Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rafsanjani Assya'bani
"Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (UU HKPD) menciptakan tatanan baru bagi reformasi perpajakan di Indonesia. Implementasinya bertujuan untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah (lokal taxing power). Salah satu kebijakannya yang menimbulkan polemik adalah dengan diimplementasikan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75% untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Hiburan Tertentu meliputi, karaoke, diskotek, bar, dan lainnya. Kota Depok sebagai salah satu kota yang mandiri di Indonesia menyambut kebijakan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 Kota Depok dengan mengoptimalkan potensi penerimaan daerah yang ada. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam serta teknik analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peluang yang muncul, seperti percepatan adaptasi teknologi digital yang menyebabkan metode baru, baik inovasi dari pengusaha hiburan maupun inovasi pengurangan tarif dari Badan Keuangan Daerah Kota Depok. Sedangkan dari sisi tantangan, untuk jenis hiburan tertentu tetap tidak mendapatkan insentif karena faktor kondisi daerah kota depok dan amanat UU serta PERDA. Sehingga memungkinkan persaingan yang kurang sehat antar pengusaha terlebih dikhawatirkan menimbulkan penghindaran pajak dengan mengalihkan jenis objek pajak yang memiliki tarif pajak rendah, seperti yang terjadi di daerah lain. Selain itu, dalam menghadapi potensi maupun tantangan yang muncul, Pemerintah Daerah Kota Depok menerapkan berbagai strategi optimalisasi seperti perluasan basis penerimaan, memperkuat pemungutan, peiningkatan pengawasan, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, serta meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik.

The Law on Financial Relations between the Central and Regions (HKPD Law) creates a new order for tax reform in Indonesia. Its implementation aims to strengthen local fiscal independence (local taxing power). One of its policies that has caused polemics is the implementation of a lower limit rate of 40% and an upper limit of 75% for Certain Goods and Services Tax on Certain Entertainment Services including, karaoke, discotheques, bars, and others. Depok City as one of the independent cities in Indonesia welcomed the policy by issuing Regional Regulation Number 1 Year 2024 of Depok City by optimizing the potential of existing regional revenue. The research uses a post-positivist approach with data collection techniques through in-depth interviews and qualitative data analysis techniques. The results of this study show that there are opportunities that arise, such as the acceleration of digital technology adaptation that causes new methods, both innovations from entertainment entrepreneurs and tariff reduction innovations from the Depok City Regional Finance Agency. Meanwhile, in terms of challenges, for certain types of entertainment still do not get incentives due to the condition of the City Depok and the mandate of laws and local regulations. Thus, allowing less healthy competition between entrepreneurs, especially feared to cause tax evasion by shifting the type of tax object that has a low tax rate, as happens in other regions. In addition, in facing the potential and challenges that arise, the Depok City Local Government implements various optimization strategies such as expanding the revenue base, strengthening collection, improving supervision, increasing administrative efficiency and reducing collection costs, and increasing revenue capacity through better planning."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Rania Syawalia
"UU HKPD yang disahkan tanggal 5 Januari 2022 telah memberikan perubahan terhadap beberapa tarif pajak daerah, salah satunya tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu, seperti diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/spa. Perubahan tersebut adalah adanya kebijakan batas tarif minimum sebesar 40% dari sebelumnya pada undang-undang yang lama, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 hanya diatur batas tarif maksimum sebesar 75%. Kebijakan tersebut kemudian menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses formulasi kebijakan batas tarif minimum PBJT atas jasa hiburan tertentu pada UU HKPD dan menganalisis strategi yang diberikan oleh pemerintah untuk merespon gejolak yang ditimbulkan dari perubahan kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses formulasi kebijakan batas tarif minimum PBJT atas jasa hiburan tertentu pada UU HKPD telah melalui seluruh tahapan formulasi kebijakan, yaitu identifikasi masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan. Namun, walau sudah melalui seluruh tahapan, terdapat proses yang tidak maksimal pada tahap agenda kebijakan karena kurang mendalamnya kajian akademik yang membahas terkait PBJT atas jasa hiburan tertentu dan tidak dilibatkannya para pelaku usaha di dalam proses public hearing. Selain itu, di dalam penentuan tarifnya terdapat perbedaan usulan antara Pemerintah dan DPR RI, sehingga menghasilkan keputusan akhir bahwa tarifnya ditetapkan menjadi 40%-75%. Adapun, kebijakan batas tarif minimum ini bertujuan untuk meningkatkan local taxing power, dalam rangka mewujudkan asas keadilan, dan mengendalikan dampak eksternal negatif yang timbul dari pemanfaatan jasa hiburan tertentu tersebut. Dalam rangka merespon gejolak yang timbul atas adanya perubahan kebijakan tarif ini, pemerintah kemudian memberikan dua solusi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, yaitu dengan memberikan insentif fiskal sesuai Pasal 101 UU HKPD dan pemilahan jenis pajak dalam satu tempat hiburan yang sama.

