Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209498 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuri Shizcha Amelinda
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus Dengue (DENV) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit DBD dianggap WHO sebagai salah satu masalah kesehatan besar yang terjadi di dunia internasional, terbukti dengan telah tersebarnya penyakit ini di lebih dari 100 wilayah yang beriklim tropis dan sub-tropis. Wilayah yang terkena dampak paling parah adalah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD tertinggi diantara 30 negara endemik. Dari tahun 2016 hingga 2020 puncak kejadian DBD adalah pada tahun 2016 dengan 22.697 kasus dan incidence rate sebesar 198,71 kasus baru per 100.000 penduduk. Kota Administrasi Jakarta Selatan beberapa kali menempati posisi ke-3 dengan kejadian DBD tertinggi diantara 5 Kota Administrasi di DKI Jakarta pada tahun 2016 hingga 2020. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi ekologi dengan pendekatan analisis korelasi untuk melihat kekuatan hubungan antara faktor iklim pada bulan yang sama (non-time lag), faktor iklim dengan jeda 1 bulan (time lag 1), faktor iklim dengan jeda 2 bulan (time lag 2), kepadatan penduduk, dan kepadatan vektor dengan Incidence Rate DBD. Secara statistik, analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan non-time lag, time lag 1, dan time lag 2, suhu udara time lag 2, kelembaban udara non-time lag, time lag 1, dan time lag 2, kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan Incidence Rate DBD. Penyakit DBD yang masih menjadi penyakit yang perlu diwaspadai di Indonesia mengharuskan pemerintah dan masyarakat untuk terus meningkatkan upaya pencegahan penyakit DBD.

Dengue fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus (DENV) and bleeds through infection with the Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes. DHF is considered by WHO as one of the major health problems that occur in the international world, as evidenced by the spread of this disease in more than 100 regions with tropical and sub-tropical climates. The worst-affected regions were Southeast Asia and the Western Pacific. Indonesia is reported as the 2nd country with the highest dengue cases among 30 endemic countries. From 2016 to 2020 the peak incidence of DHF was in 2016 with 22,697 cases and an incidence rate of 198.71 new cases per 100,000 population. South Jakarta Administrative City several times occupy the 3rd position with the highest incidence of DHF among 5 DKI Jakarta Administrative Cities in 2016 to 2020. The study design used in this study is a study with a correlation analysis approach to see the relationship between climatic factors in different months. the same (non-time lag), climatic factors with a lag of 1 month (time lag 1), climatic factors with a lag of 2 months (time lag 2), population density, and vector density with the Incidence Rate of DHF. Statistically, correlation analysis showed a significant relationship between rainfall non-time lag, time lag 1, and time lag 2, air temperature time lag 2, air humidity non-time lag, time lag 1, and time lag 2, density population, and larva-free rate with the Incidence Rate of DHF. DHF, which is still a disease that needs to be watched out for in Indonesia, requires the government and society to continue to increase efforts to prevent dengue. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizki Amelia
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropic yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD juga merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan Jakarta barat memiliki jumlah kasus tertinggi pertama dan kedua di Provinsi DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir.
Tujuan: Menganalisis hubungan faktor iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara), kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan incidence rate DBD di Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013-2022.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara pada time lag 1 dan time lag 2 serta kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD.
Hasil: Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan lebih berpengaruh pada curah hujan time lag 2, suhu udara time lag 2 dan kelembaban time lag 2. Variabel lainnya yaitu kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan pada tahun 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, dan 2021. Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -160,665 + 3,763 (suhu) + 1, 033 (kelembaman) - 0,102 (curah hujan) - 0,001 (kepadatan penduduk). jika disimulasikan dengan kombinasi suhu sebesar 26,1°C, kelembaman 82,9%, curah hujan 14,9 mm, dan kepadatan penduduk sebesar 20.000 maka kejadian IR DBD akan muncul sebanyak 2,39 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease throughout the tropics and parts of the subtropics caused by the dengue virus. Dengue fever is also one of the main public health problems in Indonesia and West Jakarta has the first and second highest number of cases in DKI Jakarta Province in recent years.
