Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81915 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Delima Revana Maturbongs
"Terjadi peningkatan drastis tekanan psikologis pada mahasiswa sejak dimulainya pandemi COVID-19. Salah satu alasannya adalah munculnya lebih banyak emosi negatif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diperlukan berbagai strategi untuk mengatasi emosi negatif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan korelasional dengan tujuan untuk mengetahui peran self-compassion terhadap gejala depresi dengan dimediasi regulasi emosi. Partisipan penelitian ini sebanyak 349 orang mahasiswa S1 dengan rentang usia 18-25 tahun (M = 20.82, SD = 1.540). Alat ukur yang digunakan adalah Self-Compassion Scale (SCS), Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), dan Emotion Regulation Skill Questionnaire (ERSQ). Partisipan mengisi alat ukur secara daring. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, HAYES PROCESS, dan regresi linear sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Terdapat peran dari self-compassion terhadap gejala depresi dan regulasi emosi, (2) Terdapat peran dari regulasi emosi terhadap gejala depresi, dan (3) Regulasi emosi tidak berfungsi sebagai mediator dalam peran self-compassion terhadap gejala depresi. Penelitian ini juga melaporkan bahwa tingkat self-compassion, gejala depresi, dan regulasi emosi tidak dibedakan oleh jenis kelamin, melainkan dapat dibedakan oleh persepsi finansial dan juga persepsi dukungan sosial yang diterima.

There has been a drastic increase in psychological distress on students since the start of COVID-19 pandemic. One of the reasons is the emergence of negative emotions in everyday life. so that various strategies are needed to overcome these negative emotions. This study is a quantitative and correlational study with the aim of knowing the role of self-compassion on depressive symptoms mediated by emotion regulation. The participants of this study were 349 undergraduate students with an age range of 18-25 years (M = 20.82, SD = 1.540. The measuring instruments used are Self-Compassion Scale (SCS), Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), and Emotion Regulation Skill Questionnaire (ERSQ). Participants fill out the questionnaires via online form. The analysis techniques used in this study are descriptive analysis, HAYES PROCESS, and simple linear regression. The results of this study showed: (1) There is a role of self-compassion on depression symptoms and emotion regulation, (2) There is a role of emotion regulation on depressive symptoms, and (3) Emotion regulation does not function as a mediator in the role of self-compassion on depressive symptoms. This study also reported that the level of self-compassion, depressive symptoms, and emotional regulation were not differentiated by gender, but could be distinguished by financial perceptions and also perceptions of social support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anandya Luthfie Rianty
"Fenomena pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 marak dilakukan oleh dewasa muda sekarang ini, seperti berkumpul dengan teman-teman, mengikuti acara sosial, tidak memakai masker, dan lainnya. Adanya protokol kesehatan yang membatasi kebebasan individu dapat memicu reaktansi psikologis dan emosi negatif pada seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara reaktansi psikologis dan kepatuhan protokol COVID-19 yang dimoderasi oleh kemampuan regulasi emosi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional between-subject, posttest only. Partisipan penelitian berjumlah 384 dengan rentang usia 18-25 tahun dan mayoritas merupakan mahasiswa. Partisipan mengisi kuesioner yang terdiri dari 3 alat ukur secara daring, yaitu Kuesioner Kepatuhan Masyarakat, Hong Psychological Reactance Scale, dan Perth Emotion Regulation Competency Inventory. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan multiple moderated regression model 1. Hasil analisis data menunjukkan bahwa reaktansi psikologis terbukti dapat menurunkan tingkat kepatuhan seseorang terhadap protokol kesehatan Coronavirus (b = - 0,0568, t(380) = -2,7253, p < 0,05, CI 95% [-0,0977, -0,0158]). Walau begitu, tidak terdapat interaksi antara reaktansi psikologis dan regulasi emosi terhadap kepatuhan protokol (b = - 0,0005, t(380) = -0,5002, p > 0,05, CI 95% [-0,0024, 0,0014]). Hal ini menunjukkan bahwa regulasi emosi tidak memoderasi hubungan kedua variabel tersebut.

