Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Putri Ardiani
"Penelitian ini dibuat untuk mengetahui pengaruhnya penambahan muscle energy technique pada ischemic compression technique terhadap kasus myofascial pain syndrome di upper trapezius. Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Partisipan sampel sebanyak 38 pekerja kantor berusia 20-59 tahun yang memiliki keluhan myofascial pain syndrome. Sampel dibagi menjadi dua kelompok dimana kelompok kontrol diberi ischemic compression technique dan kelompok eksperimen diberi ischemic compression technique dan muscle energy technique. Waktu penelitian dilakukan sebanyak 12 sesi dengan pemberian pre-test sebelum sesi pertama dan pemberian post-test setelah sesi kedua belas dengan parameter neck disability index. Setelah periode program terapi, dilakukan analisis data untuk menguji pengaruh intervensi dan didapatkan bahwa adanya penurunan nilai neck disability index pada kelompok eksperimen (p<0,001) dan kelompok kontrol (p<0,001). Uji beda dilakukan untuk mengetahui perbedaan efek perlakuan antara dua kelompok dan didapatkan adanya perbedaan signifikan terhadap kelompok kontrol dan eksperimen. Berdasarkan hasil analisis, kelompok eksperimen memiliki perubahan yang lebih signifikan dengan selisih rata-rata nilai perubahan parameter sebesar 16,1 dibandingkan kelompok kontrol dengan selisih nilai rata-rata nilai perubahan sebesar 8,63. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan muscle energy technique pada ischemic compression technique lebih efektif untuk menangani kasus myofascial pain syndrome di upper trapezius.

This study aims to determinded to effect of adding muscle energy technique to ischemic compression technique in cases of myofascial pain syndrome in the upper trapezius. The research method used was a quasi-experimental design with purposive sampling. The sample consisted of 38 office workers aged 20-59 years who have myofascial pain syndrome. The sample was divided into two group: the control group received ischemic compression, while the experimental group received a combination of ischemic compression technique and muscle energy technique. The intervention was conducted 12 sessions with pre-test before session dan post-test after session with neck disability index as the measurement parameter. After the therapy, data analysis’s results showed a reduction in neck disability index scores in both experimental group (p<0,001) dan control group (p<0,001). Based on analysis of comparative test, the experimental group showed a more significant change, with an average difference of 16,1 in parametic score compared to the control group, which had an average difference of 8,63. It can be concluded that the addition of muscle energy technique to ischemic compression technique is more effective in treating cases of myofascial pain syndrome in the upper trapezius."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Raisa Zukhrufa
"Skripsi terapan ini meneliti tentang pengaruh penambahan intervensi myofascial release technique pada muscle energy technique terhadap peningkatan kualitas fungsional penderita tension type headache. Metode penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain kuasi eksperimental. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 34 orang pekerja kantoran berusia 20 – 45 tahun yang memiliki keluhan tension type headadche. Partisipan lalu dibagi ke dalam dua kelompok dimana kelompok intervensi mendapat myofascial release technique dan muscle energy technique, sedangkan kelompok kontrol mendapat muscle energy technique. Periode intervensi berlangsung sebanyak 12 sesi dengan pemberian pre test sebelum sesi pertama dan pemberian post test setelah sesi kedua belas dengan parameter Headadche Impact Test – 6. Setelah periode intervensi, dilakukan analisis data untuk menilai pengaruh intervensi dan didapatkan bahwa adanya peningkatan kualitas fungsional pada kelompok intervensi (p<0,001) dan pada kelompok kontrol (p<0,001). Uji perbandingan dilakukan untuk melihat efek intervensi antara kedua kelompok dan didapatkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,001). Berdasarkan hasil analisis, kelompok intervensi memiliki perubahan yang lebih signifikan dengan rata-rata nilai perubahan parameter sebanyak 3,94 poin daripada kelompok kontrol dengan rata-rata nilai perubahan parameter sebanyak 1,47 poin. Hasil penelitian ini dapat menyatakan bahwa intervensi myofascial release technique yang dikombinasikan dengan muscle energy technique dapat direkomendasikan sebagai Teknik terapi untuk menangani kasus tension type headadche.