The HKPD Law which came into effect on January 5, 2022 has changed several regional tax rates, one of which is the Certain Goods and Services Tax (PBJT) rate for certain entertainment services, such as discos, karaoke, nightclubs, bars, and steam baths/spas. The change is the policy of a minimum rate limit of 40% compared to the previous law, namely Law of The Republic Indonesia Number 28 Year 2009 which only regulated a maximum rate limit of 75%. This policy then raises pros and cons from various parties. This research aims to analyze the process of formulating the PBJT minimum rate limit for certain entertainment services in the HKPD Law and analyze the solutions provided by the government to respond to the turmoil caused by this policy. This research uses a qualitative approach with data collection techniques in the form of field studies through in-depth interviews and literature studies. The results of this research show that the policy formulation process for PBJT minimum rate limit for certain entertainment services in the HKPD Law has gone through all stages of policy formulation, namely problem identification, agenda setting, selection of policy alternatives, and policy determination. However, even though all the stages have gone through, there is a process that is not optimal at the agenda setting stage due to the lack of in-depth academic studies discussing PBJT for certain entertainment services and the non-involvement of business actors in the public hearing process. Apart from that, in determining the rate there are differences in proposals between the Government and the DPR RI, resulting in the final decision that the rate is set at 40%-75%. Meanwhile, this minimum rate limit policy aims to increase local taxing power, in order to realize the principle of justice, and control negative external impacts arising from the use of certain entertainment services. In order to respond to the turmoil arising from this change in rate policy, the government then provided two solutions that could be utilized by regional governments, namely by providing fiscal incentives under Article 101 of the HKPD Law and sorting the types of taxes within the same entertainment venue. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Nurbaini
"Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tesis ini membahas mengenai bagaimana pemahaman Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah tentang kriteria, mekanisme dan aturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Kota Depok dan bagaimana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kota Depok secara yuridis yang didukung oleh data-data yang berasal dari beberapa narasumber yang terkait langsung dalam Pajak Pertambahan Nilai ini. Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara (interview). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemungutan dan pengenaan PPN bagi jasa Notaris/PPAT juga merupakan kontribusi yang pasti akan mendorong penerimaan pajak bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Depok, tetapi belum banyak Notaris/PPAT yang paham terhadap mekanisme, aturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Notaris di Kota Depok.

