Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202471 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Friska
"Discharge planning atau Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) telah menjadi masalah penting dalam reformasi sistem perawatan kesehatan secara global. Perencanaan pemulangan pasien masih menjadi tantangan tersendiri dalam pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, penyedia layanan kesehatan sangat berperan dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang berkelanjutan yaitu proses perencanaan pemulangan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi mendalam tentang pengalaman perawat dalam pelaksanaan Perencanaan Pemulangan Pasien. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini terdapat 12 partisipan yang bekerja diruangan instalasi rawat inap dengan melakukan rekrutmen partisipan dan menggunakan key informan untuk mendapatkan calon partisipan dengan variasi maksimal. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis tematik metode Collaizi. Pengambilan data dilakukan selama satu bulan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur secara online melalui aplikasi zoom. Penelitian ini didapatkan 10 (sepuluh) tema yaitu: 1) Rencana tindakan pemulangan pasien yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan meminimalkan cost; 2) Pelaksanaan perencanaan pulang di RS sangat penting, sudah baik, cukup baik dan tidak penting; 3) SOP pelaksanaan perencanaan pulang dilakukan sejak awal pasien dirawat dengan melakukan asuhan keperawatan dan penetapan estimasi pemulangan pasien; 4) Faktor-faktor yang memengaruhi perencanaan pulang adalah faktor personil dengan melakukan kolaborasi antar tenaga kesehatan dan faktor perjanjian dengan membuat rujukan dan penggunaan fasilitas kesehatan; 5) Peran dan tanggung jawab perencanaan pulang adalah tugas kepala ruangan dan katim; 6) Hal yang menyenangkan bagi perawat adalah reward dan pasien pulang sesuai target, yang kurang menyenangkan adalah keluarga tidak kooperatif dan pasien sering ditinggal sendiri; 7) Untuk mengedukasi keluarga butuh keyakinan perawat terhadap kompetensinya; 8) Motivasi Perawat dalam pelaksanaan perencanaan pulang agar bisa menjadi role model bagi teman sejawat dan meningkatkan mutu serta kualitas pelayanan asuhan keperawatan; 9) Hambatan perawat terkait perencanaan pulang yang sering terlewatkan karena tingginya mobilitas perawat dan tidak sempat menulis; dan 10) Kebutuhan perawat dalam meningkatkan pelayanan di RS terkait pelaksanaan perencanaan pulang yaitu manajemen melakukan monitoring evaluasi langsung, menjadikan sebagai salah satu indikator kinerja dan mengadakan pelatihan sesuai kebutuhan.

Discharge planning has become an important issue in the reform of the global health care system. Discharge planning is still a challenge in itself in health services. Therefore, health care providers play a very important role in improving sustainable nursing care, namely the process of planning for discharge planning. The purpose of this study is to explore in-depth about the experiences of nurses in implementing discharge planning. The design of this study uses qualitative research with a phenomenological approach. This study consisted of 12 participants who worked in inpatient installation rooms by recruiting participants and using key informants to obtain potential participants with maximum variation. Data analysis was performed using the Collaizi thematic analysis method. Data collection is carried out for one month using online semi-structured interviews through the zoom application. This study found 10 (ten) themes, namely: 1) discharge planning have a purpose to prevent recurrence and minimize costs; 2) Implementation of discharge planning at the hospital is very important and not important; 3) SOP for discharge planning implementation is carried out from the beginning of the patient being treated by providing nursing care and determining the patient's discharge estimate; 4) Factors affecting discharge planning are personnel factors by collaborating among health workers and agreement factors by making referrals and using health facilities; 5) The roles and responsibilities for return planning are the duties of the head of the room and the orphans; 6) something fun for nurses in carrying out discharge planning is the reward and the patient going home according to the target, what is less fun is that the family is not cooperative and the patient is often left alone; 7) To educate families, nurses need confidence in their competence; 8) Motivation of nurses in implementing discharge planning so that they can become role models for colleagues and improve the quality and quality of nursing care services; 9) Nurses' obstacles related to discharge planning which are often overlooked due to the high mobility of nurses and not having time to write; and 10) The need for nurses to improve services in hospitals related to the implementation of discharge planning, namely management to monitor direct evaluations, make it one of the performance indicators and provide training as needed."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Farhan Haidar
