Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71273 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Malika Havishta
"Konsep Inyeon dalam filosofi Korea mencerminkan hubungan spiritual yang melibatkan sebab- akibat antara individu, baik di kehidupan saat ini maupun kehidupan sebelumnya. Penelitian ini menganalisis representasi konsep Inyeon sebagai wujud determinisme dalam film Past Lives (2023) karya Celine Song, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teori determinisme Jonathan Edwards. Temuan penelitian mengidentifikasi dua bentuk determinisme: determinisme kausal dan determinisme teologis. Determinisme kausal mengidentifikasi hubungan sebab-akibat yang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: meneruskan, memutuskan, dan pergeseran Inyeon. Sementara itu, determinisme teologis menggambarkan keyakinan pada takdir yang telah ditentukan, yang dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis: menerima, melawan, menghargai, dan menyesali Inyeon. Hasil menunjukkan bahwa determinisme teologis lebih dominan, menggarisbawahi fokus narasi film pada penerimaan takdir dan refleksi hubungan manusia. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang relevansi konsep Inyeon dalam budaya Korea dan media modern.

The concept of Inyeon in Korean philosophy reflects a spiritual connection involving causality between individuals, spanning both current and past lives. This study analyzes the representation of the Inyeon concept as a form of determinism in the film Past Lives (2023) by Celine Song, using a qualitative descriptive method and Jonathan Edwards' theory of determinism. The results identify two forms of determinism: causal determinism and theological determinism. Causal determinism highlights causal relationships grouped into three types: continuing, detaching, and shifting Inyeon. Meanwhile, theological determinism reflects a belief in predestined fate, classified into four types: accepting, resisting, appreciating, and regretting Inyeon. The results show that theological determinism is more dominant, emphasizing the film's narrative focus on belief in fate and reflections on human relationships. This study offers new insights into the relevance of the Inyeon concept in Korean culture and modern media."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ernas Aziz
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang isu determinisme teknologi di dalam Anime Stand By Me. Isu tersebut
menyebabkan timbulnya ketergantungan manusia terhadap teknologi di dalam kehidupan. Manusia yang hidup
berdampingan dengan teknologi di dalam kesehariannya mendapatkan pengaruh dari teknologi tersebut.
Teknologi yang pada awalnya diciptakan untuk memudahkan manusia akhirnya mendominasi manusia dan
membuat manusia bergantung terhadap teknologi tersebut. Teknologi tersebut juga memberikan pengaruh
terhadap perilaku dan sifat manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan penggambaran
determinisme teknologi yang ada di dalam Anime Stand By Me. Penggambaran tersebut ditunjukkan pada tokoh
Nobita yang di dalam kesehariannya tidak dapat lepas dari alat-alat canggih milik Doraemon. Masalah yang akan
dibahas adalah bagaimana isu determinisme teknologi digambarkan dalam Anime Stand By Me. Penelitian ini
menggunakan metode studi pustaka. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa determinisme teknologi
digambarkan pada tokoh Nobita sebagai sebuah artefak yang bersandar pada teknologi. Representasi manusia
yang bergantung kepada teknologi di dalam kehidupan.ABSTRACT This study discusses the issue of technology determinism within the Anime of Stand By Me. This particular issue
causes the need of human dependent with technology in the life. Humans who has been living with technology in
his daily basis can gain influences from the technology itself. Technology from the start is created in order to
facilitate humans that leads to dominate and make them dependent to it. Technology also could give influences
towards human's behaviour. The purpose of this study is to show the depiction of technology determinism within
the anime of stand by me. That depiction is demonstrated by character of Nobita whom can not get out of
Doraemon's sophisticated devices in his daily life. The Problem which will be discussed is how the issue about
determinism of technology depicted within the Anime Stand By Me. This research uses the literature review
method. The result of this research will prove that determinsm of technology is depicted by the character of
Nobita as the artifact which leant to technology. In other words, this research will show about representation of
humans who are dependable with technology in the life., This study discusses the issue of technology determinism within the Anime of Stand By Me. This particular issue
causes the need of human dependent with technology in the life. Humans who has been living with technology in
his daily basis can gain influences from the technology itself. Technology from the start is created in order to
facilitate humans that leads to dominate and make them dependent to it. Technology also could give influences
towards human's behaviour. The purpose of this study is to show the depiction of technology determinism within
the anime of stand by me. That depiction is demonstrated by character of Nobita whom can not get out of
Doraemon's sophisticated devices in his daily life. The Problem which will be discussed is how the issue about
determinism of technology depicted within the Anime Stand By Me. This research uses the literature review
method. The result of this research will prove that determinsm of technology is depicted by the character of
Nobita as the artifact which leant to technology. In other words, this research will show about representation of
humans who are dependable with technology in the life.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
McNeill, William H.