Objective: Analyzing the relationship between climate factors (rainfall, air temperature, and humidity), population density, and larvae-free rates with DHF incidence rates in West Jakarta Administrative City in 2013-2022.
Methods: This study uses an ecological study design with correlation analysis to see the relationship between climatic factors which include rainfall, air temperature, air humidity in time lag 1 and time lag 2 and population density with DHF Incidence Rate. Results: The results of the bivariate analysis with the correlation test show that a significant relationship has more influence on rainfall time lag 2, air temperature time lag 2 and humidity time lag 2. Another variable, namely population density, has a significant relationship in 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, and 2021. The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the DHF IR equation = -160.665 + 3.763 (temperature) + 1.033 (inertia) - 0.102 (rainfall) - 0.001 (population density). if simulated with a combination of temperature of 26.1°C, humidity of 82.9%, rainfall of 14.9 mm, and a population density of 20,000, the incidence of IR DHF will occur as many as 2.39 cases per 100,000 population.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Zahra
"Iklim dapat mempengaruhi siklus hidup, siklus perkembangbiakkan nyamuk, dan dapat berpengaruh terhadap jumlah jentik atau angka bebas jentik, jentik kemudian berkembang menjadi nyamuk dan menularkan virus Dengue kepada manusia. Kepadatan penduduk berhubungan dengan jarak terbang nyamuk yang hanya berkisar 50 meter, maka daerah dengan penduduk padat dapat mempercepat penularan virus Dengue. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor iklim (suhu udara, kelembaban, dan curah hujan), faktor ke padatan vektor (angka ABJ), dan kepadatan penduduk dengan angka incidence rate DBD di Kecamatan Cilandak Tahun 2010-2019. Penelitian ini menggunakan studi ekologi. Jenis data yang diambil adalah data sekunder. Data incidence rate DBD, dan angka ABJ didapatkan dari laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Cilandak. Data mengenai kepadatan penduduk didapatkan dari Badan Pusat Statistik. Data terkait iklim didapat dari BMKG. Hubungan akan dianalisis menggunakan uji pearson product moment. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pada tahun 2010 hanya kepadatan penduduk yang memiliki hubungan yang signifikan dengan IR DBD (p=0,003, r=0,783). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa suhu memiliki hubungan signifikan terhadap IR DBD di Kecamatan Cilandak pada tahun 2011 (p=0,048, r=-0,580) dan 2015 (p=0,020, r=-0,66). Kelembaban memiliki hubungan signifikan dengan IR DBD di Kecamatan Cilandak pada tahun 2015 (p=0,013, r=0,426) dan 2019 (p=0,046, r=0,584). Curah hujan memiliki hubungan signifikan dengan IR DBD di Kecamatan Cilandak pada tahun 2019 (p=0,021, r=0,654). Kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan dengan IR DBD pada tahun 2010 (p=0,003, r=-0,783), 2012 (p=0,010, r=-0,706), 2014 (p=0,10, r=-0,706), 2015 (p=0,001, r=-0,844), 2016, 2017, dan 2019. Secara keseluruhan tahun 2010-2019, curah hujan dan kelembaban memiliki hubungan dengan IR DBD di Kecamatan Cilandak (p=0,029, r=0,685). Untuk mengurangi IR DBD disarankan untuk tetap melakukan kegiatan PSN, meningkatkan jumlah jumantik mandiri, dan meningkatkan penggunaan lavitrap.

