Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54040 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonya Marcellina
"Penelitian ini membahas tentang kedudukan hak mewaris anak perempuan adat Batak Karo serta perbuatan hukum yakni terbitnya sertipikat hak milik atas tanah yang dilakukan oleh ED dan CSD tanpa alas hak yang sah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum hak mewaris anak perempuan dalam masyarakat adat Batak Karo serta implikasi kekuatan sertipikat yang diterbitkan tanpa alas hak yang sah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis (analytical approach) meliputi pendekatan hukum, sosial dan adat. Hasil analisis didasarkan pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/Sip/1961 menyatakan persamaan hak anak laki-laki dan anak perempuan dalam mewaris. Dengan adanya Yurisprudensi ini berdampak pada adanya perlindungan hukum terhadap hak waris anak perempuan dalam adat Batak Karo. Penerbitan sertipikat bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan dapat memberikan perlindungan hukum kepada pemilik sah pemegang hak. “Surat Perdjanjian Djual Tanah Sun” dalam adat Batak Karo tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti kepemilikan tanah secara sah dan mengandung penyeludupan hukum sehingga sertipikat tanah yang terbit tanpa alas hak yang sah batal demi hukum. Hasil penelitian ini menyarankan agar hakim perlu mempertimbangkan hak-hak mewaris anak perempuan menurut UUPA dan Yurisprudensi, dan dalam proses penerbitan sertipikat wajib untuk memberikan data-data yang asli untuk menghindari penerbitan sertipikat yang cacat yuridis yang dapat menimbulkan kerugian dan menindak secara tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan pemalsuan data dalam proses penerbitan sertipikat.

This research discusses the position of inheritance rights for Batak Karo girls and legal actions, namely the issuance of certificates of ownership rights to land carried out by ED and CSD without legal rights. The problems raised in this research are regarding the legal protection of the inheritance rights of girls in the Karo Batak community and the implications of the strength of certificates issued without legal rights. To answer these problems, normative legal research methods are used with an analytical approach including legal, social and customary approaches. The results of the analysis are based on the Basic Agrarian Law Number 5 of 1960 and the Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 179/K/Sip/1961 stating the equal rights of sons and daughters in inheritance. The existence of this jurisprudence has an impact on the existence of legal protection for the inheritance rights of girls in the Karo Batak custom. Issuance of certificates aims to ensure legal certainty and can provide legal protection to the rightful owner of the right. The "Sun Land Sales Agreement" in the Karo Batak tradition cannot be used as evidence of legal land ownership and contains legal smuggling so that land certificates issued without legal rights are null and void by law. The results of this study suggest that judges need to consider the inheritance rights of girls according to the UUPA and Jurisprudence, and in the process of issuing certificates it is mandatory to provide original data to avoid issuing certificates that are juridically flawed which can cause losses and take firm action against parties. proven to have falsified data in the certificate issuance process. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Harniyanti
"Jaminan kepastian dan perlindungan bagi pemilik hak atas tanah tercantum pada Pasal 19 UUPA. Namun masih saja terdapat sengketa pertanahan seperti yang terjadi pada PT.KAI Pesero yang dikalahkan dengan bukti Letter C. Tulisan ini menganalisis Putusan MARI nomor 667 K/Sip.1971 pada Putusan MA No.1741 k/Pdt/2022. Masalah yang dirumuskan pertama terkait bagaimana pertimbangan hakim mengenai hak milik atas tanah waris adat tidak mengenal daluwarsa sebagai penyebab hilangnya hak atas tanah dan karenanya masih ada hak untuk mengajukan gugatan/tuntutan dan kedua bagaimana perlindungan hukum terhadap kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Pakai PT.KAI yang dikalahkan dari kepemilikan berdasarkan pada waris adat. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanah Hak Pakai No.1/Garuda tersebut bukan merupakan tanah adat karena pertama frasa “tanah milik adat” yang dimaksud adalah tanah Ulayat milik masyarakat hukum adat bukan tanah bekas milik adat, kedua frasa “hukum waris adat tidak mengenal daluwarsa” bahwa pada waris adat tidak terdapat ketentuan batas waktu penuntutan harta waris yang dikuasai pihak ketiga, ketiga frasa “hukum waris adat”, bahwa penetapan waris tersebut tanpa dilakukan penelitian setempat, keempat frasa “tanah milik adat” dilihat dari sejarahnya, bahwa masyarakat adat di wilayah objek sengketa sudah melemah dari jaman kerajaan, kelima berdasarkan “tahun putusan” MARI nomor 667 K/Sip.1971 maka penerapan Yurisprudensi tersebut pada saat ini tidak sesuai dengan hukum positif, keenam “hukum waris adat tidak mengenal daluwarsa” penerapannya tidak sesuai dengan rechtsverwerking. Adapun perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah berdasarkan sertifikat Hak Pakai PT KAI itu ada pada pelaksanaan UU No.1 Tahun 2004.

