Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amira Danila
"Latar Belakang: Penelitian luas dalam literatur sosial dan psikologi tentang reaksi terhadap daya tarik fisik menunjukkan dampak signifikan terhadap harga diri dan kesejahteraan individu. Dalam praktik estetika, keberhasilan prosedur terutama ditentukan oleh kepuasan pasien, yang hanya dapat dinilai secara akurat oleh pasien itu sendiri. Hal ini mengharuskan klinisi untuk mempertimbangkan perspektif pasien saat mengevaluasi hasil prosedur. FACE-Q© Aesthetics adalah alat penilaian yang divalidasi secara psikologis untuk individu yang menjalani prosedur estetika, mencakup tiga domain: penampilan wajah, kualitas hidup, dan efek samping. Menerjemahkan kuesioner pasien yang dilakukan sendiri untuk berbagai negara dan budaya, terutama di negara multikultural seperti Indonesia, memerlukan pertimbangan yang cermat untuk memastikan kesetaraan antara versi asli dan versi target. PenerjemahanFACE-Q© Aesthetics ke dalam bahasa Indonesia menekankan proses validasi lintas budaya, dengan mempertimbangkan perbedaan pemahaman bahasa dan perbedaan sosio-kultural selama fase cognitive debriefing.
Metode: Kuesioner ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mengikuti pedoman terbaik dari International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research (ISPOR) melalui empat tahap. Selama proses penerjemahan dan diskusi, fokus diberikan pada memastikan kesetaraan antara versi asli dan versi Indonesia dalam empat aspek: kesetaraan semantik (mempertahankan makna), kesetaraan idiom (mengadaptasi ungkapan idiomatik), kesetaraan empiris (menggunakan istilah yang relevan secara budaya), dan kesetaraan konseptual (memastikan konsistensi makna lintas budaya). Wawancara cognitive debriefing dilakukan untuk menilai pemahaman pasien dan kesesuaian budaya dari kuesioner yang diterjemahkan. Proses penerjemahan mencakup 39 skala dan 315 item pertanyaan, melewati proses ketat penerjemahan–ulang– penerjemahan, serta wawancara cognitive debriefing pada pasien berusia 18-75 tahun yang menjalani prosedur estetika oleh ahli bedah plastic minimal satu minggu setelah prosedur. Wawancara bertujuan memastikan kuesioner yang diterjemahkan mudah dipahami, relevan secara budaya, dan mempertahankan makna yang dimaksudkan dari instrumen asli. Tanggapan peserta tentang pemahaman bahasa dan relevansi sosio- kultural dikumpulkan dan dianalisis.
Hasil: Studi ini melibatkan 38 peserta dan wawancara menunjukkan bahwa hampir semua peserta memahami versi bahasa Indonesia dari kuesioner FACE-Q© Aesthetics. Permasalahan yang ditemui meliputi masalah tata bahasa, makna yang ambigu, makna ganda, kata yang mirip, dan ketidakbiasaan dengan pengalaman subjektif, dengan sedikit penyesuaian yang diperlukan untuk kesesuaian budaya. Pasien mengonfirmasi bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut relevan dengan pengalaman estetika mereka dan secara efektif menangkap kepuasan mereka terhadap hasil dan kualitas hidup. Istilah dan frasa utama disesuaikan untuk menyesuaikan dengan nuansa sosio-kultural Indonesia, memastikan integritas konseptual instrumen tetap terjaga.
Kesimpulan: Dengan mengintegrasikan umpan balik dari wawancara cognitive debriefing, kami memastikan bahwa versi Indonesia dari kuesioner ini sesuai secara budaya dan siap digunakan dalam praktik klinis. Artikel ini memberikan penjelasan rinci tentang prosescognitive debriefing, menyoroti perannya yang penting dalam mengadaptasi kuesioner untuk budaya beragam di Indonesia.