Climate can affect the life cycle, the breeding cycle of mosquitoes, and can affect the number of larvae or larvae-free numbers, larvae then develop into mosquitoes and transmit the dengue virus to humans. Population density is related to mosquito flying distances that are only around 50 meters, so areas with dense population can accelerate the transmission of the dengue virus. This study aims to analyze the relationship between climate factors (air temperature, humidity, and rainfall), vector density factors (ABJ figures), and population density with DHF incidence rate in Cilandak District in 2010-2019. This research uses ecological studies. The type of data taken is secondary data. DHF incidence rate data, and ABJ figures were obtained from the annual report of the Cilandak District Health Center. Data on population density was obtained from the Central Statistics Agency. Climate related data obtained from BMKG. Relationships will be analyzed using the Pearson product moment test. The results of the bivariate analysis showed that in 2010 only population density had a significant relationship with IR DHF (p = 0.003, r = 0.783). The results of the bivariate analysis showed that temperature had a significant relationship with DHF IR in Cilandak District in 2011 (p = 0.048, r = -0.580) and 2015 (p = 0.020, r = -0.66). Humidity has a significant relationship with IR DHF in Cilandak District in 2015 (p = 0.013, r = 0.426) and 2019 (p = 0.046, r = 0.584). Rainfall has a significant relationship with IR DHF in Cilandak District in 2019 (p = 0.021, r = 0.654). Population density has a significant relationship with IR DHF in 2010 (p = 0.003, r = -0.783), 2012 (p = 0.010, r = -0.706), 2014 (p = 0.10, r = -0.706), 2015 ( p = 0.001, r = -0.844), 2016, 2017 and 2019. Overall in 2010-2019, rainfall and humidity have a relationship with IR DHF in Cilandak District (p = 0.029, r = 0.685). To reduce the DHF IR it is advisable to keep doing PSN activities, increase the number of independent jumantik, and increase the use of lavitrap."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Rahmawati
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue (DENV) yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. DBD merupakan penyakit akibat infeksi dari nyamuk yang
berkembang paling cepat dan menjadi ancaman kesehatan di dunia. Wilayah geografis
Indonesia yang beriklim tropis merupakan wilayah hiper-endemik DBD. Kota Depok
merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang memiliki tren penyakit DBD yang
fluktuatif dan cenderung tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2019 dan 2021 Kota Depok
termasuk peringkat 2 terbesar sebagai kabupaten/kota dengan kasus DBD tertinggi di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dan analisis uji korelasi untuk
mengetahui hubungan antara faktor iklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban
udara), kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap Incidence Rate (IR)
DBD di Kota Depok pada tahun 2017-2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan time lag 0, time lag 1 dan time lag
2, suhu udara time lag 1, kelembaban udara time lag 0, time lag 1 dan time lag 2 dan
Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap Incidence Rate DBD. Hubungan yang signifikan
antara faktor iklim dan ABJ terhadap IR DBD, menunjukkan bahwa upaya pencegahan
dan pengendalian DBD dengan melakukan PSN 3M Plus harus dilakukan dan
ditingkatkan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Depok maupun masyarakat. Selain itu,
diperlukan kolaborasi dan kerja sama lintas sektor yaitu pihak Dinas Kesehatan Kota
Depok dan BMKG, sehingga dapat dibuat kebijakan dan perencanaan yang tepat untuk
pencegahan dan penanggulangan DBD di Kota Depok pada periode sebelum peningkatan
kejadian DBD.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by the Dengue virus (DENV)
which is transmitted to humans through the bites of Aedes aegypti and Aedes albopictus
mosquitoes. Dengue fever is a disease caused by infection from mosquitoes that develops
the fastest and becomes a health threat in the world. The geographical area of Indonesia
with a tropical climate is a hyper-endemic area for DHF. Depok City is one of the cities
in West Java Province which has a fluctuating trend of Dengue fever every year. In 2019
and 2021 Depok City is ranked 2nd as the district/city with the highest DHF cases in
Indonesia. This study used an ecological study design and correlation test analysis to
determine the relationship between climate factors (rainfall, air temperature and air
humidity), population density and larvae free rate (LFR) on the Incidence Rate (IR) of
DHF in Depok City in 2017- 2021. The results showed that there was a significant
relationship between rainfall time lag 0, time lag 1 and time lag 2, air temperature time
lag 1, air humidity time lag 0, time lag 1 and time lag 2, and larva free number (LFR) on
the Incidence Rate of DHF. The significant relationship between climate factors and LFR
on DHF IR shows that prevention and control of DHF by doing PSN 3M Plus is necessary
to do and must be improved by the Dinas Kesehatan Kota Depok and the community.