The guarantee of certainty and protection for landowners is stipulated in Article 19 UUPA. However, there are still land disputes such as the one that occurred at PT. KAI Pesero which was defeated with evidence of Letter C. This paper analyzes the MARI Decision Number 667 K/Sip.1971 in the Supreme Court Decision Number 1741 k/Pdt/2022. The issues discussed in this paper are, first, how judges consider that customary inheritance law does not recognize the statute of limitations as a cause for losing land rights, thereby allowing claims or lawsuits to still be filed. Second, how legal protection is provided for ownership based on PT KAI's Certificate of Right to Use, which was ruled against ownership claims based on customary inheritance. This research uses a doctrinal research method with a prescriptive type.The results of this study indicate that the Right to Use land No. 1/Garuda is not customary land because: first the phrase "customary land ownership" refers to communal land owned by customary law communities (ulayat land) and not former customary landownership, second the phrase "customary inheritance law does not recognize the statute of limitations" that customary inheritance law has no provisions for a time limit on claiming inheritance property controlled by third parties, third the phrase "customary inheritance law", that the determination of the inheritance was made without local research, fourth the phrase "customary land ownership," viewed historically, demonstrates that the indigenous community in the disputed area has weakened since the era of the kingdoms, fifth based on MARI's "year of decision" number 667 K/Sip.1971, the application of this jurisprudence at this time is not in accordance with positive law, sixth the application of law "customary inheritance law does not recognize the statute of limitations" does not align with the rechtsverwerking. Furthermore, Legal protection for land ownership based on PT KAI Persero's Certificate of Right to Use is provided under the implementation of Law No. 1 of 2004 on State Treasury."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrah Nuryanti Devi
"Penelitian ini membahas peran Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pemberesan warisan, dimana budel pewaris telah habis dibagikan semasa hidupnya berdasarkan adat Tionghoa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan akta perjanjian pemberesan warisan yang dibuat Notaris tanpa adanya harta warisan; bagaimana akibat hukum bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan Notaris yang membuat akta perjanjian pemberesan warisan tanpa adanya harta warisan jika terjadi sengketa; dan bagaimanakah hakim menjatuhkan putusan dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 1626 K/Pdt/2018. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian adalah judul akta perjanjian pemberesan warisan tidak mencerminkan isi akta dimana tidak ada prestasi sebagaimana dimaksud Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu dalam hal ini untuk melakukan pemberesan warisan, karena pewaris tidak lagi memiliki budel yang telah dibagikan kepada anak-anaknya semasa hidup. Namun akta Notaris tersebut tetap berlaku sah dan mengikat para pihak yang membuatnya selama tidak ada tuntutan dari pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang melanggar kesepakatan dalam perjanjian dapat dituntut melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata, termasuk Notaris yang melakukan kesalahan dalam pembuatan akta dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, namun tetap harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Walaupun hakim dalam gugatan konvensi untuk pembagian warisan menyatakan pembagian warisan yang dilakukan pewaris semasa hidupnya berdasarkan adat Tionghoa tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan mengesampingkan hukum perdata yang berlaku nasional bagi masyarakat Tionghoa, namun hakim menerapkan hukum progresif untuk memenuhi rasa keadilan dengan menolak gugatan ganti kerugian yang diajukan dalam gugatan rekonvensi karena perbuatan melawan hukum.