This applied study examines the effect of adding myofascial release technique intervention to muscle energy technique on improving the functional quality of tension type headache sufferers. This research method is quantitative research with a quasi-experimental design. Participants in this study were 34 office workers aged 20-45 years who had complaints of tension type headache. Participants were then divided into two groups where the intervention group received myofascial release technique and muscle energy technique, while the control group received muscle energy technique. The intervention period lasted 12 sessions with a pre-test before the first session and a post-test after the twelfth session with the Headache Impact Test - 6 parameter. After the intervention period, data analysis was carried out to assess the effect of the intervention and it was found that there was an increase in functional quality in the intervention group (p <0.001) and in the control group (p <0.001). A comparison test was carried out to see the effect of the intervention between the two groups and there was a significant difference between the intervention group and the control group (p <0.001). Based on the results of the analysis, the intervention group had a more significant change with an average parameter change value of 3.94 points than the control group with an average parameter change value of 1.47 points. The results of this study can state that the intervention of myofascial release technique combined with muscle energy technique can be recommended as a therapeutic technique to treat cases of tension type headache."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Gail Marchela Perwitasari Priambodo Putri
"Non-specific neck pain merupakan salah satu keluhan muskuloskeletal yang sering dialami oleh pekerja kantoran akibat posisi duduk statis dan ergonomi kerja yang buruk. Salah satu intervensi fisioterapi manual yang digunakan untuk mengatasi kondisi ini adalah Muscle Energy Technique (MET), yang terdiri dari teknik Post-Isometric Relaxation (PIR) dan Post-Facilitation Stretching (PFS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Muscle Energy Technique terhadap penurunan nilai Neck Disability Index (NDI) pada pekerja kantoran dengan non-specific neck pain. Penelitian ini menggunakan desain pra-eksperimental dengan pendekatan one group pretest-posttest. Sebanyak 26 partisipan dengan keluhan non non-specific neck pain mengikuti intervensi MET selama 4 minggu dengan frekuensi tiga kali per minggu. Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner Neck Disability Index (NDI) versi Indonesia. Hasil analisis menunjukkan adanya penurunan skor NDI yang signifikan setelah pemberian intervensi MET (p < 0,001), dengan nilai perubahan yang melebihi batas Minimal Clinically Important Change (MCIC). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Muscle Energy Technique efektif dalam menurunkan disabilitas leher pada pekerja kantoran yang mengalami nyeri leher non-spesifik. Intervensi ini dapat dijadikan sebagai bagian dari terapi manual berbasis bukti untuk populasi kerja berisiko.

Non-specific neck pain is a common musculoskeletal complaint among office workers, often caused by prolonged static posture and poor ergonomic conditions. One of the manual physiotherapy interventions used to address this issue is Muscle Energy Technique (MET), which includes Post-Isometric Relaxation (PIR) and Post-Facilitation Stretching (PFS) techniques. This study aimed to determine the effect of Muscle Energy Technique on reducing the Neck Disability Index (NDI) in office workers with non-specific neck pain. This study used a pre-experimental one-group pretest-posttest design. A total of 26 participants with non-specific neck pain received MET intervention over four weeks, three times per week. Measurements were conducted using the Indonesian version of the Neck Disability Index (NDI) questionnaire. The results showed a significant reduction in NDI scores after the intervention (p < 0.001), with changes exceeding the Minimal Clinically Important Change (MCIC) threshold. Therefore, it can be concluded that Muscle Energy Technique is effective in reducing neck disability in office workers with non-specific neck pain. This intervention can be considered as part of evidence-based manual therapy for at-risk working populations."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhtar Ali Mukti
"Latar Belakang: Penderita obesitas sering mengalami nyeri leher akibat sindroma nyeri miofasial leher. Dry needling merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengatasi sindroma nyeri miofasial.
Tujuan: Untuk menilai efektivitas dry needling dikombinasi dengan terapi latihan terhadap nyeri (NRS), lingkup gerak sendi (LGS) leher, dan sudut kraniovertebra (CVA) pada penderita obesitas dengan sindroma nyeri miofasial leher.