The phenomenon of violating the COVID-19 health protocol by young adults has escalated to this day, such as gathering with friends, attending social events, not wearing masks, and others. The existence of health protocols that limit individual freedom could trigger psychological reactance and negative emotions in a person. This study is conducted to examine the relationship between psychological reactance and adherence to COVID-19 protocol, moderated by emotion regulation ability. This study is a quantitative study using correlational, between-subject design, posttest only. A total of 384 young adults aged between 18-25 years old, mostly college students, participated in this study. Participants filled out a questionnaire consisting of 3 instruments via online form. Descriptive analyses and multiple moderated regression model 1 was used to analyze the data. The result shows that psychological reactance is proven to lower adherence to Coronavirus protocol (b = -0,0568, t(380) = -2,7253, p < 0,05, CI 95% [-0,0977, -0,0158]). However, there is no interaction between psychological reactance and emotion regulation on protocol adherence (b = -0,0005, t(380) = -0,5002, p > 0,05, CI 95% [-0,0024, 0,0014]). This suggests that emotion regulation does not moderate the correlation between those two variables."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Savira Attamimi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran terkait peran self-compassion terhadap regulasi emosi pada dewasa muda dalam situasi pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan 138 partisipan dengan kriteria berusia 18-40 tahun dan berdomisili di Indonesia. Pengukuran regulasi emosi menggunakan alat ukur Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (Gross dan John, 2003) dan pengukuran self-compassion menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale (Neff, 2003b). Hasil penelitian ini menunjukkan self-compassion secara umum ditemukan dapat memprediksi regulasi emosi secara signifikan (F(1,136) = 5.776, p < 0.05, R² = 0.041). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self-compassion yang dimiliki individu, akan semakin tinggi pula kemungkinan individu tersebut memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik.

This study was conducted to describe the role of self-compassion on emotion regulation in young adults in the Covid-19 pandemic situation. This study is a quantitative study involving 138 participants with criteria aged 18-40 years and domiciled in Indonesia. The measurement of emotion regulation uses the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (Gross and John, 2003) and self-compassion measurement using the Self-Compassion Scale (Neff, 2003b). The results of this study indicate that self-compassion is generally found to be able to significantly predict emotion regulation (F(1.136) = 5.776, p < 0.05, R² = 0.041). From these results, it can be concluded that the higher the individual's self-compassion, the higher the possibility that the individual has good emotional regulation abilities."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi Astuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perilaku sedentary selama pandemi COVID-19 sebagai mediator antara kecemasan dan depresi. Kecemasan didefinisikan sebagai bentuk antisipasi dari ancaman di masa depan yang lebih sering diasosiasikan dengan ketegangan otot dan kewaspadaan, perilaku pencegahan, dan penghindaran. Depresi didefinisikan sebagai adanya perasaan sedih, kosong, suasana hati yang mudah tersinggung, disertai perubahan somatis dan kognitif yang secara signifikan mempengaruhi kapasitas dan fungsi individu. Adapun perilaku sedentary didefinisikan sebagai setiap perilaku dalam keadaan terjaga yang ditandai dengan pengeluaran energi sebesar ≤ 1,5 ekuivalen metabolik (MET), baik dalam postur duduk, bersandar, atau berbaring. Pengukuran variabel pada penelitian ini dilakukan dengan alat ukur Beck Anxiety Inventory (BAI), Beck Depression Inventory (BDI), dan Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). Data diperoleh melalui survei daring dari warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia dan berada di rentang usia 20-40 tahun (N=608). Analisis data dilakukan dengan analisis model mediasi pada makro PROCESS dari Hayes, analisis korelasi parsial dan semi parsial, serta analisis kovariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku sedentary mentally passive ditemukan memediasi secara parsial hubungan antara kecemasan dan depresi.

