an immediate solution. This thesis studies on the ekspansion plan of generating system in Bintan, including studies on an alternative power source, that is Batam-Bintan interconnection. Analysis? result shows that Batam-Bintan interconnection is not feasible to be implemented, since it can rise up generation cost. If Tanjung Uban remains stand alone, a reliable generation system could only be achieved by developing a huge number of oil power plants, therefore will be ineficient. Meanwhile if Tanjung Uban and Tanjung Pinang are interconnected, at the same reability level (<1 day in 2020), there was a chance to get efficiency from interconnection option around USD25.3 Milion until 2020, or averagely USD2.3 Million/year compared to stand alone option. Therefore the best choice to expand generation system in Bintan is connecting both of the system by a transmission line, with a number of generation additions untill 2020 consist of 16 units coal fire power plant (PP) with total capacity 120 MW, 3 units oil PP (total capacity 15 MW) and 12 units gas turbin PP (total capacity 75 MW)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T 26019
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafa Tria Putri
"Pulau Sebira adalah salah satu daerah terisolir dengan sistem elektrifikasi off-grid yang menggunakan PLTD sebagai sumber utamanya. Untuk memberikan peningkatan pelayanan elektrifikasi di Pulau Sebira, penambahan sumber energi berbasis energi terbarukan, dalam hal ini energi surya, dilakukan dengan membangun PLTS yang sekaligus untuk mengurangi ketergantungan akan penggunaan PLTD berbahan bakar fosil. Namun, sampai saat ini sebagian besar kebutuhan listrik Pulau Sebira masih disuplai oleh PLTD tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pelayanan sistem tenaga listrik sepanjang waktu selama 24 jam dalam satu tahun dengan memaksimalkan penggunan PLTS tersedia di Pulau Sebira. Simulasi berbasis data tersedia dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak PVsyst untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersedia dan memaksimalkan produksi energi PLTS tersedia. Didapatkan dari hasil komputasi dan simulasi bahwa jumlah penyediaan baterai optimal untuk PLTS tersedia adalah 816 unit baterai dengan total kapasitas energi 1.632 kWh. Penambahan 360 unit baterai meningkatkan pemanfaatan energi tersedia PLTS dalam menyuplai beban 24 jam dalam satu tahun sebesar 19,38% dari kondisi sebelumnya dan memaksimalkan produksi energi PLTS. Sehingga dengan kondisi tersebut nantinya PLTS dapat menyuplai 86,2% beban satu tahun dan dapat mengurangi ketergantungan akan pengoperasian PLTD di Pulau Sebira.

Sebira Island is one of rural area with off-grid electrification system supplied by diesel generator as its source. To provide increased electrification services on Sebira Island, the addition of renewable energy-based sources, in this case solar energy, is carried out by applying PV system and relieve dependency on fossil fuel for diesel generator. However, up until now, most of the electricity needs of Sebira Island are still supplied by diesel generator. Therefore, the purpose of this research is to provide electric power system services for 24 hours in a year by maximizing the operations of the existing PV system in Sebira Island. The available data-based simulations were carried out using the PVsyst software to increase the utilization of available energy and maximize production energy of available PV system. From the computation and simulation results shows the optimum battery size for the existing PV system is 816 battery units with total energy capacity 1.632 kWh. The addition of 360 battery units increase the utilization of the available PV energy in supplying loads for 24 hours a year by 19,38% from the previous condition and maximize production energy of PV system. Therefore, the condition of PV system after optimization can supply 86,2% of the one year load and will reduce the operation of diesel on Sebira Island."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komang Teddy Indra Kusuma
"Sistem Jawa Madura Bali adalah sistem interkoneksi terbesar di Indonesia yang memiliki pangsa pasar energi listrik di kisaran 70% dari total pasar energi listrik di Indonesia, penjualan listrik meningkat dari 125,49 Tera Watt Hour pada semester I tahun 2021 menjadi 133,87 Tera Watt Hour pada semester I tahun 2022, untuk menjaga neraca daya dan mendukung tumbuhnya konsumsi energi listrik terdapat penambahan pembangkit. Pembangkit listrik tersebar sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Penelitian bertujuan mengantisipasi kenaikan short curcuit level baik satu fasa ke tanah maupun tiga fasa yang terukur di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi sebagai dampak masuknya pembangkit - pembangkit tenaga listrik, agar angka short circuit level tersebut dibawah 40 kilo Ampere sesuai dengan standar rating peralatan