Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dika Ayu Anggraini
"Coronavirus Disease 2019 menjadi krisis kesehatan masyarakat baru yang mengancam manusia. setiap orang semakin rentan mengalami gangguan psikososial. Penelitian yang dilakukan oleh Czeisler et. al (2020), pervalensi perempuan dewasa mengalami gangguan ansietas atau depresi lebih tinggi dari pada laki-laki, yaitu sebesar 31,5%. Termasuk ibu rumah tangga yang sebelum pandemi secara individu seorang ibu rumah tangga mengalami stress yang tergolong berat. Kejadian epidemi ini bukan hanya beresiko kepada tekanan psikologis, tetapi juga dapat berdampak dengan kesehatan fisiologis, termasuk kesehatan pencernaan . Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional untuk membuktikan adanya hubungan masalah psikososial dengan pola eliminasi fekal pada ibu rumah tangga selama masa pandemic Covid-19. Hasil yang diperoleh, terdapat hubungan masalah psikososial dengan frekuensi buang air besar (p = 0,019, α = 0,05), karakteristik feses (p = 0,029, α = 0,05), dan penggunaan obat laksatif (p = 0,006, α = 0,05). Namun, tidak menunjukan hubungan masalah psikososial dengan urgensi eliminasi fekal (0,464, α = 0,05). Oleh karena itu, perlu ada upaya pencegahan bertujuan untuk mengurangi dampak psikologis dan fisiologi dari masalah psikososial yang timbul akibat pandemi COVID-19 sejak dini agar tidak mengalami masalah patologis kejiawaan.

Coronavirus Disease 2019 is a new public health crisis that threatens humans. Everyone is increasingly susceptible to psychosocial disorders. Research conducted by Czeisler et. al (2020), the prevalence of adult women experiencing anxiety disorders or depression is higher than men, which is 31.5%. Including housewives who before the pandemic individually a housewife experienced severe stress. The occurrence of this epidemic is not only a risk of psychological distress, but can also have an impact on physiological health, including digestive health. This study is a quantitative method with a cross-sectional approach to prove the relationship between psychosocial problems and faecal elimination patterns in housewives during the Covid-19 pandemic. The results obtained, there is a the relationship between psychosocial problems with defecation frequency (p = 0.019, = 0.05), stool characteristics (p = 0.029, = 0.05), and use of laxative drugs (p = 0.006, = 0.05). However, it does not show the relationship between psychosocial problems and the urgency of faecal elimination (0.464, = 0.05). Therefore, the nneds of prevention aimed at reducing the psychological and physiological impacts of psychosocial problems arising from the COVID-19 pandemic from an early age so as not to experience mental pathological problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Ayu Anggraini
"Coronavirus Disease 2019 menjadi krisis kesehatan masyarakat baru yang mengancam manusia. setiap orang semakin rentan mengalami gangguan psikososial. Penelitian yang dilakukan oleh Czeisler et. al (2020), pervalensi perempuan dewasa mengalami gangguan ansietas atau depresi lebih tinggi dari pada laki-laki, yaitu sebesar 31,5%. Termasuk ibu rumah tangga yang sebelum pandemi secara individu seorang ibu rumah tangga mengalami stress yang tergolong berat. Kejadian epidemi ini bukan hanya beresiko kepada tekanan psikologis, tetapi juga dapat berdampak dengan kesehatan fisiologis, termasuk kesehatan pencernaan . Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional untuk membuktikan adanya hubungan masalah psikososial dengan pola eliminasi fekal pada ibu rumah tangga selama masa pandemic Covid-19. Hasil yang diperoleh, terdapat hubungan masalah psikososial dengan frekuensi buang air besar (p = 0,019, α = 0,05), karakteristik feses (p = 0,029, α = 0,05). Namun, tidak menunjukan hubungan masalah psikososial dengan urgensi eliminasi fekal (0,464, α = 0,05). Oleh karena itu, perlu ada upaya pencegahan bertujuan untuk mengurangi dampak psikologis dan fisiologi dari masalah psikososial yang timbul akibat pandemi COVID-19 sejak dini agar tidak mengalami masalah patologis kejiwaan.

