Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168273 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febianto Nurmansyach
"Latar belakang: Kegiatan olahraga rekreasional di masyarakat Indonesia meningkat pesat. Kegiatan olahraga rekreasional tersebut dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan, tetapi bila peningkatan intensitas dan volume latihan tidak disertai dengan pemulihan pasca latihan yang memadai, maka akan menimbulkan masalah kesehatan seperti cedera. Cold water immersion adalah metode pemulihan yang populer digunakan, meskipun efektivitasnya masih kontroversial. Pemeriksaan enzim creatine kinase dan pengukuran nilai vertical jump adalah beberapa parameter yang dapat menilai kondisi pemulihan pasca latihan.
Tujuan: Penelitian ini ingin mengetahui manfaat pemberian cold water immersion dalam pemulihan setelah latihan pada subjek pelaku olahraga rekreasional, berdasarkan pengamatan nilai vertical jump dan aktivitas enzim creatine kinase.
Metode: Desain penelitian adalah non-blinded randomized controlled clinical trial. Randomisasi membagi 20 subjek atlet rekreasional kedalam kelompok intervensi cold water immersion (15 menit, suhu 11-15oC) dan kelompok kontrol passive recovery. Subjek melakukan pemeriksaan baseline enzim creatine kinase dan nilai vertical jump, menjalani protokol latihan sirkut di gym, dilanjutkan dengan protokol pemulihan. Pengamatan nilai vertical jump dan aktivitas enzim creatine kinase dilakukan setelah pemulihan (post-exercise recovery), 24 jam dan 48 jam pasca latihan. Analisis data bertujuan untuk menilai perbedaan rerata nilai vertical jump dan enzim creatine kinase pada waktu pengamatan dengan baseline masing-masing kelompok melalui uji repeated Anova + post-hoc Bonferroni, serta menilai perbedaan rerata variabel enzim creatine kinase dan vertical jump antar kelompok melalui uji-T.
Hasil: Analisis data berhasil dilakukan pada 17 subjek. Kelompok yang mendapatkan intervensi cold water immersion pasca latihan menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol passive recovery pada 24 jam, berdasarkan perubahan nilai vertical jump. Rerata nilai vertical jump kelompok intervensi juga lebih tinggi (p = 0,039) dibandingkan kelompok kontrol saat 24 jam setelah latihan. Berdasarkan perubahan aktivitas enzim creatine kinase, cold water immersion dapat mempercepat pemulihan 48 jam pasca latihan dibandingkan passive recovery. Rerata enzim creatine kinase subjek kelompok intervensi lebih rendah (p < 0,01) dibandingkan subjek kelompok kontrol saat 48 jam setelah latihan.
Kesimpulan: Cold water immersion dapat digunakan sebagai salah satu metode pemulihan pasca latihan pada pelaku olahraga rekreasional, terutama setelah melakukan latihan atau kegiatan olahraga dengan volume dan intensitas yang tinggi.

Background: Recreational sports have a positive influence on health. However, there will be a concern if the training intensity and volume are increasing without a proper way of recovery. Cold water immersion has been known as one of post-exercise recovery method. Assessment of creatine kinase and vertical jump can be used to monitor the condition of post-exercise recovery.
Aim: To evaluate the role of cold water immersion based on creatine kinase and vertical jump.
Method: Twenty subjects were randomized to the cold water immersion or passive recovery group. Creatine kinase and vertical jump was measured as a baseline, followed by fatigue protocol (circuit training in gym) and recovery protocol in accordance with each group. The changes of creatine kinase and vertical jump was monitored in three consecutive period; post-exercise recovery, 24-hour, and 48-hour post-exercise. The mean difference within groups and between groups of creatine kinase and vertical jump was analyzed using repeated Anova + post-hoc Bonferroni test and T-test respectively.
Results: The intervention group showed faster recovery compare to control group at 24-hour post-exercise based on vertical jump. Intervention group had higher vertical jump (p = 0,039) at 24-hour assessment. Based on creatine kinase, the intervention group showed faster recovery at 48-hour post-exercise compare to control group. There were also lower (p <0,01) creatine kinase in intervention group at 48-hour post-exercise measurement.
