Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233852 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Qotrun Nada
"Latar belakang: Night Eating Syndrome (NES) adalah gangguan makan dengan peningkatan asupan makanan malam hari dan gangguan tidur, sering dikaitkan dengan stres, kualitas tidur buruk, serta disfungsi ritme sirkadian. Mahasiswa kesehatan memiliki risiko tinggi akibat tekanan akademik dan gaya hidup tidak teratur. Tujuan: Mengetahui prevalensi NES serta hubungannya dengan jenis kelamin, status gizi, kualitas dan durasi tidur, ritme sirkadian, depresi, stres, kecemasan, dan tempat tinggal pada mahasiswa S1 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia angkatan 2024. Metode: Penelitian potong lintang dengan 148 responden. Data dikumpulkan menggunakan NEQ, DASS-21, PSQI, dan MEQ; dianalisis univariat dan bivariat (uji chi-square). Hasil: Prevalensi NES sebesar 37,8%. Status gizi gemuk memiliki hubungan signifikan dan bersifat protektif (p=0,019). Selain itu, NES berhubungan signifikan dengan depresi sedang (p=0,025) dan berat (p=0,001), kecemasan berat (p=0,001), stres berat (p=0,002), kualitas tidur buruk (p=0,042), ritme sirkadian tipe malam (p=0,001) dan netral (p=0,011), serta tempat tinggal tidak bersama keluarga (p<0,001). Jenis kelamin (p=0,770), status gizi kurus (p=0,209), dan durasi tidur (p=0,334) tidak signifikan. Kesimpulan: NES cukup tinggi ditemukan pada mahasiswa kesehatan dan berhubungan terutama dengan faktor psikologis, ritme sirkadian, kualitas tidur, serta tempat tinggal. Diperlukan upaya promotif dan preventif kampus, seperti edukasi manajemen stres, sleep hygiene, dan pemantauan kesehatan mental.

Background: Night Eating Syndrome (NES) is an eating disorder characterized by increased food intake at night and sleep disturbances. NES is often linked to psychological stress, poor sleep quality, and circadian rhythm disruption. Health science students are at higher risk due to academic pressure and irregular lifestyles. Objective: To determine NES prevalence and its association with gender, nutritional status, sleep quality and duration, circadian rhythm, depression, stress, anxiety, and living arrangements among undergraduate students in the Health Sciences Cluster, Universitas Indonesia, class of 2024. Methods: Cross-sectional study with 148 respondents using NEQ, DASS- 21, PSQI, and MEQ questionnaires. Data were analyzed with univariate and bivariate (chi-square) methods. Results: NES prevalence was 37.8%. Overweight status was significantly associated and found to be protective (p=0.019). NES was also significantly associated with moderate depression (p=0.025), severe depression (p=0.001), severe anxiety (p=0.001), severe stress (p=0.002), poor sleep quality (p=0.042), evening-type circadian rhythm (p=0.001), neutral type (p=0.011), and living apart from family (p<0.001). No significant association was found with gender (p=0.770), underweight status (p=0.209), or sleep duration (p=0.334). Conclusion: NES was relatively common among health science students and significantly associated with psychological factors, circadian rhythm, sleep quality, and living arrangements. Preventive and promotive interventions are necessary to reduce the risk of NES and improve student well-being. Preventive and promotive interventions are necessary to reduce the risk of NES and improve student well-being."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seruni Khairunnisa
"ABSTRAK
Sindrom makan malam (SMM) dapat menyebabkan obesitas atau diabetes melitus. Tujuan penelitian yaitu diketahuinya prevalensi SMM dan dibuktikannya perbedaan proporsi SMM berdasarkan status gizi, gejala depresi, kualitas tidur, kepercayaan diri dan beban kerja pada mahasiswa. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah responden yang terlibat 203 mahasiswi. Data diambil dari pengisian kuesioner, pengukuran berat badan dan tinggi badan, dan recall makanan 2x24 jam. Data kemudian dianalisis univariat dan bivariat (chi-square). Prevalensi mahasiswa dengan SMM di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2019 adalah sebesar 14.8%. Mahasiswa dengan SMM memiliki kualitas tidur 6 kali lebih buruk dibandingkan mahasiswa tidak SMM. Peneliti menyarankan perlu adanya tempat konsultasi gizi oleh ahli gizi dan tempat konseling oleh psikolog di fakultas serta diharapkan mahasiswa dapat menerapkan pesan gizi seimbang.

