Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Nurjanah
"Saat ini depresi sebagai salah satu penyumbang masalah kesehatan mental utama di dunia. Gangguan kesehatan mental dan kemiskinan seperti lingkaran setan karena kesehatan mental buruk menyebabkan hilangnya produktivitas dan kemisikan dapat menyebabkan kesehatan mental memburuk. Bantuan tunai dapat menjadi kebijakan yang menyasar kondisi ekonomi rumah tangga miskin yang nantinya berdampak pada kesehatan mental. Penelitian ini mencoba melihat dampak bantuan tunai bersyarat bidang pendidikan yaitu program Bantuan Siswa Miskin (BSM) terhadap kesehatan mental orang tua yang dilihat dari potensi gejala depresi. Dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) 5 dan metode Propensity Score Matcing, hasil menunjukkan bahwa program BSM signifikan mengurangi potensi gejala depresi orang tua terutama Kepala Rumah Tangga yang anaknya menerima BSM. Penelitian ini menunjukkan bahwa program intervensi terhadap kebutuhan dasar human capital untuk anak dapat memberikan efek peningkatan kesehatan mental orang tua.

Currently, depression is one of the main contributors to mental health problems in the world. Mental health disorders and poverty are like a vicious circle because poor mental health causes loss of productivity and poverty can cause mental health to deteriorate. Therefore, cash transfers can be a policy that targets poor households' economic conditions, which will impact mental health. This study tries to look at the impact of conditional cash transfers in education, the Poor Student Assistance (BSM) program, on parents' mental health as seen from the potential for symptoms of depression. Using data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) 5 and the Propensity Score Matching method, the results show that the BSM program significantly reduces parents' potential for depression symptoms, especially household heads whose children receive BSM. Thus, this study shows that an intervention program for basic human capital needs for children can increase the mental health of parents."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Dwi Ramiayu
"Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) mulai diterapkan tahun 2008 hingga 2014, sebelum akhirnya dikembangkan dalam Program Indonesia Pintar (PIP) hingga saat ini. Program ini menggunakan skema transfer bersyarat untuk siswa dari rumah tangga miskin dan rentan miskin pada jenjang dasar, menengah, dan perguruan tinggi. Berbagai literatur menemukan bahwa program ini mampu meningkatkan angka partisipasi sekolah, pencapaian siswa, serta pengeluaran biaya pendidikan di level rumah tangga. Namun, saat ini belum terdapat penelitian yang mengukur dampak program BSM terhadap pengeluaran biaya pendidikan pada level individu atau siswa berdasarkan jenjang sekolah di Indonesia. Dengan menggunakan data pooled cross-section yang diperoleh dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000, 2007, dan 2014, penelitian ini menguji pengaruh program pada ketiga jenjang pendidikan yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat serta karakteristik siswa, rumah tangga, dan sekolah sebagai variabel bebas. Melalui perpaduan metode Propensity Score Matching (PSM) dan regresi, penelitian ini menemukan bahwa program BSM memiliki pengaruh pada pengeluaran biaya pendidikan siswa di jenjang SMA/sederajat lebih tinggi sebesar 8,5 persen. Namun, program ini tidak berpengaruh pada siswa di jenjang SD/sederajat dan SMP/sederajat. Dari hasil estimasi tersebut, penelitian ini melihat perbandingan rata-rata pengeluaran biaya pendidikan antara penerima dan nonpenerima BSM, serta nilai manfaat yang diterima. Hasilnya, siswa SMA/sederajat menggunakan hampir separuh nilai transfer untuk keperluan pendidikan. Sementara itu, program BSM terhadap pengeluaran biaya pendidikan pada SD/sederajat dan SMP/sederajat tidak dapat diukur dikarenakan hasil estimasi regresi yang tidak signifikan.

