Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204365 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Javano Sultan Mastoni
"Dalam tulisan ini, saya mendeskripsikan bagaimana laki-laki dewasa di dalam keluarga intinya mengambil keputusan untuk menjadi seorang bapak rumah tangga yang dalam realitanya berlawanan dari peran gender ideal masyarakat Jakarta serta pengaruhnya terhadap maskulinitas hegemoni yang berlaku di Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara jarak jauh menggunakan gawai terhadap lima bapak rumah tangga, dua pasangannya, dan enam masyarakat umum di Jakarta. Menggunakan konsep doing dan undoing gender saya berusaha menjelaskan bagaimana mereka menjadi seorang bapak rumah tangga dan menggunakan konsep hegemonic masculinity untuk menjelaskan posisi unik mereka yang secara bersamaan menegaskan maskulinitas tradisional dan memunculkan cara baru untuk menjadi laki-laki. Hasil temuan penelitian ini adalah pengaruh signifikan peristiwa pendorong yang sangat berkaitan dengan keadaan ekonomi dalam merasionalisasikan peran bapak rumah tangga yang dijalankan oleh laki-laki. Dari peristiwa pendorong ini muncul praktik-praktik baru untuk menjadi laki-laki yang dimungkinkan oleh pembatalan gender pada praktik tugas domestik. Hal ini tidak sepenuhnya bertentangan dari maskulinitas hegemoni tapi saling berkelindan sehingga menciptakan maskulinitas lokal unik yang tetap mengacu pada maskulinitas hegemoni bapak di tingkatan regional sebagai kerangka budaya. Para bapak rumah tangga menempati posisi yang unik, melakukan gender dengan menegaskan maskulinitasnya dan membatalkan gender dengan membingkai ulang maskulinitasnya

In this paper, I describe how the adult male in his nuclear family decides to become a stay-athome dad, which in reality is contrary to the ideal gender role of the people of Jakarta and its influence on the hegemonic masculinity that prevails in Jakarta. This research was conducted through long-distance interviews using mobile devices with five stay-at-home dads, two spouses, and six extra informants in Jakarta. Using the concepts of doing and undoing gender I try to explain how they become stay-at-home dads and use the concept of hegemonic masculinity to explain their unique position which simultaneously affirms traditional masculinity and gives rise to new ways of being male. The findings of this study are the significant influence of driving events that are closely related to economic conditions in rationalizing the role of housewives carried out by men. From this driving event emerged new practices for being men made possible by the undoing gender in the practice of domestic labor. This is not completely contrary to hegemonic masculinity but is intertwined to create unique local masculinity that still refers to the father hegemonic masculinity at the regional level as a cultural framework. Stay-at-home dads occupy a unique position, doing gender by affirming their masculinity and canceling gender by reframing their masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariana Ratnasari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang fenomena soushoku danshi sebagai representasi perlawanan terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Dalam penelitian ini penulis mengkaji fenomena soushoku danshi dari sudut pandang posfeminisme, khususnya melalui teori gender performativity Judith Butler. Masalah yang dibahas yaitu bentuk perlawanan soushoku danshi terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Tujuan penelitian ini untuk mewujudkan wacana yang berimbang mengenai fenomena soushoku danshi dan mengidentifikasi perlawanan soushoku danshi terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis dengan teknik pengambilan data studi kepustakaan. Melalui teori gender performativity Judith Butler dapat disimpulkan bahwa fenomena soushoku danshi merupakan representasi perlawanan terhadap konsep maskulinitas di Jepang.