Tax is one of the main source for the implementation and improvement of development that aims to improve the prosperity and walfare of the society. This thesis explores how an understanding of the Notary/Land Deed Official on criteria, mechanisms and rules of VAT collection in Depok and how the imposition of Value Added Tax on Services Notary/Land Deed Official VAT purposes in Depok in juridical supported by data derived from several sources are related directly to the Value Added Tax. According to the data source as described above, in this study the data was done by literature study and interviews. These results indicate that the collection and imposition of VAT for the services of a Notary/Land Deed Official also a contribution that will certainly encourage tax revenue for the Tax Office in Depok, just a few of the notary who knows and understand the mechanisms, rules on Notary Services Value Added Tax."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa Oktaviani
"Pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) menjadi salah satu fokus pemerintah dalam mendukung transisi energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Sebagai langkah strategis, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah atas penyerahan KBLBB roda empat tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024 dalam mendorong produksi, distribusi, dan konsumsi KBLBB di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi implementasi kebijakan serta hambatan utama yang terjadi dalam penerapan kebijakan tersebut sesuai dengan PMK No. 8 Tahun 2024. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan Grindle yang menekankan pada faktor isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementation). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan paradigma post-positivist, serta mengkombinasikan studi pustaka dan wawancara mendalam sebagai metode pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan ini berjalan dengan baik dan berhasil mendorong pertumbuhan penjualan kendaraan listrik dengan peningkatan pangsa pasar hingga 3,9% pada tahun 2024. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang bertujuan untuk membuat kendaraan listrik lebih terjangkau dan mempercepat transisi ke teknologi ramah lingkungan. Namun, pelaksanaan kebijakan menghadapi hambatan berupa kurangnya sosialisasi kepada PKP, keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi, serta mekanisme insentif yang membebani dealer secara finansial. Ketidaksinkronan kebijakan dengan kondisi lapangan, minimnya keterlibatan aktor utama, serta ketidakpatuhan dan kurangnya transparansi juga menghambat efektivitasnya. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penguatan sistem teknologi informasi, peningkatan koordinasi, dan pendekatan berbasis risiko guna memastikan responsivitas dan kepatuhan, sehingga kebijakan dapat mendukung percepatan adopsi kendaraan listrik serta mencapai tujuan fiskal dan lingkungan yang berkelanjutan.

The development of battery-based electric vehicles (EVs) has become one of the government's focal points in supporting the transition to clean energy and reducing carbon emissions. As a strategic measure, the Indonesian government introduced a policy on the preliminary refund of excess Value Added Tax (VAT) borne by the government for the delivery of specific four-wheeled EVs, as stipulated in Minister of Finance Regulation (PMK) No. 8 of 2024, to encourage the production, distribution, and consumption of EVs in Indonesia. This study aims to identify the implementation of the policy and the main obstacles encountered in its application under PMK No. 8 of 2024. This research applies Grindle's policy implementation theory, emphasizing the content of policy and the context of implementation. The research employs a qualitative approach with a post-positivist paradigm, combining literature studies and in-depth interviews as data collection methods. The findings indicate that the implementation of this policy has been successful, driving the growth of electric vehicle sales with a market share increase of 3.9% in 2024. This aligns with the policy's objective of making EVs more affordable and accelerating the transition to environmentally friendly technology. However, the implementation faces several challenges, including a lack of outreach to taxable entrepreneurs (PKP), limited human and technological resources, and an incentive mechanism that imposes financial burdens on dealers. Misalignment between policy design and field conditions, minimal involvement of key actors, as well as non-compliance and lack of transparency, further hinder its effectiveness. To address these challenges, it is essential to strengthen information technology systems, improve coordination, and adopt a risk-based approach to ensure responsiveness and compliance. These measures will enable the policy to effectively support the acceleration of electric vehicle adoption while achieving sustainable fiscal and environmental objectives."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyarini Suryandari