The Cash Transfers for Poor Students Program (Bantuan Siswa Miskin/BSM) was implemented from 2008 to 2014, before finally being refined in the Smart Indonesia Program (Program Indonesia Pintar/PIP) until now. This program used a conditional transfer scheme for students from poor and vulnerable households at the elementary, secondary, and tertiary levels. Various literatures have found that this program was able to increase school participation rates, student achievement, and education expenditure at the household level. However, there is currently no research that measures the impact of the BSM program on education expenditure at the individual or student level based on school level in Indonesia. Using pooled cross-sectional data obtained from the Indonesia Family Life Survey (IFLS) in 2000, 2007 and 2014, this study examines the effect of BSM program on three levels of education or equivalent, namely elementary, junior high school, and high school with the characteristics of students, households, and schools as independent variables. By combining Propensity Score Matching (PSM) and regression methods, this study found that the BSM program had a 8,5 percent positive association on student education expenditure in the high school. However, BSM program did not have an effect on students at the elementary and junior high school level. From the results of these estimates, this study examines the effect of the BSM program on the average education expenditure by its recipients. As a result, BSM students in high school allocated nearly half of the benefit values for educational needs. However, the effects of BSM program on elementary and junior high school students cannot be measured due to insignificant estimation results of regression."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"Layanan psikologis daring semakin berkembang dalam membantu remaja mencari bantuan profesional. Depresi yang dialami remaja merupakan faktor yang mempengaruhi remaja menggunakan layanan psikologis daring. Literasi kesehatan mental merupakan faktor yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui perannya dalam memfasilitasi remaja dalam mencari bantuan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran literasi kesehatan mental sebagai moderator antara gejala depresi dan intensi mencari bantuan psikologis pada remaja. Partisipan penelitian ini berusia 13-18 tahun dan memenuhi kriteria gejala depresi sesuai dengan alat ukur DASS-21. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tiga instrumen yaitu DASS-21 milik Lovibond & Lovibond (1995) untuk mengenali tingkat depresi remaja, yang itemnya telah diadaptasi oleh Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), Mental Health Literacy Scale (MHLS) milk O’Connor (2015) untuk mengukur literasi kesehatan mental yang itemnya telah diadaptasi oleh Pebruarini (2022), serta GHSQ milik Rickwood (2005) untuk mengukur intensi mencari bantuan psikologis yang dimodifikasi dalam konteks daring oleh Naila & Pebruarini (2022). Analisis moderasi dilakukan melalui program PROCESS dari Hayes v4.2 pada SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental memoderasi gejala depresi dengan intensi mencari bantuan psikologis daring. Dalam hal ini literasi kesehatan mental yang tinggi akan memperkuat remaja yang memiliki tingkat depresi yang tinggi dalam mencari bantuan psikologis daring.

Psychological Online Help Seeking is growing to help teenagers seek professional help. Depression can influence adolescents to use online psychological services. Mental health literacy needs further investigation to determine its role in facilitating adolescents seeking psychological assistance. This study aims to examine the role of mental health literacy as a moderator between depressive symptoms and the intention to seek psychological help in adolescents. The participants in this study were aged 13-18 years and met the criteria for depressive symptoms according to the DASS-21 measurement tool. Data collection used three instruments, namely DASS-21 from Lovibond & Lovibond's (1995) to identify the level of adolescent depression, whose items have been adapted by Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), O'Connor's Mental Health Literacy Scale (MHLS) (2015) to measure mental health literacy whose items have been adapted by Pebruarini (2022), as well as Rickwood's online GHSQ (2005) to measure the intention to seek psychological assistance modified in an online context by Naila & Pebruarini (2022). Moderation analysis was carried out through the PROCESS program from Hayes v4.2 on SPSS. The results showed that mental health literacy moderated depressive symptoms with the intention to seek psychological help online. In this case, high mental health literacy will s"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ranti Sukma