ABSTRACT
This thesis discusses soushoku danshi phenomenon in Japan as resistance against hegemonic masculinity concept in Japan. This thesis examines soushoku danshi phenomenon from post feminism point of view, specifically through Judith Butler 39 s regarding gender performativity. Issue that explained is the soushoku danshi 39 s resistance forms against hegemonic masculinity concept in Japan. The purpose of this research is to make a balanced discourse regarding soushoku danshi and identifies soushoku danshi 39 s resistance forms. The method used in this research is analytic descriptive along with literature review. Through gender performativity theory, it can be concluded that soushoku danshi phenomenon is representation of resistance against hegemonic masculinity concept in Japan. "
2017
S68728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Endramari
"Selain sebagai hiburan, film juga beperan sebagai media yang merepresentasikan dan menyebarkan ideologi. Penelitian ini akan fokus membahas Hacksaw Ridge (2016) sebagai representasi film aksi peperang Hollywood yang menawarkan penggambaran baru maskulinitas hegemoni, khususnya pada lingkungan militer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode strukturalis, khususnya teori semiotika Barthes, analisis karakterisasi berdasarkan teori Boggs dan Petrie, serta studi pustaka lebih lanjut terkait maskulinitas hegemoni. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan (1) bagaimana film Hacksaw Ridge memanfaatkan beberapa aspek sinematik, seperti teknik pengambilan gambar dan pemilihan aktor, untuk menggambarkan maskulinitas hegemoni dan (2) bagaimana karakter utama film, Desmond Doss, memberikan perspektif baru terhadap apa yang dianggap maskulin.

Other than a part of entertainment, a movie is also a suitable medium to represent and disperse ideology. This research will focus on highlighting Hacksaw Ridge (2016) as a representation of a war movie that offers a fresh portrayal of hegemonic military masculinity. The methods used will be the structuralist approach, specifically Barthes’s theory of semiotics, characterization analysis based on Boggs and Petrie, and further library research related to hegemonic masculinity. This research is expected to make a point on (1) how the movie uses several cinematic aspects, including camera work and choice of actors or casting, to portray hegemonic masculinity and (2) how the main character, Desmond Doss, gives a new perspective on what is considered masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hulya Amina Putri
"Artikel ini membahas bagaimana laki-laki menggunakan makeup dan membuat video tutorial makeup di YouTube seperti Jeffree Star dan Patrikstarrr yang menentang konsep maskulinitas tradisional dengan menggunakan makeup. Dalam studi kasus ini, media sosial, yaitu YouTube, tidak hanya berperan sebagai media ekspresi diri, namun juga sebagai media untuk memperoleh persamaan hak. Analisis Alvarez mengenai maskulinitas digunakan sebagai kerangka dalam studi ini. Dengan menggunakan analisis teks, dapat ditampilkan bahwa laki-laki yang menggunakan makeup cenderung dimarginalisasi oleh laki-laki yang berada dalam grup dominan di dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki dimana mereka diharapkan untuk menerapkan ciri-ciri yang secara stereotipikal merepresentasikan laki-laki, seperti memiliki tubuh yang berotot dan menekan emosi yang dirasakan. Selanjutnya, artikel ini tidak hanya membahas tujuan laki-laki tersebut untuk menentang hegemoni maskulinitas dan mendapatkan persamaan hak, melainkan mereka juga memperkuat standar kecantikan bagi perempuan dengan menampilkan cara tertentu dalam mengaplikasikan makeup. Oleh karena itu, artikel ini memberikan kontribusi dalam pengetahuan mengenai laki-laki yang mengaplikasikan karakter feminin dan penggunaan media sosial yang memberikan pengaruh lebih lanjut dalam studi mengenai gender, jenis kelamin, dan identitas.