This study aims to determine the role of sedentary behavior during the COVID-19 pandemic as a mediator between anxiety and depression. Anxiety is defined as the anticipation of a future threat associated with muscle tension and alertness, prevention, and avoidance. Depression is defined as feelings of sadness, emptiness, irritable moods, somatic and cognitive changes that significantly affect individual capacity and function. Sedentary behavior is defined as any behavior in an awake state with an energy expenditure of ≤ 1.5 metabolic equivalents (MET), whether in a sitting, leaning, or lying posture. Variables in this study were measured using Beck Anxiety Inventory (BAI), Beck Depression Inventory (BDI), and the Sedentary Behavior Questionnaire (SBQ). Data collected by online surveys from Indonesian citizens who live in Indonesia in the age range of 20-40 (N = 608). Data were analyzed using a mediation model on Hayes macro PROCESS, part and partial correlation, and analysis of covariance. This study indicates that sedentary behavior mentally passive was found to partially mediated relationship between anxiety and depression."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Aris Nur Fitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah self-compassion memediasi hubungan antara perceived social support dengan gejala depresi. Menimbang hasil penelitian bahwa gangguan psikologis terutama depresi paling rentan dialami oleh individu usia 18 hingga 25 tahun, maka gejala depresi penting untuk diperhatikan pada periode emerging adulthood. Desain penelitian ini yaitu korelasional. Jumlah partisipan 803 partisipan usia 18 hingga 25 tahun, dengan ketentuan belum menikah dan belum mempunyai anak. Instrumen dalam penelitian ini Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MPSS), General Health Questionnaire-1 2 (GHQ-12), dan Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF). Hasil pengujian statistik membuktikan bahwa self-compassion memediasi secara parsial hubungan antara perceived social support dan gejala depresi, dengan indirect effect(β = - .067, p = 0.0000) dan direct effect(β = - .081, p = 0.0000) yang signifikan. Hasil analisis mediasi menunjukan perceived social support dapat langsung melewati gejala depresi atau melewati self-compassion terlebih dahulu. Individu yang mempersepsi mendapatkan perceived social support yang tinggi, akan merasa dirinya berharga dan berusaha menoleransi kondisi sulit yang dialami, sehingga memunculkan pemberian kebaikan pada diri sendiri dan mengurangi gejala depresi.

This study aims to determine whether self-compassion mediates the relationship between perceived social support and depressive symptoms. Considering the results under study that psychological disorders, especially depression, are the most susceptible to individuals aged 18 to 25 years, whose symptoms of depression are important to pay attention to what appears. The design of this study is correlational. Number of participants 803 participants aged 18 to 25 years, provided that they were single and had no children. The instrument in this study is Multidimensional Scale of Social Perception Support (MPSS), Public Health Questionnaire-12 (GHQ-12), and Self-Compassion Scale-Short Form (SCSSF). Statistical test results have shown that self-compassion partially mediates the relationship between perceived social support and depressive symptoms, with significant indirect effects (β = - .067, p = 0.0000) and direct effects (β = - 081, p = 0.0000). The results of the mediation analysis show that perceived social support can directly influence depressive symptoms or affect self-compliance = first. Emerging adults who feel they have high perceived social support, will feel themselves worthy and try to tolerate difficult conditions that are experienced, thus providing good for themselves and reducing symptoms of depression."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Devina Arviani Putri
"Gangguan depresi digolongkan oleh WHO sebagai kontributor tunggal terbesar untuk disabilitas global dengan tingkat prevalensi yang tinggi. Lebih spesifik, tahap transisional perkembangan dari remaja menuju dewasa, atau disebut sebagai emerging adulthood, merupakan kelompok usia tertinggi yang beresiko mengalami depresi sehingga diperlukan intervensi yang sesuai. Meskipun terdapat beberapa faktor yang dapat mencegah depresi, penelitian ini menjadikan faktor protektif self-compassion sebagai fokus utama. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara self-compassion dan depresi melalui peran mediasi regulasi emosi adaptif dan maladaptif pada emerging adulthood. Populasi dalam penelitian ini merupakan emerging adulthood berusia 18-25 tahun yang berdomisili di Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pendekatan kuantitatif yakni dengan menyebarkan kuesioner secara daring kepada 385 partisipan. Kuesioner yang digunakan antara lain SCS-SF untuk mengukur tingkat self-compassion, BDI untuk mengukur tingkat depresi, dan CERQ untuk melihat cara individu dalam mengatur emosinya setelah mengalami peristiwa negatif. Hasil analisis statistik korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-compassion dan depresi. Hasil analisis multiple mediation regression juga menunjukkan bahwa terdapat efek mediasi parsial dari regulasi emosi adaptif dan maladaptif yang signifikan pada hubungan antara self-compassion dan depresi tersebut. Disarankan perlunya pengembangan self-compassion dan strategi regulasi emosi adaptif untuk mengurangi tingkat depresi pada populasi emerging adulthood.