"Globalisasi, sebagai sebuah proses yang telah mengubah isu kesehatan menjadi masalah global, memicu perkembangan kajian tata kelola kesehatan global dalam Ilmu Hubungan Internasional. Karakter tata kelola kesehatan global yang multisektor dan multiaktor membuat kerja sama kesehatan tidak lagi eksklusif milik World Health Organization (WHO). Tulisan ini bertujuan untuk memetakan perkembangan literatur akademis mengenai peran WHO dalam dua dekade terakhir. Tulisan ini berusaha memahami bagaimana literatur menjelaskan dinamika peran WHO dalam menghadapi tantangan kesehatan baru di tengah perubahan lanskap tata kelola kesehatan global. Dengan menggunakan metode tipologi, tulisan ini mengidentifikasi dua fenomena: pertama, peran WHO dalam menghadapi krisis kesehatan global; dan kedua, posisi WHO di tengah institusi kesehatan global lain. Pada fenomena pertama, mayoritas literatur menilai power dan political willingness negara dalam mematuhi WHO, otoritas WHO yang terbatas, dan mekanisme pendanaan WHO menjadi faktor penyebab penurunan peran organisasi sejak revisi International Health Regulation (IHR) tahun 2005. Pada fenomena kedua, mayoritas literatur menilai legitimasi dan normative power WHO sebagai keunggulan yang menjadikan organisasi ini tetap relevan sebagai aktor kunci dan aktor utama dalam tata kelola dan kerja sama kesehatan global. Tulisan ini menyimpulkan bahwa dinamika peran WHO dalam tata kelola kesehatan global merupakan manifestasi adaptasi organisasi terhadap dinamika politik. Tulisan ini mengidentifikasi beberapa temuan dan celah dalam literatur. Pertama, literatur mengenai peran WHO didominasi oleh pendekatan principal-agent dan legal. Kedua, literatur memberikan perhatian besar pada topik krisis kesehatan global yang berupa penyakit menular, namun jarang membahas topik penyakit tidak menular serta program kesehatan penting lain. Ketiga, literatur yang ditulis dalam satu dekade terakhir fokus pada kritik bagi kegagalan organisasi. Keempat, aspek multisektor dan multiaktor dalam tata kelola kesehatan global masih belum dibahas secara mendalam. Kelima, tulisan akademis yang membahas peran WHO dalam menghadapi COVID-19 masih terbatas.

Globalization, as a process that turned health issues into global problems, has triggered the development of global health governance study in International Relations. The multi-sector and multi-actor characteristics of global health governance make health cooperation no longer exclusively owned by World Health Organization (WHO). This paper aims to map the development of academic literature on the role of WHO in the last 2 decades. This paper seeks to understand how the literature explains the role of WHO in dealing with emerging health challenges amidst the changing landscape of global health governance. Using the typology method, this paper identifies two phenomena: first, WHO's role in dealing with global health crises; and second, WHO's position among other global health institutions. Regarding the first phenomenon, the majority of literature focuses on the power and political willingness of member states in complying with WHO’s regulations and recommendations, limited WHO’s authority, and WHO’s funding mechanism as factors which lead to the declining role of WHO since the revision of International Health Regulation (IHR) in 2005. Regarding the second phenomenon, the majority of literature finds that the legitimacy and normative power of WHO are the advantages that make the organization remain relevant as the key and prime actor in global health governance and cooperation. This paper concludes that the dynamic role of WHO in global health governance is a manifestation of its adaptation to global political dynamics. This paper also identifies several findings and gaps in the literature. First, the literature on the role of WHO is dominated by principal-agent and legal approaches. Second, the literature pays great attention to health crisis issues in the form of communicable diseases, but rarely discusses non-communicable diseases and other critical health programmes. Third, the literature written in the last decade focuses on criticisms regarding WHO’s organizational failure. Fourth, the multi-sector and multi-actor aspects of global health governance have not yet been discussed in depth. Fifth, the academic writings discussing the role of WHO in facing COVID-19 are still limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Gurmeet
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kejadian penyakit jamur invasif saat ini sedang meningkat di seluruh dunia dalam 2 hingga 3 dekade terakhir. Kelompok pasien sakit kritis lebih rentan terhadap kejadian penyakit jamur invasif, dimana penyakit ini merupakan kejadian yang mengkhawatirkan pada pasien perawatan di Intensive Care Unit (ICU). Diagnosis dan terapi dini sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir lebih baik, yang disertai dengan penurunan morbiditas dan mortalitas.