ABSTRACT
Night Eating Syndrome (NES) can cause obesity or diabetes mellitus. The purpose of this study is to know the prevalence of SMM and to prove the difference of NES proportion based on nutritional status, depression symptom, sleep quality, self-esteem, and workload on students. A cross sectional study was conducted on 203 female student participants. Data was obtained by self-administered questionnaire, measurement of body weight and height, and food recall 2x24 hours interview. The data was analyzed by univariate and bivariate (chi-square) method. The prevalence of students with NES in Faculty of Public Health Universitas Indonesia in 2019 is 14.8%. Students with NES have sleep quality 6 times worse than non-NES students. Researcher suggest that there should be a place for nutrition consultation by nutritionists and counseling sites psychologists in the faculty and students also expected to apply balanced nutrition message in their daily life."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Dewi Parastika
"Skripsi ini membahas tentang perilaku makan menyimpang, yaitu Sindrom Makan Malam (SMM), pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok. Penelitian kuantitatif dengan disain cross-sectional, metode pengambilan sampel acak sederhana, analisis dengan uji kai kuadrat dan uji-t independen, serta the Night Eating Questionnaire (NEQ) digunakan sebagai alat skrining kasus. Sampel penelitian yaitu 112 orang mahasiswa FT-UI angkatan 2010 dari departemen teknik industri, teknik kimia dan arsitektur. Waktu penelitian dilakukan pada bulan april-mei 2012. SMM menunjukkan adanya dampak pada kegemukan, obesitas (Gluck, ME. 2002) hingga diabetes mellitus tipe 2 (Allison, et al. 2007).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33% responden mengalami SMM dan faktor-faktor yang berhubungan antara lain stress dan depresi (OR = 2.3; nilai-p 0.046), asupan energi (nilai-p 0.002), asupan protein (nilai-p 0.003) dan asupan lemak (nilai-p 0.013). Disarankan adanya penyebarluasan informasi mengenai SMM pada mahasiswa. Selain itu diperlukan penyebarluasan informasi di FT-UI mengenai berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh (IMT) yang normal sehingga mahasiswa dapat mengetahui bentuk tubuh yang baik dan sesuai untuk mereka.

The aim of this study is to determine the prevalence of Night Eating Syndrome (NES) and its correlates among students in Engineering Faculty, Universitas Indonesia, Depok. A total of 112 students aged 17-21 from industrial engineering, chemical engineering and architect departments, in academic year 2010. This study is a quantitative descriptive research with cross-sectional design, simple random sampling method, analyzed with Chi-square test and Independent t-test, and the Night Eating Questionnaire (NEQ) were used to screen participants. Study conducted in April until May 2012. NES contributes to overweight, obesity (Gluck, ME. 2002), and for a long-term, type 2 diabetes (Allison, et al. 2007).
