Ditemukan 185043 dokumen yang sesuai dengan query
Gilang Prabowo
"Restrukturisasi BUMN dengan membentuk Holding company (Perusahaan Grup), diperlukannya ketentuan hukum yang tidak bertentangan antara peraturan yang berlaku agar mampu mengakomodir segala kepentingan agar berpegang teguh terhadap tiga tujuan hukum. Tujuan dari penelitian ini mengetahui pembentukan Holding BUMN serta Mengetahui Monopoli yang dilakukan oleh Holding BUMN berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia Penelitian ini menggunakan metode normatif dan berbentuk deskriptif analistis dengan menggunakan data sekunder dimana penarikan kesimpulan menggunakan deduktif Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa hukum positif di Indonesia telah mengatur pembentukan Holding BUMN dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016, hak istimewa diberikan oleh negara melalui peraturan pemerintah tersebut, mengingat anak perusahaan Holding BUMN tidak berstatus BUMN, rentan bagi anak perusahaan BUMN memenuhi unsur-unsur monopoli dan praktek persaingan usaha tidak sehat, dimungkinkan terjadi pemusatan konsentrasi horizontal serta menimbulkan trust dan dapat menimbulkan kontra bagi pelaku usaha swasta maupun asing. Holding Company merupakan gagasan yang baik, Namun peraturan di Indonesia belum mampu mengakomodir perkembangan zaman mengenai Holding Company, Pemerintah sebagai kekuasan eksekutif yang melaksanakan perintah undang-undang harus dapat menjaga sektor-sektor yang penting dan vital bagi hajat hidup orang banyak melalui Holding BUMN, hal tersebut dimaksudkan agar fungsi sosial dari BUMN dapat dilaksanakan dan memberikan kesejahteraan bagi sebanyak-banyaknya orang.
The restructuring of SOEs by forming a holding company requires legal provisions that do not conflict with applicable regulations in order to be able to accommodate all interests in order to adhere to the three legal objectives. The purpose of this study is to determine the formation of BUMN Holding and to know the Monopoly carried out by BUMN Holding based on the laws and regulations in Indonesia. Positive things in Indonesia have regulated the formation of BUMN Holding with the issuance of Government Regulation Number 72 of 2016, special rights are granted by the state through this government regulation, considering that BUMN Holding subsidiaries do not have BUMN status, vulnerable for BUMN subsidiaries to fulfill the elements of monopoly and business competition practices. unhealthy, it is possible for horizontal concentration to occur and create trust and may create contra for private and foreign business actors. Holding Company is a good idea. However, regulations in Indonesia have not been able to accommodate the times regarding Holding Companies. The Government as the executive power that carries out the orders of the law must be able to protect sectors that are important and vital for the livelihood of many people through BUMN Holding. This is intended so that the social functions of BUMN can be carried out and provide welfare for as many people as possible. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Kamal Pashaa
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas bagaimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memandang permasalahan tindakan PT Telkom Tbk dalam menjual produk Triple Play IndiHome, dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari Triple Play IndiHome tersebut bagi pelaku usaha lain dan hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT Telkom Tbk melalui Triple Play IndiHome berpotensi melanggar Pasal 15 ayat 2 tentang Tying Agreement dan Pasal 25 tentang Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha dikarenakan PT Telkom memanfaatkan posisi dominannya sebagai satu-satunya pemilik jasa layanan telepon tetap untuk menjual produk internet dan tv kabel.
ABSTRACTThis thesis discusses how the Act No. 5, 1999 being used towards the problems of PT Telkom Tbk action in selling Triple Play IndiHome, and how the impact of the Triple Play IndiHome for other businesses and competition law. This study is a normative juridical using primary and secondary data. The results of this study indicate that PT Telkom Tbk through Triple Play IndiHome potentially infringe Article 15 2 of the Tying Agreement and Article 25 of Dominance in Competition Law because PT Telkom take advantage of its dominant position as the sole owner of telephone services remains to sell product internet and cable tv."