Tujuan: Mengetahui faktor ? faktor yang memengaruhi kejadian penyakit jamur invasif dini pada pasien sakit kritis di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien sakit kritis yang dirawat di RSCM (Maret 2015 ? September 2015). Jumlah subjek pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah subjek terbanyak dari salah satu faktor yaitu 74 subjek. Pada hari perawatan ke-5-7, dilakukan pengambilan spesimen sesuai dengan standar operasional Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit (PPIRS). Analisis multivariat dengan metode regresi logistik dilakukan pada variabel faktor yang pada analisis bivariat memberikan hasil nilai ?p?<0.25.
Hasil: Dua ratus enam pasien diikutsertakan pada penelitian ini. Pada 74 subjek dengan penyakit jamur invasif, mayorits subjek laki-laki (52,7%), usia rerata 58 tahun (rentang 18 ? 79), rerata Skor Leon 3 (rentang skor 2 ? 5), populasi terbanyak pada kelompok non bedah atau non trauma (72,9%) dan rerata isolasi jamur positif pada hari ke- 5. Spesies jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah Kandida sp ( 92,2%). Kultur urin merupakan spesimen dengan isolat jamur terbanyak (70,1%). Angka mortalitas sebesar 50%. Pada analisis multivariat, diabetes mellitus (?p? 0,018, OR 2,078, IK 95% 1,135 ? 3,803) merupakan faktor independen terhadap kejadian penyakit jamur invasif dini pada pasien sakit kritis.

ABSTRACT
Background: The incidence of Invasive Fungal Disease (IFD) is increasing worldwide in the past 2 to 3 decades. Critically ill patients in Intensive Care Units (ICU) are more vulnerable to fungal infection. Early detection and treatment are important to decrease morbidity and mortality in critically ill patients.
Objective: Our study aimed to asses factors associated with early IFD in critically ill patients at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: Prospective cohort study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital in criticallyl ill patients, within March 2015 - September 2015. Total number of subject (74) in this study was drawn based on one of the risk factor (HIV). Specimen were collected on day 5 to 7 of hospitalization. Multivariate analysis with logistic regression were performed for factors with 'p' <0:25 in bivariate analysis.
Results: Two hundred and six patients were enrolled in this study. Seventy four subjects with IFD, majority were males (52.7%), mean age 58 years (range 18-79), mean Leon?s Scores 3 (score range 2-5), majority group non-surgical /non- trauma (72.9%) and mean fungal isolation positive on day 5th. Candida sp (92.2%) as the most isolated fungal. Urine culture yields the highest fungal isolates (70.1%). Mortality rate in this study was 50%. In multivariate analysis, diabetes mellitus ( ?p? 0,018, OR 2.078, 95% CI 1.135 to 3.803) was found as an independent factor associated with early IFD critically ill patients.
Conclusion: Diabetes mellitus is a significant factor for the incidence of early IFD in critically ill patients at Cipto Mangunkusumo Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Hermansyah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit infeksi paru menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, termasuk mikosis paru yang disebabkan oleh infeksi, kolonisasi jamur maupun reaksi hipersensitif terhadap jamur. Bronkoskopi sebagai alat diagnostik untuk melihat gambaran lesi endobronkial dan mengambil bahan klinis seperti bronchoalveolar lavage BAL dan bilasan bronkus. Pemeriksaan biakan jamur dari bahan klinis bronkoskopi dapat membantu penegakan diagnosis mikosis paru.Metode: Studi deskriptif potong lintang pada pasien bronkoskopi yang dilakukan pemeriksaan biakan jamur dari BAL dan bilasan bronkus. Jumlah sampel adalah total sampling sejak Januari 2016 sampai dengan Desember 2017. Penelitian dilakukan di SMF Paru RSUP Persahabatan.Hasil: Bahan klinis dari bronkoskopi pada penelitian ini berupa bilasan bronkus sebanyak 67 buah dan BAL sebanyak 21 buah. Dari bahan klinis didapatkan hasil biakan tumbuh jamur sebanyak 35 buah dan tidak tumbuh jamur sebanyak 53 buah.Jenis jamur yang tumbuh adalahCandida sp. dengan spesies terbanyak Candida albicans sebanyak 30 isolat, Candida parapsilosis sebanyak 3 isolat, serta spesies Candida glabratadanCandida tropicalis masing-masing sebanyak 1 isolat.Kesimpulan: Bahan bronkoskopi BAL dan bilasan bronkus dapat digunakan untuk pemeriksaan biakan jamur.Kata Kunci: biakan jamur, bronkoskopi, bronchoalveolar lavage, bilasan bronkus.