Besides that, cross-sector collaboration and cooperation between Dinas Kesehatan Kota
Depok dan BMKG should be done, so that appropriate policies and planning can be made
for the prevention and control of DHF in Depok City, especially in the period before the
increase of DHF incidence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Dea Plasenta
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut dengan pendarahan minor atau mayor, trombositopenia, dan kebocoran plasma yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. WHO mencatat sejak tahun 1968-2009, Indonesia menjadi negara urutan pertama di Asia Tenggara dengan kasus DBD terbanyak dan urutan kedua di dunia. Di tahun 2015, Kemenkes RI telah mencatat peningkatan jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD di Indonesia. Dari 384 Kabupaten dan Kota meningkat menjadi 446 Kabupaten dan Kota. Salah satu Kabupaten/Kota dengan kasus DBD yang tinggi adalah Kota Tangerang Selatan. Bahkan, pada tahun 2014, Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak di Provinsi Banten dengan 768 kasus. Terdapat faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya kasus DBD, yaitu faktor iklim, kepadatan penduduk, dan populasi nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim, kepadatan penduduk, dan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ecological time series dengan metode kuantitatif dan analisis korelasi dan regresi linear ganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan; Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan; dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara suhu, kelembaban, dan ABJ dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,016; r = -0,282) (p = 0,000; r = 0,506) (p = 0,000; r = -0,558), sementara untuk curah hujan dan kepadatan penduduk menunjukkan hasil tidak signifikan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,064; r = 0,220) (p = 0,759; r = -0,037). Dari hasil regresi linear ganda, didapatkan hasil bahwa variabel yang masuk model akhir adalah variabel kelembaban dan ABJ dan dapat menjelaskan 39,9% variasi variabel dependen kejadian DBD (R square = 0,399). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 adalah variabel kelembaban.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile disease with minor or major bleeding, thrombocytopenia, and plasma leakage caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito vector. WHO noted that from 1968-2009, Indonesia became the first country in Southeast Asia with the most dengue cases and the second in the world. In 2015, the Indonesian Ministry of Health has recorded an increase in the number of districts/cities infected with dengue fever in Indonesia. From 384 regencies and cities, it increased to 446 regencies and cities. One of the districts/cities with high dengue cases is South Tangerang City. In 2014, South Tangerang City became the largest contributor to DHF cases in Banten Province with 768 cases. There are factors that can be the cause of high dengue cases, namely climate factors, population density, and mosquito populations. The purpose of this study was to determine the relationship between climatic factors, population density, and larval free rate (LFR) with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021. This research uses an ecological time series design study with quantitative methods and correlation analysis and multiple linear regression. This study uses secondary data from the South Tangerang City Health Office; Central Bureau of Statistics of South Tangerang City; and the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). The results of this study are that there is a significant relationship between temperature, humidity, and LFR with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.016; r = -0.282) (p = 0.000; r = 0.506) (p = 0.000 ; r = -0.558), while rainfall and population density showed insignificant results with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.064; r = 0.220) (p = 0.759; r = -0.037). From the results of multiple linear regression, it was found that the variables that entered the final model were humidity and LFR variables and could explain 39.9% of the variation in the dependent variable of DHF incidence (R square = 0.399). The most influential variable on the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016- 2021 is the humidity variable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Salamah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Flavivirus dan famili Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Pada tahun 2019 IR DBD di wilayah Kecamatan Kramat Jati mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya dengan besar IR yaitu 104,37 per 100.000 penduduk. Lalu, pada tahun 2020, wilayah Kecamatan Kramat Jati masuk ke dalam peringkat ke tiga sebagai wilayah dengan kejadian DBD tertinggi di Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 205 kasus dan nilai IR DBD sebesar 64,53 per 100.000 penduduk. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu, kelembapan dan curah hujan), kepadatan vektor (angka ABJ), kepadatan penduduk dengan incidence rate demam berdarah dengue di Kecamatan Kramat Jati Tahun 2011-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi menurut time trend dengan unit analisis per bulan selama 10 tahun (2011-2020) dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian pada data seluruh tahun (2011-2020) menunjukkan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan, kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik memiliki hubungan signifikan dengan incidence rate DBD di Kecamatan Kramat Jati. Upaya pencegahan dan pengendalian DBD dengan melakukan kegiatan PSN 3M Plus perlu dilakukan dan ditingkatkan oleh pihak puskesmas dan masyarakat. Selain itu, kerja sama lintas sektor antara Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan BMKG selaku penyedia data iklim perlu dilakukan sebagai landasan untuk membuat keputusan terkait program pencegahan dan pengendalian DBD dalam bentuk pemberian update informasi terkait iklim.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by a virus belonging to the genus Flavivirus dan family Flaviviridae that is spread by Aedes mosquitoes. In 2019, the incidence rate of DHF in Kramat Jati district has increased from the previous year with an incidence rate of 104.37 per 100.000 population. Then, In 2020 Kramat Jati district became 3rd position with the highest number of dengue cases among 10 districts in East Jakarta with a total of 205 cases and an incidence rate of 64.53 per 100.000 population. The research aims to determine the association between climate factors (temperature, humidity, and rainfall), vector density (ABJ figures), and population density with a DHF incidence rate in Kramat Jati District in 2011-2020. This research is a time-series ecological study with units analysis per month for 10 years (2011-2020) and used secondary data. The results in all years data (2011-2020) showed that temperature, humidity, rainfall, population density, and ABJ had a significant relationship with the incidence rate of DHF in Kramat Jati district. Prevention and control of DHF by doing PSN 3M Plus is necessary to do and must be improved by the public health center and the society. Besides that, the inter-sectoral collaboration between Dinas Kesehatan Jakarta Timur and BMKG as a provider of climate data should be done as a base for making decisions regarding dengue prevention and control programs by doing an information update about climate."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Endang Kusdiningsih
"Tesis ini membahas tentang iklim dan kepadatan penduduk yang dihubungkan dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat selama tahun 2006-2008. Desain penelitian ini dengan studi ekologi/mixed ecology study yang memanfaatkan data sekunder.
Hasil pnelitian menunjukkan ada hubungan antara curah hujan dengan kasus DBD di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat, semakiu tinggi curah hujan semakin banyak kasus DBD. Ada hubungan antara suhu dengan kasus DBD di Jakarta Timur, Jakarta Sclatan dan Jakarta Pusat, semakin tinggi suhu semakin sedikit kasus DBD. Ada hubungan antara kelembaban dengan kasus DBD di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Ada hubungan antara kecepatan angin dengan kasus DBD di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Ada hubungan antara kepadatan penduduk deugan kasus DBD di Jakarta Pusat.
Dalam mengantisipasi kejadian DBD di masa datang antara lain; perlu dikaji atau dianalisis faktor ikiim dalam upaya penanggulangan DBD, penggerakkan peran serta masyarakat datam pemberantasan sarang nyamuk, dilakukan sebelum masa pcnularan yaitu pada bulan September dan November, meliputi pemberantasan sarang nyamukseperti gerakan jumat bersih, Iarvasidasi, dan pcnyuluhan secara intensii Pemantauan jentik berkala oleh Petugas Kesehatan dilakukan lebih sering.