Conclusion: The use of cold water immersion is recommended as post-exercise recovery method for recreational athletes after high-volume and high-intensity training.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Sadeli Wiramihardja
"Tujuan: Latihan Tai Chi Chuan dapat meningkatkan keseimbangan penderita Osteoartritis lutut.
Disain: Uji klinis pra dan pasta perlakuan dengan kontrol.
Subyek: 22 orang pasien wanita berusia antara 50-60 tahun, dibagi secara acak menjadi dua kelompok.
Tempat: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Perjan RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung.
Intervensi: Pasien menjalani program latihan Tai Chi Chuan atau latihan keseimbangan di rumah .:elama 8 minggu.
Parameter: Balance Error Scoring System ( BESS ), VAS setiap minggu.
Hasil: Kedua kelompok menunjukkan penurunan nilai BESS yang bermakna (p<0,00l). Persentase perubahan pengaruh kedua latihan terdapat perbedaan yang bermakna pada saat pra dan minggu ke 4 (p=0,025), minggu ke 4 dan 8 (p=0,002) serta pra dan minggu ke 8 (p=0,001). Terdapat perbedaan bermakna dalam penurunan nilai median VAS pada minggu ke 7 dan 8 (p=0,0 11 dan p=0,003).
Kesimpulan: Latihan Tai Chi Chuan dapat meningkatkan keseimbangan dan menurunkan nyeri pada penderita osteoartritis lutut, demikian pub dengan latihan keseimbangan di rumah namun penurunan nilai BESS lebih kecil serta penurunan VAS hanya pada awal latihan.

Objective: Show that Tai Chi Chuan exercise can improve balance in patients with osteoarhrtitis of the knee.
Design: Clinical test pre and post intervention with control.
Participants: 22 patients , women age 50-60 years, were randomly assigned into two groups
Setting : Department of Physical Medicine and Rehabilitation. Hasan Sadikin Hospital Bandung.
Intervensions: Patients receive either a regimen of Tai Chi Chuan exercise at the hospital with an certified instructor or a regimen of balance exercise to be done at home 3xl week for 8 weeks.
Main outcome measures: Balance Error Scoring System ( BESS ), VAS were measured each week.
Result : Both training groups showed a significant decrease in BESS (p<0,001). There was a significantly differenced change as a result both exercise at pre and 4th weeks (p=0,025), 4'h and 8' weeks (p=0,002) , and pre and 8th weeks (p=0,001). Significant decrease of the median VAS at 7`h and 8'' weeks(p=0,011 dan p=0,003).
Conclusion: Tai Chi Chuan exercise can improve balance and decrease pain in patients with osteoarhrtitis of the knee. Balance exercise done at home also showed a decrease in BESS and VAS although only in the early phase of the exercise.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Diabetes Mellitus merupakan penyakit degeneratif kronis yang perjalanannya akan terus meningkat baik prevalensinya maupun keadaan penyakitnya. Latihan atau senam merupakan salah satu pilar dari pengelolaan Diabetes Mellitus. Keberhasilan dari latihan atau senam pada penderita Diabetes Mellitus sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan penderita Diabetes Mellitus tentang manfaat latihan dengan motivasi untuk mengikuti senam. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode riset kualitatif melalui penyebaran angket terhadap 62 penderita Diabetes Mellitus yang tergabung dalam organisasi PERSADIA di Rumah Sakit Umum Tangerang. Dart hasil penyebaran angket tersebut didapatkan bahwa 77,5 % responden mempunyai pengetahuan tinggi dan motivasi tinggi, sehingga didapatkan P value 0.01 lebih kecil dari α 0,05 ( P < α 0,05 ) artinya Ho ditolak atau ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan motivasi pada penderita Diabetes Mellitus. Hai ini menggambarkan bahwa pengetahuan tinggi berhubungan dengan motivasi yang tinggi pada penderita Diabetes Mellitus untuk mengikuti senam di PERSADIA Rumah Sakit Umum Tangerang."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5474
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Diyanti Yaumil Sulfa