"Pengaturan dan perlakuan perpajakan terhadap produk dan jasa Perbankan Syariah merupakan permasalahan yang muncul terutama karena lembaga keuangan syariah yang relatif baru dan berkembang tersebut, meskipun secara fungsional memiliki kesamaan sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan, memiliki sejumlah karakteristik unik yang berbeda dibandingkan dengan perbankan konvensional. Perbedaan paling mendasar dalam hat ini adalah pelarangan instrumen bunga dalam kegiatan peminjaman aset keuangan sehingga secara prinsip syariah pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan barang modal pihak deficit spending unit dilaksanakan dengan menggunakan cara berjual beli, berbagi hasil, dan sewa menyewa; sehingga instrumen bunga diganti menjadi marjin keuntungan, nisbah bagi hasil dan nilai sewa/upah.Perbedaan mendasar tersebut menimbulkan permasalahan dalam menerapkan perlakuan perpajakan bagi Perbankan Syariah, khususnya dalam situasi dimana peraturan perundang-undangan perpajakan belum secara spesifik mengatur mengenai perlakukan perpajakan untuk transaksi keuangan syariah.Pada transaksi Ijarah misalnya, meskipun telah memenuhi criteria sebagai sewa guna usaha yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, namun tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena pihak Bank melakukan penyerahan barang modal langsung kepada Nasabahnya. Permasalahan perlakuan perpajakan pada produk Bank Syariah dalam lingkungan dual banking system dari sejak lama telah dimaklumi sebagai salah satu factor yang mempengaruhi harga produk Perbankan Syariah dan akirnya berpengaruh pada rate of return dari penempatan dana pada Bank Bank Syariah. Oleh karena sistem Perbankan syariah di Indonesia secara formal baru dikembangkan tahun 1992, maka wajar terjadi dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Perbankan Syariah, termasuk ketentuan perpajakan belum secara eksplisit dan khusus mencantumkan aturan bagi transaksi dan produk Perbankan Syariah. untuk mengatasi permasalahan perpajakan yang belum mengakomodasi kekhususan produk dan jasa Perbankan Syariah, dilakukan penyesuaian alur proses transaksi produk Perbankan Syariah. Meskipun cara ini berdampak pada meningkatnya resiko reputasi akibat keraguan terhadap pemenuhan prinsip syariah.

Taxes treating and controlling of service and product Sharia Banking is problem that emerging especially because of sharia financial institution which relatively new and develop, even it has the same function as intermediate institution and provider financial services, own amount of unique characteristic which are different compared to Conventional Banking. The most different base is no interest system in transaction of financial assets then as sharia principle, fulfilling credit needs and capital product from deficit spending unit using three ways, are buy and sell transaction, profit and loss sharing and leasing; because of that the interest change with revenue margin, share of loss sharing and profit, and leasing value. The different base cause problem in tax system implementation in Sharia Banking, especially in situation where the taxes law rules not specific in arranging taxes regulation for sharia financial transaction. In Ijarah Nluntahiya Bittamlik for example, although it has criteria as finance lease that being excused from value added tax, but it still have been taxed from the Bank who give capital product to customer directly. The problem of taxes treatment in products of Sharia Banking in dual banking system environment for a long time has been known as one of factor which effects pricing of Sharia Banking product and in the end it will cause effect to rate of return from saving in Sharia Banking. Since The Sharia Banking System in Indonesia is formally developed in 1992, then it is normal in the law regulations in Sharia Banking, including that tax rules have not explicitly and specifically make rules to any transaction and Sharia Banking Product. In the order to solve the tax problem which have no accommodation for product and service of Sharia Banking, used adjustment of process of Sharia Banking transaction. Eventhough this way will cause the increasing of risk reputation from the doubtness of fulfilling Sharia principles."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Dewi Octavianie Eka Putri
"Penelitian ini membahas mengenai analisis implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. Kebijakan tersebut mengatur mengenai kewajiban Bank Indonesia sebagai Pengusaha Kena Pajak. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa implementasi Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan BI-RTGS sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 telah sesuai dengan asas certainty dan hambatan apa yang dihadapi pada implementasinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan data kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masih terdapat ketidakpastian mengenai subjek, objek dan prosedur dalam implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan BI-RTGS.