Depression is classified by WHO as the single largest contributor to global disability with a high prevalence rate. More specifically, the transitional stage of development from adolescence to adulthood, or known as emerging adulthood, is the highest age group at risk for depression, thus appropriate intervention is needed. Although there are several factors that can prevent depression, this study makes protective factor of self-compassion as the main focus. Therefore, this study aims to investigate the relationship between self-compassion and depression through the mediating role of adaptive and maladaptive emotional regulation in emerging adulthood. The population in this study are emerging adulthoods aged 18-25 years who live in Indonesia. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires online to 385 participants. The questionnaires used include SCS-SF to measure the level of self-compassion, BDI to measure the level of depression, and CERQ to see how individuals manage their emotions after experiencing negative events. The results of the correlation statistical analysis show that there is a significant negative relationship between self-compassion and depression. In addition, the results of multiple mediation regression analysis also show that there is a significant partial mediation effect of adaptive and maladaptive emotional regulation on the relationship between self-compassion and depression. Thus, it is suggested the need to develop self-compassion and adaptive emotional regulation strategies to reduce depression rates in emerging adulthood populations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Anggita Hotna
"Di masa pandemi COVID-19, keluhan psikologis masyarakat meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan permintaan konsultasi dengan psikolog klinis. Padahal jumlah psikolog klinis di Indonesia sangat terbatas, sehingga peningkatan permintaan konsultasi psikologis tersebut berpotensi membuat psikolog klinis mengalami keletihan emosional pasca memberikan layanan psikologis kepada klien, yang disebut sebagai compassion fatigue. Berdasarkan literatur, beberapa faktor kepribadian memiliki peranan dalam kemunculan compassion fatigue. Di sisi lain, studi juga menunjukkan bahwa self-compassion dapat mempromosikan kesehatan mental di kalangan psikolog klinis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat peran neurotisisme, perfeksionisme, dan self-compassion dalam kaitannya pada kemunculan gejala compassion fatigue di kalangan psikolog klinis. Alat ukur yang digunakan di antaranya Secondary Traumatic Stress Scale, dimensi emotional stability dari IPIP BFM – 50, Multidimentional Perfeksionisme Scale, dan Self-Compassion Scale - Short Form. Partisipan penelitian dihimpun melalui metode convenient sampling, dan pengisian data dilakukan dengan survei daring kepada psikolog klinis yang berpraktek selama pandemi Covid-19 (N=126). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dan moderasi pada Makro PROCESS dari Hayes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perfectionism dan neurotisisme secara bersama-sama memprediksi kemunculan gejala compassion fatigue di kalangan psikolog klinis. Sementara self-compassion tidak berperan sebagai moderator, baik dari hubungan perfeksionisme dengan compassion fatigue maupun hubungan neurotisisme dengan compassion fatigue.