Background: Extensive research in social and psychological literature exploring reactions to physical attractiveness reveals a statistically significant impact on individuals' self-esteem and overall well-being. In aesthetic practice, the success of a procedure is primarily determined by patient satisfaction, which can only be accurately assessed by the patients themselves. This requires clinicians to consider their perspectives when evaluating procedural outcomes. FACE-Q© Aesthetics is a psychologically validated assessment tool for individuals undergoing aesthetic procedures, covering three domains: facial appearance, quality of life, and adverse effects. Translating self-administered patient questionnaires for different countries and cultures, especially in a multicultural country like Indonesia, requires careful consideration to ensure equivalence between the original and target versions. The translation of FACE-Q© Aesthetics into Indonesian emphasizes a transcultural validation process, considering variations in language comprehension and socio-cultural differences during the cognitive debriefing phase. Method: The tools were translated into Indonesian following best-practice guidelines by the International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research (ISPOR) and took place in four stages. During translation and discussion, emphasis was placed on ensuring equivalence between the original and the Indonesian version in four areas: semantic equivalence (maintaining meaning), idiom equivalence (adapting idiomatic expressions), empirical equivalence (using culturally relevant terms), and conceptual equivalence (ensuring consistent meanings across cultures). Cognitive debriefing interviews were conducted to assess patient understanding and cultural appropriateness of the translated questionnaire. The translation process involved 39 scales and 315 question items, underwent a strict translation–back–translation process, and included cognitive debriefing interviews among patients aged 18-75 who had aesthetic procedures by a plastic surgeon in a leading aesthetic clinic at least one-week post-procedure. The interviews aimed to ensure that the translated questionnaire is easily understood, culturally relevant, and maintains the intended meaning of the original instrument. Participants' feedback on language comprehension and socio-cultural relevance was collected and analyzed. Result: This study involved 38 participants and the interviews showed that almost all participants understood the Indonesian version of the FACE-Q© Aesthetics questionnaire, Issues encountered included grammatical problems, ambiguous meanings, multiple meanings, similar words, and unfamiliarity with subjective experiences, with minimal adjustments needed for cultural appropriateness. The patients confirmed that the questions were relevant to their aesthetic experiences and effectively captured their satisfaction with outcomes and quality of life. Key terms and phrases were adapted to suit Indonesian socio-cultural nuances, ensuring the instrument's conceptual integrity was maintained.
Conclusion: Through incorporating feedback from cognitive debriefing interviews, we have ensured that the Indonesian version of the questionnaire is culturally appropriate and ready for use in clinical practice. This article provides a detailed account of the cognitive debriefing process, highlighting its critical role in adapting the questionnaire for Indonesia's diverse culture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Septiyana Happysari
"Gangguan estetika orofasial secara umum mempengaruhi keadaan psikososial seseorang, rendahnya kepercayaan diri dan adanya hambatan dalam interaksi sosial pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup seorang individu. Estetika orofasial merupakan konsep subjektif yang dipengaruhi oleh banyak faktor, penilaian antara klinisi maupun pasien akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Alat ukur yang dapat digunakan untuk dapat menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial diperlukan sehingga klinisi dapat menilai persepsi pasien terkait gangguan estetika orofasial guna menunjang keberhasilan perawatan. Alat ukur Phychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnare (PIDAQ) versi Bahasa Indonesia merupakan alat ukur untuk menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial pada perawatan kasus prostodonsia yang telah dilakukan adaptasi lintas budaya Indonesia yang telah teruji valid dan reliabel, namun belum dilakukan uji responsif pada alat ukur PIDAQ-Id. Tujuan : Melakukan uji responsif dengan pendekatan konsep dengan melakukan uji hipotesis pada alat ukur PIDAQ-Id untuk menilai dampak psikososial gangguan estetika orofasial. Bahan dan Metode : Uji responsif dengan pendekatan konsep pada alat ukur PIDAQId dilakukan dengan cara uji hipotesis membandingkan nilai setiap domain PIDAQ-Id dengan dua kelompok subjek yang membutuhkan perawatan estetika dan kelompok subjek yang tidak membutuhkan perawatan estetika sesuai dengan opini subjek, persepsi pasien terhadap penampilan estetika orofasialnya menggunakan OES-Id, penilaian estetika orofasial oleh klinisi dengan menggunakan PEI-Id. Subjek penelitian merupakan pasien yang datang ke klinik Prostodonsia dan Orthodonsia RSGM FKG UI yang membutuh perawatan estetika orofasial atau tidak membutuhkan dengan rentan usia 18-65 tahun, pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Total subjek penelitian adalah 60 subjek terbagi menjadi kelompok pasien yang membutuhkan perawatan estetika orofasial (50%) dan pasien yang tidak membutuhkan perawatan (50%).
