Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhendra
"Riset ini merupakan penelitian atas paradoks dalam relasi keadilan dengan hukum dalam karya Jacques Derrida, Force of Law dan menggunakan pendekatan dialetheia dari Graham Priest untuk menjawab permasalahan yang muncul dari diterapkannya dekonstruksi atas hukum. Paradoks ini muncul karena hukum memiliki dimensi kekerasan dari sisi pendirian hingga sisi pemeliharaannya. Pendekatan ini mungkin karena pendekatan dialetheik menyediakan jalan untuk mengatasi paradoks dengan berpegang pada prinsip “sebagian kontradiksi itu benar. Dalam Force of Law, Derrida menyatakan bahwa keadilan itu sendiri mempersyaratkan realisasinya dalam hubungannya dengan yang lain. Oleh karena relasi serupa ini, bagi Derrida, keadilan adalah sesuatu yang akan datang (“justice to come”) karena ia tidak mungkin hadir atau mustahil dicapai dalam hukum ketika tidak dapat mengakomodasi yang lain. Penelitian ini menemukan bahwa, ketegangan konseptual dalam relasi keadilan adalah dialetheik (“sebagian kontradiksi itu benar”). Penemuan ini telah membuka pandangan yang segar tentang nosi keadilan, bahwa keadilan bukan lagi semata-mata kesesuaian antara gagasan atau ide dengan kenyataan yang direpresentasikan, yakni keadilan sebagai hukum ataupun keadilan juga bukan semata-mata permainan différance karena tegangan yang terus menerus terjadi dalam hukum untuk menggapai keadilan. Alhasil, dialetheik mampu menjadi jembatan untuk mengambilalih kebenaran yang ada dalam paradoks penyelesaian hukum dari kasus tragedi 1965 sesudah menerapkan dekonstruksi.

This research inquiries into the paradox of justice and law in Derrida’s Force of Law and integrates dialetheia by Graham Priest into the central issue of the paradoxes of deconstruction of law since law inherits a violent feature in its very nature, operation, and maintenance. Such a pathway is possible because the dialetheic approach can open up a pathway to resolve the paradox of the principle that ‘some contradictions are true’. In Force of Law, Derrida says ‘justice-to-come’ because it can't be now and here or achieved by law when the law is never to be able to accommodate the others. Justice needs to require its relations to others as an irreplaceable singularity. This study unveils that the conceptual tension (between justice and law) is indeed dialetheic. The finding opens the door for a novel insight in conceiving justice, that justice is no longer merely adequacy of and between ideas or concepts and reality or justice of law nor is it simply like the game of différance played in law to achieve justice. As a result, dialetheic approach opens a pathway to take over the truths that existed in the paradoxical settlement of 1965 after the deconstruction of the case."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Tayana
"Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pengambilan keputusan mata acara rapat ‘dan lain-lain’. Landasan hukum mekanisme pengambilan keputusan mata acara rapat ‘dan lain-lain’ diatur dalam Pasal 75 ayat (3) jo ayat (4) UU Perseroan Terbatas. Tujuan dari penambahan mata acara rapat adalah membahas usulan lain (baru) yang tidak ada dalam mata acara yang tertera dalam panggilan rapat dengan syarat seluruh pemegang saham atau kuasanya hadir dalam rapat dan menyetujui keputusan perihal mata acara ‘dan lain-lain’ dengan suara bulat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai mekanisme pengambilan keputusan mata acara rapat ‘dan lain-lain’ yang dilakukan dalam RUPS Tahunan PT ISU tanpa kehadiran salah satu pemegang sahamnya dan akibat hukum terhadap akta autentik dan tanggung jawab Notaris dalam membuat akta autentik RUPS Tahunan PT ISU. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data sekunder melalui studi dokumen. Adapun tipologi penelitian ini adalah eksplanatoris dan data diolah dengan metode kualitatif agar menghasilkan analisis yang tajam. Pengambilan keputusan mata acara rapat ‘dan lain-lain’ dalam RUPS Tahunan PT ISU tidak dihadiri oleh Penggugat sebagai pemegang saham yang mengakibatkan keputusan menjadi tidak sah dan akta autentik batal demi hukum. Notaris YCW dapat dijatuhi sanksi teguran tertulis oleh Majelis Pengawas Notaris karena bertindak tidak cermat, professional, dan proporsional dalam membuat akta autentik. Para pihak dan Notaris harus membaca ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan cermat apabila ingin melakukan pengambilan keputusan ‘dan lain-lain’. Notaris harus memeriksa daftar hadir pemegang saham dan notulen rapat dengan cermat agar akta autentik tidak batal demi hukum. Notaris YCW dapat dikenakan sanksi tertulis oleh Majelis Pengawas Notaris.

