Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yolanda Putri Chandra
"Fenomena memiliki akun lebih dari satu, seperti akun utama (main account) dan akun alternatif (finsta, second account, dump account), menjadi tren di kalangan Gen-Z dan menunjukkan dinamika menarik dalam cara mereka mempresentasikan diri secara digital. Ketika individu menampilkan dirinya secara digital, mereka sedang melakukan online self-presentation, dan motivasi penting untuk online self-presentation yang akhirnya mempengaruhi persepsi orang lain tentang diri sendiri adalah self-esteem. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara self-esteem dengan semua dimensi pada online self-presentation, yaitu dimensi adaptable self, authentic self, dan freedom of self online. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional dengan 279 partisipan mahasiswa Gen-Z yang memiliki lebih dari satu akun Instagram aktif. Alat ukur yang digunakan adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) untuk mengukur self-esteem dan Presentation of Online Self Scale for Adults (POSSA) untuk mengukur ketiga dimensi online self-presentation. Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan self-esteem antara semua dimensi online self-presentation, yaitu hubungan yang negatif signifikan dengan dimensi adaptable self (r = –0.213, N = 279, p < 0.001, two-tail), hubungan positif signifikan dengan dimensi authentic self (r = 0.305, N = 279, p < 0.001, two-tail), dan hubungan negatif signifikan dengan dimensi freedom of self online (r = –0.26, N = 279, p < 0.001, two-tail). Individu dengan self-esteem yang lebih rendah cenderung melakukan online self-presentation yang diadaptasi (adaptable self), kurang otentik (authentic self), dan lebih merasa bebas berada di dunia digital (freedom of self online). Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang hubungan antara self-esteem dengan online self-presentation.

The phenomenon of having more than one Instagram account, such as a main account and alternative accounts (e.g., finsta, second account, dump account), has become common among Gen-Z, reflecting interesting dynamics in how they present themselves digitally. Online self-presentation refers to how individuals portray themselves in digital spaces, a behavior influenced by various motivations, one of the most significant being self-esteem. This study aims to examine the relationship between self-esteem and the three dimensions of online self-presentation: adaptable self, authentic self, and freedom of self online.Using a quantitative correlational design, 279 Gen-Z undergraduate students with more than one active Instagram account participated in the study. The Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) used to measure self-esteem, while the Presentation of Online Self Scale for Adults (POSSA) was used to assess the three dimensions of online self-presentation. The results indicate a significant relationship between self-esteem and all three dimensions. . A negative correlation was found between self-esteem and adaptable self (r = –0.213, p < 0.001), a positive correlation with authentic self (r = 0.305, p < 0.001), and a negative correlation with freedom of self online (r = –0.260, p < 0.001). These findings suggest that individuals with lower self-esteem tend to engage in more adaptive and less authentic online self-presentation, and feel a greater sense of freedom when expressing themselves in digital spaces. This study aims to contribute to a better understanding of the relationship between self-esteem and online self-presentation among Gen-Z university students in the age of social media."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Larasati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara self-esteem dan identifikasi pada avatar dengan adiksi game online jenis MMORPG. Penelitian ini menggunakan alat ukur Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia (Cassandra, 2010) untuk mengukur self-esteem, alat ukur Player-Avatar Identification Scale (PAIS) untuk mengukur identifikasi pemain terhadap avatar (Dong Li, Liau, & Khoo, 2013) dan Indonesian Online Game Addiction Questionnaire untuk mengukur tingkat adiksi (Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja, 2013). Jumlah responden sebanyak 129 orang, berada pada tahap perkembangan remaja dan bermain MMORPG selama enam bulan terakhir. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah adanya hubungan signifikan negatif antara self-esteem dan adiksi game online MMORPG, dan adanya hubungan signifikan positif antara identifikasi pada avatar dan adiksi game online.