The result of this study shows that prevalence of NES was 33% among total participants who screening scores met by (NEQ > 25). This study also found that NES has been associated with stress and depression (OR = 2.3; p-value 0.046), energy intake (p-value 0.002), protein intake (p-value 0.003) and fat intake (pvalue 0.013). The researcher suggests the dissemination of information regarding NES which occurs in university students. Then, it's also a necessary to disseminate information about healthy body weight, height and body mass index (BMI) in Engineering Faculty Universitas Indonesia, so that students can find their good and fit body shape.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adibah Rachmawaty
"Sindrom Makan Malam (SMM) adalah kondisi gangguan makan yang dikelompokkan ke dalam Other Specified Feeding or Eating Disorder (OSFED). Perilaku SMM dapat diidentifikasi menggunakan instrumen Night Eating Questionnaire (NEQ) yang terdiri dari lima kriteria, antara lain tidak merasa lapar di pagi hari (morning anorexia) yang menyebabkan bergesernya waktu sarapan, makan yang berlebihan di malam hari (evening hyperphagia) baik setelah makan malam, sebelum tidur, maupun di antara waktu tidur, tidur larut malam (insomnia), makan di antara waktu tidur (nocturnal ingestion), yaitu makan saat terbangun di antara waktu tidur tetapi dalam keadaan sadar, dan pengulangan keempat kriteria tersebut selama lebih dari 3 bulan. Salah satu dampak yang diakibatkan oleh SMM adalah obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi sindrom makan malam berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal pada siswa SMA. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sindrom makan malam. Sementara variabel independen yang termasuk faktor internal adalah jenis kelamin, aktivitas fisik, status gizi, kualitas tidur, depresi, kepercayaan diri, kebiasaan sarapan, frekuensi makan utama, dan frekuensi jajan. Sedangkan variabel independen yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah pengetahuan gizi dan uang saku. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan di bulan Mei tahun 2024 kepada 130 siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Cibinong yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data kemudian dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sebanyak 29,2% responden memiliki sindrom makan malam. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi sindrom makan malam berdasarkan kualitas tidur, depresi, kepercayaan diri, frekuensi makan utama, dan frekuensi jajan pada siswa SMA Negeri 2 Cibinong (p-value < 0,05). Berdasarkan pemodelan akhir analisis multivariat juga ditemukan bahwa depresi menjadi faktor dominan terhadap SMM. Oleh karena itu, disarankan agar para siswa lebih memerhatikan kebiasaan tidur, keadaan mental, serta lebih menerapkan mindful eating. Disarankan pula kepada pihak sekolah agar dilakukan skrining kesehatan mental untuk para siswa secara berkala.

Night Eating Syndrome (NES) is an eating disorder classified under Other Specified Feeding or Eating Disorder (OSFED). NES behavior can be identified using the Night Eating Questionnaire (NEQ), which consists of five criteria: lack of hunger in the morning (morning anorexia) leading to delayed breakfast time, excessive eating at night (evening hyperphagia) either after dinner, before bedtime, or during the night, late-night insomnia, nocturnal ingestion (eating upon waking up during the night while being conscious), and the recurrence of these four criteria for more than 3 months. One impact of NES is obesity. This study aims to determine the differences in the proportion of night eating syndrome based on internal and external factors among high school students. The dependent variable in this study is night eating syndrome. Meanwhile, the independent variables classified as internal factors include gender, physical activity, nutritional status, sleep quality, depression, self-esteem, breakfast habits, main meal frequency, and snack frequency. The independent variables classified as external factors are nutritional knowledge and pocket money. This study uses a quantitative method with a cross-sectional study design. Data collection was conducted in May 2024 with 130 students from grade X and XI at SMA Negeri 2 Cibinong who met the inclusion and exclusion criteria. The data was then analyzed using univariate, bivariate, and multivariate methods. The study found that 29.2% of respondents had night eating syndrome. The results also showed differences in the proportion of night eating syndrome based on sleep quality, depression, self-esteem, main meal frequency, and snack frequency among students at SMA Negeri 2 Cibinong (p-value < 0.05). The final multivariate analysis modeling also found that depression is a dominant factor for NES. Therefore, it is recommended that students pay more attention to sleep habits, mental state, and practice mindful eating. It is also recommended that the school conduct regular mental health screenings for students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Husna Hamidah
"Emotional eating, kecenderungan mengonsumsi makanan sebagai respons terhadap emosi negatif, dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara emotional eating dengan stres akademik dan faktor-faktor lain pada mahasiswa non-kesehatan. Metode penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan 169 responden. Temuan menunjukkan hubungan signifikan antara stres akademik dan emotional eating (p-value 0,025), serta penggunaan media sosial dan emotional eating (p-value 0,001). Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bahwa faktor psikologis juga berperan penting terhadap kesehatan gizi individu. Mahasiswa diharapkan mempelajari strategi manajemen stres, terutama stres akademik, untuk menemukan mekanisme koping yang efektif guna mengurangi keinginan makan saat mengalami stres atau emosi negatif. Selain itu, diharapkan mereka menggunakan media sosial secara bijak dan sehat guna mengurangi paparan terhadap konten yang dapat memicu stres dan kebiasaan makan yang tidak sehat.

