Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Graciella Ratna Jessica
"Penelitian hukum ini menganalisis masalah terkait Keterangan Hak Mewaris yaitu implementasinya menggunakan Hukum Adat Batak Toba, yang mana berbeda dari ketetapan yang tertulis di dalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan metode penelitian doktrinal. Keterangan Hak Mewaris merupakan suatu alat bukti tulisan yang menjelaskan mengenai ahli waris yang sah dari seorang pewaris, serta besaran harta warisan yang berhak diterima para ahli waris. Salah satu pihak berwenang untuk membuat Keterangan Hak Mewaris adalah Notaris. Sebagai pejabat umum, Notaris menyusun Keterangan Hak Mewaris atas permintaan dari para ahli waris yang datang menghadap. Hukum yang diterapkan dalam pembuatan Keterangan Hak Mewaris oleh Notaris haruslah hukum yang berlaku bagi si Pewaris. Namun akibat adanya pluralisme dalam sistem hukum dalam bidang Hukum Waris di Indonesia, beberapa ahli waris memanfaatkan pluralisme sistem hukum untuk mencari celah demi kepentingan pribadi, yakni hukum mana yang paling menguntungkan bagi ahli waris tersebut dalam hal pembagian harta warisan. Para ahli waris, dalam penelitian ini adalah keturunan Suku Batak Toba, datang kepada Notaris untuk meminta dibuatkan Keterangan Hak Mewaris. Namun saat hendak mengeksekusi harta warisan, beberapa ahli waris kerap menyimpang dari isi Keterangan Hak Mewaris dan memaksa menggunakan ketentuan Hukum Adat Batak Toba karena dinilai lebih menguntungkan, tanpa kesepakatan bersama dari seluruh ahli.

This legal research analyzes the problems related to the Statement of Inheritance Rights, namely its implementation using Batak Toba Customary Law, which is different from the provisions written in it. This research was conducted by utilizing doctrinal research methods. Statement of Inheritance Rights is a written evidence that explains the legal heirs of a testator, as well as the amount of inheritance that the heirs are entitled to receive. One of the parties authorized to make a Statement of Inheritance Rights is a Notary. As a public official, a Notary prepares a Statement of Inheritance Rights upon the request of the heirs who come before him. The law applied in the making of the Statement of Inheritance Rights by the Notary must be the law applicable to the Heir. However, due to the pluralism in the legal system in the field of Inheritance Law in Indonesia, some heirs utilize the pluralism of the legal system to find loopholes for personal interests, namely which law is most beneficial for the heirs in terms of the distribution of inheritance property. The heirs, in this research are descendants of the Batak Toba Tribe, came to the Notary to request a Statement of Inheritance. However, when they want to execute the inheritance, some heirs often deviate from the contents of the Statement of Inheritance Rights and insist on using the provisions of Batak Toba Customary Law because they are considered more profitable, without mutual agreement from all experts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Solagratia Moza Tessalonika
"Pembagian harta waris berdasarkan Hukum Waris Adat Batak Toba yang dipilih oleh pewaris sebelum meninggal dunia dan dituangkan dalam Akta Wasiat, seharusnya dipertimbangkan oleh hakim ketika memutuskan penyelesaian sengketa pembagian harta waris. Hal tersebut tentu diperlukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat Hukum Adat yang menghendaki pembagian harta waris mereka didasarkan pada norma Hukum Adat setempat. Dalam kenyataannya, sengketa pembagian harta waris diputuskan hakim dengan mempertimbangkan norma di luar Hukum Adat Batak Toba sehingga Akta Wasiat dibatalkan, sebagaimana ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 909 PK/Pdt/2019. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis akibat hukum Putusan a quo terhadap pembagian harta waris menurut Hukum Adat Batak Toba dan peran notaris dalam pembuatan Akta Wasiat yang memuat kehendak penghadap untuk membagi waris berdasarkan Hukum Adat Batak Toba. Penelitian doktrinal ini menggunakan data sekunder berupa bahan-bahan hukum yang relevan dengan tujuan penelitian. Data tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen, dan didukung dengan wawancara terhadap beberapa informan dan narasumber. Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa akibat hukum Putusan a quo terhadap pembagian harta waris berdasarkan Hukum Adat Batak Toba adalah Akta Wasiat dinyatakan sebagai cacat dan batal demi hukum. Selain itu dapat dinyatakan bahwa telah terjadi pergeseran dalam pembagian harta waris pada sebagian Masyarakat Adat Batak Toba yang semula memegang teguh norma hukum yang patrilineal menjadi mulai mengakomodasi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dalam kaitannya dengan peran notaris dalam pembuatan Akta Wasiat berdasarkan Hukum Adat Batak Toba dapat dikemukakan bahwa penyuluhan hukum tentang pembagian harta waris harus disampaikan sebelum pembuatan akta agar penghadap memahami ketentuan hukum yang dipilihnya untuk dijadikan dasar dalam pembagian waris. Kemudian, notaris dapat meminta Berita Acara dari penghadap mengenai pewarisan secara Hukum Adat dan membuat klausula dalam Akta Wasiat untuk mengklarifikasi maksud yang terkandung dalam akta, terutama dalam konteks pembagian harta waris berdasarkan kehendak terakhir pewaris.