2017
S66723
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amanda Husna Karimah
"Skripsi ini menganalisis mengenai tindakan anti persaingan yang menyebabkan tingginya tarif angkutan peti kemas Batam-Singapura dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pada awalnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU menduga bahwa tingginya tarif angkutan peti kemas Batam-Singapura yang ditetapkan oleh sejumlah perusahaan Singapura merupakan kartel yang dilarang oleh Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akan tetapi, tindakan anti persaingan yang secara substansial lebih tepat dalam kasus tarif angkutan peti kemas Batam-Singapura adalah penetapan harga yang dilarang oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena dalam kasus ini tidak terdapat pengaturan produksi atau pemasaran. Selanjutnya, perusahaan Singapura yang terlibat dalam kasus penetapan harga tersebut bukanlah merupakan pelaku usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia, sehingga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak dapat berlaku secara optimal dan efektif terhadap kasus tersebut. Skripsi ini juga membahas mengenai keberlakuan UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk diterapkan secara ekstrateritorial terhadap tindakan anti persaingan yang bersifat lintas negara dengan mempertimbangkan doktrin-doktrin hukum persaingan usaha yang ada di berbagai negara. Dalam menindaklanjuti kasus ini, sangat diperlukan adanya amandemen terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999, sehingga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat berlaku secara optimal pada tindakan anti persaingan yang membutuhkan penerapan hukum persaingan usaha ekstrateritorial.
This thesis analyzes problems related to alleged cross border anti competitive conduct on container liner shipping price between Batam Singapore that had been fixed by the Singapore entities using juridical normative methodology. In this case, Competition Comission of Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha or KPPU alleged that expensive rate of the container liner shipping price is considered as cartel prohibited by the Article 11 of the Law Number 5 of 1999. However, it rsquo s more proper to consider the expensive rate of the container liner shipping price is substantially caused by price fixing that is prohibited by Article 5 of the Law Number 5 of 1999 because there is no evidence that the Singapore entities had determined the production and marketing of the product. Moreover, the Singapore entities involved in this case are not undertakings that established, located, or conducting action in the teritorial jurisdiction of Indonesia, and therefore the Law Number 5 of 1999 can not be applied toward them effectively and optimally. This thesis also examines the enforceability of the Law Number 5 of 1999 to be applied extraterritorially against cross border anti competitive conduct by considering competition law doctrines used in various countries. In this case, the amendement of Law Number 5 of 1999 will truly support the Indonesia rsquo s competition law to be applied extraterritorially in the most effective and optimal way."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Saban Nur Akbar
"Skripsi ini membahas mengenai dugaan praktik anti persaingan perdagangan gula di Indonesia baik dalam perdagagan gula kristal rafinasi maupun gula kristal putih, dugaan adanya praktik anti persaingan ditenggarai dengan selalu tidak simetrisnya neraca gula di Indonesia, disertai harga gula di Indonesia yang cenderung tidak pernah turun. Struktur pasar gula di Indonesia yang cenderung oligopolis dan dikuasainya stok gula oleh di Indonesia diduga memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha untuk menciptakan kolusi yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Pokok permasalahan utama dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah terdapat dugaan praktik anti persaingan yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan apakah kebijakan perdagangan gula di Indonesia telah sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha. Penulisan skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa terdapat dugaan praktik anti persaingan berupa kartel yang melanggar Pasal 11 dan oligopoli yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dan Kebijakan perdagangan gula di Indonesia belum efektif dan dapat memberikan kesempatan untuk menimbulkan persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha.
This thesis analysis the alleged of anti-competition practices in sugar (white sugar plantation and refined sugar) trading in Indonesia. These allegations arose after not always asymmetrical balance of sugar in Indonesia and price of sugar is most expensive. The structure of the sugar market in Indonesia which tends to oligopoly and overpowered by the sugar stocks in Indonesia allegedly provides the opportunity for businesses to create collusion resulting unfair competition. The issues of this thesis is to discuss whether there is allegation of unfair competition practices as regulated in law number 5 year 1999 and whether sugar trade policy in Indonesia were in accordance with competition law. this thesis is the juridical-normative research using primary and secondary data. The results of this thesis shows that there is competition in the form of an alleged practice of anti-competitive cartels in violation of article 11 and oligopoly that is set out in article 4 of law number 5 year 1999, and sugar trade policy in Indonesia have not been effective and can provide an opportunity to inflict unfair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S67941
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Aria Dika Brajamusti Satryo Martasuanda
"Skripsi ini membahas mengenai penegakan hukum oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap laporan dugaan pelanggaran praktik penjualan bersyarat Minyakita serta akibat hukum yang ditimbulkan atas tindakan tersebut dan menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat di pasar bersangkutan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini guna menganalisis dampak dari tindakan penjualan bersyarat. Sementara, manfaat dari penelitian ini agar para akademisi hukum mendapatkan gambaran serta dampak dari penjualan bersyarat Minyakita. Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa unsur pada Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 terpenuhi. Selain itu, dampak dari kebijakan HET dan DMO juga mempengaruhi perilaku dari pelaku usaha hingga melakukan praktik penjualan bersyarat. Kemudian, KPPU juga seharusnya dapat memberikan kewenangan lebih kepada para pejabatnya dalam melakukan investigasi agar mendapatkan informasi lebih untuk terkumpulnya bukti yang valid dan benar untuk pembuktian terhadap pelanggaran pada UU No. 5 Tahun 1999.