Hasil: Terdapat perbedaan signifikan nilai dampak psikososial estetika orofasial dengan alat ukur PIDAQ-Id antara pasien yang memiliki kebutuhan perawatan estetika orofasial dibandingkan dengan pasien yang tidak membutuhkan perawatan. Persepsi pasien terhadap penampilan estetika orofasialnya dengan dampak psikososial gangguan estetika orofasial menggunakan alat ukur PIDAQ-Id memiliki hubungan bermakna. Terdapat hubungan bermakna penilaian (p<0,05) estetika orofasial oleh klinisi dengan dampak psikososial gangguan estetika orofasial menggunakan alat ukur PIDAQ-Id, sehingga uji hipotesis menghasilkan 100% hipotesis diterima. Kesimpulan : Alat ukur PIDAQ-Id adalah responsif yang dapat digunakan untuk menilai persepsi pasien akan dampak psikososial estetika orofasial pada pasien prostodonsia.

Orofacial aesthetic impairments generally affect person‘s psychosocial, low selfconfidence and barriers to social interaction ultimately affect an individual's quality of life. Orofacial aesthetics is a subjective concept that is influenced by many factors, the assessment between clinicians and patients will produce different perceptions. Measuring tools that can be used to assess the orofacial psychosocial aesthetic disorders are needed so that clinicians can assess patient perceptions regarding orofacial aesthetic impairments in order of treatment success. The Indonesian version of the Phychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnare (PIDAQ) is a measuring tool for assessing orofacial aesthetic psychosocial disorders in the treatment of prosthodontic cases that have been adapted Indonesian cultures which have been tested valid and reliable, but responsive tests have not been carried out. Objective: To conduct a responsiveness test using a conceptual approach to the PIDAQ-Id measuring tool to assess the psychosocial impact of orofacial aesthetic impairments. Materials and Methods : Responsive test with a concept approach of PIDAQ-Id measuring instrument was carried out by means of hypothesis testing comparing the value of each PIDAQ-Id domain with two groups of subjects who needed aesthetic treatment and groups of subjects who did not need aesthetic treatment according to the subject's opinion, patient perception on the orofacial aesthetic appearance using OES-Id, clinical orofacial aesthetic assessment using PEI-Id. Participants were patient that came to Prostodontic and Orthodontic clinic at RSGM FKG UI were selected by consecutive sampling methode with an age range of 18-65 years and were asked about their need of orofacial esthetic treatment. A total of 60 subjects divided into groups of patients who needed orofacial aesthetic treatment (50%) and patients who did not need treatment (50%).
Results : There is a significant difference in the value of the psychosocial impact of orofacial aesthetics with the PIDAQ-Id measuring tool between patients who have orofacial aesthetic treatment needs compared to patients who do not need treatment. The patient's perception of his orofacial aesthetic appearance and the psychosocial impact of orofacial aesthetics disorders using the PIDAQ-Id measurement tool has a statistically significant correlation. There is a statistically significant correlation between clinical orofacial esthetics assessments with the psychosocial impact of orofacial aesthetics impairments using the PIDAQ-Id, so that the hypothesis test results in 100% of the hypothesis are accepted. Conclusion: The measuring tool of PIDAQ-Id is responsive which can be used to assess patient perceptions of the psychosocial impact, orofacial aesthetics in prosthodontic patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhil Witjaksana
"Latar Belakang: Kontribusi tiap individu sangat penting dalam menjaga lingkungan yang berkelanjutan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pekerjaan termasuk dokter gigi. Tingkat kesadaran mengenai lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi perlu diketahui. Tujuan: Mengembangkan alat ukur kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan yang valid dan reliabel dan mengetahui tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa program sarjana, profesi dan spesialis FKG UI. Metode: Pengembangan alat ukur untuk mengetahui tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan tingkat kesadaran praktik kedokteran gigi ramah lingkungan dilakukan menggunakan alat ukur serupa berbahasa Inggris yang dimodifikasi ke Bahasa Indonesia. Uji reliabilitas dan validitas data penelitian tingkat kesadaran dilakukan pada responden yang merupakan mahasiswa sarjana, profesi dan spesialis di FKG UI tahun ajaran 2019/2020. Desain penelitian adalah studi potong lintang dengan metode pengambilan sampel purposive sampling. Hasil: Uji validitas dan reliabilitas pada kedua alat ukur yaitu kuesioner tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan dapat dipercaya dan dapat digunakan pada penelitian ini. Total responden pada penelitian ini adalah 457 orang dengan tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan praktik kedokteran gigi ramah lingkungan pada mahasiswa FKGUI adalah ‘sedang’ pada semua tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Kesadaran rendah ditemukan pada kegiatan praktek mengompos sisa makanan menjadi pupuk. Responden merasa sulit untuk mengubah praktik saat ini menjadi praktik kedokteran gigi yang ramah lingkungan karena merasa sulit untuk mencari produk-produk kedokteran gigi yang ramah lingkungan serta menggantikan alat sekali pakai dengan alat yang reusable. Kesimpulan: Kedua alat ukur yang dihasilkan dapat mengukur tingkat kesadaran lingkungan yang berkelanjutan dan tingkat kesadaran praktik kedokteran gigi ramah lingkungan. Tingkat kesadaran ‘sedang’ pada mahasiswa FKGUI ini perlu ditingkatkan agar tercipta perilaku yang ramah lingkungan.

