Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169848 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeressa Widyadhari
"Tugas Notaris sebagai pihak pelapor pada tindak pidana pencucian uang adalah untuk melaksanakan prinsip mengenali pengguna jasa kepada pihak pengguna jasa Notaris sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Akan tetapi Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kewajiban rahasia jabatan, dimana Notaris tidak diperbolehkan untuk membuka segala keterangan tentang klien yang telah diperolehnya. Pelaporan dalam hal tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Notaris hanya sebatas kapasitasnya untuk dan atas nama pengguna jasa sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017. Selanjutnya pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi Notaris adalah Majelis Pengawas Notaris yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Akan tetapi terdapat juga pengawasan Notaris sebagai pihak pelapor yang dilakukan oleh lembaga pengawas dan pengatur sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh sebab itu, Notaris sebagai pejabat umum cukup diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris dan lembaga pengawas dan pengatur tidak diperkenankan untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris sebagai pejabat umum.

The duty of a Notary as the reporting party in money laundering crimes is to implement the principle of know your customer as regulated in Government Regulation Number 61 of 2021 concerning the amendments to Government Regulation Number 43 of 2015 concerning Reporting Parties in the Prevention and Eradication of Money Laundering. On the other hand, as a public officer, Notary has a duty to upheld the principle of confidentiality where they are not allowed to disclose any information about their clients. In line with the principle, Notary is only able to disclose information of their clients when they act as the reporting party of Money Laundering as regulated under Government Regulation Number 43 of 2015. Notary are supervised by The Notary Supervisory Board as regulated under Law Number 2 of 2014 concerning Amendments of Law Number 30 of 2004 Concerning the Notary Position. However, there is another supervision towards the Notary as a reporting party that is conducted by the institution of supervisory and regulatory as stipulated under Law Number 8 of 2010 concerning the Preventions and Eradication of Money Laundering Crimes. Supervisors are not permitted to carry out supervision outside of their capacity. Therefore, Notaries as public officials are sufficiently supervised by they The Notary Supervisory Board."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraeni Pujianti
"Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) atau yang biasa disebut KYC merupakan prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Prinsip ini tidak hanya berguna untuk mendeteksi transaksi keuangan yang kemungkinan merupakan tindak pidana pencucian uang tetapi juga melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah atau counter-party. Pada UU No.8 Tahun 2010, Prinsip Mengenal Nasabah ini berubah menjadi prinsip mengenali pengguna jasa yang dikenal sebagai Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD). CDD dan EDD dilakukan tidak hanya kepada calon nasabah tetapi juga kepada nasabah lama. Apabila dalam melakukan identifikasi terdapat transaksi yang mencurigakan dan tidak sesuai profil nasabah maka bank wajib untuk menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) kepada pihak yang berwenang yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Know Your Customer Principles or commonly known as KYC applied by the Bank is to know the identity of customers, monitored the activity of the customer's transaction, including suspicious transaction report. This principle is not only useful for detecting financial transactions which may have been laundering money but also protects the banks from the risks in dealing with customers or counter-party. Based on UU No. 8 Tahun 2010, Know Your Customer Principles, was transformed into the principle of recognizing the service user, known as Customer Due Diligence (CDD) and Enhanced Due Diligence (EDD). CDD and EDD were done not only to new customers but also to existing customers. When Bank identify his customer and find a suspicious transaction and inappropriate with the customer's profile, banks are required to submit it as Suspicious Transaction Report (STR) or Cash Transaction Report (CTR) to the competent authorities, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29238
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Disty Amira Hernawan
"Skripsi ini membahas mengenai aturan dan bentuk pengawasan oleh OJK terhadap
penerapa implementasi prinsip know your customer oleh penyedia jasa keuangan di
pasar modal. Secara khusus skripsi ini menjelaskan aturan serta pengawasan prinsip
tersebut ditinjau dari ketentuan internasional, juga membandingkannya dengan
negara lain seperti Australia, Singapura, dan Malaysia. Berdasarkan penelitian
yuridis normatif, ditarik kesimpulan bahwa jika dibandingkan dengan negara lain,
aturan dan pengawasan mengenai prinsip know your customer oleh OJK masih
memerlukan peningkatan terlebih dalam sisi transparansi penanganan pelanggaran
yang dilakukan penyedia jasa keuangan, pemberian sanksi dari OJK, serta
kerjasama antar Lembaga internasional atas pengawasan dan investigasi apabila
dibutuhkan. Untuk itu perlunya keterbukaan mengenai sanksi pelanggaran prinsip
know your customer yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan guna
membangkitkan kesadaran masyarakat