"Mahasiswa sebagai individu mengalami masa peralihan dari remaja menuju dewasa awal dikenal dengan tahapan emerging adulthood ditandai dengan lebih banyak bereksperimen dan bereksplorasi. Masa peralihan ini dapat menyebabkan stres dan tekanan pada mahasiswa yang bersumber dari faktor internal dan eksternal sehingga menyebabkan mahasiswa kesulitan. Berbagai kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dapat mempengaruhi kesejahteraan dirinya termasuk menjadi pemicu munculnya ide bunuh diri. Maka dari itu, pentingnya memiliki dasar emosional yang baik yang dapat dibentuk oleh kelekatan dengan orang tua. Meskipun mahasiswa cenderung banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan memiliki interaksi dengan teman sebaya serta media sosial semakin dominan, namun kelekatan orang tua merupakan dasar utama yang dapat memberikan rasa aman pada seseorang. Seseorang dengan kelekatan aman dengan orang tua cenderung memiliki mekanisme koping dan mampu beradaptasi dengan baik. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai hubungan kelekatan orang tua dengan ide bunuh diri pada mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan pada 306 mahasiswa FISIP Universitas Indonesia angkatan 2020–2023 dengan menggunakan accidental sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat ide bunuh diri pada Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia angkatan 2020–2023; (2) mengetahui tingkat kelekatan orang tua pada Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia angkatan 2020–2023; dan (3) mengetahui hubungan antara kedua variabel yaitu kelekatan orang tua dan ide bunuh diri. Penelitian ini menggunakan instrumen IPPA (Inventory Parent and Peer Attachment) pada variabel kelekatan orang tua dan DSI-SS (Depressive Symptom Index-Suicidality Scale) pada variabel ide bunuh diri. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, digunakan uji korelasi menggunakan Kendall’s tau-b. Setelah melakukan analisis data, ide bunuh diri pada Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia angkatan 2020–2023 berada pada kategori ide bunuh diri rendah sebesar 80,4% (n=246). Sedangkan, pada variabel kelekatan orang tua, responden memiliki tingkat kelekatan orang tua sebagian besar berada pada kelekatan orang tua pada kategori sedang sebesar 69% (n=211). Berdasarkan uji bivariat yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima artinya bahwa terdapat hubungan antara kelekatan orang tua dengan ide bunuh diri pada mahasiswa FISIP Universitas Indonesia angkatan 2020–2023. Kedua variabel menunjukkan korelasi cukup dengan arah korelasi negatif (-0,328) artinya bahwa semakin meningkatnya kelekatan orang tua maka risiko ide bunuh diri pada mahasiswa akan menurun, begitupun sebaliknya ketika kelekatan orang tua menurun maka risiko ide bunuh diri akan meningkat.

College students as individuals experience a transition period from adolescence to early adulthood, known as the emerging adulthood stage, characterized by more experimentation and exploration. This transition period can cause stress and pressure on college students which originates from internal and external factors, causing college students to have difficulties. Various difficulties faced by college students can affect their well-being, including triggering suicidal ideation. Therefore, it is important to have a good emotional foundation that can be formed by attachment to parents. Even though college students tend to spend a lot of time outside the home and have increasingly dominant interactions with peers and social media, parental attachment is the main basis that can provide a person with a sense of security. Someone with a secure attachment to their parents tends to have coping mechanisms and can adapt well. Based on this, this research discusses the relationship between parental attachment and suicidal ideation in students. This quantitative research was conducted on 306 FISIP students at the University of Indonesia class 2020–2023 using accidental sampling. The aims of this research are (1) to determine the level of suicidal ideation among FISIP University of Indonesia students class 2020–2023; (2) to determine the level of parental attachment to the University of Indonesia FISIP students, class 2020–2023; and (3) knowing the relationship between the two variables, namely parental attachment and suicidal ideation. This study used the IPPA (Parent and Peer Attachment Inventory) instrument on the parental attachment variable and the DSI-SS (Depressive Symptom Index-Suicidality Scale) on the suicidal ideation variable. To determine the relationship between the two variables, a correlation test using Kendall's tau-b was used. After analyzing the data, suicidal ideation among FISIP University of Indonesia students in the class of 2020–2023 was in the low suicidal ideation category at 80.4% (n=246). Meanwhile, in the parental attachment variable, respondents whose level of parental attachment was mostly in the medium category were 69% (n=211). Based on the bivariate test carried out in this study, it can be concluded that H0 is rejected and Ha is accepted, meaning that there is a relationship between parental attachment and suicidal ideation among FISIP University of Indonesia students class of 2020–2023. The two variables show a sufficient correlation with a negative correlation direction (-0.328), meaning that as parental attachment increases, the risk of suicidal ideation in college students will decrease, and vice versa, when parental attachment decreases, the risk of suicidal ideation will increase."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Fadhilah
"Stres dan burnout yang dapat berujung pada depresi banyak terjadi padamahasiswa kedokteran karena tuntutan lingkungan akademik dan non-akademik. Meskipun idealnya kejadian depresi akan berkurang saat mahasiswa mendekati akhir tahun praklinis karena mekanisme koping yang lebih baik, prevalensi gejala depresi akan meningkat saat mereka berada di rotasi klinik. Stres yang menumpuk dan tidak teratasi dari tahun praklinis dapat bertahan sampai memasuki rotasi klinik, dan nantinya akan mempengaruhi kinerja mereka terhadap pasien mereka kelak. Psikoedukasi diperlukan untuk mempersiapkan mahasiswa kedokteran untuk mengatasi dan membantu mengatasistres mereka yang tersisa dan yang akan datang dalam rotasi kepaniteraan mereka.
