Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suha Azka Sabila
"Perubahan metode pembelajaran saat pandemi COVID-19 memunculkan berbagai tantangan bagi mahasiswa, termasuk mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) yang tuntutan belajarnya berbeda dari mahasiswa pada umumnya. Hal ini dapat memicu terjadinya academic burnout, yaitu mahasiswa merasa kelelahan akibat tuntutan belajar, memiliki sikap sinis dan tidak peduli terhadap pembelajaran, serta merasa tidak kompeten sebagai mahasiswa (Schaufeli et al., 2002). Salah satu faktor yang dapat melindungi mahasiswa dari academic burnout adalah trait emotional intelligence (EI), atau sekumpulan kecenderungan perilaku dan persepsi individu terhadap kemampuannya dalam mengenali, memproses, dan memanfaatkan informasi terkait emosi (Petrides et al., 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran trait EI terhadap academic burnout mahasiswa RIK perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia selama pembelajaran daring di masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan alat ukur Maslach Burnout Inventory-Student Survey dan Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form, hasil penelitian menunjukkan bahwa trait EI berperan secara signifikan dalam memprediksi academic burnout, (n=219; R2=.22, p<.05). Dengan kata lain, trait EI berkontribusi sebesar 22% terhadap academic burnout. Hasil ini mengindikasikan bahwa trait EI merupakan faktor penting dalam mencegah academic burnout sehingga trait EI dapat dipertimbangan dalam program prevensi dan intervensi academic burnout mahasiswa.

Changes in learning methods during the COVID-19 pandemic created various challenges for students, including Health Science Cluster (HSC) students whose academic demands are different from students in general. This could trigger academic burnout, which refers to feeling of exhaustion due to study demands, having a cynical and detached attitude toward one’s study, and feeling incompetent as a student. One of the factors that could protect students from academic burnout is trait emotional intelligence (EI), which refers to a constellation of behavioral dispositions and self-perceived abilities to recognize, process, and utilize emotion-ladden information (Petrides et al., 2004). Thus, this study aims to determine the role of trait EI on academic burnout in HSC students at public universities in Indonesia during online learning in the COVID-19 pandemic. Using the Maslach Burnout Inventory-Student Survey and Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form, the result showed that trait EI have a significant role in predicting academic burnout, (n=219; R2=.22, p<.05). In other words, trait EI accounted for 22% of academic burnout. This indicates that trait EI is an important factor in preventing academic burnout, therefore trait EI can be considered in academic burnout’s prevention and intervention program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfah
"Work from home dan online learning akibat pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan perilaku pengasuhan orang tua kepada anak. Pola asuh yang tepat melalui penerapan perilaku yang baik dapat menstimulasi perkembangan emosional anak. Namun, perkembangan emosional anak berisiko bermasalah apabila penggunaan pola asuh tidak tepat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan emosional anak prasekolah pada masa pandemi COVID-19. Penelitian berdesain cross sectional ini melibatkan 186 orang tua dari anak prasekolah di PAUD/TK/RA di Jakarta yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) dan Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional (ASQ:SE)–2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan emosional anak prasekolah (p = 0,002; OR = 3,903). Anak prasekolah yang diasuh oleh orang tua dengan pola asuh otoritatif 3 kali memiliki perkembangan emosional yang tinggi dibanding diasuh orang tua dengan pola asuh permisif. Peneliti merekomendasikan adanya penyampaian hasil pola asuh oleh perawat komunitas atau pengembangan media edukasi oleh mahasiswa keperawatan atau pihak sekolah dalam promosi kesehatan. Selain itu, orang tua diharapkan lebih memperhatikan, mengawasi, dan mengantisipasi perilaku anak yang tidak sesuai dari perkembangan emosionalnya.