Coronavirus Disease 2019 is a new public health crisis that threatens humans. Everyone is increasingly susceptible to psychosocial disorders. Research conducted by Czeisler et. al (2020), the prevalence of adult women experiencing anxiety disorders or depression is higher than men, which is 31.5%. Including housewives who before the pandemic individually a housewife experienced severe stress. The occurrence of this epidemic is not only a risk of psychological distress, but can also have an impact on physiological health, including digestive health. This study is a quantitative method with a cross-sectional approach to prove the relationship between psychosocial problems and faecal elimination patterns in housewives during the Covid-19 pandemic. The results obtained, there is a the relationship between psychosocial problems with defecation frequency (p = 0.019, = 0.05), stool characteristics (p = 0.029, = 0.05). However, it does not show the relationship between psychosocial problems and the urgency of fecal elimination (0.464, = 0.05). Therefore, the needs of prevention aimed at reducing the psychological and physiological impacts of psychosocial problems arising from the COVID-19 pandemic from an early age so as not to experience mental pathological problems. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munfika Dewi Novyatno
"Data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukan adanya peningkatan kasus kekerasan pada anak selama pandemi Covid-19, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor sehingga termasuk dalam zona merah pelanggaran hak anak. Skripsi ini membahas tentang kekerasan pada anak yang dilakukan oleh ibu rumah tangga selama pandemi Covid-19 di Kabupaten Bogor dengan tujuan mendeskripsikan kekerasan dan faktor penyebab kekerasan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga pada anak selama pandemi Covid-19 di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan basis Ilmu Kesejahteraan Sosial yang memfokuskan analisis pada keterkaitan kekerasan yang dilakukan oleh ibu dengan perkembangan psiko-sosial dewasa awal dan juga kesejahteraan anak. Skripsi ini adalah laporan hasil penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang dilakukan dengan wawancara dan observasi pada 9 informan (3 informan utama sebagai pelaku kekerasan pada anak; 3 orang anak; dan 3 anggota keluarga lain). Informan dalam penelitian ini diambil dengan purposive sampling, pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu atau mengganggap bahwa orang tersebut paling mengetahui fenomena yang dikaji. Penelitian dilakukan sejak September 2021 sampai dengan Juni 2022.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 informan telah melakukan kekerasan pada anak sejak awal pandemi Covid-19 berlangsung. Sedangkan 1 informan lain, melakukan kekerasan pada anak sejak 5 tahun lalu dan diperparah oleh kondisi pandemi Covid-19. Kekerasan yang dilakukan ibu berupa kekerasan emosional atau psikologis dan kekerasan fisik. Berbagai bentuk kekerasan dilakukan oleh ibu karena pandemi Covid-19 dan desakan ekonomi, diperparah dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pewarisan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya, dan juga ketidaksiapan mental ibu sebelum pernikahan dan membina keluarga. Kesimpulan dari penelitian ini diketahui bahwa kekerasan pada anak yang dilakukan oleh ibu selama pandemi Covid-19 di Kabupaten Bogor, intensitasnya meningkat dengan 3 kategori tingkat keparahan kekerasan yang dilakukan yaitu: serius, sedang, dan ringan. Faktor umum yang menyebabkan kekerasan terjadi karena desakan ekonomi dan faktor lain yang ditemukan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Data from the Women and Children Information System (Simphony PPA) shows an increase in cases of violence against children during the pandemic Covid-19, especially in the Bogor Regency area so that it is included in the red zone of violation of children's rights. This thesis discusses violence against children perpetrated by housewives during the pandemic Covid-19 in Bogor Regency with the aim of describing violence and the causes of violence perpetrated by housewives on children during the pandemic Covid-19 in Bogor Regency. This research was conducted on the basis of Social Welfare Sciences which focused on the analysis of the relationship between maternal violence and early adult psycho-social development as well as child welfare. This thesis is a report on the results of qualitative research with a descriptive design conducted by interviewing and observing 9 informants (3 main informants as perpetrators of violence against children; 3 children; and 3 other family members). Informants in this study were taken by purposive sampling, sampling data sources with certain considerations or assuming that the person best knows the phenomenon being studied. The study was conducted from September 2021 to June 2022.