This article investigates how men who wear and do makeup tutorial videos on YouTube like Jeffree Star and Patrickstarrr challenge the traditional concept of masculinity by wearing makeup. In the chosen case studies, social media, in this case YouTube, does not only work as a media of expression, but also as a tool to seek equality. Alvarez rsquo s analysis about masculinities is used as the framework of this study. By using textual analysis, it is shown that men who wear makeup are more likely to be marginalized by the dominant group of men in patriarchal society where men are expected to perform the traits that stereotypically represent masculinity, such as having muscular bodies and oppressing emotions. Furthermore, this article does not only discover the purpose of these men to challenge hegemonic masculinity and seek equality, this also finds that they reinforce beauty standards on women by showing the way they put on makeup. Thus, this study contributes to the knowledge about men who perform feminine traits and the use of social media which give further impacts in the study of gender, sex, and identity."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Sekarayu
"Isu gender merupakan salah satu isu sosial yang masih sering menjadi diskursus dalam masyarakat Jerman. Salah satu subtema dari isu gender yang masih terus menjadi diskursus dalam masyarakat Jerman adalah perihal maskulinitas laki-laki sejak lama. Beberapa produk media membentuk konstruksi maskulinitas dalam masyarakat  Jerman, salah satunya lagu. Beberapa lagu yang mengusung tema maskulinitas laki-laki di antaranya adalah lagu Männer (1984) oleh Herbert Grönemeyer dan Nicht die Musik (2019) oleh Kummer. Untuk melihat konstruksi maskulinitas di Jerman pada tahun 1980-an dan di masa Jerman kontemporer, penulis membandingkan kedua lagu tersebut menggunakan metode analisis tekstual dengan metode semantik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi maskulinitas pada kedua lagu tersebut disajikan dalam berbagai bentuk stereotipe, berdasarkan teori maskulinitas hegemonik oleh R.W. Connell (2005). Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa konstruksi maskulinitas yang disajikan dalam kedua lagu tersebut tidak bersifat tunggal, tidak tetap, dan disajikan secara kontekstual.

Gender issue is one of the social issues which are still a topic of discourse in German society. One of the subthemes of gender issue that continues to be discussed in German society is the longstanding issue of male masculinity. Some media products shape the construction of masculinity in German society, including songs. Some songs that carry the theme of male masculinity are Männer (1984) by Herbert Grönemeyer and Nicht die Musik (2019) by Kummer. To look at the construction of masculinity in Germany in the 1980s and in contemporary Germany, the author compares the two songs using the textual analysis method with the semantic method. The results show that the construction of masculinity in both songs is presented in various forms of stereotypes, based on the theory of hegemonic masculinity by R.W. Connell (2005). This research also shows that the construction of masculinity presented in both songs is not singular, not fixed, and presented contextually."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Rayhana
"Stereotip gender dalam pembagian rubrik liputan merupakan salah satu diskriminasi terhadap jurnalis perempuan. Tulisan ini meninjau penelitian “Sustaining the ‘Pink Ghetto’? The identity negotiations of Chinese women journalists in the field of digital journalism”, “Perempuan, Media, dan Profesi Jurnalis”, serta “The Gender of ‘soft’ and ‘hard’ news: Female journalists' views on gendered story allocations” untuk melihat pengalaman jurnalis perempuan dalam ruang redaksi menggunakan model struktur gender sebagai praktik sosial dan konsep hegemoni maskulinitas. Terdapat struktur gender dalam bentuk relasi produksi, relasi kuasa, dan relasi emosional yang mendukung keberlanjutan hegemoni maskulinitas dalam perusahaan media. Pembagian rubrik liputan didasari stereotip peran gender, stereotip sifat maskulin-feminin, hingga dominasi laki-laki di media.

Gender stereotypes in media desk allocations is a form of discrimination against women journalists. This research paper reviews the past studies “Sustaining the ‘Pink Ghetto’? The identity negotiations of Chinese women journalists in the field of digital journalism”, “Perempuan, Media, dan Profesi Jurnalis”, and “The Gender of ‘soft’ and ‘hard’ news: Female journalists' views on gendered story allocations” to look at the experiences of women journalists in the newsroom using the model of gender as a structure of social practices and the concept of hegemonic masculinity. Gender structure is present in the form of labor relations, power relations, and emotional relations which allow the persistence of hegemonic masculinity in media organizations. Desk allocations are based on gender role stereotypes, masculine-feminine traits stereotypes, to men’s domination in media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ummanabiegh Ismail Jalla
"Penelitian ini mencoba mengartikulasikan bagaimana individu Transgender nonbiner mengoperasikan identitas gender mereka dari cisgender menjadi Trans nonbiner melalui praktik doing/undoing gender. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis dengan pendekatan naratif serta analisis visual. Teori yang digunakan antara lain adalah teori Performativitas oleh Judith Butler, Pluralisme Gender oleh Surya Monro dan Michael G. Peletz, dan teori-teori mengenai pembentukan makna. Penelitian ini menelusuri pengalaman hidup lima orang Trans nonbiner yang tinggal di Jakarta dan Yogyakarta terkait eksplorasi gender mereka. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu Trans nonbiner terus menerus melakukan praktik doing/undoing gender. Proses doing/undoing gender yang dilakukan mempengaruhi praktik ketubuhan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kelima informan menyatakan bahwa proses doing/undoing yang mereka lakukan diawali dengan ketidaknyamanan terhadap diri dan tubuh mereka sendiri dan terus menerus dilakukan dengan bantuan euforia, disforia, dan sistem pendukung yang kuat. Kelima informan menyatakan bahwa identitas Trans nonbiner merupakan bentuk pembebasan dari penindasan eksternal maupun internal untuk menuju penghayatan diri mereka yang sejati di luar batasan-batasan yang ditetapkan kerangka seks/gender biner.