Metode: Studi ini merupakan single-blind randomized controlled trial. Partisipan berusia 18-59 tahun dengan nyeri leher > 3 bulan yang disebabkan oleh sindroma nyeri miofasial di regio leher. Pasien dirandomisasi menjadi kelompok dry needling (n=16 subjek) dan kelompok kontrol (n=16 subjek). Kelompok dry needling mendapatkan terapi dry needling 1x/minggu selama 4 minggu serta mendapatkan terapi latihan 3x/minggu selama 4 minggu. Kelompok kontrol mendapatkan terapi latihan saja 3x/minggu selama 4 minggu.
Hasil: Partisipan berusia rata-rata 41,4±11,2 tahun. Kedua kelompok mengalami perbaikan yang signifikan pada NRS, LGS leher, dan CVA antara penilaian sebelum terapi dengan evaluasi minggu ke-4 (p<0,05). Kelompok dry needling mengalami perbaikan NRS, LGS ekstensi leher, dan CVA yang lebih bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05) pada evaluasi minggu ke-4.
Kesimpulan: Terapi dry needling dikombinasi latihan maupun terapi latihan saja efektif dalam memperbaiki NRS, LGS leher, dan CVA pada penderita obesitas dengan sindroma nyeri miofasial leher. Namun, terapi dry needling dikombinasi latihan lebih unggul daripada terapi latihan saja.

Background: Obese patients often experience neck pain due to cervical myofascial pain syndrome. Dry needling is one of method to treat myofascial pain syndrome.
Objective: To assess the effectiveness of dry needling combined with exercise therapy on pain (NRS), cervical range of motion (ROM), and craniovertebral angle (CVA) in obese patients with cervical myofascial pain syndrome.
Methods: This study was a single-blind randomized controlled trial. Participants aged 18-59 years with neck pain > 3 months caused by myofascial pain syndrome in the neck region. Patients were randomized into the dry needling group (n=16 subjects) and the control group (n=16 subjects). The dry needling group received dry needling therapy once a week for 4 weeks and exercise therapy three times a week for 4 weeks. The control group received exercise therapy only three times a week for 4 weeks.
Results: Participants had an average age of 41.4±11.2 years. Both groups experienced significant improvement in NRS, cervical ROM, and CVA between the pre-treatment assessment and the fourth week evaluation (p<0.05). The dry needling group experienced more significant improvements in NRS, cervical extension ROM, and CVA compared to the control group at the fourth week evaluation (p<0.05).
Conclusion: Dry needling combined with exercise or exercise therapy alone is effective in improving NRS, cervical ROM, and CVA in obese patients with cervical myofascial pain syndrome. However, dry needling combine with exercise therapy is superior to exercise therapy alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edbert Sugiharto Wreksoatmodjo
"Myofascial Pain Syndrome (MPS) adalah salah satu keluhan muskuloskeletal terbanyak dalam pelayanan kesehatan. MPS diduga dapat menyebabkan gangguan pada koordinasi otot-otot skapula. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan terhadap kejadian MPS upper trapezius dengan ketidakseimbangan eksitasi otot upper trapezius, otot lower trapezius dan serratus anterior.
Penelitian ini adalah studi potong lintang observasional. Sebanyak 34 subjek penelitian yang terdiri dari 17 subjek dengan MPS kronis dan 17 subjek non-MPS berusia 18-59 tahun dikumpulkan. Pengambilan data dilakukan menggunakan alat EMG permukaan Neurotrac MyoplusPro 4. Pengukuran eksitasi otot dilakukan pada otot upper trapezius, lower trapezius, dan serratus anterior. Pengukuran tersebut dilakukan pada saat bahu abduksi 0-180° tanpa beban, 25% beban maksimal, dan 50% beban maksimal. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil reratanya. Rerata eksitasi diambil rasio perbandingan antara ketiga otot tersebut dan dibandingkan antara populasi MPS dengan populasi non-MPS. Uji statistik yang digunakan adalah uji T tidak berpasangan jika data pada sebaran normal. Jika sebaran tidak normal maka digunakan Mann-Whitney test. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan rasio eksitasi yang bermakna pada otot upper trapezius dengan lower trapezius pada penderita MPS kronis dibandingkan dengan non-MPS pada ketiga tingkatan beban yang dilakukan, ditemukan perbandingan antara kedua kelompok tersebut dengan rata-rata perbedaan 2:1. Sedangkan, tidak terdapat perbedaan bermakna dari rasio otot upper trapezius dengan serratus anterior, dan lower trapezius dengan serratus anterior antara kedua populasi tersebut.