The results showed that 2 informants had committed violence against children since the beginning of pandemic Covid-19. Meanwhile, another informant has committed violence against children since 5 years ago and has been made worse by pandemic Covid-19. Violence by the mother in the form of emotional or psychological violence and physical violence. Various forms of violence are carried out by mothers due to the pandemic Covid-19 and economic pressure, exacerbated by the presence of domestic violence (KDRT), the inheritance of violence that has been experienced before, and also the mental unpreparedness of the mother before marriage and raising a family. The conclusion of this study is that violence against children perpetrated by mothers during the pandemic Covid-19 in Bogor Regency increased in intensity with 3 categories of severity of violence committed, namely: serious, moderate, and mild. Common factors that cause violence to occur are due to economic pressure and other factors found in the presence of domestic violence (KDRT).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Ayu Anggraeni
"Perubahan rutinitas dan pembatasan interaksi sosial yang terjadi selama pandemi Covid-19 turut memperburuk kesehatan mental seseorang (Kudinova et al., 2021). Perceived social support dapat melindungi seseorang dari masalah kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan kedua variabel selama pandemi Covid-19 pada individu emerging adulthood yang berusia 18-25 tahun dan merupakan Warga Negara Indonesia yang tinggal di Indonesia. Menggunakan metode korelasional, hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan masalah kesehatan mental memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan perceived social support r (249) = -,417 p < ,001, dimana tiap sumber dan kombinasi perceived social support yang tinggi dapat menurunkan tingkat masalah kesehatan mental individu emerging adulthood selama pandemi Covid-19.

Changes in routine and restrictions on social interaction that occurred during the Covid-19 pandemic also worsened a person's mental health (Kudinova et al., 2021). Perceived social support can protect a person from mental health problems. The aim of this study is to find out the relationship between the two variables during the Covid-19 pandemic in emerging adulthood who are 18-25 years old and are Indonesian citizens living in Indonesia. Using the correlation method, the results showed that mental health problems had a significant negative correlation with perceived social support r (249) = -,417 p < .001, where each source and combination of perceived social support could reduce the level of mental health problems."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Sasmita Rany
"Latar belakang. Pandemi COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan masalah psikososial pada remaja dari populasi umum. Talasemia merupakan penyakit kronik yang banyak ditemukan pada anak dan remaja di Indonesia. Pasien dengan penyakit kronik rmerupakan kelompok yang rentan mengalami peningkatan masalah psikososial selama pandemi COVID-19. Peningkatan masalah psikososial menyebabkan risiko peningkatan morbiditas dan penurunan kualitas hidup. Pandemi juga dapat berdampak pada praktik transfusi darah pasien talasemia. Saat ini belum diketahui gambaran masalah psikososial dan praktik transfusi darah pada remaja talasemia mayor di Indonesia selama masa pandemi COVID-19.
Tujuan. Mengetahui gambaran masalah psikososial pada remaja dengan talasemia mayor selama pandemi COVID-19 di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan dampak pandemi COVID-19 pada praktik transfusi darah di RSCM.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada 121 pasien talasemia mayor berusia 10 sampai <18 tahun di RSCM. Penilaian psikososial dilakukan melalui pengisian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Penilaian depresi dilakukan melalui pengisian Children’s Depression Inventory (CDI). Analisis komparatif kategorikal berpasangan dilakukan untuk menilai perbedaan frekuensi transfusi dan nilai rerata Hb pretransfusi sebelum dan selama pandemi COVID-19.