This research tries to articulate how Transgender non-binary individuals operate their gender identity from cisgender to Trans non-binary through the practice of doing/undoing gender. This research uses a qualitative phenomenological method with a narrative approach and visual analysis. The theories used include Performativity theory by Judith Butler, Gender Pluralism by Surya Monro and Michael G. Peletz, and theories on meaning-making. This research explores the life experiences of five Trans non-binary people living in Jakarta and Yogyakarta regarding their gender exploration. Based on the analysis, this research found that Trans non-binary individuals practice doing/undoing gender continuously and repeatedly. The process of doing/undoing gender determines their bodily practices carried out in daily life. The five informants stated that the doing/undoing process they carried out began with discomfort within themselves and their own bodies and was assisted by gender euphoria, gender dysphoria, and a strong support system. The five informants stated that Trans non-binary identity is a liberation from external and internal oppression to move towards truer forms of selves outside the boundaries set by the binary sex/gender framework."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winner Se Naufallaksono
"ABSTRAK
Tulisan ini akan meneliti sifat-sifat maskulin yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh laki-laki di dalam novel Tschick ndash; in einfacher Sprache karya Wolfgang Herrndorf. Terdapat tiga tokoh yang akan dianalisa, yaitu Maik, Tschick, dan ayahnya Maik. Ketiga tokoh tersebut akan dianalisa sifat-sifat maskulin mereka yang paling menonjol melalui kajian gender dan seperti apa keterkaitannya dengan gaya hidup masyarakat urban. Lebih jauh lagi, tulisan ini akan meninjau apakah gender tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan konstruksi gender yang ada di dalam masyarakat dan bagaimana peran gender masing-masing tokoh mendapat pengaruh dari anggota keluarga dan teman sebaya yang direpresentasikan dalam novel ini. Orang tua dan teman sebaya memiliki peran penting dalam proses pembentukan gender seorang remaja yang sedang dalam masa transisi. Hal ini yang akan menjadi unsur utama pembahasan dalam tulisan ini.

ABSTRACT
This paper will examine the masculine traits that represent through male characters in novel by Wolfgang Herrndorf, Tschick in einfacher Sprache. There are three characters that will be analyzed, they are Maik, Tschick, and Maik 39 s father. Those three characters will be analyzed through their most prominent masculine traits within gender studies and what are their correlations within urban lifestyle. Furthermore, this paper will examine whether the gender of those characters fit in the existing gender constructions within the community and how the gender roles of each character are influenced by the family members and peers that represent in this novel. Parents and peers does have an important role in the gender forming process of a teenager in transition. These will be the main point of the discussion in this paper."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Sekar Setianing Gusti
"Maskulinitas subordinat merupakan salah satu bentuk maskulinitas yang belum banyak direpresentasikan di media. Dengan pemahaman masyarakat yang masih terbatas pada bentuk maskulinitas hegemonik, yakni laki-laki yang kuat, mandiri, dan dominan, bentuk maskulinitas subordinat masih sering mengalami diskriminasi dalam mengekspresikan identitas mereka. Pada industri K-Pop, Tomorrow by Together (TXT) merupakan salah satu grup K-Pop laki-laki yang sering menyuarakan isu stereotip dan norma gender, salah satunya melalui fesyen yang mereka kenakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi subordinate masculinity, terutama dalam bentuk androgynous fashion yang ditampilkan anggota TXT pada acara red carpet Mnet Asia Music Award (MAMA) 2022. Terdapat beberapa konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain representasi media, maskulinitas subordinat, dan TXT sebagai grup K-Pop yang akan dianalisis. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotika oleh Roland Barthes untuk membahas penanda (signifier) dan petanda (signified) yang ada pada fashion TXT serta menggali sistem makna denotatif dan konotatif di baliknya. Hasilnya, ditemukan bahwa TXT berhasil merepresentasikan fesyen androgini melalui koleksi pakaian yang mereka kenakan dan memperoleh reaksi positif dari banyak pihak. Sebagai artis muda, TXT berhasil membangun branding sebagai sebuah grup yang merepresentasikan isu sosial melalui fesyen mereka.