This research is conducted to find out the correlation between self-esteem, avatar identification, and online game addiction in MMORPG players. This research used Indonesian version of Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) by Cassandra (2010), Player-Avatar Identification Scale (PAIS) (Dong Li, Liau, & Khoo, 2013), and Indonesian Online Game Addiction Questionnaire (Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja, 2013). The participants of this research are 129 MMORPG gamers (who at least played for the past six months) and is currently in adolescent age range. The results show that there is significant negative correlation between self-esteem and online game addiction. There is also significant positive correlation between avatar identification and online game addiction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwi Sarita
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara need to belong dan self-presentation yang ditunjukkan remaja di Instagram. Need to belong didefinisikan sebagai kebutuhan untuk membentuk dan mempertahankan setidaknya kualitas minimum dari hubungan interpersonal, yang biasanya telah dibawa sejak lahir dan universal bagi manusia. Self-presentation adalah proses di mana individu berusaha untuk mengontrol kesan yang diberikan orang lain kepada mereka. Pengukuran need to belong dilakukan dengan menggunakan alat ukur Need to Belong Scale (NTBS) yang dikembangkan oleh Leary, Kelly, Cottrell, & Schreindorfer (2013). Pengukuran self-presentation dilakukan dengan menggunakan alat ukur Self-Presentation Tactics Scale (SPT) yang dikembangkan oleh Lee, Quigley Nesler, Corbett, & Tedeschi (1999). Alat ukur tersebut diadaptasi agar lebih sesuai ke dalam konteks penggunaan Instagram. Partisipan penelitian berjumlah 204 remaja berusia 10-22 tahun yang menggunakan Instagram. Melalui teknik statistik Pearson Correlation, diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara need to belong dan self-presentation yang ditunjukkan remaja di Instagram, khususnya pada tipe self-presentation ingratiation.

ABSTRACT
This research was conducted to find the correlation between need to belong and self-presentation that adolescents show on Instagram. Need to belong defined as a need to form and maintain at least a minimum quantity of interpersonal relationship, is innately prepared (and hence nearly universal) among human beings. Self-presentation defined as the use of behavior to communicate some information about oneself to others. Need to belong was measured using an instrument named Need to Belong Scale (NTBS) developed by Leary, Kelly, Cottrell, & Schreindorfer (2013). Self-presentation was measured using Self-Presentation Tactics Scale (SPT) developed by Lee, Quigley Nesler, Corbett, & Tedeschi (1999). This instrument was adapted to the context of the use of Instagram. Participants of this research were 204 adolescents aged 10-22 years old who use Instagram. The Pearson Correlation indicates positive significant correlation between need to belong and self-presentation that adolescents show on Instagram, particularly the ingratiation tactic of self-presentation."
2016
S64823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shita Harfiana
"[Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara self-esteem dan motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau di Universitas Indonesia. Partisipan penelitian berjumlah 71 orang mahasiswa laki-laki dan perempuan yang berusia antara 18-23 tahun. Self-esteem adalah sikap positif atau negatif seseorang terhadap dirinya sendiri. Motivasi berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan
sesuatu dengan baik atau meraih kesuksesan yang dibuktikan dengan kegigihan dan usaha dalam menghadapi kesulitan. Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Pengukuran self-esteem menggunakan
alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale sementara motivasi berprestasi diukur menggunakan Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara self-esteem dan motivasi
berprestasi pada mahasiswa perantau di Universitas Indonesia (r= .340, p < 0.01). Hasil tersebut membuktikan bahwa self-esteem dan motivasi berprestasi memiliki peran penting pada kesuksesan akademis seseorang dan juga aspek kehidupan yang lain terutama pada mahasiswa perantau di Universitas Indonesia.

