Ditemukan 163667 dokumen yang sesuai dengan query
Putri Salma Radiyani
"Skripsi ini membahas mengenai kesulitan keuangan (financial distress) yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai dampak penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Dengan adanya pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi penyebaran Covid-19 yaitu salah satunya adalah membatasi mobilisasi dan interaksi masyarakat yang menghambat alur produksi, distribusi hingga konsumsi. Akibatnya membawa dampak pada perekonomian sehingga terjadi kesulitan keuangan (financial distress) yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kesulitan keuangan (financial distress) merupakan suatu kondisi keuangan yang dapat dirasakan oleh seseorang maupun perusahaan dalam berjuang untuk memenuhi kewajibannya, termasuk membayar utang pada kreditornya. Jika kesulitan keuangan (financial distress) terjadi berkelanjutan dapat berujung kepada kepailitan. Salah satu alternatif yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam mengatasi kesulitan keuangan (financial distress) yang diderita oleh debitor adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian yang berisikan tawaran pembayaran baik sebagian atau seluruh utang kepada para kreditor. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kepailitan. Metode penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan mengangkat studi kasus Putusan Nomor 77/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN-Niaga Sby sebagai penerapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap debitor yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) pada masa Pandemi Covid-19. Dengan demikian, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat dijadikan salah satu cara jalan keluar untuk mengatasi kesulitan keuangan (financial distress) yang dirasakan oleh seseorang maupun khususnya oleh Perseroan Terbatas pada masa Covid-19.
This thesis mainly discusses financial distress that can be felt by all levels of society as a result of the spread of Covid-19 on the Indonesian economy. With the Covid-19 pandemic, the Indonesian Government issued several policies to overcome the spread of Covid-19, one of which was to limit the mobilization and interaction of people in Indonesia which hampered the flow of production, distribution, and consumption. As a result, it has an impact on the economy, resulting in financial distress that is felt by all levels of society. Financial distress is a financial condition that can be felt by a person or company is struggling to fulfill their obligations, including paying debts to their creditors. If financial distress occurs continuously, it can lead to bankruptcy. One of the alternatives provided by Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment in overcoming financial distress suffered by debtors is the Suspension of Payment. Through the Suspension of Debt Payment Obligations, debtors can submit a reconciliation plan which contains an offer to pay either part or all of the debt to creditors. Suspension of Payment is an effort that can be taken to prevent bankruptcy. The method used in writing thus thesis is literary research with the thesis being a juridicial-normative report and raising the case study of Decision Number 77/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN-Niaga Sby as the application Suspension of Payment ) to debtors who experience financial distress during the Covid-19 Pandemic. As a result, Suspension of Payment can be used as a way out to overcome financial distress that is felt by a person or especially by a Limited Liability Company during the Covid-19 period. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ananda Fathima Awanis
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam hal pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal 223 UUK-PKPU hanya memberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Menteri Keuangan. Namun sejak lahirnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK, kewenangan Menteri Keuangan beralih seluruhnya ke Otoritas Jasa Keuangan, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan dan PKPU. Penegasan kewenangan OJK untuk mengajukan kepailitan dan/atau PKPU tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian jo. Pasal 52 ayat (1) POJK Nomor 28 Tahun 2015. Dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, diketahui bahwa Termohon PKPU merupakan PT. Asuransi jiwa Kresna yang merupakan perusahaan asuransi dan Pemohonnya adalah Pemegang Polis Asuransi PT. Asuransi Jiwa Kresna. Namun, Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pemayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Pemohon. Oleh karena hal tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi sekaligus menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan PKPU PT. Asuransi Jiwa kresna melalui analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst.