"Tesis ini disusun dengan metode evidence-based case report (EBCR) yang merupakan metode pelaporan sebuah masalah klinis dengan pendekatan berbasis bukti. Pasien laki-laki, 39 tahun, dengan cedera medulla spinalis paraplegia kronis pengguna kursi roda manual datang dengan keluhan nyeri pada kedua bahu VAS 4. Keluhan nyeri dirasakan dalam 4 bulan terakhir dan dirasakan terutama saat transfer dan mengayuh kursi roda. Pertanyaan klinis dari kasus ini yaitu apakah pemberian latihan penguatan otot-otot ekstremitas atas dapat mengurangi nyeri bahu dan meningkatkan kemampuan fungsional individu cedera medula spinalis paraplegia pengguna kursi roda manual dan wheeling mandiri dengan nyeri bahu. Pencarian literatur dilakukan pada pusat data Cochrane, Pubmed, Scopus, Science Direct, dan Sage Journals. Dari seleksi judul dan abstrak berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan pembacaan jurnal secara menyeluruh diperoleh tiga artikel yang sesuai dengan pertanyaan klinis. Dilakukan analisis ketiga artikel tersebut dengan menilai kualitasnya berdasarkan validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa latihan penguatan otot-otot bahu dengan intensitas sedang pada pasien cedera medulla spinalis paraplegia pengguna kursi roda manual selama 8 hingga 12 minggu berujung pada perbaikan bermakna nyeri bahu kronis yang dinilai dengan Visual Analog Pain Scale (VAS) dan Wheelchair User’s Shoulder Pain Index (WUSPI). Hasil analisis subgrup juga menunjukkan perbaikan bermakna kemampuan fungsional sendi bahu yang dinilai dengan Physical Examination of the Shoulder Scale (PESS), the 36-item Short Form Health Survey (SF-36), the subjective quality of life scale (SQoL), dan Patient Global Impression of Change Scale. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan penguatan ekstremitas atas pada pasien cedera medula spinalis paraplegia yang menggunakan kursi roda manual dengan nyeri bahu memiliki manfaat positif dalam penurunan nyeri bahu dan perbaikan kemampuan fungsional sendi bahu dalam aktivitas sehari-hari.

This was an evidence-based case report (EBCR) designed to figure out the effects of upper extremities strengthening exercise towards shoulder pain experienced by spinal cord injury paraplegic patients who were manual wheelchair users. EBCR referred to a clinical case report with evidence-based approach method. A 39 year old paraplegic male patient came to the outpatient clinic with complaints of bilateral shoulder pain, VAS 4, in the past 4 months, especially felt during transfer and wheeling propulsion. This raised a clinical question whether upper extremities strengthening exercise would be able to reduce pain and improve shoulder function in paraplegic patients who were manual wheelchair users. Literature search in accordance with the clinical question was conducted on Cochrane, Pubmed, Scopus, Science Direct, and Sage Journals databases. Selection of titles and abstracts based on inclusion and exclusion criteria, multiple screening and thorough reading of the journal articles resulted in three suitable articles. Analysis was carried out on these articles by assessing their quality based on their validity, importance and applicability. The result of our analysis showed that shoulder strengthening exercises in moderate intensity performed in duration of 8 to 12 weeks demonstrated significant improvement in pain reduction assessed with Visual Analog Pain Scale (VAS), and Wheelchair User’s Shoulder Pain Index (WUSPI). Subgroup analysis showed significant improvement in shoulder function with improvement in Physical Examination of the Shoulder Scale (PESS), the 36- item Short Form Health Survey (SF-36), the subjective quality of life scale (SQoL), and Patient Global Impression of Change Scale. In summary, shoulder strengthening exercises have been demonstrated to improve shoulder pain dan function significantly in spinal cord injury paraplegic patients who used manual wheelchair for mobility on daily basis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3079
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marietta Shanti
"Tujuan: Mengetahui perbandingan efek latihan isokinetik dan isometrik terhadap nyeri, kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada pasien osteoarthritis lutut.