Hasil. Sebanyak 11,6% remaja talasemia mayor memiliki total skor SDQ abnormal dengan gambaran masalah meliputi masalah emosi (18,2%), masalah conduct (9,9%), hiperaktivitas (5%), masalah hubungan dengan teman sebaya (8.3%), dan masalah perilaku prososial (1,7%). Sebanyak 19% remaja talasemia mayor mengalami peningkatan gejala depresi berdasarkan penilaian CDI. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada frekuensi transfusi sebelum dan selama pandemi COVID-19, tetapi terdapat perbedaan bermakna pada pola interval transfusi pasien (p=0,017) dan nilai rerata Hb pretransfusi (p=0,043) sebelum dan selama pandemi COVID-19. Volume darah yang didapatkan oleh pasien talasemia mayor lebih rendah selama pandemi COVID-19 daripada volume darah yang dibutuhkan yang bermakna secara statistik (p<0,001).
Kesimpulan. Skrining masalah psikososial pada remaja talasemia mayor menunjukkan masalah yang paling banyak ditemukan selama masa pandemi COVID-19 adalah masalah emosi dan masalah conduct, dengan sejumlah pasien mengalami peningkatan gejala depresi. Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada pola interval transfusi darah oleh pasien talasemia mayor.

Background. The COVID-19 pandemic may increase the risk of psychosocial problems in adolescents from general population. Thallasemia is highly prevalent chronic disease in children and adolescents in Indonesia. Patients with chronic disease are vulnerable to have more psychosocial problems during the COVID-19 pandemic. An increase in psychosocial problems may lead to high morbidity and the risk of decreased quality of life. The pandemic can also have an impact on the transfusion practice of thalassemia patients. The psychosocial problems and its impact on transfusion practice in adolescents with thalassemia major during the COVID-19 pandemic in Indonesia have not been established.
Objectives. To evaluate the magnitude of psychosocial problems in adolescents with thalassemia major during the COVID-19 pandemic and the impact of the COVID-19 pandemic on the transfusion practice at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Methods. This is a cross-sectional study on 121 thalassemia mayor patients aged 10-<18 years old at Cipto Mangunkusumo Hospital. Psychosocial aspect was evaluated using the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) form. Depression was further assessed using the Children’s Depression Inventory (CDI) form. A comparative paired categorical analysis was performed to analyze the difference between before and during the COVID-19 pandemic concerning transfusion frequency and average pretransfusion haemoglobin.
Results. There are 11,6% thalassemia major adolescents with abnormal total SDQ scores including emotional problems (18,2%), conduct problems (9,9%), hiperactivity (5%), peer problems (8.3%), dan prosocial behavior problems (1,7%).  Nineteen percents thalassemia major adolescents experienced elevated number of depressive symptoms. There was no significant difference between before and during the COVID-19 pandemic concerning transfusion frequency, but there were significant difference between before and during the COVID-19 pandemic concerning blood transfusion pattern (p=0,017) and average pretransfusion haemoglobin (p=0,043). The blood volume obtained by thalassemia major patients was also lower during the COVID-19 pandemic than the required blood volume that is statiscally significant(p<0,001).
Conclusion. Psychosocial screening in adolescents with thalassemia major during the COVID-19 pandemic showed that the most common problems encountered were emotional problems and conduct problems, with a number of patients experiencing elevated symptoms of depression. The pandemic had an impact on the blood transfusion pattern for thalassemia major patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhani Dea Asy-Syifa
"Perempuan yang menjadi ibu sekaligus pekerja merupakan salah satu subjek yang paling terdampak dari perubahan aktivitas kerja selama pandemi COVID-19. Kemampuan resiliensi berperan penting untuk menghadapi situasi sulit, sehingga resiliensi menjadi salah satu faktor individu ibu bekerja untuk tidak mengalami dampak psikologis berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lebih lanjut gambaran tingkat resiliensi dan stres pengasuhan serta hubungan antara resiliensi dengan stres pengasuhan pada ibu yang bekerja selama pandemi COVID- 19. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian studi korelasi. Sebanyak 296 ibu bekerja terlibat pada penelitian ini dan dikumpulkan melalui teknik convenience sampling. Hasil analisis univariat menemukan bahwa lebih dari sebagian ibu bekerja memiliki tingkat resiliensi tinggi (53.7%) dan sebagian besar memiliki tingkat stres pengasuhan rata-rata (66.5%) selama pandemi COVID-19. Analisis bivariat dengan uji chi-square dilakukan untuk menganalisis hubungan antara resiliensi dan stres pengasuhan dan hasil yang dapatkan nilai p value=0.001 sehingga terdapat hubungan antara resiliensi dengan stres pengasuhan pada ibu yang bekerja selama pandemi COVID-19. Resiliensi yang tinggi perlu dipertahankan, salah satu upayanya dengan promosi kesehatan mental agar dapat menurunkan kondisi stres yang dialami ibu bekerja.