Background: Participation of every person is very important to maintain environmental sustainability, either in the daily life and the work environment, including dentistry. It is important to know the level of environment and green dentistry awareness among dentistry students and dentists. Purpose: To develop a valid and reliable measuring tool for environment and green dentistry awareness and to investigate the level environmental and green dentistry awareness among undergraduate, professional and specialist Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia students. Method: The development of measuring instruments to determine the level of environmental and green dentistry awareness was carried out using a similar instrument in English which was modified to Bahasa Indonesia. The reliability and validity test of the level of awareness research data were carried out on respondents who were undergraduate, professional and specialist students at Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia (FKG UI) in the 2019/2020 academic year. The research design was a cross-sectional study using purposive sampling method. Results: The validity and reliability tests on the two measuring instruments, namely the questionnaire on the level of environmental and green dentistry awareness, are reliable and can be used in this study. The total respondents in this study were 457 people with a level of environmental and green dentistry awareness among FKG UI students who were "moderate" at all levels of education and gender. Low awareness was found in the practice of composting food scraps into fertilizer. Respondents found it difficult to change current practices into environmentally friendly dental practices because they found it difficult to find dentistry products that were environmentally friendly and replace disposable tools with reusable tools. Conclusion: The two measuring instruments produced can measure the level of environmental and green dentistry awareness. The level of 'moderate' awareness among FKGUI students needs to be improved in order to create environmentally friendly behavior"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Paramita
"Infeksi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dapat meninggalkan gejala sisa multisistemik (long COVID). Gejala long COVID meliputi kelelahan, sesak napas, batuk, sakit kepala, nyeri otot, dan gangguan kesehatan kognitif atau mental seperti kecemasan atau depresi. Salah satu tata laksana long COVID adalah intervensi rehabilitasi dan telerehabilitasi disarankan sebagai salah satu strategi inovatif. Namun, belum dikembangkan model telerehabilitasi untuk pasien long COVID di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan model telerehabilitasi dan menilai efektivitasnya terhadap perbaikan kapasitas fungsional, kualitas hidup, tingkat stres oksidatif dan disfungsi endotel pada pasien long COVID di Indonesia. Penelitian dilakukan di Jakarta pada Juni 2022 hingga Juli 2024. Tahap pertama adalah studi kualitatif pengembangan model telerehabilitasi CoFit Rehab untuk pasien long COVID menggunakan metode Delphi yang melibatkan 24 panelis. Tahap kedua adalah uji randomisasi terkontrol pada 41 pasien long COVID (21 subjek perlakuan dan 20 subjek kontrol) untuk menguji efektivitas model telerehabilitasi yang dikembangkan. Selama 12 minggu, subjek perlakuan menjalani intervensi telerehabilitasi dan subjek kontrol menjalani intervensi rehabilitasi standar. Dilakukan pengukuran parameter kapasitas fungsional (uji jalan enam menit, uji sit-to-stand 30 detik dan uji kekuatan genggam tangan), kualitas hidup (kuesioner EQ-5D-5L versi Indonesia), tingkat stres oksidatif (kadar GSH dan rasio GSH/GSSG) dan disfungsi endotel (kadar mikropartikel endotel CD31+CD42b–). Studi kualitatif mendapatkan model telerehabilitasi. Uji randomisasi terkontrol memperlihatkan peningkatan bermakna jarak tempuh uji jalan enam menit baik kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Peningkatan jarak tempuh uji jalan enam menit lebih besar pada kelompok perlakuan. Ditemukan peningkatan bermakna jumlah repetisi uji sit-to-stand 30 detik, kekuatan genggam tangan, skor VAS EQ-5D-5L yang bermakna pada kelompok perlakuan. Ditemukan penurunan bermakna kadar mikropartikel endotel CD31+CD42b– plasma pada kelompok perlakuan. Tidak terdapat perbaikan bermakna pada parameter lain. Model telerehabilitasi CoFit Rehab terbukti lebih unggul dalam memperbaiki kapasitas fungsional dan fungsi endotel pada pasien long COVID dibandingkan rehabilitasi standar.

COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) infection can result in multisystemic sequelae (long COVID). Commonly reported symptoms include fatigue, shortness of breath, cough, headache, muscle pain, and cognitive or mental health disorders such as anxiety or depression. One of the management for long COVID is rehabilitation intervention and telerehabilitation is suggested as one of the innovative strategies. However, a telerehabilitation model (CoFit Rehab) for long COVID patients has not been developed in Indonesia. This study aims to develop a telerehabilitation model for long COVID patients and assess its effectiveness in improving functional capacity, quality of life, oxidative stress levels and endothelial dysfunction in long COVID patients in Indonesia. This study was done in Jakarta from June 2022 until July 2024. The first stage was a qualitative study to obtain a telerehabilitation model for long COVID patients using the Delphi method that involved 24 panelists. The second stage was a randomized controlled trial on 41 long COVID patients (21 treatment subjects and 20 control subjects) to test the effectiveness of the telerehabilitation model that has been developed. For 12 weeks, treatment subjects received telerehabilitation intervention and control subjects received standard rehabilitation intervention. Functional capacity parameters (six-minute walk test, 30-second sit-to-stand test, and handgrip strength test), quality of life (Indonesian version of the EQ-5D-5L questionnaire), oxidative stress levels (GSH levels and GSH/GSSG ratio) and endothelial dysfunction (concentration of CD31+CD42b– endothelial microparticles) were measured. The qualitative study obtained a telerehabilitation model. Randomized controlled trial showed a significant increase in the six-minute walk test distance in both groups. Compare to the control group, the distance increase in the six-minute walk test was greater in the treatment group. There was a significant increase in the total repetitions of the 30-second sit-to-stand test, handgrip strength, and EQ-5D-5L VAS scores in the treatment group. There was a significant decrease of the endothelial microparticle plasma level (CD31+CD42b) in the treatment group. There was no significant improvement in other parameters. The telerehabilitation model (CoFit Rehab) was shown to be superior in improving functional capacity and endothelial function in long COVID patients compared to standard rehabilitation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deity Indrayati Nugraha
"Angka kunjungan ke poli bedah estetik BROS Denpasar mengalami penurunan yang sangat drastis di tahun 2015, padahal bedah estetik menjadi tren di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi pemasaran yang baik untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sehingga diharapkan pada akhirnya jumlah kunjungan ke poli bedah estetik BROS Denpasar mengalami peningkatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan observasi, dan wawancara mendalam. Dari Bauran product-price, didapatkan beberapa strategi, yaitu dengan memberikan variasi produk atau tambahan pelayanan, membeli alat bedah estetik dengan teknologi terbaru, dan bisa juga dengan menurunkan tarif layanan bedah estetik. Untuk bauran price-place, strateginya yaitu dengan memindahkan poli bedah estetik ke ruangan yang lebih private. Strategi utnuk bauran people-promotion, yaitu dengan menambah kerjasama dengan agen-agen medical tourism lain, mengubah isi website BROS sehingga lebih menonjolkan layanan bedah estetik, dan lebih aktif lagi untuk promosi layanan bedah estetik di media sosial. Strategi dari bauran people-physical evidence, yaitu dengan memberikan kursus singkat bahasa asing bagi dokter dan perawat, mencari dokter spesialis bedah plastik tetap, dan menempatkan perawat tetap untuk poli bedah plastik. Strategi process-promotion, yaitu dengan mengurangi perantara atau memotong alur proses layanan bedah estetik yang bekerjasama dengan agen asing ABA.