Disain: Eksperimental paralel.
Subjek: 28 orang pasien berusia antara 50-64 tahun, dibagi secara acak menjadi dua kelompok.
Tempat: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Perjan RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung.
Intervensi: Pasien menjalani program latihan isokinetik atau isometrik selama 6 minggu.
Parameter: VAS, peak torque, indeks Lequesne yang diukur setiap minggu.
Hasil: Kedua kelompok menunjukkan penurunan yang bermakna pada intensitas nyeri (p<0,001) dan indeks Lequesne (p<0,001), juga peningkatan yang bermakna pada peak torque (p<0,001) setelah 6 minggu. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok.
Kesimpulan: Kedua jenis latihan berguna pada pasien osteoarthritis berusia lanjut Pada kelompok isokinetik tidak didapatkan subjek yang mengeluh nyeri yang bermakna.

Objective: To compare the effect of isokinetic and isometric strengthening exercise on pain, strength and functional capacity of patients with knee osteoarthritis.
Design: Experimental parallel.
Participants: 28 patients, age 50-64 years, were randomly assigned into two groups.
Setting: Department of Physical Medicine and Rehabilitation. Hasan Sadikin Hospital Bandung.
Interventions: Patients received either a regimen of isokinetic exercise or a regimen of isometric exercise for 6 weeks.
Main outcome measure : VAS, peak torque and Lequesne index were measured each week.
Result: Both training groups showed significant decrease in pain score (pc0, 001) and Lequesne index (p<0, 001) and an increase in peak torque (p<0,001). However there is no significant difference of those parameters between groups.
Conclusion: Both exercises can benefit elderly patients with knee osteoarthritis as shown by the increase of strength and functional capacity. In the isokonetic group there were no subjects who experienced an increase in pain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Oktavianus
"ABSTRAK
ICS merekomendasikan latihan Kegel, sebagai terapi konservatif untuk mengatasi inkontinensia urin tekanan untuk dilakukan selama 12 minggu. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan kegel selama 4, dan 8 minggu dapat memperbaiki gejala inkontinensia, kualitas hidup, dan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Tujuan : Mengetahui gambaran perbaikan gejala subjektif dan objektif, peningkatan kekuatan otot dasar panggul, perbaikan derajat keparahan dan perbaikan kualitas hidup wanita penderita inkontinensia urin tekanan yang menjalani antara latihan Kegel yang 4, 8, dan 12 minggu
Metode: 55 subjek terdiagnosis inkontinensia urin tekanan (berdasarkan nilai (QUID >4) dan tes pembalut positif 60 menit) diberikan latihan Kegel di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM selama 12 minggu. Pengumpulan data, seperti kuesioner UDI-6; tes pembalut 60 menit; dan kuesioner IIQ-7 akan dicatat oleh subjek penelitian dalam buku kegiatan 4, 8, dan 12 minggu. Selain itu, evaluasi biofeedback(Myomed 932) dari kekuatan serat otot lambat dan serat otot cepat dilakukan setiap 2 minggu untuk menilai perbaikan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna antara skor UDI-6 dan IIQ-7 subjek sebelum latihan dan setelah latihan 4, 8, dan 12 minggu (uji Wilcoxon; p<0.05). Selain itu, adanya perbedaan yang signifikan pada kekuatan serat otot lambat dan serat cepat antara sebelum latihan dengan pasca latihan 8 minggu dan sebelum latihan dengan pasca 12 minggu. (dengan uji Wilcoxon; p <0.05).
Kesimpulan : Latihan Kegel yang dilakukan dengan durasi minimal 8 minggu dapat memperbaiki gejala, kekuatan otot dasar pangul dan kualitas hidup wanita dengan inkontinensia urin tekanan.

ABSTRACT
Kegel exercise is recommended by ICS, as a conservative therapy to improve stress urinary incontinence for 12 weeks. However, several studies have shown that Kegel exercise for 4 and 8 weeks can improve symptoms of incontinence, quality of life and increase pelvic floor muscle strength.