Women who become mothers and workers are one of the subjects most affected by changes in work activities during the COVID-19 pandemic. Resilience ability plays an important role in dealing with difficult situations, so resilience is one of the individual factors for working mothers to not experience ongoing psychological impacts. This study aims to further identify the level of resilience and parenting stress and the relationship between resilience and parenting stress in working mothers during the COVID-19 pandemic. This research uses quantitative research methods with a correlation study research design. A total of 296 working mothers were involved in this study and were collected through convenience sampling technique. The results of the univariate analysis found that most of the working mothers had a high level of resilience (53.7%) and an average level of parenting stress (66.5%) during the COVID-19 pandemic. Bivariate analysis with chi-square test was conducted to analyze the relationship between resilience and parenting stress and the results obtained p value = 0.001 so that there is a relationship between resilience and parenting stress in working mothers during the COVID-19 pandemic. High resilience needs to be maintained, one of the efforts is by promoting mental health in order to reduce the stress conditions experienced by working mothers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nurul Hidayah
"Pandemi Covid-19 menyebabkan sejumlah perubahan di masyarakat. Perubahan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Hal ini berpengaruh pada kesehatan mental emerging adulthood (18-25) di Indonesia (Kwong dkk., 2021). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan setiap dimensi kepribadian Big Five dengan depresi, kecemasan, dan stress pada emerging adulthood (N = 233). Skala yang digunakan adalah Big Five Inventory (BFI) dan Depression, Anxiety, Stress, Scale-21 (DASS-21). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi neuroticism yang berhubungan positif dengan depresi, kecemasan, dan stres (r (233) = 0,535 - 0,704). Dimensi extraversion, conscientiousness, dan agreeableness berhubungan negatif dengan depresi, kecemasan, dan stres. Namun, hanya openness yang memiliki hubungan tidak signifikan dengan depresi, kecemasan, dan stres.

The Covid-19 pandemic has caused a number of changes in society. These changes was conducted in order to prevent the spread of the Covid-19 virus. These matters have affected the mental health of emerging adulthood (18-25) in Indonesia. This study aims to examine the relationship of each Big Five personality dimension with depression, anxiety, and stress in emerging adulthood (N = 233) using the Big Five Inventory (BFI) and Depression, Anxiety, Stress, Scale- 21 (DASS-21). The results showed that neuroticism is the only dimension which is positively correlated with depression, anxiety, and stress (r (233) = 0,535 – 0,704). Extraversion, conscientiousness, and agreeableness were negatively correlated with depression, anxiety, and stress. However, only openness had no significant correlation with depression, anxiety, and stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunifianti
"Tenaga kesehatan berperan penting dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Alat pelindung diri (APD) diperlukan saat mereka bekerja. Waktu kerja maksimal penggunaan APD adalah enam jam, dan harus digunakan sesuai dengan risiko di lokasi kerja. Sayangnya, dalam praktiknya, APD sering digunakan lebih dari enam jam. Selain itu, bahan gaun terbuat dari bahan yang tidak dapat menyerap keringat. Para tenaga kesehatan juga mengenakan masker berlapis-lapis. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi kelelahan kronis dan faktor APD yang dapat mempengaruhi kelelahan kronis. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan oleh Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kami menggunakan skala penilaian kelelahan untuk memperkirakan prevalensi kelelahan kronis. Kami menemukan bahwa prevalensi kelelahan kronis di antara petugas kesehatan sangat tinggi (82,8%). Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat APD, bahan gaun, jenis masker dan kelelahan kronis (p>0,05). Namun demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara masker ganda (masker tidak/ya) dengan kelelahan kronis (p <0,05). Penelitian lebih lanjut untuk memasukkan pengukuran yang lebih objektif dalam penggunaan APD harus dilakukan di masa depan.