This thesis discusses the rules and forms of supervision by the OJK on
implementing the principle of knowing your customers by financial service
providers in the capital market. In particular, this thesis explains the rules and
supervision of these principles in terms of international provisions and compares
them with other countries such as Australia, Singapore, and Malaysia. Based on
normative juridical research, it is concluded that compared to other countries, the rules and supervision regarding the principle of knowing your customer by the OJK
still requires many improvements, especially in terms of transparency of handling
carried out by financial service providers, imposing sanctions from OJK, and
improving the cooperation between international institutions. Thus, there is a need
for transparency regarding the rules regarding the principle of knowing your
customer, which is carried out by financial service providers to raise public
awareness."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Syaputra
"Notaris dalam melaksanakan profesinya wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa berfungsi untuk melindungi Notaris yang rentan terhadap pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang. Tindak Pidana Pencucian merupakan perbuatan kejahatan menghasilkan uang yang berasal dari tindak kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut yang dapat meruntuhkan sendi-sendi ekonomi negara. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia; dan implementasi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan menggunakan tipe penelitian eksplanatoris, dengan hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Bahan analisis bersumber pada data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, studi dokumen, dan mewawancarai narasumber untuk memperkuat hasil penelitian. Berdasarkan pengaturan yang berlaku, Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu dengan mengidentifikasi pengguna jasa, verifikasi pengguna jasa, dan pengawasan pengguna jasa. Notaris diperlukan dapat berperan aktif dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa untuk dapat membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia agar terwujudnya salah satu program nasional yang menjadikan Indonesia sebagai anggota Financial Action Task Force On Money. Laundering

Notaries in carrying out their profession must apply the Principles of Recognizing Service Users as stipulated in the Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017. The Principle of Recognizing Service Users serves to protect Notaries who are vulnerable to perpetrators of Money Laundering Crimes. Laundering is the crime of making money derived from crime with the intention to hide or disguise the origin of the money that can collapse the joints of the country's economy. The issues raised in this study are regarding the regulation of the Principles of Recognizing Service Users for Notaries in preventing and eradicating Money Laundering in Indonesia; and implementation of the Principles of Recognizing Service Users for Notaries in preventing and eradicating Money Laundering in Indonesia. To answer these problems, doctrinal research methods are used using explanatory research types, with the results of the research analyzed qualitatively. Analysis materials are sourced from secondary data in the form of laws and regulations, document studies, and interviewing resource persons to strengthen research results. Based on applicable regulations, the Principles of Recognizing Service Users for Notaries are carried out in three stages, namely by identifying service users, verifying service users, and supervising service users. Notaries are required to play an active role in implementing the Principles of Recognizing Service Users to be able to help prevent and eradicate money laundering in Indonesia in order to realize one of the national programs that make Indonesia a member of the Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindia Rizky
"Notaris merupakan jabatan yang rentan untuk dimanfaatkan oleh pengguna jasa dalam upaya menyembunyikan hasil Tindak Pidana Pencucian Uang, oleh karena itu, notaris ditetapkan sebagai salah satu pihak pelapor yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ). Prinsip ini mengharuskan notaris untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap pengguna jasanya. Diwujudkan dalam mengidentifikasi melalui formulir CDD dan EDD, formulir tersebut wajib disimpan oleh notaris. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kekuatan mengikat Surat Edaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU.UM. 01. 01-1232 sebagai panduan bagi notaris dalam penerapan PMPJ di Kota Bengkulu dan penerapan sanksi yang diberikan oleh Kementerian Hukum akibat notaris yang tidak menerapkan PMPJ guna mencegah TPPU di Kota Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris, analisis yang mengidentifikasi permasalahan secara mendalam untuk menemukan faktor yang menimbulkan isu (problem identification). Hasil penelitian yaitu, Surat Edaran No. AHU.UM.01.01-1232 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap notaris seperti peraturan perundang-undangan. Surat edaran tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi notaris untuk menerapkan PMPJ dan dikategorikan sebagai bagian dari regulasi kebijakan. Penerapan sanksi yang diberikan oleh Kementerian Hukum berlandaskan pada ketentuan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN), namun penerapan sanksi tersebut belum sepenuhnya sejalan dengan ketentuan yang berlaku, mengingat dalam UUJN tidak terdapat pasal yang secara eksplisit mengatur bahwa sanksi tersebut dapat diterapkan kepada notaris yang tidak melaksanakan PMPJ.