Objective: To identify the improvement subjective and objective symptoms, increasing pelvic floor muscle strength, and improvement quality of life among women with stress urinary incontinence who performed kegel exercise 4, 8, and 12 weeks.
Method: 55 subjects were diagnosed with stress urinary incontinence (based on (QUID score >4) and positive result of pad test 60 minutes) and were given the Kegel exercise at RSCM for 12 weeks. Datas such as UDI-6, pad test 60 minutes, and IIQ-7 will be documented by each subject in the book for 4, 8, and 12 weeks. In addition, Pelvic floor muscle (slow and fast fibers twitch) were assessed by biofeedback (myomed 932) every 2 weeks.
Result: The results show that there is a significant difference between the UDI-6 and IIQ-7 scores before, after 4, 8, and 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon testp < 0.05).
In addition, there is a significant difference in the pelvic floor muscle strength (slow and fast fibers twitch) between before with after exercise for 8 weeks Kegel exercise and between before and after 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon test; p <0.05).
Conclusion: Performing Kegel exercise with a minimum duration of 8 weeks can improve symptoms, pelvic floor muscle strength and quality of life for women with stress urinary incontinence"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Prima Oktarina
"Latar belakang: Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan masalah kesehatan kerja yang dilaporkan sebagai alasan umum ketidakhadiran operator dump truck di Industri Pertambangan PT.X. Operator alat berat memiliki risiko untuk terjadi NPB karena aktivitas pekerjaan. Sementara latihan peregangan membantu mencegah NPB dengan meningkatkan fleksibilitas neuromuskuler dan mengurangi rasa nyeri. Manfaat latihan peregangan untuk operator alat berat khususnya dump truck belum banyak diteliti dan perlu dilakukan intervensi berupa latihan peregangan terhadap operator dump truck yang mengalami NPB.
Tujuan: Mengetahui efek latihan peregangan saat bertugas terhadap NPB pada operator dump truck di industri pertambangan PT.X
Metode: Penelitian quasi experiment dengan pendekatan control group pretest-posttest melibatkan 76 operator yang mengalami NPB, masing-masing 38 operator dipilih secara purposive sampling untuk kelompok kontrol dan intervensi. Kelompok kontrol hanya menerima video edukasi pencegahan NPB dan kelompok intervensi menerima intervensi standar dan Latihan Peregangan Punggung Bawah. Penelitian dilakukan selama 4 minggu. Tingkat nyeri dan fleksibilitas diukur setiap minggunya. Tingkat nyeri dan fleksibilitas punggung bawah dinilai dengan Numeric Rating Scale (NRS) dan V-Sit and Reach Test. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat, dan general linear model (GLM).
Hasil Penelitian: Selama latihan peregangan, terdapat penurunan signifikan tingkat nyeri dan peningkatan fleksibilitas setiap minggunya. Pada akhir intervensi, terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri punggung bawah dan fleksibilitas pada kelompok kontrol dan intervensi (p<0,001). Tidak ada hubungan signifikan antara penurunan nyeri dan peningkatan fleksibilitas selama latihan peregangan.
Kesimpulan: Latihan peregangan punggung bawah secara signifikan dapat mengurangi tingkat nyeri dan meningkatkan fleksibilitas pada NPB. Latihan peregangan ini dapat digunakan sebagai salah satu program latihan peregangan di tempat kerja untuk pencegahan NPB. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh latihan peregangan pada operator alat berat lainnya.

Background : Lower Back Pain (LBP) is an occupational health problem that is reported as a common reason for the absence of dump truck operators in the mining industry of PT.X. Heavy Eequipment Vehicle (HEV) operators are at risk for LPB due to work activities. Stretching exercises help prevent LBP by increasing neuromuscular flexibility and reducing pain. The benefits of stretching exercises for HEV operators, especially dump trucks, haven’t been studied yet and interventions need to be carried out regarding the effects of stretching exercises on dump truck operators who experience LBP
Purpose: Determine the effect of stretching exercises especially pain level and flexibility in lower back while on duty towards low back pain in dump truck operators at the coal mining industry PT.X.