Myofascial Pain Syndrome (MPS) is one of the most common musculoskeletal complaints in health services. MPS is suggested to cause a discoordination of the scapula muscles. This study aims to prove that there is a relationship between the incidence of upper trapezius MPS and the imbalance of excitation of the upper trapezius, lower trapezius and serratus anterior muscles.
This study was an observational cross-sectional study. A total of 34 study subjects consisting of 17 subjects with chronic MPS and 17 non-MPS subjects aged 18-59 years were collected. Data were collected using the Neurotrac MyoplusPro 4 surface EMG device. Muscle excitation was measured on the upper trapezius, lower trapezius, and serratus anterior muscles. These measurements were carried out when the shoulder was abducted 0-180° with no load, 25% of the maximum load, and 50% of the maximum load. Measurements were made three times and the average was taken. The average excitation ratio was taken between the three muscles and compared between the MPS population and the non-MPS population. The statistical test used was the unpaired T test if the data were in a normal distribution. If the distribution is not normal, then the Mann-Whitney test is used.
The results of this study found that there was a significant difference in the excitation ratio of the upper trapezius and lower trapezius muscles in patients with chronic MPS compared to non-MPS at the three levels of load carried out, a comparison between the two groups was found with an average ratio of 2:1. Meanwhile, there was no significant difference in the ratio of the upper trapezius muscle to the serratus anterior, and the lower trapezius to the serratus anterior between the two populations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Puspitasari Winarno
"Pendahuluan: Nyeri miofasial yang ditandai dengan titik pemicu (TP) miofasial merupakan penyebab umum nyeri muskuloskeletal dan penyebab utama dari nyeri leher maupun bahu pada populasi pekerja, terutama pekerjaan kantor yang berhubungan dengan komputer berisiko lebih tinggi akibat gerakan berulang, postur tubuh statis, lamanya berada di depan komputer, serta peningkatan penggunaan perangkat genggam. Bila penanganan nyeri miofasial gagal dilakukan tepat waktu, maka dapat mengakibatkan disfungsi, kecacatan, dan kerugian finansial bagi pasien. Akupunktur tanam benang (ATB) merupakan modalitas akupunktur baru yang dapat memberikan stimulasi jangka panjang yang bertujuan memperpanjang efek terapeutik yang sama dengan akupunktur konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek terapi ATB terhadap skor nyeri, Neck Disability Index (NDI), dan ambang nyeri tekan (ANT) pada nyeri miofasial otot upper trapezius.
Metode: Desain penelitian pada penelitian ini adalah sebuah uji klinis acak tersamar ganda. Penelitian ini diikuti oleh 44 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok ATB (n=22) dan sham ATB (n=22). Pasien dengan nyeri miofasial otot upper trapezius TP laten di kedua kelompok akan menerima satu kali terapi ATB menggunakan benang polydioxanone monofilamen merk CARA ukuran 29G x 50 mm atau sham ATB (benang dibuang) pada satu titik pemicu di otot upper trapezius yang akan di follow up pada 3 hari, 1 minggu, 4 minggu, dan 8 minggu setelah terapi.
Hasil: Kedua kelompok terdapat perbaikan intensitas nyeri, disabilitas, dan ANT yang bermakna pada 3 hari, 1 minggu, 4 minggu, maupun 8 minggu setelah terapi (p<0,001). Terapi ATB memiliki efektivitas yang lebih baik terhadap perbaikan intensitas nyeri pada 4 minggu (p=0,007) dan 8 minggu setelah terapi (p=0,004), penurunan skor NDI pada 8 minggu setelah terapi (p=0,004), dan peningkatan nilai ANT pada 4 minggu (p=0,04) dan 8 minggu setelah terapi (p=0,002) dibandingkan sham ATB.