Work from home and online learning due to the COVID-19 pandemic has caused changes in parenting behavior for children. Appropriate parenting through good behavior can stimulate children's emotional development. However, the emotional development of children is at risk of problems if the use of parenting is not appropriate. This study aims to identify the relationship between parenting styles and the emotional development of preschool children during the COVID-19 pandemic. This cross-sectional design study involved 186 parents of preschool children in several PAUD/TK/RA in Jakarta who were selected using the purposive sampling technique. The instruments used are the Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) and the Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional (ASQ:SE)–2. The results showed has a relationship between parenting styles and children's emotional development (p = 0.002; OR = 3,903). Preschool children who are cared for by parents with authoritative parenting have three times higher emotional development than those raised by parents with permissive parenting. Researchers recommend the delivery of the results of parenting by community nurses or the development of educational media by nursing students or schools in health promotion. In addition, parents can expectedly pay more attention, supervise, and anticipate children's inappropriate behavior from their emotional development."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Yohana M.P.
"Perusahaan dan manajemen perlu mempersiapkan diri dalam penyambutan pekerja generasi Z yang sudah mulai memasuki dunia kerja. Perlu untuk memahami perilaku dan karakteristik generasi Z yang belum diketahui dalam menunjang kesuksesan karir generasi Z. Di samping itu generasi Z ini mengantongi banyak sekali tantangan ke depannya, salah satunya isu Mental Health. Namun masih sedikit penelitian terkait isu tersebut pada pekerja generasi Z di Indonesia dan masih belum dipahami dengan jelas (not well understood). Berdasarkan hal tersebut penulisan ini menetapkan tujuan penelitian ingin mengeksplorasi mengapa para pekerja generasi Z di Indonesia mengalami Emotional Exhaustion dan Burnout di tempat kerja. Penelitian ini melibatkan langsung partisipasi dari pekerja yang masuk ke dalam kelompok generasi Z (tahun lahir 1995-2010) bekerja pada perusahaan Swasta dan BUMN. Data dikumpulkan dari in-depth-interview melibatkan 13 responden. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif melalui proses coding secara manual. Dari hasil penelitian, dijelaskan bahwa pekerja generasi Z ini mengalami emotional exhaustion dan burnout karena job related. Beberapa faktor seperti ekspektasi mereka yang tidak terpenuhi, beban kerja, work environment hingga gaya kepemimpinan di tempat kerja berdampak pada mental health pekerja generasi Z.

Companies and management need to prepare for the entry of z generation into the work force. It is necessary to understand unknown behavior and characteristics of Z generation in supporting their success career. In addition, Z generation will face so many challenges in the future, including mental health issues. However, there is still a few research on the issue of Z generation workers in Indonesia and it is still not well understood. According to that, the goal of this research is to explore why is the Z generation workers in Indonesia experiencing the Emotional Exhaustion and Burnout at workplace. This research directly involves the participation of Z generation workers group (born in 1995-2010) which are working on private companies and BUMN. The data is collected from in-depth-interview involving 13 respondents and the analysis is done by using qualitative methods through manual coding. From this research, we can conclude that Z generation workers are suffered the emotional exhaustion and burnout because of job related. Some factors such as their unfulfilled expectations, workloads, work environment, and also leadership styles are influencing Z generation workers' mental health."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thoqui Rafael Gratiano
"Penelitian ini bertujuan untuk mengenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap resiliensi akademik mahasiswa baru angkatan 2020 yang harus bertransisi ke kehidupan perkuliahan secara daring akibat pandemi COVID-19. Hasil analisis statistik menggunakan teknik regresi berganda dengan sampel sejumlah 322 mahasiswa (Musia = 18,09, 72,98% perempuan) menunjukkan bahwa dua faktor, yaitu kesiapan belajar daring dan kemampuan metakognitif, memprediksi sekitar 47% varians dari resiliensi akademik. Dengan demikian, agar mahasiswa baru dapat beradaptasi dengan situasi perkuliahan di tengah pandemi, mereka membutuhkan kesiapan untuk belajar daring dan kemampuan metakognitif. Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa institusi pendidikan perlu mempertimbangkan kesiapan siswanya ketika memutuskan untuk mengubah pembelajaran menjadi daring sebagai upaya untuk mengatasi disrupsi pendidikan akibat situasi krisis seperti pandemi COVID-19. Intervensi yang menyasar kesiapan belajar daring dan kemampuan metakognitif juga dapat dilakukan untuk membantu pemelajar mengoptimalkan proses belajar mereka. Studi berikutnya disarankan agar mengindentifikasi faktor lain yang berkontribusi terhadap resiliensi akademik, serta menggunakan sampel dengan variabilitas karakteristik lebih tinggi.