Metode: Studi potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui dampak dan kemanjuran webinar promosi kesehatan mental dalam mengurangi gejala depresi yang ditemukan pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga di Universitas Indonesia dengan menganalisis data sekunder skor PHQ-9 peserta, baik dari mereka yang datang ke webinar, maupun yang tidak sebagai pembanding. Skor PHQ-9 diisi oleh peserta sebelum dan sesudah sesiwebinar yang hanya diadakan sekali sebagai pre-test dan post-test.
Hasil: Pada data penialian dasar yang diambil dari skor pretes PHQ-9, kelompok yang mengikuti dan tidakmengikuti webinar tidak menunjukkan adanya perbedaan skor (p=0,512). Pada hasil postes, kedua kelompok masih menunjukkan tidak ada perbedaan (p=0,435) dan perbaikan skor dari pre-test ke post-test juga tidak terlalu ditemukan (kelompok peserta webinar p=0,606; kelompok pembanding p=0,063).
Kesimpulan: Webinar promosi kesehatan jiwa jika hanya diberikan satu kali tidak efektif dan berdampak dalam mengurangi gejala depresi pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga.

Background: Stress and burnout, which can lead to depression, is prevalent amongst medical students due to demanding academic and non-academic environment. Althoughideally the occurrence of depression will decrease as the students approach late preclinicalyear due to better coping mechanism, the prevalence of burning out and depressive symptoms will increase as they reach clerkship rotations. Piling up and unresolved stressfrom preclinical year can remain until entering clerkship rotations, and later will affect their performance towards their future patients. Psychoeducation is needed to prepare themedical students to cope and help solve their remaining stress and upcoming stress in their clerkship rotations.
Methods: This cross-sectional study wants to find out the impactand efficacy of mental health promotion webinar in reducing depressive symptoms foundin third-year medical students of Universitas Indonesia by analysing secondary data of PHQ-9 score of the participants both from those who came to the webinar and those whodid not as the comparison. PHQ-9 score was filled by the participants before and after a one-time webinar session as pre-test and post-test.
Results: At the baseline data, taken from PHQ-9 pre-test score, groups that attended webinar and did not shows no score discrepancy (p=0.512). Derived from post-test result, both groups still indicates no difference (p=0.435) and the score improvements from pre-test to post-test also not remarkably found (webinar attendee group p=0.606; comparison group p=0.063).
Conclusion: Mental health promotion webinar if only given once is not effective and impactful in reducing depressive symptoms in third-year medical students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Malonka
" Hampir satu juta orang di dunia melakukan bunuh diri setiap tahunnya, dengan masalah psikologis sebagai penyebab utamanya. Padahal, ini seharusnya bisa kita cegah, andai saja kita lebih peduli dan punya empati, serta memiliki akses informasi yang memadai. Sudah saatnya kita berhenti memberi stigma pada rekan-rekan kita (dan menghakimi diri kita sendiri) karena memiliki masalah psikologis. Jiwa kita juga butuh dipupuk, tak hanya raga. Terkadang, kita butuh pertolongan untuk memahami perasaan dan pikiran kita sendiri, yang sering lupa kita perhatikan. Ditulis berdasarkan fakta-fakta ilmiah, buku ini berisikan panduan umum mengenai depresi dan gangguan cemas, cara menghadapinya, serta proses penyembuhannya. Depresi dan cemas bisa dicegah. Bila, sudah terjadi pun, kemungkinan buruknya juga masih bisa dihindari. Royalti dari penjualan buku ini akan disumbangkan ke Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia."