This thesis discusses the legal repercussions of Minyakita’s conditional selling practices and how they led to unfair business competition in the relevant market, as well as how the Commission for the Supervision of Business Competition enforced the law in response to reports of alleged violations. This library research was carried out using normative legal research techniques. The purpose of conducting this research is to analyze the impact of conditional selling actions. Meanwhile, the benefit of this research is that legal academics get an overview and the impact of the Minyakita conditional sale. The study's findings indicate that a number of the requirements in Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 of 1999 were satisfied. Additionally, the effects of the HET and DMO policies have an impact on how business actors behave and use conditional sales techniques. The KPPU should then be able to grant its officers more ability to conduct investigations in order to gather more data and reliable evidence to the appropriate proof of infringement of Law No. 5 of 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fairuz Noorrahman
"Dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang luas, terdapat birokrasi dan administrasi yang kompleks, yang mengakibatkan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Salah satu pelimpahan wewenang ini adalah monopoli atas barang dan jasa yang dianggap penting oleh negara, yang diberikan kepada pemerintah daerah dan melalui pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, BUMD ini kerap kali rentan terhadap praktik monopoli, seperti yang terjadi pada kasus PDAM di DKI Jakarta. Melihat hal ini, terdapat kekosongan hukum mengenai monopoli BUMD dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sehingga menimbulkan permasalahan bagaimana kewenangan BUMD melakukan monopoli menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta bagaimana praktek BUMD melaksanakan monopoli dalam beberapa peraturan perundang-undangan sektoral yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan yuridis normatif dan hasilnya menyimpulkan bahwa BUMD memiliki kewenangan untuk melaksanakan monopoli berdasarkan undang-undang serta sebagai badan yang ditunjuk oleh pemerintah dan penyelenggaraan monopoli oleh BUMD melalui penguasaan negara berdasarkan undang-undang sektoral yang berlaku.
Within the vast territory of the Republic of Indonesia, there is a complex bureaucracy and administration, which results in the delegation of authority from the central government to local governments. One of these delegations of authority is a monopoly on goods and services deemed essential by the state, which is granted to local governments and through the establishment of regionally owned enterprises (BUMDs). However, these BUMDs are often vulnerable to monopolistic practices, as was the case with PDAM in DKI Jakarta. Seeing this, there is a legal vacuum regarding the BUMD monopoly in Law Number 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This raises the issue of how the authority of BUMD to monopolize according to Law Number 5 Year 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and how the practice of BUMD to implement monopoly in several applicable sectoral laws and regulations. This research uses a normative juridical review method, and the results conclude that BUMD has the authority to carry out a monopoly based on the law as well as a body designated by the government and the implementation of a monopoly by BUMD through state control based on applicable sectoral laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Daffa Pratama
"Perkembangan era digital mendorong artificial intelligence (AI) menjadi salah satu pencapaian teknologi terpenting sepanjang sejarah, tetapi kehadirannya juga menimbulkan isu terkait transparansi algoritma atau yang dikenal dengan istilah “black box AI”. Ketidaktransparanan algoritma ini membuka peluang terjadinya pelanggaran hukum, termasuk di bidang persaingan usaha, di mana pelaku usaha dapat menyisipkan mekanisme yang menguntungkan mereka tetapi merugikan konsumen atau pelaku usaha lain. Praktik seperti predatory pricing, price fixing, atau keberlangsungan kartel menjadi beberapa contoh risiko yang dapat terjadi akibat penyalahgunaan AI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan menawarkan solusi terhadap isu tersebut dengan penelitian hukum doktrinal yang bersifat preskriptif, menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Analisis data dilakukan dengan model Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan dua solusi potensial, yaitu pembentukan AI database dan penerapan AI auditing sebagai bukti tidak langsung (indirect evidence), yang memerlukan kolaborasi intensif antara para pemangku kepentingan, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Melalui solusi ini, permasalahan black box AI diharapkan dapat diatasi, sehingga transparansi dalam penggunaan teknologi AI di sektor persaingan usaha dapat meningkat.