Chicago: Unoiversity Of Chicago, 1954
901.9 MCN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Farobi Fatkhurridho
"Waktu menjadi sebuah objek kaji dengan tingkat kompleksitas yang rumit, memahami waktu adalah berbicara perihal periodisasi, sejarah, dan memori. Waktu kemudian diidentifikasi sebagai gerak yang hadir dalam manifestasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Film menjadi sebuah medium yang mampu memanifestasikan gerak dan waktu dalam produk visual dan tertangkap indera manusia. Film dapat membuat objek bergerak maju, mundur, atau bahkan berhenti sama sekali. Tenet (2020) adalah sebuah film yang mengaplikasikan konsep tersebut. Sebagai film fiksi sains, Tenet mengolah dimensi temporal baik dalam gagasan dan kemasan melalui sinematografi dan struktur naratifnya. Tenet menghadirkan gagasan kesadaran waktu yang tumpang tindih dari masa lalu, masa kini, dan masa sekarang. Sebuah mesin pintu putar dalam Tenet digunakan sebagai signifikansi hadirnya paradoks determinisme atau kondisi tercekik dalam lingkaran waktu yang sirkuler. Bentuk aporia atau kebimbangan deterministik yang dialami tokoh dalam Tenet merefleksikan dialog kesadaran manusia atas dimensi waktu. Tenet menyajikan perdebatan dua perspektif sikap manusia terhadap waktu, yakni perspektif yang modern dan manusia yang postmodern direpresentasikan melalui tokoh Protagonis dan Sator. Dalam tahapan yang lebih ideologis, Tenet menjadi film yang penuh ambivalensi dalam menyajikan dialog perspektif sikap manusia terhadap waktu tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan terminologi dan perspektif metamodenisme, yakni kemustahilan yang terus diusahakan. Segala agenda yang dilakukan oleh Protagonis dan Sator pada akhirnya akan berakhir pada kemustahilan, hal tersebut dikarenakan mereka telah terjebak dalam paradoks determinisme atau tercekik dalam putaran waktu yang sirkuler.

Time becomes an object of study with a complicated level of complexity, understanding time is talking about periodization, history, and memory. Time is then identified as motion that is present in past, present and future manifestations. Film is a medium capable of manifesting motion and time in visual products and is captured by the human senses. Movies can make objects move forward, backward, or even stop altogether. Tenet (2020) is a film that applies this concept. As a science fiction film, Tenet cultivates a temporal dimension both in ideas and packaging through its cinematography and narrative structure. Tenet presents the idea of overlapping time consciousness of the past, present, and present. A revolving door machine in Tenet used as a medium for the paradox of determinism or suffocation in a circular time loop. The form of aporia or deterministic indecision experienced by characters in Tenet reflects the dialogue of human consciousness on the dimension of time. Tenet presents a debate on two perspectives of human attitudes towards time, namely the modern perspective and the postmodern human being represented through the Protagonis and the Sator. In a more ideological stage, Tenet becomes a film full of ambivalence in presenting a dialogue from the perspective of human attitudes towards that time. This related to the terminology and perspective of metamodernism, namely the impossibility that continues to be pursued. All the agendas carried out by the Protagonis and Sator will eventually end in impossibility, this is because they have been trapped in the paradox of determinism or suffocated in a circular time loop.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka Sangianglili
"Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik.