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2022
616.89 MIR u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Salsabilla
"Tujuan penelitian ini adalah memahami bagaimana peran spiritualitas dalam memprediksi gejala depresi pada emerging adult. Penelitian ini menduga bahwa spiritualitas merupakan prediktor depresi, semakin tinggi spiritualitas maka semakin rendah gejala depresi. Untuk membuktikan dugaan, penulis melibatkan 129 partisipan dengan rentang umur 18-25 tahun dalam penelitian cross-sectional. Partisipan dalam penelitian ini mengerjakan dua alat ukur (spiritualitas dan depresi). Spiritualitas diukur menggunakan Spiritual and Activity Involvement List (SAIL), sedangkan gejala depresi diukur menggunakan Beck’s Depression Inventory (BDI-II). Adapun analisis yang digunakan adalah regresi linear sederhana untuk menguji hipotesis. Hasilnya, spiritualitas terbukti memprediksi gejala depresi secara negatif (B = -0.17, p < .05). Dari hasil penelitian ini, terdapat sumbangan temuan untuk teori dan solusi praktis untuk emerging adult dalam meraih kesehatan mental yang lebih baik.

This research aims to understand the role of spirituality in predicting the symptoms of depression in emerging adults. This study hypothesized that spirituality is the predictor of depression; the higher the spirituality, the lower the symptoms of depression. To test the hypotheses, the author studied 129 participants aged 18-25 in this cross-sectional study. The participant in this study did two measurements (Spirituality and Depression). The Spiritual and Activity Involvement List (SAIL) was used to measure Spirituality, while the Beck Depression Inventory-II (BDI-II) was used to measure the symptoms of depression. As for the analysis, the author used Simple Linear Regression to test that hypothesis. The result showed that spirituality is proven to predict the symptoms of depression negatively (B = -0.17, p<.05). From this result, we can find a contribution of theoretical findings and practical solutions for emerging adults in achieving better mental health."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amilia Amin
"ABSTRACT
Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengalaman depresif dengan gejala depresi pada dewasa awal. Pengalaman depresi meliputi kritisi diri dan ketergantungan, dimana pengalaman depresi ini jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan seseorang mengalami gejala depresi yang semakin buruk. Dalam penelitian ini digunakan dua alat ukur, yaitu untuk pengukuran pengalaman depresif digunakan alat ukur Depressive Experience Questionnaire (DEQ) dan untuk mengukur gejala depresi digunakan Beck Depression Inventory (BDI). Alat ukur ini diadministrasikan melalui media daring. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 113 partisipan yang merupakan mahasiswa program sarjana Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara kedua variabel ini. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman depresi dan gejala korelasi dengan nilai r (113) = 0,468, p < 0,001. Selain itu ditemukan juga bahwa jumlah partisipan yang memiliki skor kritisi diri yang tinggi jumlahnya lebih banyak daripada jumlah partisipan yang memiliki skor ketergantungan yang tinggi.

ABSTRACT
This quantitative research focuses on the relationship between Depressive Experiences and Depressive Symptoms among emerging adults. The experience of depression involves self-criticism and dependence, if the experience of depression is not handled properly will make a person get the worst symptoms of depression. Depressive experiences are measured by Depressive Experience Questionnaire (DEQ) and Depressive Symptoms are measured by Beck Depression Inventory (BDI) and managed online. 113 students from the University of Indonesia participated in this study. This study uses Pearson correlation to determine the relationship between depressive experiences and depressive symptoms. The result is r (113) = 0.468, p <0.001, which means that there is a correlation between depressed experience and depressive symptoms. Other results from this study are participants who have higher self-criticism scores higher than participants who have high dependency scores."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Khairiyah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dukungan orang tua dan motivasi berprestasi pada remaja yang berasal dari keluarga miskin. Dukungan orang tua dibedakan menjadi hubungan antara ayah dan ibu, sedangkan motivasi berprestasi dibedakan sesuai dengan dimensinya yaitu, hope for success dan fear of failure. Studi dilakukan dengan menggunakan sampel sebanyak 105 remaja 47 laki-laki dan 58 perempuan dengan usia terbanyak partisipan 14 tahun 76 .. Dukungan orang tua diukur dengan Children rsquo;s Report of Parental Behavior CRPBI dan motivasi berprestasi diukur dengan Achievement Motivation Scale Revised AMS-R yang memiliki dua dimensi: hope for success dan fear of failure. Hasil analisis data menggunakan Pearson rsquo;s Correlation menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan orang tua dengan motivasi berprestasi r 105 = 0.270; p < 0.01 untuk dimensi hope for success,sedangkan untuk dimensi fear of failure terdapat hubungan r 105 = -0.217; p < 0.05. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan program intervensi terkait pengembangan motivasi berprestasi pada remaja melalui pemberian dukungan yang tepat bagi remaja.