Notaries are the most vulnerable positions to be exploited by service users in an effort to hide the proceeds of money laundering crimes, therefore, notaries are designated as one of the reporting parties who are obliged to implement the Principle of Identifying Service Users (PMPJ). This principle requires notaries to identify, verifying and monitoring their service users, which is realized through the use of CDD and EDD forms, these forms must be kept by notaries. The problems raised in this study are the binding force of the Circular of the Ministry of Law and Human Rights No. 01.01-1232 as a guide for notaries in implementing PMPJ in Bengkulu City and the application of sanctions given by the Ministry of Law due to notaries who do not implement PMPJ in order to prevent TPPU in Bengkulu City. The research method used in this study is Doctrinal with an explanatory research typology, an analysis that identifies problems in depth to find factors that give rise to issues (problem identification). The results of the study are that Circular Letter No. 01.01-1232 does not have binding legal force on notaries like statutory regulations. The circular serves as a guideline for notaries to implement PMPJ and is categorized as part of policy regulations. The application of sanctions imposed by the Ministry of Law based on the provions of the Law on Notary Positions (UUJN), however the application of these sanctions is not fully in line with the applicable provisions, considering that in the UUJN there is no article that explicitly regulates that these sanctions can be applied to notaries who do not implement PMPJ."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endrico Viero
"

Penelitian ini menganalisa mengenai prinsip KYC bagi Notaris yang menjadi pelapor sebagai bentuk mencegah serta memberantas tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Doktrinal. Metode penelitian ini menitikberatkan kepada penelitian terhadap doktrin yang mencakup asas, aturan, norma, dan nilai-nilai tertentu. Prinsip KYC bagi notaris di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris yang meliputi identifikasi, verifikasi, dan pemantauan pengguna jasa. Pengaturan prinsip KYC bagi notaris di Malaysia mencakup mengenai penerima manfaat, PEP, ambang batas transaksu keuangan mencurigakan, dan mekanisme pengumpulan informasi. Keberadaan petugas kepatuhan yang memegang fungsi pengawasan serta pelaporan transaksi keuangan mencurigakan yang menjadikannya instrumen penting dalam pelaksanaan anti pencucian uang, sehingga kegiatan pengawasan dapat dilakukan setiap saat beriringan dengan pelaporan transaksu keuangan mencurigakan.

 


This research analyzes the KYC principle for Notaries who become reporters as a form of preventing and eradicating money laundering crimes. The research method used in this research is Doctrinal research method. This research method focuses on research on doctrines that include certain principles, rules, norms, and values. The KYC principle for notaries in Indonesia is regulated in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 9 of 2017 concerning the Application of the Principle of Recognizing Service Users for Notaries which includes identification, verification, and monitoring of service users. KYC principle arrangements for notaries in Malaysia include beneficiaries, PEPs, suspicious financial transaction thresholds, and information collection mechanisms. The existence of compliance officers who hold supervisory functions and suspicious financial transaction reporting makes it an important instrument in the implementation of anti-money laundering, so that supervisory activities can be carried out at any time along with suspicious financial transaction reporting.