Methods: A nonrandomized controlled trial with a pretest-posttest control group approach involved 76 dump truck operators who experienced LBP, each of which 38 operators were selected by purposive sampling for the control and intervention groups. The control group only received LBP prevention education videos and the intervention group received standard intervention and Lower Back Stretching Exercises. This study were performed for 4 weeks. Pain and flexibility levels were measured at the start of the program, weekly, until the end of the program. Low back pain and flexibility were assessed using the Numeric Rating Scale (NRS) and the V-Sit and Reach (VSR) test. The data obtained were analyzed using univariate, bivariate, and general linear models (GLM).
Results: During stretching exercises, there was a significant reduction in pain levels and a significant increase in flexibility each week. At the end of the intervention, there was a significant difference between the level of pain and flexibility on LBP in the control and intervention groups (p<0.001). There is no significant relationship between reduced pain and increased flexibility during stretching exercises.
Conclusion: Lower back stretching exercises can significantly reduce pain levels and increase flexibility in LBP. This stretching exercise can be used as one of the stretching programs at work for the prevention of LBP. Further research is needed on the effect of stretching exercises on other heavy equipment operators.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfikri Asril
"Pendahuluan: Indonesia dengan kapasitas penapisan neonatus yang belum baik, memiliki angka kejadian developmental dysplasia of the hip (DDH) lambat-diagnosis yang cukup tinggi sehingga usia pasien saat dioperasi lebih besar dibanding negara maju. Hingga saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai luaran pasca operasi DDH di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui luaran anatomis dan fungsional pasien DDH yang dilakukan operasi satu tahap dengan reduksi terbuka, rekonstruksi tulang femur, dan acetabuloplasty.
Metode: Studi ini mengikutsertakan 21 pasien (24 panggul) yang dioperasi antara Januari 2013 hingga Januari 2020. Prosedur operasi yang dilakukan adalah operasi satu tahap reduksi terbuka, rekonstruksi femur dan acetabuloplasty (Salter innominate atau Pemberton). Semua operasi dilakukan oleh satu orang ahli pediatrik orthopaedi yang sama. Luaran anatomis dievaluasi dengan klasifikasi Severin dan sudut acetabular index pasca operasi. Luaran fungsional diukur dengan kriteria McKay dan skor CHOHES (Children’s Hospital of Oakland Hip Evaluation Scores).
Hasil: Rata – rata usia pasien saat operasi adalah 6 tahun dan rata – rata durasi follow up 43 bulan. Derajat Severin baik dan baik sekali pada 23 panggul, derajat McKay baik dan baik sekali pada 19 panggul serta skor CHOHES baik dan baik sekali pada 19 panggul. Acetabular index pasca operasi signifikan lebih baik dibanding pre operasi (p=0,01). Pasien dengan usia kurang dari 5 tahun memiliki luaran Severin dan McKay lebih baik dibanding yang lebih tua (p<0,05). Derajat Severin berbanding lurus dengan derajat McKay (p=0,01).
Kesimpulan: Operasi satu tahap dengan reduksi terbuka, rekonstruksi tulang femur, dan acetabuloplasty pada DDH memberikan hasil yang memuaskan baik dari segi anatomis maupun fungsional. Usia saat dilakukan intervensi merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap luaran pasca operasi.

Introduction: Indonesia, with its poor neonatal screening capacity, has a fairly high incidence of late-diagnosis developmental dysplasia of the hip (DDH) so that the patient's age at surgery is higher than in developed countries. Until now, not much research has been done on the postoperative outcome of DDH in Indonesia. This study aims to determine the anatomical and functional outcomes of DDH patients who underwent single-stage surgery with open reduction, femur reconstruction, and acetabuloplasty.