ABSTRACT
p.p1 margin 0.0px 0.0px 0.0px 0.0px font 12.0px Helvetica Neue color 454545 span.s1 text decoration line through The aim of this study is to look for a relationship between parental support and achievement motivation among adolescents from poor family. Parental support is differentiated into support from father and from mother, while achievement motivation is differentiated according to its dimensions, hope for success and fear of failure. Participants were 105 adolescents 47 males, and 58 females with the majority of the participants age is 14 years old 76 from the total participant . Parental support was measured using Children rsquo s Report of Parental Behavior while achievement motivation was measured using Achievement Motivation Scale Revised AMS R which has two dimensions hope for success and fear of failure. Results from Pearson rsquo s Correlation show that there is a significant relationship between parental support and achievement motivation with r 0.270 p 0.01 for hope for success dimension and r 0.217 p 0.05 for fear of failure dimension. Findings from this study can be used to conduct an intervention program for adolescents to develop their achievement motivation through a right kind of support to build their achievement motivation. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Yoana
"Sebanyak 62,7% atau 2 dari 3 mahasiswa Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2018 memiliki gangguan kesehatn mental, tetapi hanya 7,7% mahasiswa UI yang menggunakan layanan konseling yang telah disediakan oleh kampus. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui determinan perilaku pencarian pertolongan kesehatan mental pada mahasiswa S1 regular aktif UI tahun 2019. Metode pada penelitian ini ialah kuantitatif dengan desain cross sectional. Data dari 514 mahasiswa dikumpulkan menggunakan kuesioner yang memanfaatkan fitur google form dan disebarkan secara online. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa yang melakukan pencarian pertolongan kesehatan mental adalah sebanyak 39,90%, 53,11% mahasiswa mencari pertolongan kesehatan mental pada sumber informal. Alasan tidak melakukan pencarian pertolongan kesehatan mental ialah 54,26% karena bisa menyelesaikan masalah kesehatan mental sendiri, 28,47% karena ragu bahwa orang lain/professional benar-benar bisa membantu dan 28,15% beralasan tidak tahu harus kemana mencari pertolongan kesehatan mental. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara literasi kesehatan mental, dukungan sosial dan kondisi kesehatan mental emosional dengan perilaku pencarian pertolongan kesehatan mental dengan nilai OR masing-masing adalah 1,48 (CI 95% = 1,04-2,11), 0,67 (CI 95% = 0,47-0,96) dan 2,24 (CI 95% = 1,55-3,23) sedangkan variabel jenis kelamin tidak berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan kesehatan mental.

There were 62.7% or 2 out of 3 Universitas Indonesia (UI) students in 2018 have mental health disorders, but only 7.7% of UI students who used the counseling services provided by campus. The purpose of this study was to find out the determinants of mental health help seeking behavior among UI undergraduate students 2019. This research use quantitative method with cross sectional design. Data from 514 college students were collected using questionnaire by google form feature and distributed online. The results showed that students who did mental health help seeking were 39.90%, 53,11% students had sought mental health help seeking from informal sources. The reason they did not seeking help for mental health was first because they could solve their own mental health problems (54.26%), then because they doubt that other people / professionals can really help them (28.47%) and third because they did not know where to go for mental health help seeking (28.15%). The results of bivariate analysis showed that there was a relationship between mental health literacy, social support and emotional health conditions with mental health help seeking behavior and each OR value were 1,48 (CI 95% = 1,04-2,11), 0,67 (CI 95% = 0,47-0,96) and 2,24 (CI 95% = 1,55-3,23), while sex variables was not related."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>