Emotional eating, the tendency to consume food in response to negative emotions, can have adverse effects on health. This study aims to investigate the relationship between emotional eating, academic stress, and other factors among non-health major students. The research utilized a cross-sectional design with 169 respondents. Findings revealed a significant association between academic stress and emotional eating (p-value 0.025), as well as social media usage and emotional eating (p-value 0.001). The results of this study are expected to raise awareness that psychological factors play a crucial role in individual nutritional health. It is recommended that students explore stress management strategies, particularly for academic stress, to identify effective coping mechanisms for reducing the desire to eat during periods of stress or negative emotions. Additionally, it is hoped that they use social media wisely and healthily to minimize exposure to content that may trigger stress and unhealthy eating habits."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashita Fajri Maysuro
"Computer vision syndrome (CVS) adalah sindrom yang terjadi karena adanya interaksi mata yang berlebihan dengan komputer. Faktor risiko terkait individu, lingkungan, dan komputer dapat meningkatkan prevalensi CVS dan menyebabkan gejala visual dan ekstraokular pada mata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara faktor risiko individu, komputer, dan lingkungan dengan prevalensi CVS pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian terdiri dari 109 mahasiswa reguler Fasilkom UI angkatan 2015-2018. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner online. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Prevalensi CVS diperoleh dari sampel sebanyak 36 mahasiswa (33%). Hasil uji bivariat antara faktor risiko dan CVS diperoleh sebagai berikut, riwayat penyakit mata (p= 0.25 OR= 1.76 CI 95%= 0.76-4.07), penggunaan kacamata (p=0.32 OR= 2.02 CI 95%= 0.71-3.91), jenis kelamin (p= 1.00 OR= 1.67 CI 95%= 0.45-2.29), postur duduk (p=0.27 OR 0.49 CI 95%= 0.76-3.82), usia (p=0.04 OR= 3.19), lama waktu per penggunaan komputer (p= 0.01 OR=1.76 CI 95%= 0.67-3.39), dan durasi penggunaan komputer per hari (p= 0.41 OR= 4.08 CI 95%= 1.42-11.7). Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang behubungan secara signifikan terhadap kejadian CVS adalah usia dan lama waktu per penggunaan komputer.

Background: Computer vision syndrome (CVS) is a syndrome that occur due to excessive interaction with computers. Individual, environmental, and computer related risk factors increase CVS prevalence and cause eyes, visual, and extraocular related symptoms. This research aims to observe the relation between risk factors and CVS prevalence in students of Computer Science Major in University of Indonesia. Methods: This research is a quantitative study with a cross sectional study design. The study sample consisted of 109 regular 2015-2018 Fasilkom UI students. The sampling technique used is stratified random sampling. This study uses a research instrument in the form of an online questionnaire. The collected data was then analyzed using univariate and bivariate analysis. Results: CVS prevalence was obtained from a sample of 36 students (33%). The bivariate test results between risk factors and CVS were obtained as follows, history of eye disease (p = 0.25 OR = 1.76 CI 95% = 0.76 to 4.07), use of glasses (p = 0.32 OR = 2.02 CI 95% = 0.71 to 3.91), gender (p = 1.00 OR = 1.67 CI 95% = 0.45 to 2.29), sitting posture (p = 0.27 OR 0.49 CI 95% = 0.76 to 3.82), age (p = 0.04 OR = 3.19), length of time per computer use (p = 0.01 OR = 1.76 CI 95% = 0.67 to 3.39), and the duration of computer use per day (p = 0.41 OR = 4.08 CI 95% = 1.42 to 11.7). Conclusion: Risk factors that significantly related to the CVS were age and the lenght of time per computer use."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hestika Dyah Waraningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara alienasi dan distres psikologis pada mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia (UI). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe penelitian korelasional, yang dilakukan kepada 391 mahasiswa tahun pertama program sarjana di UI. Tingkat alienasi diukur menggunakan Jessor and Jessor Social Alienation Scale, sementara tingkat distres psikologis diukur menggunakan SRQ-20.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara alienasi dan distres psikologis pada mahasiswa baru di UI (r(391) = 0.438, p = 0.000, signifikan pada LoS = 0.01). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin seseorang merasa teralienasi, maka akan semakin tinggi pula tingkat distres psikologis yang dimiliki.