This thesis is motivated by the existence of problems regarding the authority (legal standing) of the Policyholder in terms of submitting a Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Article 223 UUK-PKPU only grants permission to apply for a Suspension of Debt Payment Obligation (PKPU) to the Minister of Finance. However, since the enactment of the Law on the Financial Services Authority (OJK), in accordance with the mandate of Article 55 paragraph (1) of the OJK Law, the authority of the Minister of Finance has shifted entirely to the Financial Services Authority, including matters relating to bankruptcy and PKPU. Article 50 paragraph (1) of the Insurance Law juncto also regulates the affirmation of OJK's authority to file for bankruptcy or PKPU. Article 52 paragraph (1) of POJK Number 28 of 2015. In the Decision of the Commercial Court Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, it is known that the Respondent for PKPU is PT. Kresna life insurance is an insurance company, and the applicant is the owner of the insurance policy of PT. Krishna Life Insurance. However, the Panel of Judges stated in their judgment that the Petitioner's application for the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) was granted. Therefore, this thesis will discuss the authority (legal standing) of the Policyholder in submitting a PKPU application to an insurance company as well as analyzing the basis for the consideration of the Panel of Judges in the PKPU decision of PT. Krishna Life Insurance through the analysis of the Commercial Court Decision Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hika Pristasia Asril Putra
"Dengan pengaturan yang membatasi Pengusaha dari tindakan kesewenang-wenangannya terhadap Pekerja, maka peraturan mengenai Pembayaran Upah Minimum, hak waktu kerja, waktu istirahat yang diperoleh pekerja/buruh perlu diadakan pada masa Pandemi Covid-19. Sehingga, kesejahteraan didapati pekerja serta mewujudkan keadilan sosial agar tidak terjadi ketimpangan dan pekerja tidak lagi diperlakukan dengan tidak baik. Maka Penulisan ini dibuat bertujuan untuk dapat melihat bagaimana pemberlakuan kebijakan yang dibuat oleh Perusahaan mengenai pemberian upah dibawah upah minimum yang diperoleh Pekerja pada PT.X karena situasi Covid 2019 yang terjadi pada saat ini diseluruh duinia, dan tidak terlepas juga dialami oleh Indonesia yang berdampak pada faktor Ekonomi bagi seluruh perusahaan yang ada di Indonesia. Dengan beragam kebijakan dari Pemerintah pusat yang menjadi auan bagi Perusahaan untuk melakukan pembayaran upah dibawah upah minimum. Dan menjadi permasalahan bagi para Pekerja PT.X dimana Perusahaan memberikan kebijakan kepada Para Pekerja bahwa Perusahaan sedang mengalami kemunduran produksi dan pengurangan pendapatan sehingga diminta bentuk loyalitasnya bagi para pekerja yaitu menerima Upah dibawah upah minimum. Sehingga apa bila pekerja tidak menerima kesepakatan dan kebijakan dari perusahaan tersebut maka pekerja dapat mengundurkan diri atau perusahaan akan melakukan PHK terhadap para pekerja
With regulations that restrict Employers from arbitrary actions against Workers, regulations regarding Payment of Minimum Wage, right to work time, rest periods obtained by workers/laborers need to be implemented during the Covid-19 Pandemic. Thus, the welfare of workers is found and social justice is realized so that inequality does not occur and workers are no longer treated badly. So this writing aims to be able to see how the implementation of policies made by the Company regarding the provision of wages below the minimum wage obtained by workers at PT. X because of the 2019 Covid situation that is currently happening throughout the world, and is also experienced by Indonesia which has an impact on Economic factors for all companies in Indonesia. With various policies from the central government that become a reference for the Company to pay wages below the minimum wage. And it becomes a problem for PT.X Workers where the Company provides a policy to the Workers that the Company is experiencing a decline in production and a reduction in income so that they are asked for a form of loyalty for workers, namely receiving wages below the minimum wage. So what if the worker does not accept the agreement and policy from the company, the worker can resign or the company will lay off the workers"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Ananda Eka Putri
"Kehadiran pandemi Covid-19 di Indonesia memberikan berbagai dampak negatif salah satunya bagi perekonomian di Indonesia. Berbagai sektor industri terkena dampak negatif akibat adanya pandemi Covid-19, tidak terkecuali perusahaan rokok. Melihat adanya pengaruh dari pandemi Covid-19 terhadap perusahaan rokok pemerintah memberikan kebijakan dalam bentuk perpanjangan jangka waktu penundaan pembayaran cukai bagi perusahaan yang melakukan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai menjadi 90 hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses perancangan kebijakan, proses implementasi, hasil kebijakan penundaan pembayaran cukai bagi perusahaan rokok pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia dan mengetahui kendala yang ditemukan selama proses implementasi melalui teori implementasi kebijakan berdasarkan teori Grindle pada tahun 1980. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui pendekatan post-positivist, metode pengumpulan data kualitatif, dan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan penundaan pembayaran cukai bagi perusahaan rokok pada masa pandemi Covid-19 dengan teori Grindle yaitu designing process, policy implementation, dan result memiliki proses perencanaan yang baik sesuai dengan sasaran target, sehingga pada saat pelaksanaan implementasi kebijakan tidak ditemukan adanya kendala, serta hasil kebijakan yang memberikan respon positif dari perusahaan rokok dan peningkatan penerimaan cukai pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia.