The distribution of inheritance based on the Toba Batak Customary Inheritance Law, which was chosen by the testator before he or she died and stated in the Deed of Will, should be considered by the judge when deciding on the resolution of disputes over the distribution of inheritance. This is certainly necessary to fulfill the sense of justice of the Customary Law community who wants the distribution of their inheritance to be based on local Customary Law norms. In reality, disputes over the division of inheritance were decided by judges taking into account norms outside the Toba Batak Customary Law so that the Deed of Will was cancelled, as found in Supreme Court Decision Number 909 PK/Pdt/2019. The aim of this research is to analyze the legal consequences of the a quo decision on the distribution of inheritance according to Toba Batak Customary Law and the role of the notary in making a Deed of Will which contains the wishes of the party to divide inheritance based on Toba Batak Customary Law. This doctrinal research uses secondary data in the form of legal materials that are relevant to the research objectives. This data was collected through document study, and supported by interviews with several informants and sources. Next, a qualitative analysis was carried out. From the results of the analysis it can be explained that the legal consequence of the a quo decision regarding the distribution of inheritance based on Toba Batak Customary Law is that the Deed of Will is declared defective and null and void. Apart from that, it can be stated that there has been a shift in the distribution of inheritance among some of the Toba Batak Indigenous Peoples who previously adhered to patrilineal legal norms and have begun to accommodate equal rights between men and women. In relation to the role of a notary in making a Deed of Will based on Toba Batak Customary Law, it can be stated that legal counseling regarding the distribution of inheritance must be provided before making the deed so that the person who submits it understands the legal provisions he or she has chosen to use as a basis for the distribution of inheritance. Then, the notary can request an official report from the applicant regarding the distribution of inheritance according to customary law and make clauses in the Deed of Will to clarify the meaning contained in the deed, especially in the context of the distribution of inheritance based on the last will of the testator."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angky Anggia Ayu
"Norma mengenai pengangkatan anak yang diatur baik dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 yang memuat bahwa proses pengangkatan anak harus melalui proses penetapan pengadilan, maupun dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1413K/Pdt/1988 yang dalam kaidah hukumnya menyatakan bahwa untuk menentukan status anak angkat bukan dilihat hanya dari formalitas pengangkatan anak, tetapi juga dilihat dari bagaimana realita pemeliharaan anak angkat tersebut oleh orang tua angkatnya, tampak saling bertentangan dan tidak sejalan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan yurisprudensi dalam konteks Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 324/Pdt/2020/PT MDN Tahun 2020. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, yaitu setelah dilakukan pengumpulan data sekunder. Selanjutnya penelitian ini ditulis dalam bentuk deskriptif analitis. SEMA memiliki daya ikat yang berlaku hanya kepada institusi internal sebagai pedoman dalam memutus perkara. Sedangkan yurisprudensi apabila diterapkan dalam putusan hakim dalam kasus yang serupa, menjadi suatu hukum yang harus dipatuhi dan memiliki daya ikat dan memaksa untuk dilaksanakan bagi masyarakat, kekuatan mengikat yurisprudensi lebih kuat apabila dibandingkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan JP sebagai anak angkat jika berdasarkan SEMA Nomor 6 Tahun 1983 adalah tidak sah sedangkan jika berdasarkan yurisprudensi Nomor 1413K/Pdt/1988 adalah sah. Sedangkan kekuatan hukum Surat Pernyataan Penyerahan dan Pengakuan Anak hanya dapat dimaknai sebagai alat bukti yang masuk ke dalam Akta Autentik yang terdapat dalam Buku Ke 4 KUHPerdata.

