Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radio Putro Wicaksono
"Latar belakang : Fontan merupakan tata laksana tahap final pada penyakit jantung bawaan dengan single ventricle. Salah satu komplikasi pascaoperasi yang meningkatkan lama rawat dan biaya adalah efusi pleura menetap dengan prevalensi 35,8%. Vasodilator paru digunakan untuk menurunkan tekanan arteri pulmonal dan resistensi paru yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya efusi pleura. Penelitian ini melihat hubungan lama pemberian vasodilator paru praoperasi terhadap kejadian efusi pleura menetap pascaoperasi Fontan.
Metode : Studi kohort retrospektif pada pasien pascaoperasi Fontan di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita (RSPJNHK). Saturasi oksigen praoperasi, indeks resistensi paru praoperasi, teknik fenestration, regurgitasi katup sistemik praoperasi, lama pemberian vasodilator paru praoperasi, durasi mesin pintas jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta merupakan variabel bebas dan kejadian efusi pleura menetap pascaoperasi merupakan variabel terikat. Pengumpulan data melalui rekam medis pasien di divisi bedah jantung anak RSPJDNHK tahun 2017-2019. Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan antar variabel.
Hasil : Terdapat 93 subjek yang diikutsertakan pada penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara indeks resistensi paru praoperasi, teknik fenestration, regurgitasi katup sistemik praoperasi dan lama pemberian vasodilator paru praoperasi, durasi mesin jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta. Hubungan yang bermakna didapatkan dari variabel saturasi oksigen praoperasi dan tekanan arteri paru praoperasi.
Simpulan : Lama pemberian vasodilator paru praoperasi tidak berhubungan dengan efusi pleura menetap pascaoperasi Fontan. Namun secara klinis terdapat 67,4% subjek pada kelompok pemberian vasodilator paru ≥6 bulan tidak mengalami efusi pleura menetap.

Background: Fontan is final palliative surgery for single ventricle physiology congenital heart disease. Persistent pleural effusion is one of complication which can increase length of stay and cost after surgery. High pulmonary artery pressure and pulmonary resistance are involved in existence of persistent pleural effusion after surgery. Pulmonary vasodilator is one of drug that can decrease pulmonary artery pressure and resistance which can decrease pleural effusion production,
Method : Retrospective cohort was used in this paper. Data was taken from medical record from 2017 to 2019 in pediatric cardiac surgery division of National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital.
Result : there were 93 subjects in this study. Duration of cardiopulmonary bypass, aortic cross clamp, pulmonary artery resistence index, systemic valve regurgitation, duration of pulmonary vasodilator, and fenestration did not have significant correlation statistically to persistent pleural effusion. Preoperative oxygen saturation and pulmonary artery pressure had significant correlation to persistent pleural effusion statistically.
Conclusion : This study showed that duration of preoperative pulmonary vasodilator did not have correlation with persistent pleural effusion after Fontan. Clinically, there is 67,4% on ≥6 month of pulmonary vasodilator group did not have persistent pleural effusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Dwi Hasriani
"Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian pada kelompok kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang terhadap progresivitas dari prediabetes menjadi DM tipe 2 dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Kondisi prediabetes dengan obesitas meningkatkan risiko kejadian PJK berdasarkan Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). Penelitian ini menggunakan desain studi kohor retrospektif dengan data sekunder studi kohor faktor risiko PTM tahun 2011-2018. Sampel adalah 493 penduduk penduduk dewasa yang obesitas yang menjadi responden Studi Kohor Faktor Risiko PTM, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil analisis multivariat menggunakan cox regression setelah dikontrol dengan usia dan durasi obesitas menemukan bahwa prediabetes memiliki nilai HR=0,80 (95%CI:0,462-1,387), p=0,429, yang berarti hubungan prediabetes dengan kejadian PJK pada penduduk dewasa yang obesitas tidak bermakna secara statistik.