This study aimed to investigate the relationship between alienation and psychological distress among the first-year students of Universitas Indonesia (UI). This correlational study was conducted using a quantitative method. The participants of this study were 391 first-year bachelor students of UI. The alienation was measured using Jessor and Jessor Social Alienation Scale, while psychological distress was measured using SRQ-20.
The result of this study showed that there was a significant and positive correlation between alienation and psychological distress among the first-year students of UI (r(391) = 0.438, p = 0.000, significant at LoS = 0.01). The result means that the higher alienation among the first-year students, the higher psychological distress among them.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rif`ah Mawaddati
"Pandemi COVID-19 yang terjadi membuat berbagai perubahan dalam kehidupan mahasiswi termasuk diantaranya adalah kondisi psikologis dan perilaku makan. Perilaku makan berdasarkan dengan kondisi psikologsi biasa disebut sebagai eating styles dan terbagi menjadi tiga, yaitu restrained eating, emotional eating, dan external eating. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara stres, penggunaan media, tingkat kebosanan, dan faktor lainnya dengan eating styles pada mahasiswi selama masa pandemi COVID-19. Dengan melibatkan 285 mahasiswi S1 Reguler Universitas Indonesia didapatkan bahwa stres dan kecenderungan gangguan perilaku makan berhubungan dengan restrained eating (p-value=0,018 dan 0,0005), emotional eating (p-value=0,002 dan 0,0005), dan external eating (p-value=0,0005 dan 0,004). Sedangkan durasi penggunaan media sosial dan tingkat kebosanan hanya berhubungan dengan emotional eating (p-value=0,001 dan 0,0005) dan external eating (p-value=0,009 dan 0,0005). Sedangkan durasi penggunaan media sosial dan tingkat kebosanan hanya berhubungan dengan emotional eating (p-value=0,001 dan 0,0005) dan external eating (p-value=0,009 dan 0,0005) tidak dengan restrained eating (p-value=0,480 dan 0,053). Berdasarkan rumpun keilmuan tidak ditemukan hubungan dengan ketiga eating styles namun ditemukan mahasiswa rumpun IPTEK memiliki rata-rata skor eating styles tertinggi dibandingkan rumpun keilmuan lainnya. Positif COVID-19 tidak berhubungan dengan ketiga eating styles sedangkan memiliki keluarga dengan riwayat positif COVID-19 berhubungan dengan skor restrained eating (p-value=0,009) yang lebih tinggi. Riwayat isolasi juga didapatkan berhubungan dengan restrained eating (p-value=0,004 5) tidak dengan emotional eating (p-value=0,289) dan external eating (p-value=0,133).