The norms concerning adoption process are regulated both in the Supreme Court Letter (SEMA) No.6 of 1983, which states the adoption process must go through a court decision process, and in the Supreme Court Jurisprudence No. 1413K/Pdt/1988 which states that to determine the status of an adopted child is not seen only from the formalities of adoption of the child, but also from the reality how the adopted parents take care of the child, appears to be contradictory and inconsistent. The research will analyze the position of the jurisprudence in the context of the High Court of the Field Decision Number 324/Pdt/2020/PT MDN 2020. This research was carried out using doctrinal law research methods. The data analysis method used in this research is qualitative and uses secondary data collection. Furthermore, this research is written in a descriptive form. SEMA has a binding power that only applies to internal institutions as a guideline in settling matters. Whereas jurisprudence, when applied in judgments for similar cases, becomes a law to be obeyed and has binding power and force to be enforced for the public, the binding force of jurisdiction is stronger when compared to SEMA. In this research it can be concluded that the position of JP as an adopted child if based on SEMA No. 6 of 1983 is invalid while based on jurisprudence Number 1413K/Pdt/1988 is valid. Whereas the legal force of the Declaration of Surrender and Confession of Child can only be interpreted as evidence which is included in the authentic deed based on the Fourth Book of the Indonesian Civil Code. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desira Sari Agrianti
"Akta Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh notaris semestinya menguraikan aktiva dan pasiva dari harta pewaris sehingga status harta warisan dan pembagian hak waris untuk para ahli waris menjadi terang karena adanya Akta Keterangan Hak Waris tersebut. Namun dalam kenyataannya notaris tidak menguraikan dengan jelas pasiva dari harta pewaris sehingga memunculkan gugatan dari ahli waris mengenai pembagian hak waris. Oleh karena itu fokus dari kajian ini adalah tentang pembagian hak waris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris yang merugikan ahli waris sebagaimana ditemukan dalam kasus di Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 512/PDT.G/2019/PN JKT.UTR.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang pelaksanaan pembagian hak waris berkenaan dengan adanya Akta Keterangan Hak Waris yang salah dalam penerapan pembagiannya dan peran notaris dalam pembagian hak mewaris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris.Untuk menjawab permasalahan utama dalam penelitian ini dilakukan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum yang diteliti, dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembagian hak waris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris tersebut tidak menguraikan secara jelas pasiva dari harta pewaris jika sudah dikemukakan secara jelas pasiva dari harta pewaris tersebut selanjutnya dapat dilakukannya pembagian harta warisan masing-masing ahli waris mendapatkan 1/3 (satu per tiga) bagian dari harta warisan. Peran notaris dalam pembagian hak mewaris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris semestinya sebelum dilakukan pembuatan Akta Keterangan Hak Waris, notaris memeriksa dokumen yang diserahkan kepadanya, kemudian dibacakan akta tersebut agar menghindari ketidaktelitian notaris.