This study discusses the analysis of policy implementation of Value Added Tax on financial services Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. The policy governing the obligations of Bank Indonesia for VAT purposes. The purpose of research is to analyze the implementation of Value Added Tax on financial services in accordance with the BI-RTGS Law. 42 of 2009 in accordance with the principles of certainty and obstacles encountered in the implementation. This research is a descriptive qualitative approach using qualitative data. Results of this study concluded that there is still uncertainty about the subject, object and procedures in the implementation of Value Added Tax policy to financial services BI-RTGS.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebastian Dhony Rajendra
"Salah satu upaya perusahaan jasa telekomunikasi untuk menarik minat konsumen akhir adalah melalui pemberian discount usage. Dari studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Pajak terkait sengketa PPN sehubungan dengan pemberian discount usage, terdapat perbedaan pendapat antara DJP di satu sisi dengan perusahaan jasa telekomunikasi selaku Wajib Pajak dan Majelis Hakim di sisi lain. DJP berpendapat bahwa pemberian discount usage tersebut harus dipungut PPN karena tidak dicantumkan dalam faktur pajak sesuai dengan Pasal 1 angka 18 Undang- Undang PPN, sedangkan Wajib Pajak serta Majelis Hakim beranggapan bahwa transaksi pemberian discount usage tersebut telah dicantumkan dalam faktur pajak sehingga tidak terdapat PPN yang terutang. Analisis perlakuan PPN atas transaksi pemberian discount usage dilakukan dengan menganalisis pendapat yang dikemukakan masing-masing pihak pada contoh kasus yang diambil dalam penulisan ini. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa dasar hukum dari koreksi yang dilakukan oleh DJP, yaitu Pasal 1 angka 18 UU PPN tersebut kurang tepat karena secara substansi discount usage tersebut merupakan jasa telekomunikasi yang terutang PPN sesuai Pasal 4 huruf c UU PPN. Perlakuan PPN yang lebih tepat atas transaksi pemberian discount usage tersebut adalah diperlakukan sebagai pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak.

One of the telecommunication company's effort to attract the end user for using their services is by giving discount usage. From the case studies of Tax Court Decision; there are differences of opinions between the Directorate General of Taxes (DGT) on one side with the telecommunication company as Taxpayers and the Judges on the other side. DGT found that the discount usage should be levied of VAT for not specified in the tax invoice in accordance with Article 1 paragraph 18 of VAT Law while the taxpayer as well as the judges thought that the transaction has been included in the tax invoice so that there is no VAT is payable. Analysis treatment of VAT on the transaction is done by analyzing the opinions expressed in each party in the study case. The results of the analysis indicate that the legal basis of the corrections made by the DGT, namely Article 1 paragraph 18 of VAT Act is not appropriate because the substance of discount usage is a telecommunications services that subject to VAT pursuant to Article 4 letter c VAT Law. More appropriate VAT treatment of this transaction is treated as a free of charge Taxable Services.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandra Anisa Suryandari
"Skripsi ini menggambarkan pengenaan PPN atas jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian dari jasa angkutan udara luar negeri dengan sistem transit dan jasa angkutan udara ke beberapa kota dengan gabungan jasa angkutan udara dalam negeri dan luar negeri. Dalam penelitian ini juga dianalisis pengenaan PPN berdasarkan legal character PPN dan prinsip destinasi. Hasil penelitian ini adalah atas jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian dari jasa angkutan udara luar negeri dan atas jasa angkutan udara ke beberapa kota dengan gabungan rute dalam negeri dan luar negeri tidak dikenakan PPN. Perlakuan perpajakan atas jasa tersebut belum sesuai dengan legal character PPN dan prinsip destinasi.

This undergraduate thesis aims to describe the imposition of VAT on domestic air transport services that are part of international air transport services with transit systems and multi-city flight with combination of domestic and international air transport services. In this research also analyzed the imposition of VAT based on the legal character of VAT and destination principle. The results of this research are above the domestic air transport services that are part of international air transport services not subject to VAT. Multi-city flight with a combination of domestic and international air transport is also not subject to VAT. Tax treatment for air transport services is not in accordance with the legal character of VAT and destination principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radot Kornelius
"Laporan magang ini membahas tentang pengelolaan Pajak Pertambahan Nilai PPN pada perusahaan yang berstatus sebagai KPS Migas Pembahasan ini mencakup tahapan tahapan pengelolaan PPN di BUT S Energy yang difokuskan pada pencatatan pajak pada Bagian account payable dan Bagian pajak Pada pelaksanaannya pencatatan PPN di Bagian account payable dan Bagian pajak mengalami perbedaan yang mempengaruhi pembayaran PPN Hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pencatatan tersebut adalah adanya time lag antara tagihan awal dan tagihan revisi Selain itu juga dibahas mengenai pengaruh pembukuan PPN terhadap laporan keuangan yang terjadi di BUT S Energy BUT S Energy yang memiliki base amount USD mengharuskan terjadinya translasi dalam pembukuan PPN sehingga berpengaruh terhadap laporan laba rugi komprehensif.