Healthcare workers play a crucial role in the management of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). When working, personal protective equipment (PPE) is required. The maximum working time while wearing PPE is six hours, and it should be worn in accordance with the risk at the work site. Unfortunately, in practice, PPE is frequently worn for longer than six hours. In addition, the gown is made from nonabsorbent materials. Layered masks are also worn by the healthcare workers. These factors may result in fatigue. This study aims to determine the prevalence of chronic fatigue and PPE factors that may contribute to it. This study was conducted using a cross-sectional design with secondary data gathered by the Master of Occupational Medicine Program, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. We used the Fatigue Assessment Scale (FAS) to measure chronic fatigue. We found a very high prevalence of chronic fatigue among healthcare workers (82.8 percent). However, there was no significant correlation between the level of PPE, gown material, mask type and chronic fatigue (p > 0.05). Nevertheless, there was a significant relationship between double mask (no/yes mask) and chronic fatigue (p < 0.05). Future research should incorporate more objective measurement for the use of PPE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Aditya
"Pendahuluan: Selama pandemi COVID-19, terjadi peningkatan beban kerja, serta kewaspadaan dan kepatuhan yang lebih besar dalam bekerja. Tenaga kesehatan harus menjalankan tugasnya dalam menghadapi ketakutan terhadap infeksi COVID-19 yang dapat memicu dan/atau memperparah stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan stres petugas kesehatan pada masa pandemi dengan menekankan pada perubahan situasi psikososial di rumah sakit.
Metode penelitian: Studi potong lintang ini dilakukan dari bulan Januari sampai Maret 2021 dengan menggunakan kuesioner online yang terdiri dari kuesioner pribadi dan pekerjaan, serta kuesioner stres dan stres yang divalidasi menggunakan uji validitas dan reliabilitas (Cronbach's alpha 0,8 dan 0,9). Untuk analisis multivariat, digunakan regresi logistik multinomial untuk mengidentifikasi faktor determinan (p<0,05). Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 20 (IBM Corp, USA).
Hasil: Gambaran perubahan stresor pada responden adalah peningkatan stresor ringan 59,7%, peningkatan stresor sedang 20,6%, peningkatan stresor berat 5,1%, stresor tetap 11.1%, penurunan stresor 3,3%. Dengan gambaran persepsi stres adalah stres sedang 56,1%, stres berat 27,2%, stres ringan sebanyak 16,7%. Faktor determinan pada kejadian stres berat adalah tingkat perubahan stresor sedang berat dibandingkan dengan stresor menetap [aOR 8(95% CI, 2.2–29.7)], stresor tetap dibandingkan dengan stresor yang menurun [aOR 11(95% CI, 0.01–0.9)] dan lokasi kerja zona merah[aOR 3.2(95% CI, 0.1–0.8)], faktor determinan pada kejadin stres sedang adalah stresor menetap dibandingkan dengan yang menurun [aOR 25(95% CI, 0.7–0.9)], lokasi kerja zona merah[aOR 2.6(95% CI, 0.2-0.9)] dan usia kurang dari 3030[aOR 1.8(95% CI, 1.1-3.2)].
Kesimpulan: Faktor determinan kejadian stres berat pada tenaga kesehatan adalah perubahan stresor kerja dan zona kerja, untuk kejadian stres sedang adalah perubahan stresor kerja, zona kerja dan usia

Background: During the COVID-19 pandemic, there has been an increase in workload, as well as greater vigilance and compliance at work. Healthcare workers must perform their duties while facing fear of COVID-19 infection, which can trigger and/or aggravate stress. This study aimed to obtain the determinant factor of stress among the healthcare workers during the pandemic by emphasizing the change in the psychosocial situation at the hospital.