Alokasikan biaya KLB untuk mengantisipasi adanya lonjakan kasus DBD sekitar bulan Januari dan Pebruari. Wilayah dengan penduduk padat lebih diprioritaskan. Pcmberantasan sarang nyamuk dan tempat istirahat nyamuk perlu ciilakukan antara Iain dengan kebersihan sanitasi lingkungan di dalam dan sekitar rumah dan menghindari diri dari gigitan nyamuk.

The study is describing on the climate and population density issues in relation to the incidence of the DI-IF in the area of Administrative Cities of East, South and Central Jakarta -during the year of 2006 to 2008. The study design is using the mixed ecology study that utilizing the secondary data.
The study showed that in all cities studied, there are relationship between DHF and the rainfalls, the more intense on rainfall the higher cases were found; between DHF and the temperature, the higher the temperature the less DI-LF cases were found; between DI-IF and humidity. In East and South Jakarta, there is a relationship between the win speed and DI-IF cases. While only in Central Jakarta was found the relationship between population densities with DHF cases.
In order to anticipate the incidence of DI-IF in the future, an assessment or a factors analysis are should be done in dealing with DHF eradication program, community mobilization in mosquito breeding-nest eradication should be carried out before transmission period, i.e. in September and November, activate the program called Clean Friday which is a program of mosquito breeding-nest eradication, larvicide’s program, and an intensive mass education. A persistent larva monitoring program by health providers should be done more frequent.
Budget for DHF anticipating program should be allocated in the month of January or February. Priority should be addressed to the most populous area first. The mosquito breeding-nest eradication should be done along with the program on environment clcanness at the inside of the house and surrounds, and avoid the mosquito's bite.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34281
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Delia Revorina
"

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang sebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi virus dengue dari penderita kepada orang lain. Penyakit ini endemik lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis di belahan dunia. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari populasi yang berisiko terkena demam berdarah di seluruh dunia tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat, salah satunya Indonesia. Pada tahun 2016, DKI Jakarta ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD, dengan jumlah penderita sebanyak 22.697 kasus dan Incidence Rate (IR) sebesar 220.8 per 100.000 penduduk. Kota Jakarta Barat menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kejadian DBD tertinggi dibandingkan dengan kota lain di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian DBD di Kota Jakarta Barat tahun 2015-2019 dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti demografi, iklim, dan angka bebas jentik. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi ekologi dengan pendekatan analisis spasial dan analisis korelasi untuk melihat kekuatan hubungan antara kejadian DBD dengan faktor kepadatan penduduk, iklim, dan angka bebas jentik. Secara spasial kejadian DBD cenderung terjadi di wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi dan ABJ rendah. Secara statistik, analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk, kelembanam udara, dan curah hujan dengan kejadian DBD. Sedangkan suhu udara dan angka bebas jentik menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan terhadap kejadian DBD di Kota Jakarta Barat. Dari 56 kelurahan di Jakarta Barat, terdapat 53 kelurahan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi, dan 3 kelurahan tergolong kategori kerawanan sedang terjadinya kasus DBD. Tingginya masalah kasus DBD di Jakarta Barat membuat Dinas Kesehatan sebaiknya meningkatkan upaya atau perencanaan serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat dalam pemberantasan kasus DBD.

Kata kunci:

Demam Berdarah Dengue (DBD), Kepadatan Penduduk, Iklim, ABJ, Analisis Spasial.


Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease transmitted by Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes who infected with dengue virus. DHF have been affecting more than 100 tropical and sub-tropical countries in the world. Around 1.8 billion (more than 70%) of the population at risk of dengue fever worldwide live in countries of Southeast Asia and the Western Pacific Region, including Indonesia. In 2016, DKI Jakarta was assigned the status of outbreak of DHF, with a total of 22,697 cases and an incidence rate (IR) of 220.8 per 100,000 population. West Jakarta is one of the regions with the highest DHF incidence rate compared to other cities in DKI Jakarta. This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of dengue in West Jakarta in 2015-2019 by considering several factors such as demographics, climate, and larval free index. This study uses an ecological study with a spatial analysis approach and correlation analysis to see the strength of the relationship between the incidence of DHF with factors of population density, climate, and larvae free index. Spatially the incidence of DHF tends to occur in areas with high density and low larvae free index. Statistically, correlation analysis shows that there is a significant relationship between population density, air humidity, and rainfall with the incidence of DHF. Meanwhile, there is no significant correlation between the air temperature and larvae free index with the incidence of DHF in West Jakarta. Result shows that from 56 urban villages in West Jakarta, there are 53 urban villages that are categorized as high vulnerability, and 3 urban villages categorized as medium vulnerability. The high problem of dengue cases in West Jakarta makes the authorities should increase efforts or planning and optimize community empowerment in eradicating dengue cases.

Keywords:

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), Population Density, Climate, Larvae Free Index, Spatial Analysis.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virli Andani Harnelis
"Demam berdarah dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue (DENV). Selama masa pandemi COVID-19, jumlah kasus DBD di dunia internasional maupun nasional mengalami penurunan, begitupun Kota Jakarta Timur. Kendati demikian, Kota Jakarta Timur merupakan kota dengan kasus DBD tertinggi di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor iklim dengan jeda waktu 0 (non-time lag), 1 (time lag 1), dan 2 (time lag 2) bulan, kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Jakarta Timur pada saat sebelum dan selama masa pandemi COVID-19 tahun 2018-2021. Data dianalisis menggunakan uji beda ≥ 2 rata-rata, uji korelasi, dan analisis spasial. Secara statistik, terdapat perbedaan rata-rata incidence rate (IR) DBD dan ABJ yang signifikan antara tahun 2018-2021 (p = 0,000; p = 0,011). Selain itu uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara curah hujan time lag 1 (p = 0,002; r = 0,041) dan time lag 2 (p =0,000; r = 0,651), suhu udara time lag 1 (p = 0,004; r = -0,441), dan time lag 2 (p = 0,001; r = -0,48), serta kelembaban udara non time lag (p = 0,002; r = 0,429), time lag 1 (p = 0,000; r = 0,668), dan time lag 2 (p = 0,000; r = 0,699) dengan kejadian DBD. Secara spasial maupun statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk dan ABJ dengan kejadian DBD. Pemetaan tingkat kerawanan kejadian DBD pada saat sebelum dan selama pandemi COVID-19, menunjukkan bahwa dari 10 kecamatan yang ada di Kota Jakarta Timur, 1 kecamatan mengalami peningkatan tingkat kerawanan menjadi sedang dan 2 kecamatan mengalami penurunan tingkat kerawanan menjadi rendah. Kecamatan Matraman tergolong pada tingkat kerawanan tinggi. Kecamatan Jatinegara, Duren Sawit, Kramatjati, dan Ciracas tergolong pada tingkat kerawanan sedang. 5 Kecamatan lainnya tergolong pada tingkat kerawanan rendah. Adanya perbedaan rata-rata yang signifikan pada ABJ dan IR DBD, hubungan antara faktor iklim dengan kejadian DBD, serta tingkat kerawanan yang tinggi pada beberapa wilayah, sebaiknya dijadikan pertimbangan oleh pemerintah setempat untuk meningkatkan upaya pencegahan DBD dan menyusun rencana strategis dalam pengendalian DBD.