Background: ABSTRACT
Lung infection diseases become health main problem in Indonesia, including lung mycosis caused by infection, fungal colonization or hypersensitivity reaction against the fungal. Bronchoscopy is used as diagnostic tool to see endobronchial lesion and to gain clinical specimens such as bronchoalveolar lavage BAL and bronchial washing. Fungal culture from clinical specimen of bronchoscopy can help diagnosing lung mycosis.Method: Cross sectional descriptive study of bronchoscopy patients with fungal culture assay from BAL and bronchial washing. Total sample is total sampling from January 2016 to December 2017. The study is in Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Persahabatan Hospital, JakartaResult: Clinical specimens from bronchoscopy in this study are 67 samples of bronchial washing and 21 samples of BAL. There are positive fungal growth in 35 samples and no fungal growth in 53 samples.All growing fungal come from Candida sp. with most species come from Candida albicans 30 isolates, followed by Candida parapsilosis 3 isolates, Candida glabrata and Candida tropicalis each one 1 isolate.Conclusion: Bronchoscopy samples of BAL and bronchial washing can be used forfungal culture assay examination."
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prudence
"Ketahanan pangan merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan kelangsngan hidup manusia. Dengan meruaknya malnutrisi dan krisis pangan global, muncul kesadaran bahwa masalah pangan melewati domain negara dan membutuhkan koordinasi antarnegara dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh sebab itu, dibentuk tata kelola pangan global sebagai upaya transnasional untuk mencapai ketahanan pangan dunia. Menggunakan metode taksonomi, penulis meninjau 45 literatur mengenai tata kelola pangan global dalam empat bagian: 1) dinamika tata kelola pangan global, 2) aktor dalam tata kelola pangan global, 3) kontestasi norma dalam tata kelola pangan global, dan 4) kekuatan (power) dalam tata kelola pangan global. Berangkat dari tinjauan tersebut, penulis kemudian menganalisis konsensus dan perdebatan, persebaran dan kesenjangan, serta sintesis dari literatur akademik yang berada. Melalui analisis tersebut, penulis meraih empat penemuan. Pertama, dinamika tata kelola pangan global dapat dikaji dari segi historis dan paradigmatis, serta perkembangan dalam tata kelola pangan global dikatalisasi oleh krisis pangan global. Kedua, terjadi perluasan partipasi aktor dalam tata kelola pangan global. Ketiga, kontestasi norma dapat terjadi di berbagai tingkat aktor. Keempat, badan literatur kekuatan korporat (corporate power) mendominasi di pembahasan kekuatan dalam tata kelola pangan global. Penulis kemudian memaparkan celah dalam literatur yang dapat diisi melalui penelitian lebih lanjut serta rekomendasi praktis bagi formulasi kebijakan pangan di Indonesia.