This study aims to identify factors that contribute to academic resilience of first-year university students who, due to the COVID-19 pandemic, must switch to online learning in the midst of adapting to college life. A multiple regression analysis using data from 322 first-year students (Mage = 18,09, 72,98% female) found that 47% of the variance in academic resilience score can be attributed to two factors, which are online learning readiness and metacognitive ability. Therefore, online learning readiness and metacognitive ability are needed in order for first-year university students to adapt successfully to challenges associated with online learning in the middle of a pandemic. This result implies that educational institution must consider students’ online learning readiness when choosing to adopt online learning as a response to mitigate the impact of education disruption due to crisis, such as COVID-19 pandemic. Intervention that aims to increase students’ online learning readiness and metacognitive ability can be considered so that students can optimize their learning process. Subsequent studies should seek to identify other factors that contribute to academic resilience and to use a more diverse sample."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfanie Wiyatama
"Prokrastinasi akademik merupakan masalah umum dalam dunia pendidikan yang memiliki dampak negatif terhadap aktivitas akademik siswa. Muraqabah dipandang dapat memberikan pengaruh positif terhadap regulasi diri yang mana salah satu bentuk dari regulasi diri adalah regulasi emosi untuk dapat memberikan pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Penelitian terdahulu mengungkapkan salah satu upaya dalam mengatasi prokrastinasi akademik adalah dengan meningkatkan kemampuan dalam meregulasi emosi. Regulasi emosi yang baik dapat mengubah emosi aversi untuk mengurangi prokrastinasi. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara variabel muraqabah, prokrastinasi akademik, dan regulasi emosi. Serta untuk menginvestigasi peran regulasi emosi sebagai mediator hubungan muraqabah dan prokrastinasi akademik. Penelitian ini menggunakan metode campuran. Pengambilan data secara kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan adaptasi skala prokrastinasi akademik (APS), kuesioner muraqabah, dan kuesioner regulasi emosi (ERQ-CA). Sedangkan untuk pengumpulan data kualitatif, menggunakan teknik wawancara. Partisipan dalam penelitian kuantitatif berjumlah 201 siswa, dan partisipan untuk penelitian kualitatif adalah delapan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada setiap pasangan variabel, serta regulasi emosi ditemukan memediasi penuh secara signifikan hubungan antara muraqabah dan prokrastinasi akademik pada siswa SMP.

Academic procrastination is a common problem in the world of education that has a negative impact on students’ educational activities. Muraqabah is considered to positively influence self-regulation, where emotion regulation is one of self-regulation’ forms. Previous research has revealed that one of the efforts to overcome academic procrastination is to enhance the ability to regulate emotions. Excellent emotion regulation can change aversion emotions to reduce procrastination. This study investigates the relationship between academic procrastination, muraqabah, and emotion regulation. In addition, it also examines the role of emotion regulation as a mediator in the relationship between muraqabah and academic procrastination in Junior High School Students. This study used mixed methods. Quantitative data were collected by distributing adaptation of the academic procrastination scale (APS) , muraqabah questionnaire, and emotion regulation questionnaire (ERQ-CA). Meanwhile, to collect qualitative data were used interview techniques. Participants in quantitative research were 201 students, and participants in qualitative research were eight students. This study showed a significant correlation in each pair of variables, and emotion regulation was found to significantly mediate the relationship between muraqabah and academic procrastination in junior high school students."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nining
"Latar belakang: Tingginya tekanan kerja dan peliknya permasalahan yang muncul di masa pandemi COVID-19 menyebabkan tenaga keperawatan mengalami burnout, tak terkecuali kepala ruangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi burnout yang dialami kepala ruangan di masa pandemi COVID-19. Metode: penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif menggunakan analisis tematik. Sampling: sebanyak 12 kepala ruangan yang diambil dari RS Fatmawati dan RSUD Depok yang dipilih menggunakan teknik purposif sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semiterstuktur secara daring. Hasil: Eksplorasi burnout kepala ruangan mendapatkan 6 tema yaitu 1) kendala layanan yang dialami, 2) emotional exhausted, 3) stressor di luar pekerjaan, 4) perubahan status kesehatan 5) mekanisme koping adaptif, dan 6) dukungan yang didapatkan. Kesimpulan: kepala ruangan mengalami burnout di masa pandemi akibat adanya kendala pelaksanaan peran dan fungsi manajemen disertai tinginya stressor di luar pekerjaan namun dengan mekanisme koping adaptif yang diterapkan dengan dukungan dari dalam dan luar lingkungan kerja, membuat kepala ruangan bisa melalui kondisi krisis di masa pandemi COVID-19.