The presence of the Covid-19 pandemic in Indonesia has various negative impacts, one of which is for the economy in Indonesia. Various industrial sectors have been negatively affected by the Covid-19 pandemic, and cigarette companies are no exception. Seeing the impact of the Covid-19 pandemic on cigarette companies, the government provided a policy in the form of extending the period of delaying excise payments for companies that made payments by attaching excise tapes to 90 days. The purpose of this study was to analyze the implementation of the policy of delaying excise payments for cigarette companies during the Covid-19 pandemic in Indonesia and to find out the obstacles found during the implementation process through the theory of policy implementation based on Grindle's theory in 1980. The method used in this study is through a post-positivist approach, qualitative data collection methods, and qualitative data analysis methods. The results showed that the implementation of the policy of delaying payments excise duty for cigarette companies during the Covid-19 pandemic with Grindle theory, namely the designing process, policy implementation, and the result has a good planning process in accordance with the target, so that during the implementation of policy implementation there are no obstacles, and policy results that provide a positive response from cigarette companies and increased excise revenues during the Covid-19 pandemic in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Luthfi Arya Ramadhani Viryandri
"Tren individu yang terdampak Covid-19 terus meningkat sejak awal kemunculannya hingga menyebar secara global dan muncul di Indonesia. Salah satu dampak negatif dari Covid-19 adalah debitur kurang mampu membayar kembali hutangnya kepada kreditur. Akibatnya, semakin banyak orang yang mengajukan pailit, terutama di Indonesia yang lebih banyak mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (surseance of payment). Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui kebijakan surseance of payment dalam perjanjian kredit perbankan dan pelaksanaan surseance of payment selama pandemi Covid-19 di Bank Negara Indonesia (BNI). Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis data primer dan data sekunder dengan melakukan pengkajian terhadap undang-undang, buku, jurnal dan melakukan wawancara yang berkaitan dengan topik skripsi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah telah menetapkan POJK 11/2020 yang memberikan tambahan enam kanal restrukturisasi bagi debitur terdampak Covid-19 sebagai solusi untuk melunasi hutangnya di masa sulit ini. BNI menerapkan POJK 11/2020 dan memberikan remisi kepada debitur yang tidak mampu melunasi hutangnya akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, BNI tidak memprioritaskan PKPU; BNI lebih memilih penyelesaian hutang secara musyawarah antara debitur dan bank. Penulis merekomendasikan BNI untuk tetap menerapkan prinsip-prinsip dasar kebijakan restrukturisasi hutang yang ada saat ini sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020, meskipun telah habis masa berlakunya.