A deed of inheritance rights made by a notary should describe the assets and liabilities of the heir's property so that the status of the inheritance and the distribution of inheritance rights for the heirs become clear because of the deed of inheritance rights. However, in reality the notary did not clearly describe the liability of the heir's assets, causing a lawsuit from the heirs regarding the distribution of inheritance rights. Therefore, the focus of this study is on the distribution of inheritance rights based on a deed of inheritance rights which is detrimental to the heirs as found in the North Jakarta District Court Decision Number 512/PDT.G/2019/PN JKT.UTR. The issues raised in this study are regarding the implementation of the distribution of inheritance rights concerning the existence of an incorrect deed of inheritance rights in the application of the distribution and the role of a notary in the distribution of inheritance rights based on a deed of inheritance rights. To answer the main problems in this study, doctrinal law research was carried out using legal materials collected through library research. From the results of an analysis of the legal materials studied, it can be stated that the implementation of the distribution of inheritance rights based on the deed of inheritance rights does not clearly describe the liabilities of the heir's assets, each heir gets 1/3 (one-third) of the inheritance. The role of the notary in the distribution of inheritance rights based on the deed of inheritance rights should be before making a deed of inheritance rights, the notary examines the documents submitted to him, then reads them out to avoid notary inaccuracies."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yessica Diana
"Tesis ini membahas kesalahkaprahan penerapan hukum akibat masih terjadinya kekosongan hukum dalam praktik pembuatan keterangan waris yang selama ini “terpaksa” dijalankan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf (c) angka 4 PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan inilah yang selama ini dipersamakan sebagai dasar hukum pembuatan keterangan waris, padahal peraturan ini secara tegas hanya diperuntukkan mengatur hal-hal terkait pendaftaran tanah. Sehingga, tidak seharusnya peraturan ini dijadikan dasar hukum pembuatan keterangan waris yang memiliki banyak peruntukkan diluar pendaftaran tanah. Di samping itu, peraturan ini juga membagi kewenangan pembuatan keterangan waris kepada 3 (tiga) pejabat/lembaga, yaitu: (1) lurah dan camat, (2) notaris, dan (3) Balai Harta Peninggalan, yang berdampak pada beragamnya bentuk dan kekuatan hukum keterangan waris yang dihasilkan dari masing-masing pejabat/lembaga. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian hukum di tengah masyarakat serta menjadi pemicu utama tingginya sengketa kewarisan di Indonesia. Oleh sebab itu, masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai pengaturan kemajemukan hukum waris dan kewenangan penerbit keterangan waris serta perkembangan hukumnya, dan bagaimana seharusnya keterangan waris dibuat agar tercipta kepastian hukum dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Doktrinal dengan pendekatan analitis, teoretis dan komparatif terhadap data sekunder yang diperoleh melalui studi bahan kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan tipologi eksplanatoris. Adapun hasil penelitian yang didapatkan ialah belum adanya ketentuan yang mengatur pembuatan keterangan waris secara umum, sehingga praktik pembuatan keterangan waris masih dibuat berdasarkan Pasal 111 ayat (1) huruf (c) angka 4 PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 tentang Pendaftaran Tanah, dimana hal ini tidak relevan dan tidak mengakomodasi maksud dan tujuan keterangan waris dengan peruntukkan lain-lain diluar pendaftaran tanah. Kemudian, demi tercipta kepastian hukum dan tercapainya persamaan warga negara di hadapan hukum, perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perihal kewarisan khususnya keterangan waris yang kewenangannya tunggal diberikan kepada 1 (satu) pajabat/lembaga saja yaitu Notaris dengan pertimbangan Notaris dapat membuat keterangan waris dalam bentuk akta autentik berdasarkan keterangan para pihak (akta partij) yang memiliki nilai pembuktian sempurna bagi para pihak maupun pihak ketiga.