Background: The high work pressure and the problems complexity that arose during the COVID-19 pandemic caused nursing staff to experience burnout, including head nurse. This study aimed to explore the burnout experienced by the head nurse during the COVID-19 pandemic. Methods: this research is a qualitative descriptive using thematic analysis. Sampling: 12 head nurses were taken from Fatmawati Hospital and Depok Regional Hospital which were selected using a purposive sampling technique. Data was collected by online semi-structured interviews. Results: Exploration of head nurse burnout found 6 themes: 1) service constraints experienced, 2) emotional exhausted, 3) stressors outside of work, 4) changes in health status 5) adaptive coping mechanisms, and 6) support obtained. Conclusion: the head nurse experienced burnout during the pandemic due to obstacles in carrying out management roles and functions accompanied by high stressors outside of work but with adaptive coping mechanisms that were applied with support from inside and outside the work environment, making the head nurses able to go through the crisis conditions during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Purnama Dinar
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kecerdasan emosi dapat memprediksi teacher well-being dalam konteks pembelajaran jarak jauh akibat pandemi Covid-19 di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Indonesia (N = 494; M = 39,9 tahun). Alat ukur yang digunakan adalah Schutte Emotional Intelligence Scale oleh Schutte et al. (1998) dan Teacher Subjective Well-Being Questionnaire oleh Renshaw et al. (2015). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi secara signifikan dapat memprediksi teacher well-being F(1,492) = 108,469, p < 0,05. Kecerdasan emosi ditemukan memiliki effect size kecil terhadap teacher well-being. Hasil penelitian memiliki implikasi bahwa terdapat faktor lain yang berperan dalam teacher well-being. Hal ini dapat menjadi pertimbangan penelitian selanjutnya mengenai teacher well-being.

This study aims to investigate the role of emotional intelligence in predicting teacher well-being in the context of online learning due to the Covid-19 pandemic in Indonesia. This research was conducted on elementary and secondary school teachers in Indonesia (N = 494; M = 39.9 years). The measuring instrument used is the Schutte Emotional Intelligence Scale from Schutte et al. (1998) and the Teacher Subjective Well-Being Questionnaire from Renshaw et al. (2015). Simple regression technique was used to analyze the data. The result of the analysis shows that emotional intelligence significantly predicts and has a small effect on teacher well-being F(1,492) = 108,469, p < 0,05. The results of the study have practical implications that can be considered for schools to carry out emotional intelligence development training for teachers. Furthermore, it is implied that other factors also play a role in teacher well-being and should be taken into consideration by future research on this topic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadillah Nur Fitriyani
"Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pemicu stres bagi remaja. Dukungan sosial dan kecerdasan emosional diperlukan oleh remaja agar mampu mengelola stresnya menjadi respon adaptif dan tidak berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dukungan sosial dan kecerdasan emosional dengan tingkat stres siswa SMP di Jakarta Timur selama pandemi COVID-19. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini desain penelitian deskriptif korelatif melalui pendekatan cross sectional. Sebanyak 426 siswa SMP di Jakarta Timur dengan kriteria responden pengambilan sampel dengan teknik stratified random sampling serta purposive sampling. Kuesioner menggunakan analisis data dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial dan tingkat kecerdasan emosional baik tinggi dan rendah memiliki nilai mendekati sama; hanya 41,8% responden memiliki tingkat stres normal. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dengan tingkat stres (p=0,001), dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel kecerdasan emosional dengan tingkat stres (p=0,013). Temuan penelitian ini dapat membantu siswa lebih aware terhadap permasalahan yang mengganggu fisik dan psikologisnya dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

The COVID-19 pandemic is one of the factors that trigger stress for teenagers. Social support and emotional intelligence are needed by adolescents to be able to manage their stress into an adaptive and not prolonged response. This study aims to determine the relationship between social support and emotional intelligence with the stress level of junior high school students in East Jakarta during the COVID-19 pandemic. The research method used in this research is descriptive correlative research design through a cross sectional approach. A total of 426 junior high school students in East Jakarta with the criteria of respondents taking samples with stratified random sampling technique and purposive sampling The questionnaire using data analysis with univariate and bivariate analysis with chi square test shows that the level of social support and the level of emotional intelligence both high and low have nearly the same value; only 41.8% of respondents had normal stress levels. The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between social support variables and stress levels (p=0.001), and a significant relationship between emotional intelligence variables and stress levels (p=0.013). The findings of this study can help students become more aware of the problems that interfere with their physical and psychological and nurses in providing nursing care according to patient needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiske Flowerenta
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi atau peran trait kepribadian terhadap academic burnout pada siswa kelas 3 SMA Negeri di Jakarta, khususnya pada Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19. Dalam pelaksanaannya, PJJ memiliki dampak yang membuat pembelajaran menjadi kurang efektif, sehingga memengaruhi kondisi mental sosial emosional siswa. Kendala-kendala yang muncul dan beban tugas selama PJJ menyebabkan siswa dapat merasa lelah secara emosional, tidak merasa mampu dalam menyelesaikan tugas, dan menjadi tidak peduli terhadap kegiatan belajarnya. Dengan kata lain siswa mengalami academic burnout. Penelitian ini dilakukan pada 357 siswa kelas 3 SMAN di Jakarta. Academic burnout diukur dengan menggunakan Maslach Burnout Inventory – Student Survey (MBI-SS). Sementara itu kepribadian siswa diukur menggunakan IPIP-BFM-25. Hasil perhitungan Pearson correlation menunjukkan bahwa kelima trait kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan intellect) memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan academic burnout. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa kecuali trait extraversion, empat trait kepribadian lainnya memiliki kontribusi yang signifikan terhadap munculnya academic burnout pada siswa.