This internship report discusses the management of Value Added Tax VAT on the company 39 s status as a ldquo KPS Migas rdquo This discussion includes the stages of managing VAT in BUT S Energys which focused on the recording tax on Accounts payable section and Taxes section In the implementation VAT recording in accounts payable section and tax section experienced the differences that affect the payment of VAT Things that cause the differences in the recording are the time lag between the initial bill and bill revision It is also discussed the effect of the VAT accounting on the financial statements which occurred in the BUT S Energy BUT S Energy which has a base amount USD requires the translation in the books of VAT and therefore contributes to the comprehensive income statement."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa
"Pemberian bampel merupakan strategi promosi penjualan yang dilakukan dengan memberikan barang secara gratis untuk mendorong penjualan produk baru. Cara lain metode promosi barang sampel kepada pelanggan dapat dilakukan dengan peminjaman barang sampel atau penyerahan barang sampel yang dikembalikan ke penjual. Namun, dalam praktiknya, penyerahan barang sampel yang dikembalikan ke penjual menimbulkan dispute di lapangan karena adanya perbedaan interpretasi terkait penyerahan dan pengkategorian barang sampel dalam pengertian Barang Kena Pajak (BKP) atau dikecualikan dari BKP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan penyerahan BKP sampel dalam daerah pabean, serta ekspor dan reimpor BKP sampel. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan kualitatif dan paradigma interpretif. Dengan metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara serta teknik analisis data kualitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BKP sampel yang kembalikan ke penjual tidak termasuk dalam definisi penyerahan karena tidak terdapat pengalihan hak milik. Namun, perlu adanya tinjauan lebih lanjut dalam kesepakatan penjual dan pembeli ketika menyerahkan BKP sampel untuk menentukan terjadinya penyerahan. Di sisi lain, ekspor BKP sampel merupakan objek PPN dengan fasilitas tarif 0% sedangkan impor BKP sampel tidak dipungut PPN. Meskipun demikian, pemanfaatan fasilitas tersebut menimbulkan compliance cost yang tinggi sehingga PKP yang menyerahkan BKP sampel perlu melakukan perhitungan lebih lanjut apakah manfaat yang didapatkan dari fasilitas tersebut sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Product sampling is a sales promotion strategy carried out by providing goods for free or free of charge to encourage sales of new products. One method of promoting sample goods to customers can be done by borrowing sample goods or handing over sample goods that are returned to the seller. However, in practice, the handing over of sample goods that are returned to the seller causes disputes in the field due to differences in interpretation regarding the handing over and categorizing of sample goods in the sense of Taxable Goods (BKP) or exempted from BKP. This study aims to analyze the policy of handing over sample BKP in the customs area, as well as the export and reimport of sample BKP. To achieve the objectives of the study, the research method used is a qualitative method with a qualitative approach with an interpretive paradigm. With data collection methods in the form of literature studies and interviews as well as qualitative data analysis techniques, the results of this study indicate that the provision of sample BKP that is returned to the seller is not included in the definition of handing over because there is no transfer of ownership rights. However, further review is needed in the agreement between the seller and the buyer when handing over sample BKP to determine the occurrence of handover. On the other hand, export of sample BKP is an object of VAT with a 0% tariff facility while import of sample BKP is not subject to VAT. However, the use of these facilities results in high compliance costs so that PKP who submit BKP samples need to carry out further calculations whether the benefits obtained from these facilities are commensurate with the costs incurred. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>