This thesis discusses the inconsistencies in law application due to the ongoing legal voids in the practice of making inheritance statements, which have been "forced" to adhere to Article 111 paragraph (1) letter (c) number 4 of PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 regarding Land Registration. This regulation has been equated as the legal basis for making inheritance statements, even though it explicitly only regulates matters related to land registration. Therefore, this regulation should not be used as the legal basis for making inheritance statements, which have many purposes beyond land registration. Moreover, this regulation also divides the authority to make inheritance statements among 3 (three) officials/agencies: (1) village heads and sub-district heads, (2) notary, and (3) the Estate Office, resulting in various forms and legal strengths of inheritance statements issued by each official/agency. This has led to legal uncertainties within society and is a major trigger for the high number of inheritance disputes in Indonesia. Hence, the issues raised in this research are concerning the regulation of the diversity of inheritance laws, the authority to issue inheritance statements, their legal development, and how inheritance statements should be made to create legal certainty in achieving legal unification. This research is a Doctrinal legal study with an analytical, theoretical, and comparative approach to secondary data obtained through library research, then analyzed qualitatively with explanatory typology. The research findings indicate the absence of general provisions regulating the making of inheritance statements, thus the practice still relies on Article 111 paragraph (1) letter (c) number 4 of PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 regarding Land Registration, which is irrelevant and does not accommodate the purposes of inheritance statements beyond land registration. Therefore, to ensure legal certainty and achieve equality for citizens before the law, it is necessary to establish legislation specifically regulating inheritance, especially inheritance statements where sole authority is given to 1 (one) official/agency, namely the Notary. This is because Notary can create inheritance statements in the form of authentic deeds based on the parties' statements (akte partij) which have perfect evidentiary value for both the parties and third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferica Indriani
"Surat keterangan waris (SKW) merupakan suatu akta atau surat yang memuat keterangan mengenai adanya seseorang yang meninggal dunia (pewaris), dan orang-orang yang menjadi ahli waris dari pewaris tersebut, dengan atau tanpa menguraikan hak bagian masing-masing ahli waris. Dalam hal SKW disahkan atau dikuatkan oleh kepala desa/lurah dan camat, umumnya, kepala desa/lurah dan camat melakukan pengesahan dengan meneliti dan membaca akta kematian, akta kelahiran dan dokumen pendukung lainnya. Namun dalam praktiknya, masih sering terdapat SKW yang cacat secara hukum, karena tidak secara lengkap mencantumkan para ahli waris dari pewaris. Penelitian ini menganalisis bagaimana keabsahan SKW yang dibuat oleh para ahli waris dan dikuatkan atau disahkan oleh kepala desa tanpa mencantumkan seluruh ahli waris yang sah secara lengkap serta akibat hukumnya terhadap Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dibuat berdasarkan SKW yang kurang pihak tersebut. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. SKW yang tidak mencantumkan ahli waris secara lengkap menyebabkan timbulnya kerugian terhadap ahli waris lain yang tidak tercantum dalam SKW, karena mereka telah kehilangan hak subyektifnya, yaitu hak untuk bersama-sama menikmati harta warisan tersebut. SKW tersebut menjadi batal demi hukum karena dibuat dengan melanggar peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, SKW yang tidak dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, mengakibatkan APHB menjadi batal demi hukum karena dasar pembuatan APHB telah melanggar salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu suatu sebab yang halal. Suatu sebab menjadi tidak halal apabila dibuat dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Certificate of inheritance (SKW) is a deed or statement letter stipulating information of a person who has died (the Heir), and the heirs of the Heir, with or without stated the share rights of each heir. In regards the SKW is ratified and verified by head of village and head of subdistrict, the head of village and head of subdistrict will assess and examine the dead certificate of the Heir, birth certificate of the Heirs and other related documents. However, practically, we still can find the SKW which legally flawed because it did not state all the heirs of the Heir. This research analyses the validity of the SKW made by the heirs and confirmed or ratified by the village head without including all the legal heirs completely and the legal consequences of the Deed of Sharing of Shared Rights (APHB) which was made based on the SKW which lacks these parties. This research was prepared using doctrinal research methods. SKW which does not completely list the heirs causes losses to other heirs who are not listed in the SKW, because they have lost their subjective rights, specifically the right to jointly enjoy the inherited assets. The SKW is null and void because it was made in violation of applicable laws and regulations. Therefore, SKW which is not made in accordance with the statutory regulations, results in the APHB becoming null and void because the basis for making the APHB violates one of the conditions for the validity of the agreement, namely an illegal cause. A cause becomes unlawful if it is made in violation of applicable laws and regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisha Zahra
"Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta Hibah Yang Dibuat Berdasarkan Surat Keterangan Waris Yang Tidak Sah Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Ungaran Tanggal 20 Juli 2017 Nomor 105/Pdt.G/2016/PN.Unr Tesis ini meneliti mengenai tanggung jawab PPAT terkait dengan akta hibah yang dibuatnya berdasarkan surat keterangan waris yang tidak sah. Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, penghadap datang kepada PPAT untuk membuat Akta Hibah atas dasar surat keterangan waris yang tidak sah dikarenakan keterangan yang dibuat dalam surat tersebut palsu, sehingga tidak memenuhi syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam ayat 3 dan 4, yaitu tentang suatu hal tertentu dan sebab yang halal dimana keterangan palsu termasuk sebab yang halal. Seharusnya PPAT memeriksa kebenaran data yang diperlukan dalam pembuatan akta hibah tersebut termasuk memeriksa kembali data data yang diperlukan, maka dalam hal ini PPAT turut bertanggungjawab atas kelalaian yang diperbuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif artinya penelitian ini dilihat dari sisi normatif, yaitu penelitian terhadap keseluruhan data sekunder hukum, digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di bidang jabatan pejabat pembuat akta tanah, bidang hukum perdata, buku-buku, dan artikel-artikel yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Terkait dengan tanggung jawab PPAT maka akan dikenakan sanksi atas pelanggaran ringan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 yaitu teguran ataupun peringatan baik dari organisasi profesi PPAT ataupun dari pemerintah. Tentang status hukum akta yang dibuat oleh PPAT tersebut dimana penghadap memberikan keterangan palsu dalam membuat surat keterangan warisnya, maka akta hibahnya batal demi hukum berikut dengan akta yang dibuat setelahnya berdasarkan akta hibah tersebut. Dengan demikian sikap PPAT hendaknya lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar akta-akta yang dibuatnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut. Kata kunci: Tanggung Jawab, PPAT, Surat Keterangan Waris, Akta Hibah.

The Land deed Official rsquo s Responsibility Against the Deed of Grant Based on an Unauthorized Inheritance Certificate Case Study of Ungaran District Court Decision Date 20 July 2017 Number 105 Pdt.G 2016 PN.Unr This thesis examines the responsibilities of land deed officials in relation to the Deed of Grant made on the basis of an unauthorized inheritance certificate. In the case that examined by author, the tap comes to land deed officials to make the Deed of Grant based on an unauthorized inheritance certificate is because the information made in the letter was false, so that it does not meet the objective requirement in Article 1320 of the Civil Code concerning the terms of the validity of the agreement contained in paragraphs 3 and 4, which is about particular thing and lawful cause, where fake information is include in lawful causes. The land deed officials should check the correctness of the data required in making the deed including re examining the necessary data, so that in this case the land deed officials is also responsible for the omission that has been done. This research is using normative juridical research method, meaning this research is seen from the normative side, which is the study of all secondary data of law used to analyze the various law and regulations in the field of official position of the land deed, civil law, books, and articles relevant to the issues to be studied. Associated with the responsibility of the land deed officials, they will be charged for minor offenses according to article 6 paragraph 1 of reprimand or warning either from the land deed officials profession organization or from the government. Concerning the legal status of the deed made by the land deed officials in which the tapers gave false information in making the certificate of inheritance, so that the deed of its grant shall be null and void hereafter by a deed made thereafter according to the deed of the grant. Thus, the attitude of the land deed officials should pay more attention to the provisions that apply to the deeds. Key words Certificate of Inheritance, Deed of Grant, Responsibility, The Land deed Officials."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yusuf
"Fokus pada penelitian ini adalah pada akibat hukum dalam pembuatan nominee yang dibuat di hadapan notaris serta pertanggungjawaban notaris dalam membuat akta nominee. Hal tersebut menjadikan adanya penyelundupan hukum yang mana nominee adalah perjanjian yang tidak di atur dan dilarang di dalam Sistem Hukum Indonesia dan merugikan banyak pihak, tidak hanya pemilik sertpikat hak milik atas tanah, namun juga merugikan pihak yang membuat perjanjian tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah doktrinal. Adapun Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelusuran data kepustakaan yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa. Akibat hukum dalam praktik pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris adalah tidak sah dan batal demi hukum, karena perjanjian nominee telah melanggar Sistem Hukum di Negara Indonesia dalam ketentuan peraturan KUHPerdata, perjanjian nominee tidak memenuhi syarat objektif sebagai syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, selain itu dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan SEMA Nomor 10 Tahun 2020 perjanjian nominee tidak diperbolehkan dan dilarang. Adapun pertanggungjawaban notaris dalam membuat perjanjian nominee yang dituangkan kedalam akta autentik akan mendapat sanksi administratif dan perdata sebagaiamana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan KUHPerdata.