This study was conducted to find the relationship between self-esteem and achievement motivation among migrant students at Universitas Indonesia. Participants study of 71 students between the ages of 18-23 years. Self-esteem is a positive or negative attitude toward a particular object, namely, the self. Achievement motivation is the need to perform well or the striving for success, evidenced by persistence and effort in the face of difficulties. The study was a correlational study using a quantitative approach. Self-esteem was measured by -esteem Scale (RSES) and achievement motivation was measured by Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). The result showed a significant relationship between self-esteem and achievement motivation (r= .340, p < 0.01). The result proved that self-esteem and achievement motivation has an important role in academic performance as well as other aspects of life, especially among migrant students at Universitas Indonesia., This study was conducted to find the relationship between self-esteem and
achievement motivation among migrant students at Universitas Indonesia.
Participants study of 71 students between the ages of 18-23 years. Self-esteem is a
positive or negative attitude toward a particular object, namely, the self.
Achievement motivation is the need to perform well or the striving for success,
evidenced by persistence and effort in the face of difficulties. The study was a
correlational study using a quantitative approach. Self-esteem was measured by
􀀵􀁒􀁖􀁈􀁑􀁅􀁈􀁕􀁊􀂶􀁖􀀃 􀀶􀁈􀁏􀁉-esteem Scale (RSES) and achievement motivation was
measured by Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). The result showed a
significant relationship between self-esteem and achievement motivation (r= .340,
p < 0.01). The result proved that self-esteem and achievement motivation has an
important role in academic performance as well as other aspects of life, especially
among migrant students at Universitas Indonesia.]
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S62213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahda Febi Wilendari
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas hubungan antara dukungan sosial dari orangtua dan self-esteem pada remaja awal anak buruh migran. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Untuk mengukur dukungan sosial dari orangtua dan self-esteem penulis menggunakan alat ukur Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) subskala dukungan orangtua dan Rosenberg's Self-Esteem Scale (RSES). Penelitian ini melibatkan 164 remaja usia 11-16 tahun dengan orangtua buruh migran di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan dukungan sosial dari orangtua pada remaja anak buruh migran dengan r=0,264; p=0,000. Dengan demikian dukungan sosial dari orangtua sangat dibutuhkan dalam perkembangan self-esteem yang baik pada remaja awal anak buruh migran.

The purpose of this research is to discusses the relationship between social support from parents and self-esteem among early adolescent with migrant worker parents. This research methodhology using a quantitative study with a correlational design. To measure self-esteem and social support from parents, the author using Child and Adolescent Social support Scale (CASSS) parental support subscale and Rosenberg's Self-Esteem Scale (RSES). Respondents in this research were 164 adolescent, age 11-16 years old in Cilamaya, Karawang, West Java.
The result showed there is a significant positive correlation between self-esteem and social support from parents with r=0,264; p=0,000. In conclusion, social support from parents needed for a good development of self-esteem on early adolescent migrant worker's children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uzlifatil Jannah
"Remaja yang sering menggunakan internet melalui media sosial akan lebih rentan terhadap cyberbullying daripada remaja yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses internet. Salah satu tantangan yang perlu dihadapi remaja di internet tersebut yakni rentan menjadi korban cyberbullying (perundungan maya). Cyberbullying sangat berdampak terhadap korban karena dampak yang ditimbulkan memengaruhi keadaan psikologis dan mental korban, salah satunya self-esteem (harga diri). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cyberbullying dengan self-esteem pada remaja di Kota Depok, Jawa Barat. Desain penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan menerapkan desain analitik korelasi menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah anak usia remaja (11-20 tahun) yang berjumlah 348 responden dan diambil menggunakan multistage cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) dan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Hasil penelitian menunjukkan 53,4% responden berada pada kategori keterlibatan berat sebagai korban cyberbullying serta 70,4% responden memiliki self-esteem tinggi. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara cyberbullying dengan self-esteem pada remaja di Kota Depok, Jawa Barat (p-value = 0,005; α = 0,05). Peneliti merekomendasikan pada penelitian ini adalah perawat mencegah dampak dari cyberbullying melalui program pendidikan kesehatan tentang dampak negatif cyberbullying pada remaja, sehingga dapat berfokus pada tugas-tugas perkembangan masa remaja.