Food security is central to the survival of human beings. With the ascendance of malnutrition and global food crises, emerged an awareness that food security goes beyond the domain of national boundaries and achieving it requires coordination between countries and other relevant stakeholders. Therefore, global food governance was formed as a transnational effort to achieve world food security. Utilizing a taxonomical classification, I review 45 pieces of academic literatures on global food governance in four parts: 1) dynamics of global food governance, 2) actors in global food governance, 3) norms contestation in global food governance, and 4) power in global food governance. I then analyze the consensus and debates found in the literature, literary distribution and research gaps, and a concluding synthesis of the literature. Through this analysis, I uncover four key findings. First, the dynamics of global food governance can be perused from a historical and paradigmatic standpoint. I then cover how developments in global food governance are catalyzed by global food crises. Second, actors’ participation in global food governance is expanding. Third, norms contestation occur between actors from different levels. Fourth, works on corporate power dominate the literature of power in global food governance. I proceed to argue on the literature gaps that could be filled through further research moving forward and practical recommendations to assist formulation of food policies in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ginindha Izzati Sabila
"Latar Belakang: Insidensi infeksi jamur oportunistik yang disebabkan oleh Candida krusei terus meningkat. Di sisi lain, beberapa penelitian melaporkan adanya penurunan sensitivitas C. krusei terhadap caspofungin, vorikonazol, Amfoterisin B, flusitosin, dan ketokonazol. Selain itu, pilihan obat untuk infeksi Candida krusei menimbulkan berbagai efek samping. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan alternatif yang lebih efektif dan aman, salah satunya adalah daun Polyscias scutellaria. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas daun Polyscias scutellaria terhadap Candida krusei in vitro. etode: Penelitian eksperimental ini untuk menguji efektivitas daun Polyscias scutellaria terhadap Candida krusei in vitro dengan menggunakan metode difusi cakram dan dilusi. Konsentrasi daun Polyscias scutellaria yang digunakan adalah 800 mg/mL, 1600 mg/mL, 3200 mg/mL, 6400 mg/mL, dan 12800 mg/mL. Hasil: Ekstrak daun Polyscias scutellaria memiliki aktivitas fungistatik terhadap Candida krusei dengan nilai KHM 12800 μg/mL. Diskusi: Daun Polyscias scutellaria berpotensi sebagai antifungi terhadap Candida krusei. Pembacaan hasil setelah 24 dan 48 jam inkubasi dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya untuk memberikan hasil yang lebih optimal.

Background: The incidence of opportunistic fungal infection caused by Candida krusei has been increased. On the other hand, several researches had been reported the decrease sensitivity of Candida krusei to caspofungin, voriconazole, Amphotericin B, flucytosine, and ketoconazole. Moreover, drug of choice for Candida krusei infection cause various side effects. Therefore, it be required the alternative therapy that is more effective and safer, one of which is Polyscias scutellaria leaf. Objective: This research was done to determine the effectiveness of Polyscias scutellaria leaf to Candida krusei in vitro. Methods: This experimental study is to test the effectiveness of Polyscias scutellaria leaf against Candida krusei in vitro using disc diffusion method and dilution method. The extract concentrations of Polyscias scutellaria leaf that be used are 800 mg/mL, 1600 mg/mL, 3200 mg/mL, 6400 mg/mL, and 12800 mg/mL. Results: Polyscias scutellaria leaf extract has fungistatic activity to Candida krusei with MIC value is 12800 μg/mL. Discussion: Polyscias scutellaria leaf extract is potent as antifungal against C. krusei. The reading time after 24 and 48 hours incubation can be considered in the next research to provide more optimal results."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Florida Kalumpiu
"

Kriptokokosis adalah infeki jamur yang disebabkan olehCryptococcus. Manifestasi klinis utama pada pasien terinfeksi HIV adalah kriptokokosis meningeal.  Angka kematian masih tinggi, walaupun pasien telah mendapatkan obat anti-retroviral (ARV). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi, profil klinis-mikologis dan prediktor yang mempengaruhi luaran klinis. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan menelusuri rekam medik pasien RSCM yang bahan kliniknya diperiksa di Departemen Parasitologi FKUI pada Januari 2013 – Oktober  2018. Prevalensi kriptokokosis meningeal pada 161 pasien HIV yang diteliti adalah 24,2% (39 pasien). Pemeriksaan cairan otak  dengan tinta india menunjukan hasil positif pada 47 dari 50 pasien (94%). Pemeriksaan lateral flow assay(LFA) menunjukkan hasil positif pada 27 dari 28 pasien (96,4%) dan biakan pada 29 dari 30 pasien (96,7%). Profil klinis pada 46 pasien yang diteliti menunjukkan gejala klinis terbanyak  sakit kepala (93,5%), diikuti demam (65,2%), muntah (65,2%) dan penurunan berat badan (47,8%). Pencitraan otak pada 38 pasien, menunjukkan hasil normal pada 20 pasien (52,6%), lesi fokal pada 5 pasien dan penyangatan meningen pada 5 pasien (13,1%). Analisis statistik menunjukkan  pemeriksaaan fisis tekanan darah >130/90 mmHg, kaku kuduk dan papiledema didapatkan berhubungan dengan kematian (p<0,05). Dari 46 pasien setelah keluar dari RSCM, luaran hidup ditemukan sebanyak 21 orang (45,7%). Pada tindak lanjut 20 pasien setelah enam bulan keluar RSCM, luaran hidup ditemukan pada 13 orang (65%). Prediktor yang berhubungan dengan luaran klinis mati pada penelitian ini adalah penurunan berat badan, status HIV baru dan papiledema (p<0,05). 