This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Takwin
"Dalil penelusuran pemikiran tentang rasio dan kesadaran dari para filsut ada lima hal yang dapat ditarik berkaitan dengan masalah dan tesis dalam penelitian ini:
1) Rasio atau (dalam istilah pasca cartesian) kesadaran manusia haruslah terbuka, tidak tertutup seperti yang dikemukakan Plato, Descartes dan Leibniz;
2) Kesadaran juga tidak mengharuskan dirinya merujuk pada satu titik mutlak seperti yang dikemukakan Aristoteles, Kant, Hegel dan Husserl;
3) Juga tidak hanya mencari persamaan saja seperti dalam pandangan Aristoteles dan Kant melainkan juga memahami perbedaan;
4) Kesadaran memiliki kemampuan memahami pada dirinya sendiri tidak tergantung pada hal di luarnya seperti yang dikemukakan para filsuf empirisme;
5) Kesadaran juga memiliki kesatuan organisasi untuk memahami dan mengolah berbagai hal, tidak seperti yang dikemukakan oleh Hume yang menolak adanya ego atau diri sebagai pusat kesadaran.
Untuk menemukan satu konsep kesadaran yang dapat menjelaskan kondisi pluralistik manusia dilakukan konstruksi konsep kesadaran dengan metode konstruktif, kritis-reflektif, induktif dan deduktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran manusia selain memiliki kemampuan memahami juga memiliki Kehendak bebas yang memungkinkan adanya berbagai penafsiran tentang realitas. Dengan kata lain kesadaran manusia memiliki rasionalitas dan kehendak bebas. Rasionalitas berfungsi untuk memahami berbagai kenyataan dengan segala persamaan dan perbedaannnya. Kehendak bebas memungkinkan kesadaran manusia untuk memilih kenyataan-kenyataan tertentu saja untuk dipahami. Sejauh kesadaran menghendaki, kenyataan apapun dapat dipahami oleh kesadaran tetapi kesadaran sendiri yang menentukan mana yang hendak dipahami dan mana yang tidak. Kehendak bebas ini yang menyebabkan manusia memiliki pendapat yang berbeda-beda dan memilih jalan hidup yang berbeda-beda pula. Dengan kesadaran yang demikian, pada dasarnya manusia mampu terbuka terhadap beragam hal yang berbeda tanpa harus saling bertikai."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T10838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezra Putranto Wahyudi
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami pengaruh cinta bergairah pada kepercayaan terhadap kehendak bebas dan kepercayaan terhadap determinisme. Cinta bergairah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sebuah kerinduan yang intens untuk bersatu dengan pasangannya di mana kerinduan tersebut termanifestasi sebagai fungsi keseluruhan yang kompleks termasuk penilaian atau apresiasi, perasaan subjektif, ekspresi, proses fisiologis yang berpola, tendensi aksi, dan perilaku instrumental Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , alat ukur FAD-Plus Paulhus Carrey, 2011 dan alat ukur kehendak tingkat-dua yang dikonstruksikan sendiri oleh penulis.
Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana kehendak tingkat-dua berperan dalam pengaruh cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas dan determinisme. Partisipan penelitian ini adalah 118 mahasiswa S1 Universitas Indonesia. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa cinta bergairah tidak memberikan pengaruh pada kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme. Pengolahan data menggunakan process makro Hayes, 2013 dengan analisis moderasi tidak menemukan adanya efek moderasi dari kehendak tingkat-dua pada hubungan antara cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme.

The present study have the purpose of understanding the effect of passionate love on belief in free will and belief in determinism. Passionate love in this study defined as A state of intense longing for union with another which manifested into a complex functional whole including appraisals or appreciations, subjective feelings, expressions, patterned physiological processes, action tendencies, and instrumental behaviors Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . This following study used these instruments to measure the variables, The Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , Free Will and Determinism Scale PLUS Paulhus Carrey, 2011 and Second order Volition Test which constructed by the researcher himself.