Adolescents who frequently use the internet through social media will be more vulnerable to cyberbullying than teenagers who do not have the ability to access the internet. One of the challenges that teenagers need to face on the internet is that they are vulnerable to becoming victims of cyberbullying. Cyberbullying is very impactful on victims because the impact caused affects the psychological and mental state of the victim, one of which is self-esteem. This study aims to determine the relationship between cyberbullying and self-esteem in adolescents in Depok City, West Java. The research design used quantitative methods by applying a correlation analytic design using a cross-sectional approach. The samples used in this study were teenagers (11-20 years old) totaling 348 respondents and were taken using multistage cluster sampling. The instruments used were the Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) and the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). The results showed that 53.4% of respondents were in the category of heavy involvement as victims of cyberbullying and 70.4% of respondents had high self-esteem. Chi Square test results show that there is a significant relationship between cyberbullying and self-esteem in adolescents in Depok City, West Java (p-value = 0,005; α = 0,05). The researcher recommends that nurses prevent the impact of cyberbullying through health education programs on the negative impact of cyberbullying on adolescents, so that it can focus on the developmental tasks of adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhti Salamah
"ABSTRAK
Dibalik popularitasnya, Instagram merupakan media sosial yang memiliki dampak negatif paling tinggi bagi penggunanya. Hal ini dikarenakan konten yang diunggah oleh pengguna Instagram merupakan gambar ideal yang dapat mengecilkan hati pengguna lain yang melihatnya. Penelitian ini menguji hubungan antara up-social comparison dengan self-esteem pada siswa yang menggunakan Instagram. Penelitian ini menggunakan Skala Self-Esteem Rossenberg sebagai alat pengukur harga diri, serta Social Comparison di Facebook yang dikonstruksikan oleh Vogel et al (2014) yang telah diadaptasi oleh peneliti sebagai alat ukur dari upward social comparison. Sebanyak 472 mahasiswa S1 terlibat dalam penelitian ini. Data partisipan diolah dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan sosial ke atas secara signifikan berkorelasi negatif dengan harga diri. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi perbandingan sosial ke atas yang dialami individu diikuti dengan harga diri yang semakin rendah. Selain itu, ditemukan juga bahwa 2,3% varians harga diri dapat dijelaskan dengan perbandingan sosial ke atas
ABSTRACT
Behind its popularity, Instagram is a social media that has the highest negative impact on its users. This is because the content uploaded by Instagram users is an ideal image that can discourage other users who see it. This study examines the relationship between up-social comparison and self-esteem in students who use Instagram. This study uses the Rossenberg Self-Esteem Scale as a means of measuring self-esteem, as well as Social Comparison on Facebook which was constructed by Vogel et al (2014) which has been adapted by researchers as a measuring tool for upward social comparison. A total of 472 undergraduate students were involved in this study. Participant data was processed using simple linear regression analysis. The results showed that upward social comparison was significantly negatively correlated with self-esteem. This shows a tendency that the higher the upward social comparison experienced by the individual is followed by the lower self-esteem. In addition, it was also found that 2.3% of the variance in self-esteem can be explained by upward social comparisons"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Vashti Annisa
"ABSTRAK
Pertanyaan lsquo;siapakah kita di dunia maya rsquo; mulai muncul dengan lahirnya internet dan media sosial, dimana kita diberikan kesempatan untuk mempertunjukan diri kita kepada dunia. Di dalam dunia tersebut, tidak ada batasan dan siapapun bisa menjadi apa atau siapapun yang mereka mau. Di Instagram--medium dimana orang mengunggah foto dan video--orang-orang dapat melakukan hal tersebut kepada publik, baik publik secara luas atau publik pilihan mereka dimana akun mereka tidak terbuka untuk umum.Bagaimana kita menggambarkan diri kita di dunia maya biasanya membutuhkan lsquo;impression management rsquo;. Goffman membuat teori ini di tahun 1967 dimana ia mengatakan bahwa orang-orang mempunyai kesan yang mereka buat untuk diri mereka sendiri dalam kontak secara langsung atau komunikasi melalui medium perharinya. Walaupun media sosial belum ada pada tahun tersebut, teori Goffman dapat diaplikasikan jaman sekarang. Terlebih lagi karena media sosial adalah tempat untuk membentuk kesan kita dan hal tersebut akan dilihat oleh banyak orang bahkan orang yang tidak kita kenal jika kita memperbolehkan hal itu untuk terjadi. Presentasi diri merupakan hal yang menarik untuk digali lebih dalam karena hal ini sering terlihat di akun banyak orang.