Cryptococcosis is a fungal infection caused by Cryptococcus. The main clinical manifestation in HIV-infected patients is meningeal cryptococcosis. The mortality rate is still high, despite the use of anti-retroviral drugs (ARVs). The purpose of this study was to determine the prevalence, clinical-mycological profile and predictors for clinical outcomes. This study was retrospective, the data was retrieved  from medical records at Cipto Mangunkusumo hospitalwhose clinical materials were examined in the Parasitology Department faculty of medicine University of Indonesia in January 2013 - October 2018. The prevalence of meningeal cryptococcosis in 161 HIV patients studied was 24.2% (39 patients). Examination of brain fluids with Indian ink showed positive results in 47 of  50 patients (94%). Lateral flow assay (LFA) positive in 27 of 28 patients (96.4%) and from culture the result was positive in 29 out of 30 (96,7%). The clinical profile in 46 patients studied showed the most clinical symptoms is headache (93.5%), followed by fever (65.2%), vomiting (65.2%) and weight loss (47.8%). Brain imaging in 38 patients showed normal results in 20 patients (52.6%), focal lesions in 5 patients and meningeal enhancement in 5 patients (13.1%). Physical examination of blood pressure >130/90 mmHg, neck stiffness and papilledema was found to be associated with death (p<0.05). Of the 46 patients after leaving the Cipto Mangunkusumo hospital, live outcomes were found in 21 patients (45.7%). Live outcomes at follow-up of 20 patients after six months out of the Cipto Mangunkusumo hospitalwere found in 13 patients (65%). Predictors related to dead clinical outcomes in this study were weight loss, new HIV status and papilledema (p <0.05).

"
2018
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Gurmeet
"Insidens penyakit jamur invasif semakin meningkat di seluruh dunia dalam 2-3 dekade terakhir. Penyakit ini perlu mendapat perhatian, khususnya pada pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena kelompok tersebut lebih rentan. Diagnosis dan terapi dini sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih baik, ditandai dengan penurunan angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan: Mengetahui profil pasien sakit kritis akibat penyakit jamur invasif yang didiagnosis secara dini,
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien sakit kritis yang dirawat di RSCM selama periode Maret 2015-September 2015. Jumlah subjek pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah subjek terbanyak dari salah satu faktor (HIV), yaitu 74 subjek. Pada perawatan hari ke-5 hingga 7, dilakukan pengambilan spesimen sesuai dengan standar operasional Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).
Hasil: Sejumlah 206 pasien diikutsertakan pada penelitian ini. Pada 74 subjek dengan penyakit jamur invasif, mayoritas subjek adalah laki-laki (52,7%), usia rerata 58 tahun (rentang 18-79), rerata skor Leon 3 (rentang skor 2-5), subjek terbanyak pada kelompok non-bedah atau non-trauma (72,9&), dengan rerata isolasi jamur positif pada hari ke-5. Spesies jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah spesies Kandida (92,2%). Kultur urin merupakan spesimen dengan isolat jamur terbanyak (70,1%) dengan angka mortalitas sebesar 50%.
Kesimpulan: Kejadian penyakit jamur invasif yang didiagnosis secara dini banyak didapatkan pada pasien sakit kritis dengan angka mortalitas yang tinggi."
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut global competitiveness report 2007 - 08 yang beleum lama dipublikasikan oleh world economic forum (http://www.gcr,weforum.org) iIndonesia menempati urutan ke 54 dari 131 negara yang dinilai dalam indeks dayasaing global/IDG (Global competitiveness index/GCI) 2007-08..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>