This study also have the purpose to observe the interaction effect of second order volition in moderating the relationship between passionate love with belief in free will and belief in determinism. 118 undergraduate students of University Indonesia were chosen as participants. The results of this study found passionate love have no significant effect on belief in free will and belief in determinism. Data analysis using process makro Hayes, 2013 found no interaction effect of second order volition in moderating the relationship of passionate love, belief in free will and belief in determinism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanesha Febrilly
"Skripsi ini membahas mengenai tuntutan yang diberikan oleh Gerakan Sosial Black Lives Matter di Amerika Serikat terhadap Kebijakan Sistem Peradilan Pidana dan Kepolisian yang lebih adil terhadap kaum minoritas, yakni African American. Kemunculan Gerakan Sosial Black Lives Matter di Amerika Serikat adalah bentuk respon dari ketidaksetaraan rasial yang masih melekat dalam kehidupan sosial, khususnya dalam Sistem Peradilan Pidana di Amerika Serikat. Oleh sebab itu, gerakan sosial ini akhirnya mengalami kemunculannya pada tahun 2013, serta memberikan tuntutan berupa aksi-aksi serta Platform Kebijakan yang dibentuk pada tahun 2016. Dalam prinsip kesetaraan yang dimiliki, aksi tuntutan serta platform kebijakan yang dibuat oleh Black Lives Matter pun lebih mengacu terhadap kesetaraan ras dalam Sistem Peradilan Pidana. Serta pada akhirnya, penelitian ini juga memberikan kontekstualisasi demokrasi pluralisme mengenai dampak terhadap beberapa perubahan Sistem Peradilan Pidana dan Kepolisian yang bertahap dipengaruhi oleh Gerakan Black Lives Matter sejak kemunculan aksi serta Platform Kebijakan tahun 2016 tersebut.

This thesis discusses the demands provided by a Social Movement called Black Lives Matter against Criminal Justice and Police System Policy in the United States. This demands require a Criminal Justice Policy that prioritizes equality towards minorities, particularly for African-Americans. The emergence of Black Lives Matter Movement in United States is a response to racial inequalities that still inherent within social life in general, especially in the Criminal Justice System in the United States. Therefore, this Social Movement finally emerged in 2013, and provided such demands in the form of actions and Policy Platform established in 2016. In principle of equality owned by this movement, the action demands and Policy Platform created by Black Lives Matter were referring to more racial equality in the Criminal Justice System. In the end, this research also provides contextualization of pluralism democracy on the impact of several changes in the Criminal Justice and Police System which are gradually affected by the Black Lives Matter Movement since their appearance of the action and Policy Platform in 2016. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Widiyanti
"Bentuk kala lampau dalam Bahasa Belanda terdiri dari tiga, yaitu bentuk kala kini selesai, bentuk kala lampau, bentuk kala lampau selesai. Tidak sedikit kesalahan_-kesalahan dibuat dalam penggunaannya oleh mereka yang bela_jar Bahasa Belanda sebagai bahasa asing, jadi bukan mereka yang belajar di Negeri Belanda. Ini disebabkan karena pera_turan yang jelas mengenai pemakaian bentuk kala lampau ini belum pernah ada. Oleh karena itu penulis mencoba untuk menguraikan peraturan tersebut di dalam skripsi ini. Bentuk kala lampau_ternyata merupakan bentuk kala yang paling sering digunakan, karena selain dapat digunakan se_cara temporal, bentuk ini digunakan juga secara aspektual dan modal. Lain halnya dengan bentuk kala akan datang zul_len yang secara murni menunjukkan aspek temporal. Untuk dapat lebih mengetahui perbedaan pemakaian ben_tuk kala lampau, penulis melakukan analisis korpus antara dua buku yang mempunyai nilai sastra dan yang tidak, yaitu Max Havelaar dan Nederland Leren Kennen. Dari segi aspektu_al, fungsi bentuk kala lampau berlainan dalam kedua buku tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S15922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stam, Robert
New York: Blackwell, 2000
791.43 Sta f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>