This study discusses the role of the Notary in making the deed of inheritance settlement agreement, where the inheritance has been distributed by the heir during his lifetime based on Chinese Tradition. The problem in this study is how is the validity of the deed of inheritance agreement made by the notary without the inheritance; how the legal consequences for the parties who bound themselves in the agreement and the Notary who made the deed of inheritance agreement without the inheritance in the event of a dispute; and how the judge made the verdict in the case of the Supreme Court Decision Number 1626 K/Pdt/2018. The research method used is normative juridical research, with explanatory research type. The result of the research is that the title of the deed of inheritance settlement agreement does not reflect the content of the deed where there is no achievement as referred to Article 1234 of the Indonesian Civil Code, which in this agreement is to do the inheritance settlement, since the heir no longer has the inheritance that has been distributed to his children during the heir's life. However, the notary deed remains valid and binds the parties made it, as long as there is no claim from those who feel disadvantaged. Parties who violate the mutual agreement in the contract, could be prosecuted for committing unlawful act as Article 1365 of the Indonesian Civil Code, including Notary who make mistake in making the deed and causes losses to other parties, but still must be proven by a court decision. Although the judge in the convention lawsuit for inheritance distribution stated that the inheritance distribution done by the heir during his lifetime based on Chinese Tradition did not conflict with the applicable regulations and overrode the civil law applied nationally for Chinese community, the judge applied the progressive law to fulfill a sense of justice by rejecting the claim for compensation due to the unlawful acts submitted in the reconvention lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Ardiyati
"Pemisahan dan pembagian harta bersama terikat baik dari harta warisan maupun harta perkawinan menurut hukum positif Indonesia adalah suatu perbuatan hukum untuk mengakhiri keadaan tidak terbagi yang mengakibatkan kepada masingmasing orang akan memperoleh kewenangan penuh atas benda tersebut untuk melakukan tindakan hukum. Pemisahan dan pembagian pada pemilihan bersama terikat bersifat deklaratif dan mempunyai daya berlaku surut. Bentuk Akta Pemisahan dan Pembagian sangat tergantung pada jenis obyek kebendaan apa yang akan dibagi. Notaris harus dapat dengan tepat mengonstantir kehendak penghadap, dan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatan, sehingga tidak terdapat kekeliruan dalan menerapkan hukum dalam pembuatan akta yang berimplikasi pada batalnya produk akta, sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 697 PK/Pdt/2012.

The separation and division of co-related property to either of the inheritance or the marital property according to the Indonesian positive law is a legal act to end the state of joint ownership that resulted to each person will get full authority to take legal action over the object. Separation and division of the co-related property is bound to be declarative and which has retroactive effect. The form of deed of separation and division depends on the type of object material. Notary must be able to precisely interpreted the client`s will and obediently follow the prudential principal in carrying his position, there for there will be no mistake in applying the law on the notary deed, which implicate the annulment of the deed as in the Indonesian Supreme Court Decision No.697 PK/Pdt/2012."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Putri Ariza
"Peristiwa pewarisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebabkan adanya peralihan segala hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pewaris kepada para ahli warisnya yang sah. Ahli waris merupakan keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Ahli waris yang digolongkan sebagai ahli waris golongan I adalah istri atau suami yang hidup terlama beserta dengan keturunannya yang sah, baik yang berdasarkan suatu perkawinan yang sah maupun yang di luar perkawinan yang sah. Dalam hal pewaris tidak memiliki keluarga sedarah atau istri atau suami yang hidup terlama, maka anak luar kawin yang disahkan berhak untuk menjadi ahli waris satu-satunya dari pewaris namun hak ahli waris tersebut dibatalkan karena tidak tercantum letak batas-batas atas objek sengketa tanah yang didapatkan oleh pewaris berdasarkan Surat Keterangan Tanah dari Camat yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 942 K/PDT/2022. Penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat di dalam putusan untuk menganalisis kedudukan ahli waris yang merupakan anak luar kawin yang disahkan beserta dengan kedudukan hak warisnya yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kedudukan anak luar kawin yang disahkan adalah sebagai anak sah dikarenakan terdapat perkawinan yang sah antara pewaris dengan ibu kandung dari anak luar kawin yang disahkan tersebut berdasarkan Pasal 272 jo. Pasal 277 KUH Perdata sehingga anak tersebut mempunyai kedudukan sebagai anak sah dari pewaris dan merupakan ahli waris satu-satunya dari pewaris dikarenakan perkawinan pewaris yang kedua kalinya bukan merupakan perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, hapusnya hak waris anak luar kawin yang disahkan tersebut yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan menyebabkan adanya ketidakpastian beserta tidak adanya keadilan hukum bagi anak luar kawin yang disahkan tersebut karena tidak adanya kejelasan mengenai hak waris yang seharusnya dimilikinya sebagai ahli waris satu-satunya yang sah.