The trend of individuals affected by Covid-19 has risen steadily since its initial emergence until it spread globally and surfaced in Indonesia. One of the downfalls to Covid-19 is that debtors are less able to repay their creditors for their debts. Consequently, more people are filing for bankruptcy, particularly in Indonesia where there are more requests for PKPUs (surseance of payment). In this research, the author aims to determine the rules and regulations of surseance of payment in banking credit agreements and the implementation of surseance of payment during the Covid-19 pandemic in Bank Negara Indonesia (BNI). This study uses descriptive qualitative research method with primary data and secondary data types by assessing laws, books, journals and conducting interviews related to the topic of this thesis. The findings of this research shows that the government has enacted POJK 11/2020, which provides six additional restructuring canals for debtors affected by Covid-19 as a solution to settle their debts during these hard times. BNI implements POJK 11/2020 and provides remissions to debtors that are unable to settle their debts due to the Covid-19 pandemic. Based on the conducted research, BNI does not prioritize surseance of payment; BNI favors debt resolution through negotiation between the debtor and the bank. The author recommends BNI to continue implementing the fundamentals of the current debt restructuring policy as regulated by POJK 11/2020, despite the expiration of its validity period."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Parlindungan, Jobby Cresna
"Restrukturisasi Utang adalah sebuah keniscayaan dalam hal Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Kreditur tetapi di lain sisi Debitur masih memiliki itikadi baik dan prospek untuk menjalankan usahanya. Peraturan perundang-undangan tidak memberikan pengaturan yang pasti dalam hal Restrukturisasi Utang sehingga Debitur dan Kreditur diberikan kebebasan sepenuhnya untuk mencapai kesepakatan dalam mekanisme Restrukturisasi Utang tersebut. Hal tersebut mengartikan bahwa mendirikan sebuah badan usaha baru juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk Restrukturisasi Utang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak dan kedudukan hukum pihak-pihak dalam Restrukturisasi Utang melalui skema pembentukan Perseroan Terbatas sebagai Debitur baru. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan studi pustaka yang didasarkan pada studi kasus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa badan hukum bertanggung jawab dalam hal tindakan sah yang dilakukan oleh organ atau telah disetujui oleh organ yang lebih tinggi. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa kedudukan hukum yang terpisah diantara para pihak mengakibatkan perbedaan hak dan kewajiban sebelum dan setelah dilakukan Restrukturisasi Utang.
Debt restructuring is a necessity in terms of Debtor can not meet its obligations to Creditors, but on the other side of the Debtor still has a good faith and prospects for business. Regulation does not provide definitive arrangement in Debt Restructuring so Creditor and Debtor given that complete freedom to reach agreement in the Debt Restructuring mechanism. This means that setting up a new business entity can also be used as a means for Debt Restructuring. This study aims to explain the impact and the legal position of the parties to the Debt Restructuring scheme as a Limited Liability Company formation as a new Debtor. The method used is juridical-normative based on case studies. Results of the study revealed that the legal entity responsible for the unlawful act committed by the organ or organs that have been approved by the higher. The results also revealed that a separate legal position between the parties resulted in differences in the rights and obligations before and after the Debt Restructuring."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58707
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sekar Ayu Mawaddah
"Dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby terdapat kreditor yang mengajukan PKPU kepada debitor yang telah terikat dengan homologasi. Permohonan PKPU tersebut dikarenakan kreditur merasa tidak diikutsertakan pada homologasi sebelumnya yaitu perjanjian perdamaian nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Pada penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini, penulis telah mengkaji mengenai penerapan hukum Putusan homologasi dengan mengacu pada Undang- undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa hakim keliru dalam menerapkan hukum pada putusan nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan hakim dalam mengabulkan PKPU dan mengesahkan Perjanjian Perdamaian pada Perkara no. 72/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti pasal 286 UU 37 Tahun 2004, asas naturalia dalam hukum perjanjian, asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, serta asas Pacta Sunt Servanda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kreditur yang telah terikat dengan homologasi seharusnya tidak mengajukan PKPU kembali melainkan dapat melakukan upaya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu dengan mengajukan pembatalan perdamaian ke pengadilan. Oleh karena itu seharusnya terdapat aturan dengan batasan yang lebih jelas dalam hal keberlakuan hukum Perjanjian Perdamaian bagi kreditur demi menghindari kekeliruan dan ketidakpastian hukum.