Coronary Heart Disease (CHD) is a leading cause of death in the cardiovascular group. Obesity could increase a person's risk of progression from prediabetes to type 2 DM and increase the risk of cardiovascular disease. Prediabetes with obesity increases the risk of CHD events based on Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). This study was used a retrospective cohort study design using secondary data on NCD Risk Factor Cohort Study in 2011-2018. The sample was 493 obese adult respondents in population of NCD Risk Factor Cohort Study whom met this study inclusion and exclusion criteria. The results of multivariate analysis using cox regression after being controlled by age and duration of obesity found that prediabetes had HR = 0.80 (95% CI: 0.462-1.387), p = 0.429 which means the relationship between prediabetes with CHD events in obese adult respondents was not statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maulidya Sari
"Penyakit Jantung Koroner merupakan prevalensi yang cukup tinggi di masyarakat umum maupun pekerja, serta menyebabkan kematian sebesar 36,5 kesakitan dan tidak mampu kerja. Prevalensi PJK tahun 2013 sebesar 1,5.Salah satu faktor risiko PJK adalah hiperglikemia yang berperan penting dalam proses aterosklerosis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan hiperglikemia dengan risiko PJK pada pekerja sektor formal dengan menggunakan pendekatan Framingham Risk Score untuk menentukan risiko PJK pada pekerja. Desain penelitian ini adalah studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan berkala Pekerja Sektor Formal di Indonesia tahun 2015-2016. Analisis data yang digunakan adalah Cox Regressi. Hasil analisis menemukan bahwa pekerja yang hiperglikemia berisiko 3,818 kali 95 CI 2,451-5,950) berisiko PJK dibandingkan dengan yang tidak hiperglikemia setelah dikontrol dengan kadar trigliserida. Pekerja dapat menerapkan pola makan sehat dan rutin melakukan pemeriksaan kadar gula darah serta pemeriksaan kesehatan lain untuk mencegah hiperglikemia dan mengetahui risiko PJK"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Hendri Apul
"Ambulasi dini merupakan suatu prosedur untuk mempercepat kemampuan pasien berjalan atau bergerak secara normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostik di bangsal kardiologi, ruangan RB3 dan VIP RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi experimental dengan consecutive sampling, terdiri dari 18 responden diberikan ambulasi dini 2 jam sebagai kelompok intervensi dan 17 responden diberikan ambulasi 8 jam sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon dan Kolmogorov- Smirnov.
Hasil penelitian ini menunjukkan semua responden tidak mengalami perdarahan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah ambulasi (p=1; 𝛂=0,05). Kesimpulan tidak ada perbedaan ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic. Hasil penelitian ini dapat dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic untuk mengurangi rasa tidak nyaman seperti sakit punggung, masalah eliminas.

Early ambulation is a procedure to expedite the patient's ability to walk or move normally. The purpose of this study was to assess the effect of early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary pascaangiografi diagnostics in cardiology ward, and a VIP room, RB3 room In general hospital center Medan Haji Adam Malik. This study uses Quasiexperimental research design with a consecutive sampling, consisted of 18 respondents provided an early ambulation two hours as the intervention group and 17 respondents provided ambulate 8 hours as a control group. Data were analyzed by univariate and bivariate analysis using Wilcoxon test and Kolmogorov-Smirnov.
The results of this study showed all of the respondents did not experience bleeding in both groups both before and after ambulation (p = 1; α = 0.05). The conclusion there was no difference in early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary diagnostic pascaangiografi. The results of this study can be implemented as a nursing intervention in patients with coronary diagnostic pascaangiografi to reduce discomfort such as back pain, the problem of elimination.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Prastyo Cholis
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah istilah spesifik untuk penyakit jantung yang ditandai adanya penyempitan jaringan arteri koroner terutama dikarenakan aterosklerosis yang menyebabkan mikroangiopati. Pasien PJK dalam perawatannya selain mendapat pengobatan, juga dilakukan rehabilitasi untuk membantu mempercepat pemulihan kondisi fisik, psikis, dan sosialnya. Pemberian rehabilitasi tersebut perlu diberikan sejak pasien masuk di rumah sakit atau yang dikenal dengan rehabilitasi jantung fase I. Salah satu komponen dalam rehabilitasi jantung fase I adalah latihan aktifitas fisik yang bertujuan mempercepat pemulihan kondisi pasien untuk kembali beraktifitas seperti semula. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara rehabilitasi jantung fase I terhadap lama rawat pasien PJK di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan post test only non equivalen grup. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 14 responden kelompok intervensi dan 14 responden kelompok kontrol pasien yang didiagnosis PJK di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar yang sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan rehabilitasi jantung fase I terhadap lama rawat p value=0,007 . Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi bivariat dengan Mann Whitney Test. Rehabilitasi jantung fae I perlu diberikan sejak awal kepada pasien PJK karena dapat membantu mempercepat proses penyembuhannya dan memperpendek lama rawat pasien. Lama rawat yang semakin pendek akan semakin menghemat pembiayaan operasional perawatan pasien PJK.