The event of inheritance based on the Civil Code causes the transfer of all rights and obligations owned by the deceased to their legitimate heirs. Heirs include blood relatives, both legitimate according to the law and those born out of wedlock, as well as the surviving spouse. Heirs classified as first-class heirs are the surviving husband or wife along with their legitimate descendants, whether born within a valid marriage or outside of it. If the deceased has no blood relatives or surviving spouse, then a legitimized illegitimate child has the right to be the sole heir of the deceased. However, the inheritance rights are annulled due to the absence of specified boundaries on the disputed land object obtained by the deceased based on the Land Certificate from the Subdistrict Head in Supreme Court Decision Number 942 K/PDT/2022. This research is based on the facts in the decision to analyze the position of the heir, who is a legitimized illegitimate child, along with the status of their inheritance rights that have been annulled by the court decision. This study is conducted using doctrinal research. The results depict that the position of the legitimized illegitimate child is that of a legitimate child because there is a valid marriage between the deceased and the biological mother of the legitimized illegitimate child based on Article 272 jo. Article 277 of the Civil Code, thus the child has the status of a legitimate child of the deceased and is the sole legitimate heir due to the deceased's second marriage not being valid according to the prevailing laws and regulations. Furthermore, the annulment of the inheritance rights of the legitimized illegitimate child, as canceled by the court decision, leads to uncertainty and a lack of legal justice for the legitimized illegitimate child because of the absence of clarity regarding the inheritance rights that they should rightfully possess as the sole legitimate heir."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacelyn Liwandi
"Peralihan hak atas tanah melalui hibah seharusnya dilakukan dengan akta autentik untuk kepentingan dalam pendaftaran tanah pertama kali. Jika tanah tersebut merupakan tanah warisan harus dengan persetujuan ahli waris dan apabila hibah diperoleh paska perkawinan sebaiknya dipisahkan perolehan terhadap tanah dan bangunannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum tentang keabsahan hibah dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait keabsahan hibah dibawah tangan yang objek tanahnya merupakan hasil warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris dalam putusan Nomor 2859 K/Pdt/2019 dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan menurut pertimbangan hakim dalam putusan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen. Selanjutnya analisis secara kualitatif dilakukan untuk mengolah data sekunder yang didapat. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun hibah dibawah tangan diperbolehkan (SEMA 3/1963). Namun akta PPAT tetap dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali guna memperoleh kepastian hukum. Akan tetapi, peralihan hibah dalam perkara tidak memenuhi syarat materiil dan formil karena objek sengketa masih merupakan tanah warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris sehingga peralihan hak atas tanah melalui hibah tersebut tidak sah menurut hukum. Adapun status hibah yang diperoleh paska perkawinan tidak dapat dinyatakan sepenuhnya sebagai harta bersama ataupun harta bawaan. Terkait bangunan di atas tanah hibah, oleh karena dibuat dari hasil kerja keras bersama merupakan harta bersama. Sedangkan tanah yang diperoleh berdasarkan hibah merupakan harta bawaan.

The transfer of land rights through grants should be carried out with an authentic deed concerns for the first timer land registration. If the land is inherited land, of course, it must be with the approval of the heirs and if the grant is obtained after marriage, it should be separated among the land and the building. This intended to provide legal certainty regarding the validity of the grant and the status of the grant obtained after marriage. The main issues in this study associate to the validity of the provate grant letter whose land object is an inheritance that has not been distributed to the heirs based on the verdict of Supreme Court Rulings Number 2859 K/Pdt/2019 and the status of the grant obtained after the marriage according to the judge's consideration by this rullings. In order to elucidate the issues, a normative juridical research is carried out by conducting a document study. Furthermore, qualitative analysis was carried out to process the secondary data obtained. This study found that the transfer of land rights through private grant letter was allowed under SEMA 3/1963. However, the PPAT deed is still needed to register the land for the first time in order to obtain legal certainty. The transfer of the grant in this case doesn’t meet the material and formal requirements because the object of the dispute is still inherited land that has not been distributed to the heirs, so that the transfer of land rights through the grant is not legally valid. The status of grants obtained after marriage cannot be fully declared as joint property or personal property. Regarding the building on the land of the grant was built by the results of joint hard work, then it shuld be a joint property. Meanwhile, the land acquired based on a grant was a personal property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiningrum Sarla Wisnuwiharjo
"Hukum waris mengatur mengenai peralihan harta peninggalan seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya serta akibat bagi ahli warisnya itu. Di Indonesia bagi masyarakat golongan Timur Asing Tionghoa berlaku Hukum waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila terdapat ahli waris yang merupakan anak adopsi, maka ia berhak mewaris dari orang tua angkatnya sebagai ahli waris golongan I, diatur dalam Pasal 12 Staatsblad 1917:129 juncto Pasal 852 KUH Perdata. Jika salah seorang ahli waris tersebut berada di bawah pengampuan, maka perlu peranan Kurator/Pengampu untuk mengurus Kurandus dan harta kekayaan Kurandus itu, dan Balai Harta Peninggalan berperan sebagai Pengampu Pengawas.