tegangan ekstra tinggi sehingga dapat menghindarkan PT. PLN (Persero) untuk mengganti semua peralatan di sistem transmisi 500 kilo Volt di Jawa Madura dan Bali yang dapat berdampak besar pada keuangan perusahaan. Penelitian ini memodelkan sistem eksisting dengan aplikasi Digsilent, kemudian memetakan kontingensi N-1 dan perhitungan short circuit level satu fasa ke tanah dan 3 fasa setelah masuknya pembangkit listrik tersebar di sistem Jawa Madura Bali dalam periode tahun 2023 sampai dengan 2028 dengan hasil akhir mendapatkan jenis fault current limmiter dan lokasi optimal pemasangannya. Pemasangan fault current limiter diharapkan dapat menurunkan 5% angka short circuit level 3 Fasa dan 1 Fasa ke tanah sehingga tidak diperlukan penggantian peralatan transmisi dan gardu induk dengan rating 40 kA dan sistem 500 kV Jawa Madura Bali dapat beroperasi dengan andal saat masuknya pembangkit listrik tersebar di sistem Jawa Madura Bali. Dengan mengacu pada kondisi sistem saat ini dan rencana proyeksi sistem berdasarkan RUPTL, dari hasil simulasi pemasangan FCL statis pada tahun 2024 pada ruas SUTET tersebar diperoleh hasil penurunan short circuit level pada beberapa GITET. Pada GITET Gandul, Saguling, dan Cirata penurunan arus hubung singkat bahkan melewati batas nilai breaking capacity peralatan terkecil. Sehingga dengan penurunan tersebut, akan diperoleh penghematan sebesar Rp 72.842.032.302 apabila dibandingkan dengan biaya uprating peralatan pada 3 GITET tersebut. Simulasi pada tahun 2028 dengan pemasangan 5 FCL tersebar menunjukkan bahwa terdapat penurunan arus hubung singkat pada GITET Priok dan Jawa 7 di bawah 40 kA, namun tidak terdapat penghematan apabila dibandingan dengan biaya uprating peralatan di 2 GITET tersebut.

The Java Madura Bali system is the largest interconnection system in Indonesia which has a market share of electrical energy in the range of 70% of the total electrical energy market in Indonesia, electricity sales increased from 125.49 Tera Watt Hour in the first semester of 2021 to 133.87 Tera Watt Hour in the first semester of 2022, to maintain the power balance and support the growth of electrical energy consumption there are additional power plants distributed in accordance with the Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). This study aims to anticipate the increase in short circuit levels, both single-phase to ground and three-phase, measured at Extra High Voltage substations, as a consequence of the entry of new power plants. The goal is to keep these short circuit levels below 40 kiloamperes, in line with the standard ratings of Extra High Voltage equipment, thereby avoiding PT PLN (Persero) from having to replace all transmission equipment in the 500 kilo Volt system in Java, Madura, and Bali, which could have significant financial implications for the company. The research models the existing system using Digsilent Power Factory Software, then mapping N-1 contingencies and calculates the single-phase to ground and three-phase short circuit levels after the entry of dispersed power plants in the Java Madura Bali System from 2023 to 2028. The final outcome identifies the type of fault current limiter and the optimal locations for their installation.  Installation of the Fault Current Limiter is expected to reduce the three-phase Short Circuit Level and single-phase to ground by 5%, there is no need for transmission equipment replacement to 40 kA rating. This ensures the reliable operation of the 500 kV Java Madura Bali system upon the entry of new power plants into the system. Based on the current system and projection plan based on the RUPTL, simulation of  the installation of static FCLs in 2024  show a decrease in short circuit levels at several GITETs At GITETs Gandul, Saguling, and Cirata, the short circuit current decreases below the breaking capacity limit of the smallest equipment. Therefore, with this reduction, savings of Rp 72,842,032,302 can be achieved compared to the cost of upgrading equipment at these 3 GITETs. Simulations for 2028 with the installation of 5 static FCLs show a decrease in short circuit current at GITETs Priok and Jawa 7 below 40 kA, but there are no savings compared to the cost of equipment upgrading at these 2 GITETs."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Kurniawan
"Investasi di bidang ketenagalistrikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup yang dapat memenuhi permintaan pasokan. Dengan Kebijakan pemerintah dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW yang tidak hanya bertujuan untuk mengatasi krisis listrik tetapi juga untuk mendorong perekonomian di Indonesia. Sumber daya primer yang melimpah di Indonesia khususnya batubara mencapai sebesar 104.9 milyar ton menjadi sumber energi utama penggerak pembangkit listrik 10.000 MW (PLTU) sehingga dapat menghasilkan energi yang dapat dijual sesuai dengan kapasitas masing-masing pembangkit.