Kesimpulan: ATB memperbaiki intensitas nyeri, disabilitas, dan ANT pasien nyeri miofasial otot upper trapezius.

Introduction: Myofascial pain characterized by myofascial trigger point (MTrP) is a common cause of musculoskeletal pain and the main cause of neck and shoulder pain in the working population, especially computer-related office work which is at higher risk due to repetitive movements, static body postures, and long periods in front of the computer, as well as increased use of handheld devices. If myofascial pain treatment fails to be carried out promptly, it can result in dysfunction, disability, and financial loss for the patient. Thread embedding acupuncture (TEA) is a new modality that can provide long-term stimulation to prolong the same therapeutic effect as conventional acupuncture. This study aimed to determine the effect of ATB therapy on pain scores, Neck Disability Index (NDI), and pressure pain threshold (PPT) in upper trapezius muscle myofascial pain.
Method: The research design in this study was a double-blind, randomized clinical trial. This study was attended by 44 research subjects divided into TEA group (n=22) and sham TEA group (n=22). Patients with latent MTrP in the upper trapezius muscle in both groups will receive once TEA therapy using CARA brand monofilament polydioxanone thread 29G x 50 mm or TEA sham (thread removed) at one TrP in the upper trapezius muscle which will be followed up on 3 days, 1 week, 4 weeks, and 8 weeks after therapy. Results: Both groups experienced significant improvements in pain intensity, disability, and PPT at 3 days, 1 week, 4 weeks, and 8 weeks after therapy (p<0.001). TEA therapy had better effectiveness in improving pain intensity at 4 weeks (p=0.007) and 8 weeks after therapy (p=0.004), NDI scores at 8 weeks after therapy (p=0.004), and PPT at 4 weeks (p=0.04) and 8 weeks after therapy (p=0.002) compared to sham ATB. Conclusion: TEA improves pain intensity, disability, and PPT for patients with myofascial pain in the upper trapezius muscle.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Fadly
"Sindrom miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan oleh nyeri otot kronis dengan peningkatan sensitivitas terhadap tekanan. Tatalaksana akupunktur manual dapat dilakukan dengan berbagai pilihan teknik rangsang.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan tindakan akupunktur superfisial dry needling dengan akupunktur sparrow pecking terhadap perubahan nyeri dan ambang rangsang nyeri penderita sindroma nyeri miofasial upper trapezius.
Telah dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan randomized control trial. Sampel sebanyak 36 orang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 18 orang. Kelompok A mendapatkan tindakan akupunktur superfisial dry needling, sedangkan Kelompok B mendapatkan tindakan akupunktur sparrow pecking. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur intensitas nyeri menggunakan visual analog scale (VAS) dan ambang rangsang nyeri menggunakan pressure threshold meter (PTM) pada saat sebelum, menit ke-0, 30 dan 60 setelah perlakuan.
Dari hasil penelitian didapat tidak ada perbedaan skor nyeri (p=0,23, uji Mann-Whitney U) dan peningkatan ambang rangsang nyeri (p=0,80, uji Mann-Whitney U) setelah tindakan akupunktur superfisial dry needling dan sparrow pecking.
Disimpulkan akupunktur superfisial dry needling, sama baiknya dengan sparrow pecking untuk menurunkan nyeri dan meningkatkan ambang rangsang nyeri penderita sindroma nyeri miofasial otot upper trapezius, dengan tidak adanya perbedaan signifikan.

Myofascial syndrome is a group of symptoms and signs of one or more trigger points and is characterized by chronic muscle pain with increased sensitivity to pressure. Manual acupuncture can be done with several choice of stimulation techniques.
The purpose of this study was to compare the acupuncture technique of superficial needling with sparrow pecking in reducing pain and the changes of pain threshold of myofascial pain syndrome of upper trapezius. Sample of 36 people, divided into two groups, each group consisted of 18 people. The first group was given superficial dry needling acupuncture while the second group get sparrow pecking acupuncture. The intensity of pain was measured using the VAS (Visual Analog Scale) and stimuli of pain threshold was measured using a pressure threshold meter (PTM) at the time before at minute 0, 30 and 60 after treatment.