 

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Cipto Hosari Parsaoran
"Perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, berperan sangat strategis dalam pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai lembaga keuangan untuk memobilisasi dana, perbankan memberikan dan menawarkan kemudahan dalam mekanisme lalulintas dana yang tidak saja pada satu wilayah melainkan antar negara yang dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dengan kondisi serta kemudahan seperti ini tidak mengherankan perbankan sebagai lembaga keuangan yang diminati sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Namun, dengan berkembangnya perbankan juga dibarengai dengan bentuk kejahatan bisnis yang telah memiliki karingan internasional yang menggunakan perbankan menjadi sasaran empuk tindak kejahatan bisnis. Dengan kemudahan yang dimiliki perbankan ini menjadi sarana yang subur bagi berkembangnya kejahatan berupa kejahatan kerah putih, penyuapan, perdagangan narkotika, dan sebagainya yang melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya dengan memasukkannya dalam sistem keuangan pada sistem perbankan dengan maksud untuk mengaburkan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatan tersebut seolah berasal dari hasil usaha yang sahllegal yang lebih dikenal dengan pencucian uang. Dapatkah kita bayangkan bagaimana dampaknya bagi Indonesia dalam proses pembangunan serta di mata Internasional jika hasil dari kejahatan tersebut secara terus menerus dengan aman terintegrasi pada sistem perbankan. Dengan perkembangan kejahatan dan menghindari sistem perbankan sebagai sarana kejahatan pencucian uang, maka dikeluarkan peraturan oleh pemerintah yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang serta peraturan yang mengatur mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) pada perbankan melalui PBI No. 3110/PBI/200I. Know Your Customer (KYC). Suatu prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengetahui sejauh mungkin identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk kegiatan pelaporan terhadap transaksi mencurigakan yang diharapkan dapat menjadi penghalang bagi pelaku tindak kejahatan bisnis ataupun pencucian uang pada lembaga keuangan seperti perbankan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Sabilla Ervizar
"Penelitian ini mengkaji pengaturan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pada layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) di Indonesia, serta penerapan prinsip Electronic Know Your Customer (E-KYC) oleh PT Modal Rakyat Indonesia. Penelitian ini menerapkan metodologi doktrinal dengan memanfaatkan data sekunder dan informasi dari wawancara dengan pihak berwenang di PT Modal Rakyat Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kerangka hukum yang kuat dan komprehensif, yang meliputi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) beserta peraturan turunannya terutama Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK 8/2023). Regulasi ini memberikan panduan yang jelas bagi penyelenggara LPBBTI dalam melaporkan transaksi mencurigakan, melakukan verifikasi identitas nasabah, dan memantau transaksi. PT Modal Rakyat Indonesia telah mengimplementasikan E-KYC dengan memanfaatkan teknologi biometrik dan verifikasi liveness untuk memastikan autentikasi identitas nasabah. Melalui pendekatan ini, PT Modal Rakyat Indonesia berhasil mengurangi risiko pencucian uang dan mendukung integritas sistem keuangan di Indonesia. Penelitian ini menegaskan bahwa implementasi regulasi yang efektif dan penggunaan teknologi canggih dalam E-KYC sangat penting untuk menjaga stabilitas dan keamanan sektor keuangan.

This research examines the regulation of prevention and eradication of money laundering in peer to peer lending services (P2P) in Indonesia, as well as the application of the Electronic Know Your Customer (E-KYC) principle by PT Modal Rakyat Indonesia. The study employs a doctrinal methodology, utilizing secondary data and information from interviews with authorities at PT Modal Rakyat Indonesia. The results show that Indonesia has a robust and comprehensive legal framework, which includes Law Number 8 of 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering (UU TPPU) and its derivative regulations, particularly the Financial Services Authority Regulation Number 8 of 2023 on the Implementation of Anti-Money Laundering, Terrorism Financing Prevention, and Prevention of Proliferation of Weapons of Mass Destruction Financing Programs in the Financial Services Sector (POJK 8/2023). These regulations provide clear guidelines for P2P operators in reporting suspicious transactions, verifying customer identities, and monitoring transactions. PT Modal Rakyat Indonesia has implemented E-KYC using biometric technology and liveness verification to ensure the authentication of customer identities. Through this approach, PT Modal Rakyat Indonesia has successfully reduced the risk of money laundering and supported the integrity of Indonesia's financial system. This research underscores that the effective implementation of regulations and the use of advanced technology in E-KYC are crucial for maintaining the stability and security of the financial sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jossi Chaerunisa
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa dalam transaksi pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dengan skema Peer to Peer Lending. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengaturan penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa untuk Peer to Peer Lending, skema transaksi Peer to Peer Lending, serta perbandingan pengaturan tentang Prinsip Mengenal Pengguna Jasa untuk mencegah terjadinya pencucian uang pada Platform Peer to Peer Lending di Indonesia, Inggris dan China. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana pengaturan penerapan Prinsip Pengguna Jasa dalam Peer to Peer Lending yang ada dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 dalam rangka mencegah Peer to Peer Lending dijadikan sarana pencucian uang serta untuk menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang diamanatkan dalam POJK No. 12/POJK.01/2017. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif komparatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pengaturan pengenai Prinsip Mengenal Pengguna Jasa untuk Peer to Peer Lending dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 belum mampu mengakomodir penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa secara elektronik dan belum dapat menerapkan program anti pencucian uang.