The focus of this research is on the legal consequences of making a nominee in the presence of a notary and the responsibility of the notary in making a nominee deed. This creates legal smuggling where nominees are agreements that are not regulated and prohibited in the Indonesian Legal System and harm many parties, not only the owner of the land title certificate, but also the party who made it. The problem raised in this research is about the legal consequences of making a deed of statement containing a company nominee made before a notary. In this research, the method used is doctrinal in nature. The type of data used is secondary data obtained from searching library data which is then analyzed qualitatively. This research found that. The legal consequences in the practice of making a deed of statement containing a nominee agreement made before a notary are invalid and null and void, because the nominee agreement has violated the Legal System in Indonesia in the provisions of the Civil Code regulations, the nominee does not fulfill the requirements as a legal requirement. lawful reasons as regulated in Article 1320 of the Civil Code, apart from that in the Land Law System in Indonesia as stated in PP Number 24 of 1997 concerning Land Registration and SEMA Number 10 of 2020 nominees are not permitted and prohibited. The notary's responsibility in making a nominee agreement as outlined in an authentic deed will receive administrative and civil sanctions as regulated in Law Number 02 of 2014 on the Position of Notaries and the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Helena Albright Tarabunga
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKT) yang dijadikan sebagai bukti kepemilikan dan bukti hak dalam melakukan penguasaan atas tanah yang menjadi objek sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1606/K/Pdt/2022. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah perihal SKT yang menjadi alas hak dalam menguasai tanah, ternyata dikeluarkan pada saat telah terjadi sengketa diatasnya. Penulisan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif analitis, jenis data berupa data sekunder, dengan alat pengumpulan studi dokumen, serta analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa SKT bukanlah bukti kepemilikan atas tanah, dan apabila merujuk pada Pasal 97 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa SKT ataupun bukti surat sejenis lainnya sebagai keterangan penguasaan atas tanah hanya dapat menunjukkan bukti penguasaan atas tanah sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah. Dasar penerbitan SKT salah satunya adalah dengan melampirkan surat pernyataan tidak sengketa. Dengan demikian, SKT yang terbit diatas tanah dalam status sengketa menjadi tidak sah dan dibatalkan.

This thesis discusses about legal strength of Land History Letter (SKT) used as proof of ownership and right in possession of the land, which was the object of dispute in the Supreme Court Decision No. 1606/K/Pdt/2022. The main problem in this thesis is the SKT, which is the basis of the right in possession of the land was made at a time when there was a dispute over the land. The writing of this thesis is done using doctrinal law research methods with analytical prescriptive research typology, data types as secondary data, with document study collection tools, as well as analysis performed qualitatively. The results of the research show that the SKT is not proof of ownership of land, and referring to Article 97 of the Civil Code No. 18 of 2021 on management rights, land rights, housing units and land registration, it is stated that SKT or other similar letter proof as evidence of possession of land can only indicate evidence of land possession as an indication in the framework of land Registration. One of the conditions to apply SKT to be publish is by attaching a letter of non-dispute of the land. Therefore, the SKT that was publish at the time when a land in dispute status, then the SKT must be declared invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delia Astrid Zahara
"
Akta Keterangan Ahli Waris sebagai akta autentik yang dibuat di hadapan notaris
seharusnya mengandung pernyataan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya oleh
ahli waris dan saksi fakta. Namun dalam kenyataannya terdapat keterangan palsu di dalam Akta
Keterangan Ahli Waris yang disampaikan oleh ahli waris dan dibenarkan oleh saksi fakta