The number of visits to BROS Denpasar aesthetic surgery has decreased drastically in 2015, whereas aesthetic surgery has become a worldwide trend, including Indonesia. Therefore, it takes a good marketing strategy to find out the problems faced so it is expected that in the end the number of visits to the aesthetic surgery surgery BROS Denpasar has increased. This research uses qualitative method with observation, and in depth interview. From the product price mix, there are several strategies, namely by providing variations of products or additional services, buying aesthetic surgical instruments with the latest technology, and can also lower the rates of aesthetic surgery services. For the price place mix, the strategy is to move the esthetic surgical poly to a more private room. Strategy for people promotion mix, by increasing cooperation with other medical tourism agents, changing the content of BROS website so that more emphasis on aesthetic surgery services, and more actively for promotion of aesthetic surgery services in social media. The strategy of the people physical evolution mix, which is to provide short courses of foreign languages for doctors and nurses, to find a permanent plastic surgeon, and to place a permanent nurse for plastic surgery. Process promotion strategy, by reducing intermediaries or cutting the flow of aesthetic surgical service process in cooperation with foreign agents ABA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohayati Rahafat
"Metode pengukuran kualitas hidup manusia yang terkait dengan kesehatan sudah berkembang selama ini di negara-negara maju. Pola pengukuran yang ada mencakup berbagai macam atribut yang dipergunakan untuk mengukur status kesehatan perorangan, yang secara umum melibatkan fungsi dari organ tubuh baik secara fisik maupun non fisik.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan berbagai macam jenis penyakit, teknik evaluasi Ekonomi Kesehatan yang menggunakan alat ukur kualitas hidup sangat jarang dilakukan di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, maka permasalahannya adalah : Belum diketahuinya aplikasi model HRQol pada pengukuran status kesehatan dari pasien penyakit jantung koroner di Indonesia.
Kerangka konsep yang diajukan dimulai dengan studi literatur dan peer review dengan para ahli untuk membandingkan dan mengklasifikasikan alat ukur MacNew yang disesuaikan dengan kondisi pasien penyakit jantung di Indonesia. Dilakukan 2 kali uji coba pada pasien di RSUD Pasar Rebo yang kemudian menghasilkan 16 atribut yang valid dan reliabel, yaitu: pusing, kebahagiaan, kemandirian, kegiatan sosial, gangguan pernapasan, dada sakit, kaki sakit, olahraga/latihan terbatas, rendah diri, gelisah, tidak berharga, keterbatasan fisik, frustasi, proteksi, terbebani dan sosialisasi.
Dilakukan pengukuran nilai utility yang didapat yaitu nilai rata-rata Utility untuk tiap atrbut adalah 40,51. Dengan Pearson Chi-square (p<0,05) terlihat bahwa atribut Sosialisasi memiliki korelasi terkuat dengan atribut-atribut lain yaitu: pusing, kebahagiaan, kemandirian, kegiatan sosial, gangguan pernapasan, dada sakit, kaki sakit, olahraga/latihan terbatas, rendah diri, gelisah, tidak berharga, keterbatasan fisik, frustasi, proteksi, terbebani.

The human quality of life measurement methods related to health have been developed in many countries. Measurement patterns include a variety of attributes that are used to measure the health status of individuals, which generally involve the functions of organs, both physical and non physical.
Indonesia as a developing country with many kinds of disease, Health Economic evaluation techniques that use instruments to measure the quality of life is very rarely done in Indonesia. Related to that, then the problem is not many application model: HRQol in the measurement of health status of the patients with coronary heart disease in Indonesia.
The proposed draft framework began with the study of literature and peer review by experts to compare and classify MacNew measurement tool based on patient's heart disease conditions in Indonesia. Done 2 time trials on patients in Pasar Rebo Hospital with 16 attributes valid and reliability, including: dizziness, happiness, independence, social events, respiratory disorder, chest pain, leg pain, sports/exercise limited, low self-esteem, anxiety, not valuable, physical limitations, frustrating, protection, burdened and socialization.
The measurement value of the utility obtained the average value for each atrbut Utility is 40,51. The Pearson Chi-square (p < 0.05) looks that have the strongest correlation Socialization attribute with another attribute-attribute are: dizziness, happiness, independence, social events, respiratory disorder, chest pain, leg pain, sports/exercise limited, low self-esteem, anxiety, not valuable, physical limitations, frustrating, protection, burdened
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Black Dog Publishing, , 2003.