This thesis discusses about the implementation of Know Your Customer Principle in borrowing and borrowing system based on information technology with Peer to Peer Lending scheme. In this thesis will be discussed about the implementation of the Principles of Knowing Service Users for Peer to Peer Lending, Peer to Peer Lending transaction scheme, as well as the role of rules on Know Your Customer Principles to prevent money laundering on the Peer to Peer Lending Platform in Indonesia, England, and China. The purpose of writing this thesis is to understand how the implementation of the Principles of Service Users in Peer to Peer Lending in POJK No. 77 POJK.01 2016 in order to prevent Peer to Peer Lending from being used as a money laundering and to implement anti money laundering and terrorism financing programs mandated in POJK No. 12 POJK.01 2017. This research is in the form of juridical normative research using descriptive comparative research type. The result of this study is that the regulation concerning the Know Your Customer Principle for Peer to Peer Lending in POJK No. 77 POJK.01 2016 has not been able to accommodate the implementation of Know Your Customer Principles electronically and has not been able to implement anti money laundering programs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adnan Fawwaz Hadju
"Badan hukum sebagai beneficial owner merupakan topik yang relevan dan penting dalam konteks sistem hukum di Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia. Dalam ketiga negara ini, regulasi dan definisi mengenai beneficial owner memiliki perbedaan, baik dalam aspek hukum maupun implementasinya. Sebagai negara-negara dengan sistem hukum yang berbeda, Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia memiliki pendekatan yang unik terhadap identifikasi dan perlindungan hak beneficial owner dalam konteks badan hukum. Secara umum, dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat dan Inggris memiliki regulasi yang lebih maju dan tegas dalam hal mengidentifikasi dan melaporkan beneficial owner dibandingkan dengan Indonesia. Di Amerika Serikat, peraturan lebih terfragmentasi dengan regulasi yang bervariasi di tingkat negara bagian. Sedangkan di Inggris, peraturan berfokus pada perusahaan yang mencatat dan mengungkapkan beneficial owner mereka. Di Indonesia, meskipun telah ada upaya untuk meningkatkan transparansi dan mengidentifikasi beneficial owner, masih ada tantangan yang perlu diatasi untuk menerapkan regulasi ini secara efektif. Konsep Badan Hukum sebagai pemilik manfaat memiliki peran penting dalam hukum perusahaan di Indonesia. Identifikasi pemilik manfaat sebenarnya sangat penting untuk mencegah penipuan dan pencucian uang yang menggunakan badan hukum.

The legal entity as beneficial owner is a relevant and important topic in the context of the legal systems in the United States, United Kingdom and Indonesia. In these three countries, the regulations and definitions of beneficial owners are different, both in legal aspects and implementation. As countries with different legal systems, the United States, United Kingdom and Indonesia have unique approaches to the identification and protection of beneficial owner rights in the context of legal entities. In general, it can be said that the United States and the United Kingdom have more advanced and strict regulations in terms of identifying and reporting beneficial owners compared to Indonesia. In the United States, regulations are more fragmented with regulations varying at the state level. Whereas in the UK, regulations focus on companies recording and disclosing their beneficial owners. In Indonesia, while there have been efforts to increase transparency and identify beneficial owners, there are still challenges that need to be overcome to effectively implement these regulations. The concept of a legal entity as a beneficial owner plays an important role in Indonesian corporate law. The identification of beneficial owners is actually very important to prevent fraud and money laundering using legal entities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>