sebagaimana ditemukan di dalam Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 44/PDT/2022/PT
SBY. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah tentang
urgensi peran saksi fakta di dalam Akta Keterangan Ahli Waris dan tanggung jawab saksi fakta
di dalam Akta Keterangan Ahli Waris dengan keterangan palsu. Untuk dapat menjawab
permasalahan tersebut dilakukan penelitian doktrinal menggunakan data sekunder berupa
bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yang dianalisis secara
kualitatif. Dari hasil analisis dijelaskan bahwa urgensi peran saksi fakta di dalam Akta
Keterangan Ahli Waris sangat penting karena mendukung pernyataan ahli waris selaku
penghadap terkait riwayat hidup pewaris dan kebenaran dari dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam pembuatan Akta Keterangan Ahli Waris. Saksi fakta tidak sama dengan saksi
akta karena saksi fakta merupakan penghadap yang mengetahui kebenaran materiil dari sebuah
Akta Keterangan Ahli Waris, sedangkan saksi akta hanya mengetahui kebenaran formil dari
akta. Kehadiran saksi fakta dalam pembuatan Akta Keterangan Ahli Waris tidak wajib namun
dalam perkembangan praktik kenotariatan, keberadaan saksi fakta untuk menegaskan
kebenaran riwayat hidup pewaris menjadi penting. Keberadaan saksi fakta belum mendapatkan
kepastian hukum karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur
kedudukan, syarat, dan perannya. Adapun terkait tanggung jawab dapat dijelaskan bahwa
sebagai penghadap yang turut memberikan keterangan palsu di dalam Akta Keterangan Ahli
Waris, saksi fakta dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata atas Perbuatan Melawan
Hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
pidana atas tindakan penyertaan pemalsuan akta autentik yang dirumuskan pada Pasal 55 ayat
(1) KUHP jo. Pasal 264 ayat (1).

Deed of Acknowledgment of Inheritance, which is an authentic deed made by a notary,
should contain statements whose truth can be confirmed by the heirs and the witness of fact.
However, in reality there is a false information in a Deed of Acknowledgment of Inheritance
made by the heirs and confirmed by the witness of fact as found in the case of Surabaya High
Court Decision No. 44/PDT/2022/PT SBY. Therefore, the problem raised in this research is
the urgency of the role of the witness of fact in the Deed of Acknowledgment of Inheritance.
Furthermore, regarding the responsibilities of the witness of fact in the Deed of
Acknowledgment of Inheritance that contains false information is also analyzed in this
research. To answer this problem, doctrinal research was carried out, using secondary data
in the form of legal materials collected through literature study, which was analyzed
qualitatively. The result of this research explained that the urgency of the role of fact witness
in the Deed of Acknowledgment of Inheritance is very important because they support the
statement that is delivered by the the heir and the veracity of the documents required in the
making of the Deed of Acknowledgment of Inheritance. Fact witnesses are often mistakenly
equated with deed witnesses in the making of authentic deeds. In fact, a witness of fact is not
the same as a deed witness because a witness of fact is a person who knows the material truth
of a Deed of Acknowledgment of Inheritance, which is different from a deed witness who is a
witness in the making of an authentic deed that only knows the formal truth of the deed. Thus
far, the presence of fact witnesses in the making of the Deed of Acknowledgement of Inheritance
is not mandatory, but in the development of notarial practice, the presence of fact witnesses to
confirm the truth of the testator’s life history has become important. Recognition of the
existence of fact witnesses in general has not received legal certainty because by far there are
no statutory regulations that explicitly regulate the standing, requirements and role of fact
witnesses. As for the responsibilities of fact witnesses, it can be explained that as persons who
provide false information in the Deed of Acknowledgment of Inheritance, fact witnesses can be
held civilly responsible, namely responsibility for Unlawful Acts as regulated in Article 1365
of the Civil Code and criminal charges for partaking in a criminal act as formulated in Article
55 paragraph (1) jo. Article 264 paragraph (1) of the Criminal Code.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>