After treatment (minute 0), there was no mean difference in pain scores (p=0.23, Mann-Whitney U test) and the stimuli of pain threshold (p=0.80, Mann-Whitney U test) between superficial dry needling and sparrow pecking acupuncture.
Dry needling acupuncture as well as sparrow pecking both reduced pain and increased the threshold of pain stimuli of myofascial pain upper trapezius, with no significant difference."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lainun Shabrina Sugino
"Atlet esports rentan mengalami non-specific neck pain (NSNP) akibat postur duduk yang tidak ergonomis dan durasi bermain yang panjang. Kondisi ini dapat menurunkan fungsi leher dan mengganggu performa bermain. Salah satu pendekatan non-farmakologis yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi otot adalah teknik Jacobson Progressive Muscle Relaxation Technique (JPMRT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi JPMRT terhadap peningkatan fungsional leher pada atlet esports dengan parameter Neck Disability Index(NDI). Desain penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan pendekatan one-group pretest-posttest. Subjek penelitian berjumlah 24 atlet esportsberusia 18–30 tahun yang mengalami NSNP. Intervensi JPMRT dilakukan selama delapan hari dengan frekuensi dua kali sehari. Pengukuran NDI dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon Signed-Rank Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil menunjukkan penurunan skor NDI yang signifikan (p < 0,05) setelah intervensi. Kesimpulannya, JPMRT efektif dalam meningkatkan fungsi leher dan menurunkan tingkat disabilitas pada atlet esports dengan NSNP, sehingga dapat menjadi alternatif intervensi fisioterapi yang sederhana dan aplikatif dalam manajemen nyeri leher.

Esports athletes are prone to non-specific neck pain (NSNP) due to unergonomic sitting postures and long playing durations. This condition can reduce neck function and interfere with playing performance. One non-pharmacological approach that can be used to reduce pain and improve muscle function is the Jacobson Progressive Muscle Relaxation Technique (JPMRT). This study aims to determine the effect of JPMRT intervention on improving neck function in esports athletes with Neck Disability Index (NDI) parameters. The design of this study was pre-experimental with a one-group pretest-posttest approach. The subjects of the study were 24 esports athletes aged 18–30 years who experienced NSNP. The JPMRT intervention was carried out for eight days with a frequency of twice a day. NDI measurements were taken before and after the intervention. Data were analyzed using the Wilcoxon Signed-Rank Test because the data were not normally distributed. The results showed a significant decrease in NDI scores (p <0.05) after the intervention. In conclusion, JPMRT is effective in improving neck function and reducing disability levels in esports athletes with NSNP, thus it can be a simple and applicable alternative physiotherapy intervention in neck pain management."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Maylani
"Tesis ini disusun untuk menilai pengaruh latihan penguatan otot-otot ekspirasi dalam mengurangi gejala sleep apnea pada pasien Obstructive Sleep Apnea dengan obesitas menggunakan metode penelitian Evidence-Based Case Report (EBCR). Pencarian literatur dilakukan pada Pubmed, ProQuest, EBSCOHost, Scopus dan Cochrane sesuai dengan pertanyaan klinis. Penelitian ini menggunakan Randomized Controlled Trial pada satu jurnal yang didapat untuk menilai kualitasnya berdasarkan validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya. Dari hasil Randomized Controlled Trial didapatkan bahwa subjek penelitian adalah pasien Obstructive Sleep Apnea dengan obesitas. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan penguatan otot-otot ekspirasi dapat mengurangi gejala sleep apnea dengan menurunkan nilai Apnea-Hypopnea Index pada pasien Obstructive Sleep Apnea

This thesis was designed to assess the effect of expiratory muscle strengthening exercises in reducing sleep apnea symptoms in Obstructive Sleep Apnea patients with obesity using an evidence-based case report (EBCR) research method. A literature search was performed on Pubmed, ProQuest, EBSCOHost, Scopus and Cochrane according to clinical questions. This study uses a Randomized Controlled Trial in one journal obtained to assess its quality based on its validity, importance and applicability. From the results of the Randomized Controlled Trial, it was found that the research subjects were Obstructive Sleep Apnea patients with obesity. The conclusion of this study is that expiratory muscle strengthening exercises can reduce sleep apnea symptoms by reducing the Apnea-Hypopnea Index value in Obstructive Sleep Apnea patients"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Sugiyono