In Indonesia, during COVID-19 pandemic, psychological complaints are increasing, making demand for psychological consultation also increases. Meanwhile, number of clinical psychologists in Indonesia is very limited. This condition potentially make clinical psychologists experience emotional exhaustion after providing psychological services to clients, known as compassion fatigue. Previous studies show several personality factors are associated with the emergence of compassion fatigue. Another studies also show that self-compassion promote mental health for clinical psychologists. Therefore, this study aims to examine the role of neuroticism, perfectionism, and self-compassion in relation to the symptoms of compassion fatigue among clinical psychologists. Measuring instruments used in this research are Secondary Traumatic Stress Scale, emotional stability dimension of IPIP BFM – 50, Multidimensional Perfectionism Scale, and Self-Compassion Scale - Short Form. Respondents collected through convenient sampling method, and data gathered via online survey from clinical psychologists who did psychological practices during Covid-19 pandemic (N=126). Data analysis performed using multiple regression analysis and moderation on the PROCESS Macro from Hayes. The results showed that perfectionism and neuroticism together predict symptoms of compassion fatigue among clinical psychologists. Meanwhile, self-compassion does not act as a moderator, both in relationship between perfectionism and compassion fatigue, and in relationship between neuroticism and compassion fatigue."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Ramadina
"Perceraian orang tua dapat berdampak pada anak hingga dewasa. Salah satunya berdampak pada sikap terhadap pernikahan individu. Self-Compassion (SC) sebagai faktor internal yang positif diduga memiliki hubungan dengan sikap terhadap pernikahan pada usia dewasa awal yang orang tuanya bercerai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Self-Compassion (SC) dan Attitudes Toward Marrigae (ATM) pada masa dewasa awal (18-25 tahun) dengan orang tua bercerai. Total peserta yang diperoleh sebanyak 210 peserta. Pengukuran SC dilakukan dengan menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF). sedangkan pengukuran ATM dilakukan dengan menggunakan alat ukur Marital Attitudes Scale (MAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif (r= 0,408; p= <0,01) antara SC dan ATM pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. Artinya, semakin tinggi SC pada masa dewasa awal yang orang tuanya bercerai, semakin positif ATM tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa enam komponen SC (self-kindness, common kemanusiaan, mindfulness, self-judgment, isolasi, over-identification) memiliki hubungan yang signifikan dengan ATM. Terdapat perbedaan skor rata-rata SC jika dilihat dari data demografi masyarakat yang tinggal bersama peserta saat ini.
Divorce of parents can have an impact on children to adulthood. One of them has an impact on attitudes towards individual marriage. Self-Compassion (SC) as a positive internal factor is thought to have a relationship with attitudes towards marriage in early adulthood whose parents are divorced. This study was conducted to determine the relationship between Self-Compassion (SC) and Attitudes Toward Marrigae (ATM) in early adulthood (18-25 years) with divorced parents. The total participants obtained were 210 participants. SC measurements were performed using the Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF) measuring instrument. while ATM measurements were performed using the Marital Attitudes Scale (MAS) measuring instrument. The results showed that there was a significant and positive relationship (r= 0.408; p= <0.01) between SC and ATM in early adulthood with divorced parents. That is, the higher the SC in early adulthood whose parents divorced, the more positive the ATM was. The results also showed that the six components of SC (self-kindness, common humanity, mindfulness, self-judgment, isolation, over-identification) had a significant relationship with ATM. There is a difference in the average SC score when viewed from the demographic data of the people living with the current participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhinda Milla Hanifah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara self-compassion dan social withdrawal pada dewasa muda penyintas perundungan. Partisipan merupakan dewasa muda (18-25 tahun) yang pernah menjadi korban dari perundungan ketika masa SMP dan/atau SMA. Alat ukur Multidimensional Offline and Online Peer Victimization Scale (MOOPVS) digunakan untuk mengetahui pengalaman perundungan partisipan dan juga sebagai alat pembuat kategori pengalaman perundungan. Data yang diperoleh secara keseluruhan berjumlah 805 namun hanya 546 data partisipan dengan skor MOOPVS menengah hingga tinggi yang akan diolah untuk hasil utama penelitian ini. Self-compassion diukur menggunakan menggunakan Self Compassion Scale-Short Form (SCS-SF) dan social withdrawal diukur menggunakan Emerging Adult Social Preference Scale-revised yang diadaptasi sesuai kebutuhan penelitian ini. Hasil temuan menunjukkan adanya hubungan signifikan yang bersifat negatif antara self-compassion dan social withdrawal pada dewasa muda penyintas perundungan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baron Muhammad Reyhan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban berlebih, konflik keluarga, dan konflik pekerjaan-pengasuhan sebagai stressor, serta tingkat dukungan sosial terhadap tingkat depresi ibu bekerja di DKI Jakarta. Ada sejumlah studi terdahulu yang memiliki fokus kajian yang serupa dengan penelitian ini. Studi terdahulu yang peneliti temukan tidak membahas mengenai beban berlebih, konflik keluarga, dan konflik pekerjaan-pengasuhan secara sosiologis, apalagi menggunakan kerangka proses stres yang dikemukakan oleh Pearlin. Studi terdahulu juga tidak membahas mengenai tingkat depresi dengan subjek penelitian berupa ibu bekerja dengan anak yang relatif belum bisa hidup mandiri, yakni anak berusia balita atau bersekolah di tingkat SD, SMP atau SMA. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengisi keterbatasan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik penarikan sampel yaitu non-probability sampling, tepatnya purposive sampling. Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner online. Peneliti juga melakukan pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam sebagai data tambahan. Berdasarkan hasil temuan data, dapat disimpulkan bahwa beban berlebih dan konflik pekerjaan-pengasuhan memiliki hubungan terhadap tingkat depresi pada ibu bekerja, sedangkan konflik keluarga dan dukungan sosial tidak memiliki hubungan terhadap tingkat depresi pada ibu bekerja.

This study aims to examine the influence of overload, family conflict, and job-caregiving conflict as stressors, as well as social support, on working mothers’ depression in DKI Jakarta. There are several past studies that have examined similar subjects. However, past studies did not apply Pearlin’s stress process model to explain the influence of overload, family conflict, and job-caregiving conflict, and social support on working mothers’ depression. Past studies also did not elaborate said factors on a specific criterion of working mothers, that is, working mothers with children in high school age or younger. Therefore, this study aims to fill that gap. This study used quantitative research methods, with purposive sampling as part of non-probability sampling method. To collect data, this study primarily utilized online survey, and as for supporting data, this study conducted online interviews with selected respondents. Based on the findings, it can be concluded that overload and job-caregiving conflict positively correlated to depression on working mothers, while family conflict and social support did not.

 

Keywords: Depression; COVID-19 Pandemic; Stress Process; Working Mothers"

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>