Subordinate masculinity is one form of masculinity that has yet to be widely represented in the media. With society's understanding still limited to hegemonic forms of masculinity, such as strong, independent, and dominant men, men with subordinate masculinity still often experience discrimination in expressing their identity. In the K-Pop industry, Tomorrow by Together (TXT) is one of the male K-Pop groups that often voices issues of stereotypes and gender norms, one of which is through the fashion they wear. This study aims to analyze the representation of subordinate masculinity, especially in the androgynous fashion displayed by TXT members at the 2022 Mnet Asia Music Award (MAMA) red carpet event. This research will use several concepts, including media representation, subordinate masculinity, and TXT as a K-Pop group that will be analyzed. The research was conducted using Roland Barthes' semiotic analysis method to discuss the signifier and signified in TXT's fashion and explore the denotative and connotative meaning systems behind it. As a result, this research found that TXT successfully represented androgynous fashion through the Burberry Menswear Collection they wore at the event and received positive reactions from many people. As a young artist, TXT managed to build branding as a group representing social issues through their fashion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haiqa Albitya
"Penelitian ini dilakukan untuk menelaah bagaimana representasi maskulinitas alternatif di tampilkan pada tokoh Yuzuki Hayato dalam anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai serta bagaimana tanggapan masyarakat Jepang dalam anime merespons maskulinitasnya yang tidak sejalan dengan pandangan tradisional masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hegemonic masculinity milik Raewyn Connell. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis film dengan menganalisis narasi, dialog, penokohan, dan elemen visual. Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa tokoh Yuzuki Hayato menampilkan bentuk maskulinitas yang tidak sejalan dengan maskulinitas tradisional Jepang, yaitu sosok pria yang aktif berurusan dalam ranah domestik dan mengurus anak. Tema laki-laki yang memiliki maskulinitas alternatif pun kini banyak diangkat oleh beberapa judul anime untuk menayangkan bentuk maskulinitas yang tidak kaku. Gambaran respon masyarakat sekitar terhadap maskulinitas Hayato ditanggapi secara positif dan negatif. Melalui respon tersebut, menandakan bahwa potret maskulinitas Yuzuki Hayato menggoncang sekaligus mengukuhkan norma tradisional yang berlaku.

This study aims to examine the representation of alternative masculinity on Yuzuki Hayato from the anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai and how the Japanese society in the anime responds to his masculinity. The theory used in this study is Raewyn Connell’s hegemonic masculinity theory with film analysis method by analyzing narration, dialogue, characterization, and visual element. Based on the analysis, it is found that Yuzuki Hayato displays a form of masculinity that doesn’t align with traditional Japanese masculinity, namely a man who actively deals in the domestic sphere and takes care of children. This theme of anime also seems to be picked up by several anime titles to showcase other forms of alternative masculinities. The response towards Hayato’s masculinity from the people around him are both positive and negative. Suggests that Yuzuki Hayato’s potrayal of masculinity not only challenges, but also reinforces the prevailing of traditional norms."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>