Coronary Heart Disease CHD Coronary Heart Disease CHD is a specific term for cardiovascular disease characterized by narrowing of coronary artery tissue mainly due to atherosclerosis that causes microangiopathy. CHD patients in the treatment in addition to receiving treatment, also rehabilitation to help speed up the recovery of physical, psychological, and social conditions. The rehabilitation program should be given since admission to the hospital or known as phase I heart rehabilitation. One of the components of phase I heart rehabilitation is physical exercise activity aimed at speeding up the recovery of the patient 39 s condition to return to regular activities. This study aims to determine the relationship between cardiac phase I rehabilitation for the length of patient care of CHD in RSUD Mardi Waluyo Blitar City.
This study used quasi experiment design with the post test only non equivalent group. The sample in this study consisted of 14 respondents of the intervention group and 14 patients for control group respondents who diagnosed with CHD in RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar matching the specified inclusion criteria. The results showed a significant correlation of heart phase I rehabilitation on the duration of care p value 0,007 . The statistical test used a bivariate correlation test with Mann Whitney Test. This results yielded it needs to be given early on to CHD patients as it can help the healing process and shorten hospitalization. Furthermore, the shorter length of care will further save the operational cost of CHD patient care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T49464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Razi Darkuthni
"Latar Belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian penyakit kardiovaskular utama di Indonesia. Angka kematian akibat STEMI di Indonesia mencapai 18,6%. Revaskularisasi fase akut secara mekanis maupun farmakologis merupakan tatalaksana utama pada STEMI. Mortalitas paska revaskularisasi masih tinggi. Salah satu faktor penting yang memengaruhi kesintasan pasien STEMI adalah fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang dicerminkan dengan estimated glomerulus filtration rate (eGFR) < 60 diketahui berhubungan dengan perfusi miokard yang buruk paska IKP primer.
Tujuan: Memberikan gambaran karakteristik pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP dan menganalisa perbedaaan kesintasan dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP.
Metode: Studi observasional kohort retrospektif, penelitian dilakukan periode 2021 hingga 2022 dengan subjek pasien STEMI yang menjalani IKP primer di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode 2018 hingga 2022. Fungsi ginjal dikelompokkan berdasarkan eGFR dengan rumus CKD-EPI menjadi dua yaitu eGFR < 60 dan eGFR ≥ 60.
Hasil: IKP primer dilakukan pada 211 pasien STEMI, pasien dikelompokkan menjadi dua yaitu eGFR < 60 dan eGFR ≥ 60. Dibandingkan dengan pasien eGFR ≥ 60, pasien dengan eGFR < 60 sebanyak 75 orang dengan usia yang lebih tua, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, riwayat infark miokard dan riwayat IKP primer dengan presentase yang lebih tinggi. Jenis kelamin didominasi oleh laki-laki pada kedua kelompok. Median eGFR pada kelompok eGFR < 60 yaitu 40. Insiden mortalitas eGFR < 60 sebesar 14,7%, sedangkan dengan eGFR ≥ 60 sebesar 4,4%. Pada analisis bivariat didapatkan perbedaan kesintasan yang bermakna pasien STEMI-IKP antar-kelompok eGFR (p < 0,05) dengan crude HR (IK95%) 3,433 (1,269-9,284). Tidak terdapat perbedaan kesintasan pasien STEMI-IKP antar-kelompok eGFR setelah di-adjusted dengan berbagai variabel perancu. Variabel yang paling berpengaruh adalah riwayat gagal jantung kongestif, Killip class dan hipertensi.
Simpulan: Mortalitas dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP pada kelompok eGFR < 60 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok eGFR ≥ 60. Tidak terdapat perbedaan kesintasan dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP setelah di-adjusted dengan variabel riwayat gagal jantung kongestif, Killip Class dan hipertensi.

Background: Coronary heart disease is the primary cause of death from cardiovascular disease in Indonesia. STEMI mortality rate in Indonesia reaches 18.6%. Mechanical and pharmacological revascularization of the acute phase is the main treatment for STEMI. Mortality after revascularization remains high. One important factor that influences STEMI patients' survival is renal function.Impaired renal function as reflected by an estimated glomerular filtration rate (eGFR) < 60 is associated with poor myocardial perfusion after primary PCI.