The COVID-19 pandemic has made various changes in the lives of female students, including psychological conditions and eating behavior. Eating behavior based on psychological conditions is commonly referred as “Eating Styles” that divided into three, namely restrained eating, emotional eating, and external eating. This study aims to examine the relationship between stress, media use, boredom, and other factors with eating styles in female students during the COVID-19 pandemic. By involving 285 female students from regular bachelor program of University of Indonesia, it was found that stress and eating disorder was associated with restrained eating (p-value=0,018 and 0,0005), emotional eating (p-value=0,002 and 0,0005), and external eating (p-value=0,0005 and 0,004). Meanwhile, the duration of using social media and the level of boredom were only related to emotional eating (p-value=0,001 and 0,0005) and external eating (p-value=0,009 and 0,0005), not to restrained eating (p-value=0,480 and 0,053). Based on scientific clusters, no relationship was found with both eating styles, but it was found that students from the science and technology cluster had the highest average of eating styles scores compared to other clusters. Positive COVID-19 was not associated with the both eating styles whereas having a family member that positive COVID-19 was associated with higher restrained eating (p-value=0,052). Isolation was also found related to restrained eating (p-value=0,004), not with emotional eating (p-value=0,289) and external eating (p-value=0,133)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Agatha Nerisa
"Mahasiswa tahun pertama berada pada tahapan perkembangan emerging adulthood. Terdapat penelitian yang mengemukakan bahwa mereka memiliki kecenderungan distres psikologis yang lebih besar. Apabila tingkat distres psikologis seseorang tinggi maka kepuasan hidup rendah dan begitu pula sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara distres psikologis dan kepuasan hidup pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini terdiri dari 401 mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia.
Variabel distres psikologis diukur dengan menggunakan Self-Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20), sedangkan variabel kepuasan hidup diukur menggunakan Satisfaction with Life Scale (SWLS). Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan (r = -0,286 dan p = <,0001, one-tailed) antara distres psikologis dan kepuasan hidup.

First-year students are in the emerging development stage of adulthood. Studies showed that college students are vulnerable to psychological distress. If the level of a persons psychological distress is high then life satisfaction is low and vice versa. This study aims to investigate the relationship between psychological distress and life satisfaction in University of Indonesia first-year students. The participants of this study consisted of 401 first-year students at the University of Indonesia.
Psychological distress variables were measured using Self-Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20), while life satisfaction variables were measured using Satisfaction with Life Scale (SWLS). The results show that there is a significant negative relationship (r = -0.286 and p = <,0001, one-tailed) between psychological distress and life satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Romauli
"Emotional eating merupakan kecenderungan mengkonsumsi makanan secara belebih sebagai respon terhadap emosi negatif. Emotional eating dapat menyebabkan obesitas, eating disorder, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres, jenis kelamin, premenstrual syndrome (PMS), aktivitas fisik, citra tubuh, harga diri, kualitas tidur, penggunaan media sosial, tempat tinggal, dan culture shock dengan perilaku emotional eating pada mahasiswa UI angkatan 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2023 melaui kuesioner online, dengan teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan uji t-independent. Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebanyak 19% responden mengalami emotional eating. Terdapat hubungan yang signifikan antara emotional eating dengan stres (p-value = 0,003), dan terdapat perbedaan rata-rata skor citra tubuh yang signifikan pada kelompok dengan dan tanpa emotional eating (p-value = 0,005). Pada penelitian ini, terdapat 7 variabel yang berhubungan signifikan dan 3 varibel yang tidak berhubungan signifikan dengan perilaku emotional eating. Harapannya mahasiswa UI maupun kelompok usia dewasa muda mampu memperhatikan jenis stressor yang dialami dan mencari coping stres yang sesuai dengan karakteristik masing-masing individu.

Emotional eating is the tendency to overeat in response to negative emotions. Emotional eating can lead to obesity, eating disorders, diabetes mellitus, and cardiovascular disease. This study aims to look at the relationship between stress, gender, premenstrual syndrome (PMS), physical activity, body image, self-esteem, sleep quality, social media use, residence, and culture shock with emotional eating behavior in UI student batch 2022. This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design. Data collection was carried out in June 2023 through an online questionnaire, with purposive sampling technique. Data analysis was performed using chi-square and independent t-test. The results of this study showed that 19% of respondents experienced emotional eating. There is a significant relationship between emotional eating and stress (p-value = 0.003), and there is a significant difference in average body image scores in groups with and without emotional eating (p-value = 0.005). In this study, there are 7 variables that are significantly related and 3 variables that are not significantly related to emotional eating behavior. It is hoped that UI students and young adults will be able to pay attention to the types of stressors experienced and find stress coping that suits the characteristics of each individual."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>