Pada kasus ini, Pewaris Lie Bang Kieng meninggalkan istri yaitu Tan Han Goe Nio dan anak angkat satu-satunya yaitu Hawad Liwang (Lie Tiong Hao). Kemudian Tan Han Goe Nio dinyatakan di bawah pengampuan karena gangguan kejiwaan (gila), sedangkan Hawad Liwang anaknya telah meninggal dunia lebih dahulu dari Tan Han Goe Nio. Harta warisan yang ditinggalkan oleh Lie Bang Kieng masih belum terbagi ketika Hawad Liwang meninggal. Timbul permasalahan dimana Kurator dari Tan Han Goe Nio secara tidak sah mengalihkan kepemilikan harta Kurandus yang berasal dari harta warisan yang belum terbagi dimana ahli waris lainnya memiliki bagian bersama dengan Kurandus, kemudian berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1105 K/PDT/2004 para ahliwaris tidak mendapatkan hak warisnya, sehingga mereka harus mencari upaya hukum agar mendapatkan kembali bagian hak warisnya. Penelitian yuridis-normatif ini menganalisis data yang dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa untuk mengalihkan kepemilikan harta kurandus dimana di dalamnya terdapat hak bersama dengan ahli waris lainnya, seorang Kurator harus mendapatkan persetujuan dari ahli waris lainnya dan mendapat izin dari Pengadilan Negeri dan Balai Harta Peninggalan, dan oleh karena Putusan MA tersebut belum memberikan kepastian hukum mengenai hak waris para ahli waris lainnya, maka mereka dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Makassar berdasarkan Surat Pernyataan Bersama yang dibuat oleh Kurator dan Para ahli waris Kurandus, dimana Kurator tidak menepati janjinya untuk menyerahkan bagian yang menjadi hak waris para ahli waris itu.

Inheritance law governing the transition of a legacy of a deceased person to his heir as well as due to the heirs. In Indonesia, for the East group of Chinese community prevailing inheritance law based on Civil Law Code. If there is an heir who is an adopted child, so he has the right to inherit of the adoptive parents as Class I heirs, provided for in Article 12 of Statute 1917:129 of Civil Code in conjunction with Article 852. If one of the heirs are under guardianship, it is necessary to the role of Curator to take care Curatee and the property of Curatee, and the Heritage Center serves as custodian of Trustees.
In this case, the Heir Lie Bang Kieng left his wife namely Tan Han Goe Nio and the only adopted son Hawad Liwang (Lie Tiong Hao). Tan Han Goe Nio then stated under guardianship because of mental disorders (demented), while the son, Hawad Liwang died earlier than Tan Han Goe Nio. Inheritance left by Lie Bang Kieng still undivided when Hawad Liwang died. Raised the problem of where the Curator of Tan Han Goe Nio illegally transferred the ownership of the property of Curatee derived from an undivided inheritance where other heirs have parts along with Curatee, then by The Supreme Court Decision Number 1105 K/PDT/2004 the heirs do not get disinherited, so that they should seek legal remedies in order to get their part back of the inheritance. This Juridical-normative research is to analyze the data with a qualitative approach to generate analytical descriptive data.