Objective: Provide an overview of the characteristics of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI and analyze the difference in survival in 30 days of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI.
Methods: A retrospective cohort observational study, the study was conducted from 2021 to 2022 with the subject of STEMI patients undergoing primary PCI at RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta for the period 2018 to 2022. Renal function is grouped based on eGFR with the CKD-EPI formula into two, eGFR < 60 and eGFR ≥ 60.
Results: Primary PCI was performed on 211 STEMI patients, patients were grouped into two, eGFR < 60 and eGFR ≥ 60. Compared with eGFR ≥ 60, 75 patients with eGFR < 60 were older, had hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia, history of myocardial infarction, and history of primary PCI with a higher percentage. Gender was dominated by males in both groups. The median eGFR in the eGFR < 60 groups was 40. The incidence of mortality of eGFR < 60 was 14.7%, whereas eGFR ≥ 60 was 4.4%. In the bivariate analysis, there were significant differences in survival between STEMI-PCI patients between eGFR groups (p < 0.05) with crude HR (CI 95%) 3.433 (1.269-9.284). There was no difference in the survival of STEMI-PCI patients between eGFR groups after adjusting for various confounding variables. The most influential variables were history of congestive heart failure, Killip class, and hypertension.
Conclusions: 30-days-mortality of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI in the eGFR < 60 groups was higher than in the eGFR ≥ 60 group. There was no difference in the 30-days-survival of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function after adjusting with several variables such as history of congestive heart failure, Killip Class and hypertension.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa
"ABSTRAK
Latar Belakang: Disfungsi sistolik ventrikel kiri memiliki prognosis yang buruk dan sekitar 60% dapat asimptomatik. Penilaian kondisi disfungsi sistolik ventrikel kiri ini dapat diketahui dengan mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri (leftventricular fraction ejection/LVEF) dengan menggunakan pemeriksaan cardiac magnetic resonance (CMR), sedangkan cardiothoracic ratio (CTR) memiliki sensitivitas 86% untuk mendeteksi penurunan fraksi ejeksi (< 50%).Tujuan: Mengetahui adakah hubungan korelasi CTR dengan LVEF pada pasien gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri. Metode: Menggunakan desain korelatif studi potong lintang (cross sectional) dan retrospektif dengan minimal sampel 47 pasien. Analisis data menggunakan uji korelasi dan regresi. Hasil: Didapatkan korelasi negatif antara CTR dan LVEF dengan r = -0,20 dan  p = 0,170. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara CTR dan LVEF.

ABSTRACT
Background: Left ventricular systolic dysfunction has a poor prognosis and about 60% can be asymptomatic. Assessment of left ventricular systolic dysfunction condition can be determined by measuring left ventricular fraction ejection (LVEF) by cardiac magnetic resonance (CMR) examination, while cardiothoracic ratio (CTR) has 86% sensitivity to detect decreased ejection fraction (< 50%). Purpose: To knowing correlation relationship of CTR with LVEF in patients with heart failure left ventricular systolic dysfunction. Methods: Using correlative design of cross sectional and retrospective studies with a minimum sample of 47 patients. Data analysis using correlation and regression test. Result: There was a negative correlation relationship between CTR and LVEF with r = -0.20 and p = 0.170. Conclutions: Correlations with no significans between CTR and LVEF.