The rapid development of the digital era has positioned artificial intelligence (AI) as one of the most significant technological achievements in history. However, its emergence also raises issues concerning algorithmic transparency, commonly referred to as “black box AI”. The lack of transparency in algorithms creates opportunities for legal violations, particularly in the field of competition law, where businesses may exploit AI to embed mechanisms that benefit themselves while harming consumers or other businesses. Practices such as predatory pricing, price fixing, or sustaining cartels represent some of the risks associated with AI misuse. This study aims to identify the problems and propose solutions to address these issues through a doctrinal legal research with a prescriptive nature, utilizing secondary data as the primary source. Data analysis was conducted using the Miles and Huberman model, which includes data reduction, data display, and conclusion drawing. The findings reveal two potential solutions: the establishment of an AI database and the implementation of AI auditing as indirect evidence, which require intensive collaboration among stakeholders, including the Indonesian Competition Commission (KPPU). These solutions are expected to address the issue of black box AI, thereby enhancing transparency in the use of AI technology within the competition law sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sinaga, Elsa Ruth Paranita
"Saat harga minyak goreng sawit melonjak sejak akhir tahun 2021 hingga kuartal I tahun 2022, pemerintah menginformasikan kepada publik bahwa kenaikan yang terjadi disebabkan oleh faktor kenaikan harga bahan baku. Namun, hal itu menimbulkan kontroversi mengingat Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Fenomena kenaikan harga yang kemudian diikuti dengan kondisi kelangkaan di masyarakat menimbulkan kecurigaan KPPU bahwa telah terjadi praktik anti persaingan. Penelitian ini membahas indikasi persaingan usaha tidak sehat dan kontribusi kebijakan pemerintah dalam peristiwa kenaikan harga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU No.5 Tahun 1999 yang digunakan oleh KPPU dalam proses penegakan hukum persaingan usaha, serta kontribusi dari kebijakan pemerintah yang dikeluarkan selama periode kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan wawancara dari lembaga terkait untuk memperoleh informasi penelitian. Adapun hasil penelitan penulis ialah pasar minyak goreng kemasan dan curah merupakan pasar yang berbeda. Penegakan hukum dapat tetap dilanjutkan dengan 2 (dua) opsi, yakni membedakan pembuktiannya atau hanya membuktikan pelanggaran pada pasar minyak goreng kemasan karena seluruh terlapor memproduksi minyak goreng kemasan dan tidak untuk minyak goreng curah. Pasal 5 tentang penetapan harga dapat terbukti meski perjanjian secara tertulis sulit dibuktikan oleh investigator. Investigator dapat menggunakan bukti tidak langsung yang didukung dengan analisis plus factor untuk menghasilkan alat bukti petunjuk. Kemudian, unsur Pasal 19 huruf c tidak terbukti karena pembatasan peredaran minyak goreng tidak disertai dengan persyaratan untuk mendapatkan pasokan meski tindakan tersebut merugikan konsumen. Di sisi lain, kebijakan pemerintah berupa DMO, DPO, dan HET memberikan hambatan persaingan bagi pelaku usaha eksportir yang tidak memiliki sumber daya sawit sendiri serta pedagang pasar yang tidak dapat memenuhi syarat administrasi dalam mengikuti kebijakan pemerintah terkait penjualan minyak goreng.
When the price of palm cooking oil soared from the end of 2021 until the first quarter of 2022, the government informed that the increase was caused by the rise in raw material prices. However, it caused controversy considering that Indonesia is the largest palm oil producer in the world. The rising prices followed by scarcity in the community raise the KPPU's suspicion that anti-competitive practices have occurred. This study discusses indications of unfair business competition and the contribution of government policies. The goal of this study is to examine Article 5 and Article 19 letter c of Law No. 5 of 1999, which are used by the KPPU in the process of enforcing the law on business competition, as well as the contribution of government policies issued during the period of rising cooking oil prices and scarcity. This research is juridical normative and uses interviews from relevant institutions to obtain research information. The study's findings show that the packaged and bulk cooking oil market is distinct. Law enforcement can proceed with two options: distinguishing the evidence or demonstrating only the violation of the packaged cooking oil market because all of the reported parties produce packaged cooking oil but not all of them manufacture bulk cooking oil. Article 5 regarding price fixing can be proven, even though the written agreement is difficult for investigators to prove. Investigators can generate clues by using circumstantial evidence supported by plus-factor analysis. However, the element of Article 19 letter c is not proven because the restriction on the circulation of palm cooking oil is not accompanied by a requirement to obtain supplies, despite the fact that the action is detrimental to consumers. Government policies in the form of DMO, DPO, and HET, on the other hand, create competition barriers for exporters who do not have their own palm oil resources and market traders who are unable to meet administrative requirements in order to comply with government policies."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Enggartiasti Sherly Anggraini
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terdapat pada sektor telekomunikasi khususnya pada hal penetapan tarif interkoneksi pada telepon seluler. Hal ini sedang marak menjadi perdebatan pada beberapa waktu terakhir. Pemerintah telah mengatur mengenai penetapan tarif interkoneksi di dalam Peraturan Menteri No. 8/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi. Untuk itu perlu dilihat apakah bentuk penetapan tarif interkoneksi yang berlaku di Indonesia sudah sesuai dengan pengaturan tersebut sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam penyelenggaraan penetapan tarif interkoneksi.