Based on the results of research can be concluded that in order to transfer property ownership of Curatee which included the rights of other heirs, a curator must obtain the consent of the other heirs and got permission from the District Court and Probate Court, and because The Supreme Court Decision has not made legal certainty regarding the inheritance of the other heirs, then they can file a lawsuit for breach of contract to the Makassar District Court based on Joint Statement made by the Curator and the heirs of Curatee, where the curator did not keep his promise to surrender part of the inheritance which is the heir?s rightful.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Zhafirah Albar
"Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan setempat sudah sepatutnya dianggap sebagai alat pembuktian berkekuatan hukum kuat sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”), serta dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pendaftaran Tanah. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai ketentuan hukum dalam penyertifikatan tanah bekas hak milik adat yang diperoleh melalui pewarisan dan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam putusan tersebut terkait status kepemilikan tanah bekas hak milik adat yang telah disertifikatkan dengan Sertifikat Hak Milik. Penelitian ini berupa penelitian doktrinal dengan tipologi penelitain preskriptif berdasarkan data primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini dijelaskan bahwa setelah berlakunya UUPA, setiap bidang tanah bekas hak milik adat harus dilakukan pendaftaran dalam rangka tunduk pada ketentuan hukum, serta untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Tanah adat yang diperoleh melalui pewarisan harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan prosedur waris. Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut juga belum menerapkan Pasal 19 UUPA secara maksimal, dikarenakan Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan sesuai dengan prosedur hukum oleh USH beserta ahli waris lainnya dinyatakan tidak berkekuatan hukum.

The Certificate of Ownership issued by the local Land Office should be regarded as strong legal evidence as stipulated in Law No. 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), as well as in Government Regulations regarding Land Registration. This research addresses the legal provisions in certifying former customary land ownership acquired through inheritance and analyzes the judge's considerations in the decision related to the ownership status of the former customary land that has been certified with a Certificate of Ownership. This doctrinal research with a prescriptive typology, based on primary and secondary data analyzed qualitatively, explains that after the enactment of the UUPA, every piece of former customary land must be registered to comply with legal provisions and ensure legal certainty of land ownership rights. Customary land obtained through inheritance must be preceded by the creation of inheritance statements and inheritance procedures. The judge's considerations in the decision have not yet fully applied Article 19 of the UUPA, as the Certificate of Ownership issued in accordance with legal procedures by the Land Office and other heirs is declared legally invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risty Rachmonicha
"Hibah adalah pemberian secara cuma-cuma dari pemberi hibah semasa hidupnya berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata. Hibah dengan objek berupa tanah wajib dibuat dengan akta autentik berupa akta hibah dalam bentuk khusus dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian hibah dapat meninggalkan sengketa apabila melanggar batasan mengenai legitieme portie. Dalam Putusan MA No. 2892 K/PDT/2021 terdapat permasalahan hukum dimana hakim membatalkan Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah tanpa didasarkan atas perhitungan harta peninggalan pewaris (HP Massa) sehingga mengakibatkan ketidakpastian bagi para pihak. Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah yang diangkat penulis adalah mengenai kedudukan akta perjanjian (ikatan) hibah dalam putusan MA No. 2892 K/PDT/2021 dan perhitungan besarnya legitieme portie pada pertimbangan Hakim dalam putusan tersebut. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui wewenang serta tanggung jawab Notaris dan PPAT terhadap pelaksanaan jabatannya dalam pembuatan Akta Hibah khususnya aspek hukum apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan akta tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan yaitu dengan bentuk penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa bahan pusataka dan wawancara. Simpulan yang diambil dalam penelitian ini yaitu: 1). Pemberian hibah atas tanah harus dibuat dalam suatu Akta Hibah dihadapan PPAT, sehingga tidak diperbolehkan dibuat melalui suatu perjanjian pendahuluan dalam bentuk apapun seperti Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah dikarenakan tidak sesuai dengan filosofi dari pemberian hibah; 2). Perhitungan legitieme portie pada Pasal 921 KUHPerdata penting dilakukan sebagai dasar mengetahui apakah harta peninggalan pewaris yang ada terdapat kekurangan sehingga tidak memenuhi hak legitimaris atas legitieme Portie. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu: 1). Notaris dan PPAT tidak melakukan kesalahan membuat suatu akta yang tidak lazim seperti Akta Perjanjian (Ikatan) Hibah dikarenakan tidak sesuai dengan filosofis dari pemberian hibah, untuk itu pemberian hibah haruslah dilakukan melalui suatu Akta Hibah yang dibuat dhadapan pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu 2). Peran Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas penting dalam menegakkan kode etik dan menemukan adanya kesalahan yang dilakukan oleh Notaris dan/atau PPAT sehingga Notaris dan/atau PPAT terhindar dari risiko dan tanggung jawab terhadap kesalahan terhadap akta yang dibuatnya.