"Latar belakang: Nyeri leher merupakan salah satu keluhan muskuloskeletal tersering menduduki urutan ke 2 setelah nyeri punggung bawah dalam menyebabkan disabilitas, kehilangan produktivitas dalam pekerjaan dan rekurensi. Nyeri leher berhubungan dengan berbagai hendaya dan disabilitas mulai dari nyeri, kekakuan, gangguan keseimbangan, kognitif dan gangguan emosi serta mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan berpengaruh pada kualitas hidup. Pengukuran disabilitas akibat nyeri leher menggunakan self-reported questionnaire yang sahih dan andal menjadi komponen penting dalam evaluasi dan pemantauan nyeri, disabilitas dan keadaan psikososial pada pasien nyeri leher. Tujuan studi ini adalah untuk menilai kesahihan dan keandalan Neck Disability Index (NDI) untuk mengukur disabilitas pasien nyeri leher di Indonesia. Metode: Kuesioner NDI orisinil dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan metode adaptasi transkultural dari Mapi Research Trust ke bahasa Indonesia melalui proses forward translation, backward translation, cognitive debriefing dan proofreading. Kuesioner NDI bahasa Indonesia yang telah disetujui oleh peneliti dan pengelola kuesioner dinilai kesahihan dan keandalannya dengan diuji pada 50 pasien nyeri leher di Poliklinik Rehabilitasi Medik RS Cipto Mangunkusumo. Kesahihan konstruksi dinilai dengan menggunakan korelasi antar item terhadap skor total. Keandalan dinilai dengan konsistensi internal berdasarkan Cronbach alpha dan keandalan test-retest yang dinilai dalam jangka waktu 2-3 jam dengan kuesioner kedua yang telah dirandomisasi.
Hasil: Subjek penelitian berada pada rentang usia 45.3±14.7 tahun dengan 74% merupakan perempuan. Kesahihan konstruksi dari kuesioner didapatkan korelasi sedang – kuat dengan koefisien korelasi 0.416-0.761. Konsistensi internal didapatkan baik dengan Cronbach 0.839. Keandalan test-retest didapatkan baik dengan intraclass correlation sebesar 0.92 (95% CI 0.86-0.955).
Kesimpulan: Kuesioner Neck Disability Index bahasa Indonesia merupakan kuesioner yang sahih dan andal dalam penilaian disabilitas pada pasien nyeri leher.

Background: Neck pain is one of the most common musculoskeletal complaint and ranks second after low back pain. It causes disability, loss of productivity at work and recurrence. Neck pain is associated with various disabilities ranging from pain, stiffness, balance disorders, cognitive and emotional disorders and affects daily activities and quality of life. Measurement of disability due to pain using self-reported questionnaires that is valid and reliable becomes an important component in the evaluation and monitoring of pain, disability and psychosocial conditions in neck pain patients. The aim of this study was to assess the validity and reliability of Neck Disability Index (NDI) to measure disability in neck pain patients in Indonesia.
Method: The original English NDI questionnaire was translated using the transcultural adaptation method from Mapi Research Trust into Indonesian through the process of forward translation, backward translation, cognitive debriefing and proofreading. The Indonesian NDI questionnaire which was approved by the NDI developer was assessed for validity and reliability by being tested on 50 neck pain patients at the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. The construct validity was assessed using the item-total correlation. Reliability was assessed by internal consistency based on Cronbach alpha and test-retest reliability which was assessed within a period of 2-3 hours with a second randomized questionnaire.
Results: The research subjects were in the age range of 45.3±14.7 years with 74% being women. The validity of the construction of the questionnaire obtained a moderate - strong correlation with a correlation coefficient of 0.416-0.761. Internal consistency was good with Cronbach 0.839. Test-retest reliability was good with an intraclass correlation of 0.92 (95% CI 0.86-0.955).
Conclusion: The Indonesian Neck Disability Index questionnaire is a valid and reliable questionnaire in assessing disability in neck pain patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>