Terdapat 2 bentuk pengaturan penetapan tarif interkoneksi yang di terapkan di dunia yaitu sistem simetris dan sistem asimetris yang mana pengaturannya diatur berbeda di tiap-tiap negara. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan peraturan-peraturan terkait dengan topik pembahasan.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap topik yang diangkat dapat disimpulkan bahwa metode penghitungan tarif interkoneksi yang tepat bagi Indonesia adalah metode penghitungan asimetris dikarenakan apabila menggunakan metode penetapan tarif secara simetris maka akan terdapat operator seluler yang dirugikan dan operator seluler yang diuntungkan dari metode tersebut sehingga memunculkan adanya unfair treatment. Terhadap hal tersebut maka penulis menyarankan bahwa metode penetapan tarif interkoneksi yang lebih tepat untuk dikembangkan saat ini adalah metode asimetris mengingat pentingnya semangat persaingan usaha yang tertuang dalam Undang-Undang Persaingan Usaha.
This thesis is about to explain the problem that occurs in telecomunication sector, especially in the determination of interconnection fare in cellular phone. For the last couple of years, there are many discussions about this problem, that make this problem even more happening. The goverment already set this interconnection fare in the Peraturan Menteri No. 8 Per M.KOMINFO 02 2006 about interconnection. Therefore, the goverment should review again, that this determination of interconnections fare that exist in Indonesia is already suitable with the ministrial regulation, so that there is not any loss party in the determination of interconnections fare. There are two forms of determination of interconnections fare, which is symmetrical system and asymmetrical system, which has the difference regulation in each country. The research that is been used in this thesis, is using the methods of juridical normative, which use the regulations that connected with the main topic. From the research that done on each topic, there is some conclussion, that the count interconnection fare, that considered appropiate for Indonesia is the asymmetric count. The use of asymmentric count, is because if Indonesia use the symmetrical count, there will be cellular operator, that get benefit from those method, so that will be an unfair treatment. In consequence to this problem, the writer come to some suggestion, that the most appropiate method for determination interconnection fare is the asymmetry method, due to the business competition that written on Constitution of Business Competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66816
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihite, Heidi Sarah
"Skripsi ini membahas mengenai pola hubungan kerjasama yang terjalin antara dokter dengan perusahaan farmasi di Indonesia. Dalam kerjasama yang terjalin tersebut, terdapat indikasi adanya persaingan yang tidak sehat. Masalah yang ada dalam perusahaan farmasi semakin parah dengan adanya krisis ekonomi yang membuat perusahaan farmasi menghalalkan segala cara untuk mencapai target penjualan obat. Perusahaan farmasi melakukan promosi tidak hanya melalui iklan, brosur, dan semacamnya, tetapi juga kepada para dokter. Promosi kepada dokter dilakukan dengan membuat perjanjian yang mensyaratkan dokter untuk meresepkan obat produksi dari perusahaan farmasi tertentu dengan imbalan materi dari perusahaan farmasi yang bersangkutan. Biaya promosi tersebut yang menyebabkan harga obat melambung tinggi sehingga merenggut kesejahteraan konsumen. Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum menuntaskan kasus kerjasama ini karena berbagai alasan. Perilaku kerjasama ini dianalisis dengan metode yuridis-normatif, yakni dengan meninjau melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Skripsi ini juga akan mengungkap pola hubungan kerjasama yang tepat antara dokter dengan perusahaan farmasi demi kemajuan pelayanan kesehatan.
This thesis discusses about the relationship patterns of cooperation that exists between doctors and pharmaceutical companies in Indonesia. In the cooperation, there is indication of unfair business competition. Problems that exist in pharmaceutical companies is getting worse as the economic crisis makes pharmaceutical companies justify any means to achieve the sales target of the drug. Pharmaceutical companies promote not only through advertising, brochures, et cetera, but also to the doctors. Promotion to the doctors is performed by making such an agreement, which requires doctors to prescribe particular production of pharmaceutical companies with the rewards from the pharmaceutical companies. The promotion costs cause the drug prices soar, snatching the consumer welfare. The Commission For The Supervision of Business Competition has not resolved the case of this cooperation for various reasons. This cooperative will be analyzed with juridical-normative method, namely by reviewing through Law No. 5 Year 1999. This paper will also reveal the proper pattern of the cooperation between doctors and pharmaceutical companies for the advancement of health care."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62121
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library