Method: This study included 21 patients (24 hips) who undergone surgery between January 2013 and January 2020. The surgery was a single-stage procedure of open reduction, femoral reconstruction and acetabuloplasty (Salter innominate or Pemberton). All of the surgery was conducted by the same pediatric orthopaedic surgeon. Anatomical outcome was evaluated by Severin classification and postoperative acetabular index. Functional outcome was measured by McKay criteria and CHOHES (Children’s Hospital of Oakland Hip Evaluation Scores).
Results: The mean age at the time of operation was 6 years and the average duration of follow up was 43 months.The Severin’s grade was good to excellent in 23 hips, the McKay’s score was good to excellent in 19 hips and the CHOHES score was good to excellent also in 19 hips. Postoperative acetabular index was significantly better than preoperative. (p=0,01). Patient younger than 5 years old had better grades of Severin and McKay (p<0,05). Severin’s and McKay’s grade were directly proportional (p=0,01).
Conclusion: Single-stage procedure of open reduction, femoral reconstruction, and acetabuloplasty in DDH gives satisfactory results both of anatomically and functionally. Age is the significant factor for better outcomes. Early diagnosis and intervention is therefore imperative in the successful treatment of patients suffering from DDH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Herdiana
"Pendahuluan: Coronary Artery Disease (CAD) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian di dunia. Tindakan kateterisasi dengan menggunakan teknik transradial arteri (TRA) telah mampu menurunkan angka morbiditas dan angka mortalitas dari CAD, tetapi prosedur ini juga berkontribusi untuk terjadinya komplikasi yang cukup besar. Tujuan: dari penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh handgrip exercise dynamometer terhadap nyeri, edema dan hematoma pada pasien CAD post transradial cardiac catheterization. Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment design dengan bentuk pre test and post test nonequivalent control group. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling yaitu Convinience sampling. Nyeri dan edema merupakan hasil utama dari penelitian ini yang dipantau dan diukur 2 jam setelah intervensi sedangkan hematoma dipantau dan diukur 24 jam setelah intervensi. Hasil: Terdapat penurunan skala nyeri dan edema yang signifikan sesudah dilakukan handgrip exercise pada kelompok intervensi dengan p value = 0,000. Tidak ada penurunan skala nyeri dan edema sesudah pada tindakan yang diberikan sesuai SOP Rumah sakit secara signifikan dengan p value > 0,05. Terdapat perbedaan yang signifikan median penurunan skala nyeri dan edema sesudah dilakukan handgrip exercise pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p value < 0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan pada kejadian hematoma sesudah dilakukan handgrip exercise pada kelompok intervensi yaitu 5,8% dibandingkan dengan kelompok kontrol 80,8% (p value < 0,05). Kesimpulan: handgrip exercise dynamometer dapat menurunkan nyeri, edema dan hematoma pada pasien CAD posttransradial cardiac catetherization.

Introduction: Coronary Artery Disease (CAD) is leading cause of mortality worldwide. Catheterization using the transradial arterial (TRA) technique has been able to reduce morbidity and mortality rates from CAD, but this procedure also contributes to the occurrence of complications. Aim: this study to identify the effect of the handgrip exercise dynamometer on pain, edema and hematoma in CAD patients post transradial cardiac catheterization. Method: This research design uses a quasi experimental design with the form of a pre test and post test nonequivalent control group. The sampling technique used in this research is non-probability sampling, namely convenience sampling. Pain and edema were the main outcomes of this study which were monitored and measured 2 hours after the intervention while hematoma was monitored and measured 24 hours after the intervention. Results: There was a significant reduction in pain and edema before and after handgrip exercise in the intervention group with p value = 0.000. There was no significant reduction in the pain and edema scale before and after the intervention given according to the hospital SOP with a p value < 0.05. There was a significant difference in the median reduction in pain and edema after handgrip exercise in the intervention group compared to the control group (p value < 0.05). There was a significant difference in the incidence of hematoma after handgrip exercise in the intervention group, namely 5.8% compared to the control group, 80.8% (p value < 0.05). Conclusion: handgrip exercise dynamometer can reduce pain, edema and hematoma in CAD posttransradial cardiac catetherization patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>