Dengan menggunakan analisa model Inter Regional Input Output (IRIO) dapat diketahui hubungan antar sektor dan antar wilayah akibat adanya permintaan akhir sektor tertentu pada suatu wilayah sehingga dapat meningkatkan output dan pendapatan masyarakat. Dampak akibat pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW terhadap perekonomian Indonesia dari kurun waktu 2011 sampai tahun 2014 dilihat dari peningkatan output berturut-turut sebesar 0,51%, 1,31%, 1,97% dan 2,34% dari output awal sebesar Rp. 5.081,29 triliun, sedangkan peningkatan pendapatan berturut-turut sebesar 0.42%, 0,99%, 1,45% dan 1,72% dari pendapatan awal sebesar Rp. 825,92 triliun. Sekaligus memiliki disparitas yang cenderung mengecil pada tahun 2014.

Investment in the electricity sector is on every important factor to ensure the availability of electricity in sufficient quantities to meet rising demand. With Government policy in the acceleration of 10,000 MW power project, which not only aims to overcome the power crisis but also to stimulate the economy in Indonesia. Primary resources are abundant in Indonesia, especially for coal reached 104.9 billion tons to the main energy source driving the 10,000 MW power plant (power plant) so as to generate energy that can be sold in accordance with the capacity of each plant.
By using the analysis model of the Inter Regional Input Output (IRIO) can be determined the relationship between sectors and between regions due to there cent demand for a particular sector in a region so as to increase output and incomes. Impacts due to construction of 10,000 MW power plant on the economy of Indonesia from the period 2011 to 2014, seen from the increased output respectively by 0.51%, 1.31%, 1.97% and 2.34% of initial output of Rp. 5081.29 billion, while revenue increased respectively by 0:42%, 0.99%, 1.45% and 1.72% of the initial income of Rp. 825.92 trillion. Well have a disparity that tends to shrink in 2014.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31827
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Fitri Moh. Noor
"Kegiatan operasional perusahaan, khususnya pembangkit listrik tenaga panas bumi cenderung memiliki risiko yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian analisis risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, dan kemudian menyusun strategi untuk mengelola risiko tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan proses identifikasi risiko untuk memperoleh risiko-risiko yang dapat mempengaruhi kegiatan operasional pembangkit listrik tenaga panas bumi. Analisis risiko dilakukan untuk mengetahui tingkatan dari masing-masing risiko tersebut. Setelah itu dilakukan simulasi dengan beberapa skenario berdasarkan asumsi dana yang tersedia untuk memperoleh alokasi biaya penanganan risiko yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengatasi risiko-risiko tersebut, maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.

Operational activity of the company, especially in geothermal powerplant, tends to resulting risks that can bring potential losses for the company. Therefore, it needs to conduct operational risk analysis in order to identify, measure, and prepare risk response planning. This research contains of risk identification process to determine risks that can disrupt the operational activities of geothermal powerplant. Risk analysis has been conducted to determine the level of each risk. Furthermore, simulation using some scenarios based on available budget assumption has been conducted in order to determine budget allocation of risk treatment that can give maximum profit for the company. Overall, it can be concluded that more budget that company spend to manage risks, more advantage that company gain.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>