This study aims to see the influence and contribution of personality traits on academic burnout in grade 12 public high school students in Jakarta, especially during the PJJ or Distance Learning period. Throughout its implementation PJJ has made learning less effective, thus affecting the social emotional state of students. Constraints and the workload during PJJ cause students to feel emotionally tired, incapable of completing assignments, and become indifferent towards their academic activities. In other words, students experience academic burnout. The study was conducted on 357 12th graders at SMAN in Jakarta. Academic burnout was measured using the Maslach Burnout Inventory - Student Survey (MBI-SS). Meanwhile, student personality is measured using IPIP-BFM-25. The results of the Pearson correlation calculation show that the five personality traits (extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, and intellect) have a negative and significant relationship with academic burnout. Further analysis show that except for extraversion, four other personality traits have a significant contribution to the emergence of academic burnout in students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Attala Deschamps
"Di indonesia, perawat merupakan populasi tenaga kesehatan yang paling banyak terpapar oleh virus COVID-19 sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan mental mereka. Beban kerja yang tinggi, durasi kerja yang panjang, kesulitan menyesuaikan diri di situasi pandemi meningkatkan risiko mereka mengembangkan burnout. Studi menemukan bahwa unit kerja dapat menentukan risiko perawat terpapar oleh burnout. Akan tetapi, selama pandemi COVID-19 studi menemukan hasil yang berlawanan, ada yang menemukan perbedaan burnout pada perawat berdasarkan unit kerja, tetapi ada juga yang tidak. Maka dari itu, penelitian ini hendak melihat perbedaan taraf burnout pada perawat berdasarkan unit kerja mereka. Penelitian ini dilakukan pada pertengahan Februari 2022 ketika gelombang dua COVID-19 terjadi di Indonesia. Menggunakan pendekatan hospital-based, 178 perawat dari ICU, UGD, Unit Operasi, Unit Rawat Inap, dan Unit Rawat Jalan dari rumah sakit X di Tangerang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ditemukan perbedaan burnout pada perawat berdasarkan unit kerja mereka selama pandemi COVID-19. Hal ini dapat dijelaskan oleh karakteristik rumah sakit X yang berada dalam skala yang kecil. Rumah sakit dengan skala kecil cenderung bisa mendistribusikan perawat secara merata di setiap unit, sehingga tekanan yang dialami perawat cenderung serupa. Maka dari itu, risiko burnout pada perawat di setiap unit cenderung sama.

Nurses are the largest population of health workers who are most exposed to the COVID-19 virus in Indonesia, which raises concerns about their mental health state. High workload, long shift duration, and hardship to adapt in uncertain situations increase their risk to develop burnout. In addition to that, previous studies found that hospital units are one of the risk factors that could affect burnout in nurses because each unit has different intensity levels. However, during COVID-19, there are contradicting findings, some studies found differences in burnout based on hospital units, but some studies don’t. Therefore, the aim is to find differences in burnout levels between nurses based on their hospital units. Using a hospital- based approach, a total of 178 nurses from ICU, ED, OT, Inpatient, and Outpatient Unit from a hospital in Tangerang participated in this study. Furthermore, this study was conducted in mid-February 2022 when the second wave of COVID-19 hit Indonesia. This study found that there aren’t any significant differences of burnout levels found among nurses based on their hospital units. This result could be explained by noticing the characteristic of hospital X, which is a small-scale hospital. Hospitals with small scale tend to be able to distribute nurses evenly in each unit, so the pressure experienced by nurses tends to be similar. Therefore, the burnout risk for nurses in each unit tends to be the same with one another."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>