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Pratiwi
"Penyakit kardiovaskular adalah penyebab nomor satu kematian akibat PTM, menurut WHO pada tahun 2015 kematian akibat penyakit kardiovaskular mewakili 31 17 juta dari total semua kematian secara global dan 7,4 juta diantaranya disebabkan oleh PJK. Di Indonesia, peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat PTM mendapat sumbangsih terbesar dari penyakit kardiovaskular, dimana PJK adalah penyakit kardiovaskular yang memiliki angka kejadian tertinggi. PJK disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Angka kejadian PJK dapat dikendalikan apabila faktor risiko dapat terkendali, mengingat terdapat faktor risiko dari PJK yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan kondisinya. DKI Jakarta menjadi daerah kedua tertinggi dengan kejadian PJK di Indonesia. Namun, hubungan antara faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan kejadian PJK serta faktor risiko yang paling dominan diantaranya masih belum diketahui di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara beberapa faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan kejadian PJK di DKI Jakarta serta menelusuri faktor risiko yang paling berhubungan dominan dari kejadian PJK tersebut dengan melakukan analisa lanjutan data Posbindu PTM tahun 2015-2018. Desain penelitian menggunakan desain cross sectional dan analisa dilakukan sampai tahap analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik. Dari 30.459 responden usia ge;15 tahun diperoleh prevalensi PJK sebesar 3,4 . Perilaku merokok p value= 0,000; OR= 6,53 95 CI 4,826 ndash; 8,838, kurang aktivitas fisik p value= 0,045; OR= 0,745 95 CI 0,558 ndash; 0,993, konsumsi alkohol p value= 0,000; OR= 3057,076 95 CI 1786,92 ndash; 5230,06, diabetes melitus p value= 0,000; OR= 0,161 95 CI 0,161-0,508, dan hipertensi p value= 0,000; OR= 0,284 95 CI 0,284-0,526 menjadi faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian PJK. Faktor risiko dominan dari kejadian PJK di DKI Jakarta adalah konsumsi alkohol. Upaya promotif dan preventif diharapkan lebih digencarkan guna menekan angka kejadian PJK serta perlu adanya survey lebih lanjut terkait konsumsi alkohol masyarakat mengingat konsumsi alkohol menjadi faktor dominan pada penelitian ini dan menurut literatur pengaruhnya memang besar terhadap kerusakan fungsi jantung.

Cardiovascular disease is the number one cause of death from NCD, according to WHO in 2015 deaths from cardiovascular disease represent 31 17 million of total all deaths globally and 7.4 million are caused by CHD. In Indonesia, the increase in morbidity and mortality due to NCD has the greatest contribution from cardiovascular disease, where CHD is the highest prevalence of cardiovascular disease. CHD is caused by modifiable risk factors and unmodifiable risk factors. The prevalence of CHD can be controlled if risk factors can be controlled, considering there are risk factors from CHD that can be modified. DKI Jakarta becomes the second highest area with the prevalence of CHD in Indonesia. However, the relation between modifiable risk factors and CHD and the most dominant risk factors among them remains unknown in DKI Jakarta. The aim of this study is to know how the relation between some risk factors that can be modified with CHD in DKI Jakarta and find the most dominant risk factor associated with PJK by doing further analysis of data Posbindu PTM 2015 2018. This study used cross sectional design and the analysis was done until multivariate analysis stage using logistic regression test. From 30.459 respondents aged ge 15 years, the prevalence of CHD was 3.4. Smoking behavior p value 0,000 OR 6,53 95 CI 4,826 ndash 8,838 , physical inactivity p value 0,045 OR 0,745 95 CI 0,558 ndash 0,993, alcohol consumption p value 0,000 OR 3057,076 95 CI 1786,92-5230,06, diabetes mellitus, value 0,000 OR 0,161 95 CI 0,161 ndash 0,508, and hypertension p value 0,000 OR 0,284 95 CI 0,284 ndash 0,526 are factors that have significant relations with CHD. The dominant risk factor of CHD in DKI Jakarta is alcohol consumption. Promotive and preventive efforts are expected to be intensified in order to reduce the incidence of CHD and the need for further surveys related to alcohol consumption because alcohol consumption is the dominant factor in this study and according to the literature it has great effect on heart function damage."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Febriani
"Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, sebanyak 70% penyebab kematian pada penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Tercatat 17,5 juta kematian atau setara dengan 30,0 % dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2017). Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung yang disebabkan adanya plaque yang menumpuk di dalam pembuluh darah arteri sehingga mengganggu supply oksigen ke jantung. Hal ini menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang dan terjadi defisiensi oksigen. Pada keadaan yang lebih serius dapat mengakibatkan serangan jantung. Faktor risiko penyakit jantung koroner diantaranya adalah Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi, Kolesterol, Riwayat Keluarga dan sebagainya. Jika kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner dapat diprediksi sejak awal berdasarkan faktor risiko yang ada, maka tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner dapat ditekan menjadi lebih rendah.
Tesis ini mengusulkan Model Regresi Logistik Fuzzy untuk memprediksi kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner. Tahap pertama dari penelitian ini adalah membangun model prediksi, kemudian mengestimasi nilai parameter dengan menggunakan metode least square. Selanjutnya pada tahap ketiga mengaplikasikan model yang didapatkan untuk memprediksi penyakit jantung koroner. Setelah itu melakukan uji kelayakan atau kesesuaian model dengan metode Mean Degree of Membership dan yang terakhir menghitung akurasi prediksi dengan menggunakan Confusion Matrix.