711.7 REA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Mikhael
"Latar belakan: Kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua dan tingkat kematian terbesar ketiga di Indonesia. Sebagian besar pasien datang dengan stadium lanjut (IIB-IIIB), sehingga terapi pilihan untuk pasien adalah radioterapi atau kemoradiasi. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa terdapat perbedaan respon tumor antara pasien yang dilakukan radiasi di pagi hari dibandingkan sore hari. Terlepas dari hal tersebut, kualitas dan kuantitas tidur dihubungkan dengan peningkatan faktor karsinogenik yang dapat menyebabkan imunosupresi. Penelitian juga menunjukkan bahwa gangguan tidur merupakan faktor prognostik independen dalam memengaruhi overall survival pasien kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas dan kuantitas tidur terhadap respon klinis pada pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang menjalani radioterapi.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional pada pasien kanker serviks stadium IIB – IIIB yang telah menjalani radioterapi di IPTOR RSCM. Data pola dan kebiasaan tidur didapatkan dari wawancara yang telah dilakukan kepada pasien kanker serviks dari penelitian terdahulu oleh Ramli dkk., berupa durasi, kualitas, dan jam mulai tidur malam, serta frekuensi, durasi, kualitas, dan jam mulai tidur siang. Data hasil terapi didapatkan dari pencatatan hasil pemeriksaan fisik di rekam medik.
Hasil : Rerata usia dari 43 sampel adalah 50 tahun dengan jenis karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin diferensiasi sedang. Pada analisis regresi logistik univariat, didapatkan adanya hubungan antara jam mulai tidur malam dengan respon klinis (p=0.032), dengan pengaruh yang cukup kuat (OR: 3,13, 95%CI; 1,10-8,88). Pada analisis multivariat, variabel jam mulai tidur malam masih memberikan signifikansi 0,032, dengan pengaruh terhadap respon yang cukup kuat (OR: 3,14,95%CI; 1,10-8,94), dimana jam mulai tidur yang lebih malam akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respon tidakkomplit pada pasien.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dan respon klinis pada pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang menjalani radioterapi. Terdapat hubungan antara jam mulai tidur dan respon klinis pada pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang menjalani radioterapi. Semakin telat pasien tidur akan meningkatkan kemungkinan respon klinis yang lebih buruk. Setelah disesuaikan dengan faktor-faktor lain, dapat diketahui bahwa jam mulai tidur pasien mempengaruhi secara independen terhadap respon klinis pada pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang menjalani radioterapi

Background: Cervical cancer is the second most common cancer and the third largest cause of mortality due to cancer in Indonesia. Definitive chemoradiotherapy is the main modality in treating locally advanced cervical cancer patient. Previous studies have shown that there is a difference in tumour response between patients who received radiation in the morning compared to the afternoon. It is known that the quality and quantity of sleep is associated with an increase in carcinogenic factors, and may cause immunosuppression. Research also shows that sleep disturbance is an independent prognostic factor in influencing overall survival. The aim of this study is to determine the relationship between sleep quality and quantity on clinical response in locally advanced cervical cancer patients undergoing radiotherapy.
Methods: This is a cross-sectional study in cervical cancer patients treated with definitive chemoradiotherapy in Radiotherapy Department, Ciptomangunkusumo Hospital. Quality and quantity of sleep data was extracted from previous interview done with study subjects by Ramli et al, which include the duration, quality, and night bedtime schedule, and also the frequency, duration, quality, and nap time. Clinical response was assessed by physical examination by the end of radiotherapy treatment.
Results: Mean age of 43 patients were 50 years with non-keratinizing, moderate differentiation squamous cell carcinoma. From univariate logistic regression, there was an association between bedtime schedule and clinical response (p=0.032) with a good strength (OR: 3.13; 95% CI: 1.1-8.88). Multivariate analysis also showed that with a late bedtime schedule, there was a higher chance of incomplete clinical response in patients (p=0.035, OR: 3.14; 95% CI: 1.1-8.94)
Conclusion: There was no relationship between quality of sleep and clinical response for locally advanced cervical cancer who underwent radiotherapy. Meanwhile, bedtime yield a significant association with cervical cancer clinical response. After further adjustment with other factors, bedtime was an independent factor for locally advanced cervical cancer clinical response. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaisa Marin Hartono
"ABSTRAK
Perilaku sehat merupakan salah satu hal penting yang dapat membantu penyintas kanker untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih sehat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat faktor apa saja yang dapat memengaruhi intensi berperilaku sehat penyintas kanker. Berdasarkan Health Action Process Approach (HAPA), intensi berperilaku sehat dipengaruhi oleh self-efficacy dan outcome expectancies (Schwarzer dan Luszczynska, 2008). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur The Health Behavior Intention untuk mengukur intensi berperilaku sehat sebagai variabel terikat Health Specific Behavior Self-Efficacy Scale (HSBSES) untuk mengukur self-efficacy berperilaku sehat sebagai variabel bebas I, dan Life Orientation Test-Revised (LOT-R) untuk mengukur outcome expectancies sebagai variabel bebas II. Penelitian ini dilakukan pada 90 orang penyintas kanker usia 15-50 tahun di Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya di pulau Jawa melalui teknik purposive sampling dan snowball sampling. Berdasarkan teknik analisis Regresi Linear, ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara self-efficacy berperilaku sehat terhadap intensi berperilaku sehat pada penyintas kanker (b= 0,888, p<0,01). Hal yang sama juga terjadi pada variabel outcome expectancies, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara outcome expectancies terhadap intensi berperilaku sehat pada penyintas kanker (b= 0,728, p<0,01).