A grant is a free grift through a unilateral agreement, described under article 1666 Indonesian Civil Law. Grants with objects in the form of land must be made with an authentic deed in the form of a grant deed in a special form in front of the Land Deed Maker's Office. The granting of grants can result in a dispute when violating the restrictions described under legitieme portie. In the Supreme Court Order No 2892 K/PDT/2021 there is a legal issue where the Judge annuls the Act of Agreement (Obligations) on Act without being based on the calculation of the inheritance of the heir (HP Massa) resulting in uncertainty for the parties. Based on this, the formulation of the problem raised by the author is regarding the position of the grant agreement (bond) in the Supreme Court decision Number 2892 K/PDT/2021 and the calculation of the amount of legitimacy portie in the judge's consideration in the decision. The main outcome of this research is to identify role and responsibilities of the notary and Land Deed Making Officer to their duties in producing land grant especially on the making of acts and aspects of law that needs to be scrutinized in the process. The research method used is the form of juridical-normative research using secondary data obtained from primary and secondary legal sources through analyzing literatures and conducting interviews.. The conclusions taken in this study are: 1). Grants for land must be made in a Deed of Grant before the Land Deed Making Offiicer, so that it is not allowed to be made through a preliminary agreement in any form such as the Deed of Agreement (Ikatan) Grant because it is not in accordance with the philosophy of granting; 2). Assessment of the legitieme portie in Article 921 of the Civil Code is important as a basis to find out whether there are deficiencies in the inherited assets so that they do not fulfill the legitimate rights of the legitieme portie. Further suggestions that can be given are: 1). Notaries and Land Deed Making Officers do not make the mistake of making an unusual deed such as the Deed of Agreement (Ikatan) Grant is not because it is in accordance with the philosophy of giving a grant, for this reason the grant must be made through a Deed of Grant made before an official who has the authority for that 2). The role of the Indonesian Notary Association and the Supervisory Board is important in enforcing the code of ethics and finding errors made by Notaries and/or Land Deed Making Officers so that Notaries and/or Land Deed Making Officers avoid the risks and responsibilities for errors in the deeds they make."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morly Samantha Dione Putra
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab pelaksana wasiat yang diamanatkan dalam akta hibah wasiat. Pelaksana wasiat yang memiliki konflik kepentingan berpotensi menghambat pelaksanaan amanat wasiat. Terutama pada kasus yang diangkat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 PK/Pdt/2018, pelaksana wasiat yang ditunjuk tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan akta hibah wasiat. Hal tersebut terjadi karena terdapat konflik kepentingan yang disebabkan pelaksana wasiat yang merupakan ahli waris golongan 2 (dua) dan tidak terdapat ahli waris legitimaris. Notaris sebagai pejabat pembuat akta yang dalam kasus ini membuatkan akta wasiat memiliki peran dan tanggung jawab tertentu. Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa penunjukan pelaksana wasiat perlu diperhatikan apakah memiliki konflik kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan wasiat. Simpulan kedua Notaris dalam menjalankan jabatannya perlu memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang dibuatnya. Dalam pembuatan akta wasiat, Notaris perlu memberikan penjelasan mengenai hukum waris kepada penghadap sebelum penandatanganan akta wasiat. Sebagai tambahan, sebaiknya Notaris meminta pelaksana wasiat yang ditunjuk oleh pembuat wasiat untuk ikut hadir menghadap Notaris saat penandatanganan akta sebagai saksi pengenal penghadap. Lebih lanjut pelaksana wasiat sebaiknya diminta menandatangani surat pernyataan untuk menegaskan akan melaksanakan wasiat sebaik-baiknya.

This study discusses the liabilities of the executor as mandated in the testament (bequeathed grant). The executor who has a conflict of interest has the potential to hinder the implementation of the testament. Especially in this case based on the Supreme Court Decision Number 701 PK/Pdt/2018, the appointed executor of the testament is a class 2 (two) heir and there are no legitimaris heir. The notary as the official making the deed who in this case makes the will has a certain role. To answer the problem, a juridical-normative legal research method is used with an explanatory research typology. The results of the research conducted, it was concluded that the appointment of the executor of the testament needs to be considered whether there is a conflict of interest related to the implementation of the testament. The second conclusion is that a Notary in carrying out his position needs to provide legal counselling regarding the deed he made. In making a testament, the Notary needs to provide an explanation of the inheritance law to the appearer before signing the testament. In addition, the Notary should ask the executor of the testament appointed by the testator to be present before the Notary at the signing of the deed as identifying witness. Furthermore, the executor should be asked to sign a statement to confirm that he will carry out the will as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>