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is transmitted by Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes infected with the dengue virus (DENV). During the COVID-19 pandemic, the number of dengue cases internationally and nationally decreased, as did the City of East Jakarta. Thus, East Jakarta City is the city with the highest dengue cases in DKI Jakarta Province. This study aims to analyze climate factors at time lag of 0 (non-time lag), 1 (time lag 1), and 2 (time lag 2) months, population density, and larva free index (LFI) with the incidence of DHF in the city of Jakarta. East before and during the 2018-2021 COVID-19 pandemic. The data were analyzed using the average difference test, correlation test, and spatial analysis. Statistically, there is a significant difference in the average incidence rate (IR) of DHF and LFI between 2018-2021 (p = 0.000; p = 0.011). In addition, the correlation test showed a significant relationship between rainfall at time lag 1 (p = 0.002; r = 0.041) and time lag 2 (p = 0.000; r = 0.651), air temperature at time lag 1 (p = 0.004; r = -0.441), and time lag 2 (p = 0.001; r = -0.48), as well as non-time lag air humidity (p = 0.002; r = 0.429), time lag 1 (p = 0.000; r = 0.668), and time lag 2 (p = 0.000; r = 0.699) with the incidence of DHF. Spatial and statistically, there was no significant relationship between population density and LFI with the incidence of DHF. Mapping the level of vulnerability to DHF events before and during the COVID-19 pandemic, shows that of the 10 sub-districts in East Jakarta City, 1 sub-district experienced an increase in the level of vulnerability to moderate and 2 sub-districts experienced a decrease in the level of vulnerability to low. Matraman sub-districts are classified as high vulnerability. Jatinegara, Duren Sawit, Kramatjati, and Ciracas sub-districts are classified as moderate vulnerability. The other 5 sub-districts are classified as low vulnerability. The existence of significant differences in the average ABJ and IR of DHF, the relationship between climatic factors and the incidence of DHF, as well as the high level of vulnerability in some areas, should be considered by the local government to increase efforts to prevent DHF and develop a strategic plan in controlling DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Qurrota A'yun
"Demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Insidensi lebih dominan di daerah tropis dan subtropis. Terdapat berbagai faktor yang diduga berkontribusi pada penyebaran DBD, seperti kepadatan penduduk, perubahan iklim, dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara kepadatan penduduk, iklim, dan larva nyamuk secara bersamaan di Jakarta Utara. Studi ini menggunakan uji cross sectional yang membandingkan insidensi demam berdarah di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2019 hingga 2022 dan diuji hubungannya dengan faktor iklim, seperti temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara, serta kepadatan penduduk dan angka bebas jentik. Uji dilakukan dengan uji korelasi Pearson dan Spearman. Pengaruh terhadap insidensi demam berdarah, antara lain kelembaban udara pada bulan yang sama (p=0.037, r=0.303 pada Non TL), curah hujan pada satu bulan setelah curah hujan diukur (p=0.038, r=0.303 pada TL-1). temperatur udara pada 2 bulan setelah temperatur udara diukur (p=0.005, r=-0.405). Kepadatan larva pada bulan yang sama (p=0.006, r=-0.547). Kepadatan penduduk pada bulan yang sama (p=0.036, r=0.431). Kelembaban udara, kepadatan larva, dan kepadatan penduduk memiliki pengaruh terhadap insidensi demam berdarah pada bulan yang sama, sedangkan curah hujan pada 1 bulan setelah pengukuran, dan temperatur udara tidak memiliki korelasi signifikan.

Dengue fever (DF) is a disease caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes. The incidence is more dominant in tropical and subtropical areas. Various factors are believed to contribute to the spread of DF, such as population density, climate change, and environmental conditions. Therefore, this study aims to analyze the relationship between population density, climate, and mosquito larvae concurrently in North Jakarta. This study uses a cross-sectional design comparing the incidence of dengue fever in North Jakarta from 2019 to 2022 and examines its relationship with climatic factors such as air temperature, rainfall, humidity, as well as population density and the larval index. The analysis was performed using Pearson and Spearman correlation tests. Factors influencing the incidence of dengue fever include humidity in the same month (p=0.037, r=0.303 for Non TL), rainfall one month after it is measured (p=0.038, r=0.303 for TL-1), air temperature two months after it is measured (p=0.005, r=-0.405), larval density in the same month (p=0.006, r=-0.547), and population density in the same month (p=0.036, r=0.431). Humidity, larval density, and population density have an influence on the incidence of dengue fever in the same month, while rainfall measured one month later and air temperature doesn’t have significant temperature."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>