ABSTRACT
The question of lsquo Who Are We Online rsquo arises with the birth of the internet and social media, where we are given the opportunity to present ourselves to the world. That being said, it is important to highlight the fact that there is no boundary in this particular medium, one can be anyone they want. On Instagram a photo sharing platform people can post photos or videos of themselves to their public, whether it is to the free public or to their chosen public when their profile is private. How we portray ourselves online nowadays usually involve a very heavy impression management. Goffman created this theory back in 1967 where he described that people tend to have an image that they create for themselves in daily contact whether it is face to face or in mediated communication. Even though social media was not created back in his days, his theory can very much be applied to this time and age. Especially because social media acts as a platform to build an image of yourself and it is seen by everyone from the people we know even to strangers if we allow them to. Self presentation is an interesting topic to explore as it is often seen that people rsquo s account is carefully crafted for its audience. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaisani Almira Hanum
"Kegiatan latihan fisik secara rutin mampu menjadi salah satu faktor protektif dalam mempertahankan kesejahteraan mental. Individu yang memiliki kesehatan mental baik adalah individu dengan self-esteem yang positif. Latihan fisik didukung penggunaan aplikasi health tracker yang menunjukkan adanya peningkatan pada masa pasca pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran penggunaan aplikasi health tracker terhadap hubungan antara frekuensi latihan fisik dengan tingkat self-esteem pada mahasiswa di Indonesia. Dengan 190 partisipan mahasiswa di Indonesia, peneliti menyebarkan kuesioner latihan fisik secara daring menggunakan alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif signifikan pada frekuensi latihan fisik dan self-esteem. Analisis regresi dengan PROCESS Model Hayes dalam peran moderasi aplikasi health tracker pada hubungan frekuensi latihan fisik dan self-esteem tidak didukung oleh data. Adanya tingkat perilaku sedenter yang tinggi dan dominasi pada mahasiswa Universitas Indonesia menjadi penyebab hasil yang tidak signifikan.

Regular physical exercise can be a protective factor in maintaining mental well-being. Individuals who have good mental health are individuals with positive self-esteem. Physical exercise is supported by the use of a health tracker application which shows an increase in the post-Covid-19 pandemic period. This research aims to determine the role of using the health tracker application on the relationship between frequency of physical exercise and the level of self-esteem among students in Indonesia. With 190 student participants in Indonesia, researchers distributed physical exercise questionnaires online using the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) measuring instrument. The research results showed that there was a significant positive correlation in the frequency of physical exercise and self-esteem. Regression analysis with the Hayes PROCESS Model in the moderating role of the health tracker application on the relationship between frequency of physical exercise and self-esteem is not supported by the data. There are levels The high sedentary behavior and dominance of University of Indonesia students is the cause of the insignificant results."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grammy Lusiana
"Penelitian bertujuan untuk memahami apakah identifikasi organisasi dapat memprediksi terjadinya alienasi kerja. Sejauh mana seseorang mengidentifikasi dirinya sendiri dengan tempat kerjanya tercermin dalam perilaku yang ditunjukkan, didukung oleh social identity theory. Partisipan merupakan Gen Z yang sedang bekerja dengan durasi minimal 6 bulan (N=315). Data dianalisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan SPSS for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi dapat memprediksi alienasi kerja secara positif dan signifikan, namun dengan daya prediksi yang tidak terlalu kuat. Penelitian dapat menjadi landasan bagi perusahaan untuk membuat keputusan strategis bagi pekerja dan referensi bagi Gen Z yang merupakan pekerja untuk memaknai pekerjaannya.

The study aims to understand whether organizational identification can predict the occurrence of work alienation. The extent to which individuals identify themselves with their workplace is reflected in the behaviors exhibited, supported by social identity theory. The participants are Gen Z individuals who have been working for a minimum of 6 months (N=315). The data were analyzed using simple linear regression analysis techniques with SPSS for Windows. The research findings indicate that identification can positively and significantly predict work alienation, albeit with a moderate predictive power. Research can serve as a foundation for companies to make strategic decisions for their employees and as a reference for Generation Z, who are workers, to give meaning to their work."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>