ABSTRACT
Health behavior is one of the most important thing that can help cancer survivors to increase their quality of life. Therefore, researcher came up with the idea of a study that can determine health behavior intention of cancer survivors. According to Health Action Process Approach (HAPA), self-efficacy and outcome expectancies are the predictors of health behavior intention (Schwarzer and Luszczynska, 2008). This is a quantitative study using The Health Behavior Intention to measure health behavior intention as the dependent variable (DV) , Health Specific Behavior Self-Efficacy Scale (HSBSES) to measure health behavior self-efficacy as the independent variable (IV1), and Life Orientation Test-Revised LOT-R to measure outcome expectancies as the independent variable (IV2). Participants are 90 cancer survivors, age between 15-50 years old, lived in Jabodetabek and the other city of Java, selected by purposive and snowball sampling techniques. The result indicate that health behavior self-efficacy (b= 0,888, p<0,01) has a positive and significant impact on cancer survivor’s health behavior intention. In addition, outcome expectancies also has a positive and significant impact on cancer survivor’s health behavior intention (b = 0,728, p<0,01).
"
2016
S64372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanti Citra Weny
"Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022, jumlah kasus kanker baru di Indonesia diperkirakan 408.661 kasus dan jumlah kematian akibat kanker di Indonesia diperkirakan 242.988 kematian. Penatalaksanaan penyakit kanker tidak terbatas pada penanganan penyakit secara klinis, tetapi juga harus melibatkan rencana penatalaksanaan yang dapat memberikan kualitas hidup terbaik secara keseluruhan. Health-Related Quality of Life (HRQoL) pasien kanker merupakan persepsi pasien terhadap efek penyakit dan/atau pengobatan dan dianggap sebagai hasil terapi yang penting pada pasien kanker. Perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan HRQoL pasien kanker agar pemangku kebijakan dapat menyusun kebijakan yang sesuai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner EQ-5D-5L. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 14 variabel yang diteliti terdapat 4 variabel yang terbukti signifikan berhubungan, yaitu tingkat pendidikan (p = <0,001), pendapatan (p = 0,043), operasi (p = 0,022) dan komorbid (p = 0,007). Faktor dominan yang berhubungan signifikan dengan HRQoL pasien kanker adalah tingkat pendidikan (p = 0,000 dan B -0,430). Faktor-faktor yang berhubungan dengan HRQoL pasien kanker perlu menjadi target intervensi para pemangku kebijakan. Pendidikan mampu meningkatkan pemberdayaan pasien kanker. Edukasi untuk pasien kanker menjadi hal yang penting sehingga pemahaman yang baik dari pasien kanker terhadap penyakit yang diderita dapat memengaruhi HRQoL agar menjadi lebih baik.

Based on data from the Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022, the number of new cancer cases in Indonesia is estimated at 408,661 cases and the number of cancer deaths in Indonesia is estimated at 242,988 deaths. Cancer management is not limited to clinical disease management, but must also involve a management plan that can provide the best overall quality of life. Health-Related Quality of Life (HRQoL) of cancer patients is the patient's perception of the effects of disease and/or treatment and is considered an important therapeutic outcome in cancer patients. It is necessary to know the factors associated with HRQoL of cancer patients so that policy makers can develop appropriate policies. The research method used was a cross-sectional method with a quantitative approach using the EQ-5D-5L questionnaire. The results of the analysis showed that of the 14 variables studied there were 4 variables that proved to be significantly related, namely education level (p = <0.001), income (p = 0.043), surgery (p = 0.022) and comorbidities (p = 0.007). The dominant factor significantly associated with HRQoL of cancer patients was education level (p = 0.000 and B -0.430). Factors associated with HRQoL of cancer patients need to be targeted for intervention by policy makers. Education can increase the empowerment of cancer patients. Education for cancer patients is important so that cancer patients' good understanding of their disease can affect their HRQoL for the better."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>