In the Surabaya Commercail Court decision Number 72/Pdf.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby, there are creditor who file a PKPU application to debtor who have been bounded by homologation. The PKPU application was because creditor felt they were not included in the previous homologation, which is the peace agreement number 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. In this research that uses the juridical-normative method, the author has examined the legal implementations of the homologation decision with reference to Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Based on the research that has been done, it is proven that the judge was wrong in applying the law to decision number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. This is due to the judge's considerations in granting the PKPU and homologated the Peace Agreement in Case number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby is contradicts to several provisions such as article 286 of Law No. 37 of 2004, the principle of naturalia in contract law, the principle of fast, simple and low-cost justice, and the principle of Pacta Sunt Servanda which causing legal uncertainty. Creditors who have been bound by homologation should not apply for a PKPU again but can do a legal efforts that are in accordance with the provisions of the law, which is by submitting an annulment of the peace to the court. Therefore, there should be rules with clearer boundaries in terms of the legal applicability of the Peace Agreement for creditors in order to avoid mistakes and legal uncertainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adhani Rahmi
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor separatis selama menjalankan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam lembaga PKPU, kedudukan antara kreditor adalah sama. Undang-undang secara implisit telah memberikan perlindungan kepada kreditor konkuren sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang lemah. Namun dalam prakteknya masih sering ditemukan kecondongan atau dominasi dari kreditor lainnya, khususnya kreditor separatis. Ketimpangan antara kedua kreditor tersebut juga terjadi dalam kasus PKPU PT. Benangsari Indahtexindo. Asas Keseimbangan yang terdapat dalam hukum kepailitan menjadi patokan utama dalam menentukan proses PKPU, karena dengan asas tersebut maka dapat dicapai hasil akhir yang adil.
This paper discusses the standing of the unsecured creditor and secured creditor throughout the process of Suspension of Payment. In Suspension of Payment foundation, the standings between all the creditors are same. The law implicitly has been giving protection for the unsecured creditor, as the party which has a weak position. But in practice there are still tendency or dominance of other creditor, especially the secured creditor. Disparities between the two of the creditor also happened in Suspension of Payment of PT. Benangsari Indahtexindo. The principle of balance that was found in bankruptcy law is the first criterion in determining the process of the Suspension of Payment, because of this principle, it can achieved the fair result."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60915
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ranazizah Aurora Sepryzan
"Latar Belakang: Selama pandemi COVID-19 dokter gigi merupakan salah satu tenaga medis yang memiliki risiko tinggi tertular akibat pekerjaannya. Selain itu, tekanan yang cukup besar selama pandemi ini berdampak pada masalah kesehatan mental dokter gigi salah satunya psychological distress. Tujuan: Untuk memperoleh informasi mengenai psychological distress dokter gigi serta mengetahui perbedaan psychological distress berdasarkan berbagai karakteristik. Metode: Studi cross-sectional berupa kuesioner daring kepada dokter gigi di wilayah DKI Jakarta pada bulan Oktober hingga Desember 2021. Dilakukan uji bivariat dengan uji Fisher’s Exact Test dan Continuity Correction. Hasil: 14,7% dokter gigi mengalami psychological distress selama pandemi COVID-19. Mayoritas dokter gigi menunjukkan ketakutan terpapar COVID-19 selama berpraktik, memiliki cukup pengetahuan mengenai COVID-19, efikasi diri yang rendah, serta subjective overload yang rendah. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna (p<0,05) psychological distress berdasarkan usia, status pernikahan, kecukupan pengetahuan mengenai COVID-19, dan subjective overload. Kesimpulan: Terdapat dokter gigi di DKI Jakarta yang mengalami psychological distress selama masa pandemi COVID-19.
Background: During the COVID-19 pandemic, dentists are one of the medical personnel with a high risk of contracting the disease due to their work. In addition, the considerable pressure during this pandemic impact the dentist’s mental health problem one of them is psychological distress. Objective: To obtain information about the dentists’ psychological distress and to determine the differences in psychological distress based on various characteristic Methods: A cross-sectional study was conducted using an online questionnaire to dentists in DKI Jakarta from October to December 2021. A bivariate test was performed using the Fisher's Exact Test and Continuity Correction. Results: 14.7% of dentists experienced psychological stress during the COVID-19 pandemic. Most dentist showed fear of being exposed to COVID-19 during dental practice, had sufficient knowledge about COVID-19, low self-efficacy, and subjective overload. There is a significant difference in the proportion (p-value <0.05) of psychological distress based on age, marital status, knowledge about COVID-19, and subjective overload. Conclusion: There are dentists in DKI Jakarta who experience psychological distress during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library