Methods: This cross-sectional study was conducted from January to March 2021 using an online questionnaire consisting of personal and occupational questionnaires, as well as a validated stressor and stress questionnaires using validity and reliability tests (Cronbach's alpha 0.8 and 0.9). For the multivariate analysis, multinomial logistic regression was used to identify the determinants factor (p<0.05). Data were analyzed using SPSS software version 20 (IBM Corp., USA).
Results: More than half of respondents had a moderate stress (56.1%) and then followed by severe and mild stress. Determinant factors in the occurrence of severe stress are the alteration of stressors, moderate-severe stressors compared to constant stressors [aOR 8(95% CI, 2.2–29.7)] constant stressors compared to decreased stressors [aOR 11(95% CI, 0.01–0.9)], and working in the red zone [aOR 3.2(95% CI, 0.1–0.8)].The determinants of moderate stress events were constant stressors compared to decreased stressors [aOR 25(95% CI, 0.7–0.9)], working in the red zone [aOR 2.6(95% CI, 0.2-0.9)] and age less than 30[aOR 1.8(95% CI, 1.1-3.2)].
Conclusions: The determinant factors for the occurrence of severe stress in health workers are changes in work stressors and work zones, for moderate stress events are changes in work stressors, work zones and age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzizah Nurhalisa
"Situasi pandemi COVID-19 berdampak pada kehidupan masyarakat, tak terkecuali remaja. Mereka kesulitan dalam mengikuti pembelajaran daring, terbatasnya bertemu dengan teman sebayanya, dan bosan karena terus berada di rumah. Keadaan tersebut berdampak pada meningkatnya stres dan menurunkan kebahagiaan bagi remaja. Maka, dibutuhkan strategi coping yang efektif untuk menangani stres sehingga meningkat kebahagiaannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara strategi coping dan kebahagiaan pada remaja selama masa pandemi COVID-19. Partisipan penelitian berjumlah 235 berusia 15-21 tahun, sedang menempuh pendidikan (SMP, SMA, Perguruan Tinggi), serta belum menikah. Variabel kebahagiaan diukur menggunakan Subjective Happiness Scale dan strategi coping diukur menggunakan Brief COPE. Analisis data menggunakan Pearson correlation dan simple linier regression. Hasil penelitian menunjukan bahwa emotion focused coping merupakan strategi yang paling banyak digunakan oleh remaja selama pandemi COVID-19. Hasil juga menunjukan bahwa peningkatan penggunaan problem focused coping (r = .38, p<.01) dan emotion focused coping (r = .42, p<.01) akan meningkatkan kebahagiaan. Sementara peningkatan penggunaan less useful coping (r = -.31, p<.01) akan menurunkan kebahagiaan remaja. Penelitian ini juga menunjukan bahwa emotion focused coping (β = 0.12, t(235) = 6.982, p < 0.01) merupakan strategi coping yang paling berkontribusi terhadap kebahagiaan.

The COVID-19 pandemic situation has an impact on society life, no exception adolescent. They have difficulty in participating online learning, have limited with their peers, and bored of being at home. The situation has an impact on increasing stress and reducing happiness for adolescents. Thus, effective coping strategy are needed to deal with stress so that they can lead to more happiness. This research was conducted to determine the relationship between coping strategies and happiness in adolescents during the COVID-19 pandemic. Participants in this study were 235 aged 15-21 years old who were studying at the (Junior high school, Senior high school, University) and were not married. Happiness variable was measured using the Subjective Happiness Scale and coping strategy was measured using Brief COPE. Data analysis uses statistical techniques Pearson product-moment correlation and simple linier regression. The results showed that focused emotion was the strategy most used by adolescents during the COVID-19 pandemic. The results showed that increased the use of problem focused coping coping (r = .38, p<.01) and emotion focused coping (r = .42, p<.01) would increased happiness. Meanwhile, increased the use of less useful coping (r = -.31, p<.01) led to decreased happiness. This study also shows that emotion focused coping (β = 0.12, t(235) = 6.982, p < 0.01) is the coping strategy that most contributes to happiness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>