According to the World Health Organization (WHO) in 2015, as many as 70% of the causes of death in heart disease were caused by coronary heart disease (CHD). It was recorded that 17.5 million deaths or the equivalent of 30.0% of the world's total deaths were caused by coronary heart disease (WHO, 2017). Coronary heart disease is a disorder of heart function caused by plaque that builds up in the arteries so it interferes with oxygen supply to the heart. This causes blood flow to be reduced and oxygen deficiency occurs. In more serious situations it can prevent heart attacks. Risk factors for coronary heart disease are Age, Gender, Hypertension, Cholesterol, Family History and so on. If there is someone who is a victim of coronary heart disease can be predicted from the beginning, then there is likely to arise more.
This thesis proposes a Fuzzy Logistic Regression Model to predict the possibility of a person suffering from coronary heart disease. The first stage of this research is to build a predictive model, then estimate the parameter values using the least square method. Furthermore, in the third stage, apply a model to predict coronary heart disease. After that, test the feasibility or suitability of the model with the Mean Degree of Membership method and finally calculate the prediction accuracy using the Confusion Matrix.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Aterosklerosis sebagai penyebab terjadinya PJK merupakan proses multifaktorial karena banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkannya dengan mekanisme yang saling terkait. Saat ini proses aterosklerosis dianggap sebagai proses inflamasi. Inflamasi terbukti berperan penting pada inisiasi, progresi maupun destabilisasi plak aterosklerosis. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) merupakan salah satu petanda inflamasi yang penting pada penyakit jantung koroner (PJK) yang berhubungan dengan tingkat keparahan aterosklerosis, iskemi miokardium dan nekrosis miokardium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan kadar hs-CRP pada pasien sindroma koroner akut (SKA), PJK kronik dan bukan PJK, serta untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kadar hs-CRP dengan kadar enzim CKMB pada pasien infark miokard akut (IMA). Penelitian bersifat observasional deskriptif dan analitik dengan pendekatan potong lintang. Dilakukan pemeriksaan kadar hs-CRP dengan metode chemiluminescent pada 21 pasien SKA, 20 pasien PJK kronik dan 20 bukan PJK. Didapatkan kadar hs-CRP rerata pada pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK sebesar 8,40 (SD 5,53) mg/l, 2,81 (SD 2,09) mg/l dan 1,07 (SD 0,81) mg/l. Analisis statistik didapatkan perbedaan kadar hs-CRP yang bermakna antara pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK (p 0,000). Kadar hs-CRP mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan kadar enzim CKMB pada pasien IMA (p 0,004). Sebagai kesimpulan, kadar hs-CRP pada pasien SKA secara bermakna lebih tinggi dibanding PJK kronik dan bukan PJK. Terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar hs-CRP dengan peningkatan kadar enzim CKMB. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)

Coronary heart disease (CHD) due to atherosclerosis is a multifactorial process with multiple interdependent factors. At present time, atherosclerosis is considered to be an inflammatory process. It has been proven that inflammation plays a mayor role in the initiation, progression as well as the destabilitation of the atherosclerosis plaque. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) is one of the most important inflammatory marker in CHD and directly related to the extent and severity of atherosclerosis, extent of myocardial ischemia and myocardial necrosis. The purpose of this study is to determine hs-CRP levels in patients with acute coronary syndrome (ACS), chronic CHD and non CHD. And, to determine the correlation between hs-CRP levels and CKMB enzyme level in patients with acute myocardial infarction (AMI). This is a descriptive observational analytic study with cross sectional design. hs-CRP levels were measured by using chemiluminescent method on 21 ACS patients, 20 chronic CHD patients and 20 non CHD patients. The mean hs-CRP level in ACS, chronic CHD and non CHD patients were respectively 8.40 (SD 5.53) mg/l, 2.81 (SD 2.09) mg/l and 1.07 (SD 0.81) mg/l. A statistically significant difference in hs-CRP level was found between ACS, chronic CHD and non CHD (p = 0.000 ). A positive correlation was found between hs-CRP level and CKMB enzyme level in AMI patients (p = 0.004). In conclusion hs-CRP level is consistently higher in patients with ACS compared to patients with chronic CHD and non CHD. A positive correlation was found between the increased level of hs-CRP and CKMB enzyme level. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 102-106, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-102
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>