This thesis aimed to review decision-making process of the other matters of the meeting agenda. The legal basis of the process of decision-making of meeting agenda the other matters is regulated on Article 74 paragraph (3) jo paragraph (4) of Limited Liability Company Law. The purpose of meeting agenda the other matters is to discuss other (new) proposals that are not existed in the register of agenda in the requirements on the condition that all shareholders or proxies are present at the meeting and all of them approve decisions regarding additional agenda unanimously. The problems raised in this thesis are regarding the decision-making of meeting agenda the other matters on general meeting of shareholders of PT ISU and the legal consequences of the validity of the authentic deed and the responsibility of the Notary. To answer these problems using normative juridical research method. Data collection is done to obtain secondary data through document study. The data was processed by qualitative methods in order to produce a sharp analysis. The process of decision-making of meeting agenda the other matters must be attended or represented by all shareholders and the decision must be approved unanimously. Making an authentic deed must meet the formal requirements and material requirements as well as the provisions of the applicable laws and regulations. The process of decision-making of meeting agenda the other matters that does not meet the requirements results in the decision being invalid and the authentic deed null and void. YCW can be warn by Notary Supervisory Board because he did carelessly, unprofessional, and unproportional. The parties and the Notary must read the Limited Liability Law carefully if they want to make meeting agenda the other matters. The notary must examine the list of presence of the general meeting of shareholders and the minutes of the meeting carefully so that the deed is not null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The volume brings to life a number of the conference themes including corporate social responsibility, culture, academic integrity, vulnerability, health, military ethics, education, leadership, sustainability and philosophy and addresses concerns of many leading applied ethicists."
United Kingdom: Emerald, 2017
e20469462
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Derrida, Jacques
"Signature event context -- Summary of "Reiterating the differences" -- Limited Inc a b c -- Afterword : toward an ethic of discussion"
Evanston, IL : Northwestern University Press, 1988
801.95 DER l (1);801.95 DER l (2);801.95 DER l (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The work of Jacques Derrida has transformed our understanding of a range of disciplines in the humanities through its questioning of some of the basic tenets of western metaphysics. This volume is a trans-disciplinary collection dedicated to his work. The assembled contributions, on law, literature, ethics, gender, politics and psychoanalysis, constitute an investigation of the role of Derrida's work in the humanities, present and future. The volume is distinguished by work on some of his most recent writings, and contains Derrida's own address on "the future of the humanities"."
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2001
e20385282
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Feinberg, Joel
New York : Oxford University Press , 1984
345.001 FEI h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"[;, ]"
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2013
341 NOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sembiring, Dermawan,author
"Dekonstruksi kebenaran dalam seni rupa yang dimaksudkan di sini adalah praksis Dekonstruksi oleh Derrida terhadap konstruksi pemikiran beberapa filsuf dan perupa tentang status ontologis seni rupa dan juga hubungan logis antara pernyataan dengan kenyataan yang berhubungan dengan seni rupa dan penafsiran karya seni rupa. Secara umum dekonstruksi dapat dimengerti sebagai cara membaca kritis dan spontan terhadap filsafat Barat yang logo dan fonosentris, dan yang memahami ada sebagai kehadiran. Dalam hal ini, dekonstruksi adalah suatu praksis demonstratif untuk membuktikan bahwa kenyataan ada (kebenaran sejati) tidak hadir bagi yang memikirkan dan yang menuliskannya.
Sehubungan dengan ini, khusus di bidang seni dan seni rupa, Derrida menyangkal anggapan para filsuf bahwa seni memiliki kebenaran tunggal (ontologis) yang dapat dijelaskan dengan bahasa. Ia juga menyangkal dapat tercapainya kebenaran relasi (logis) antara bahasa dengan obyek bahasa dalam kegiatan penafsiran karya seni rupa. Filsuf, menurut pendapatnya "membatasi" keanekaragaman seni di dalam seni-seni diskursif : "percakapan" (phonic) dan pemikiran (logos). Oleh karena itu, wacana tentang seni (dalam hal ini seni rupa) menjadi tidak produktif. Agar produktif, Derrida menciptakan wacana yang "mobil". Bergerak di dalam dan di luar bingkai filsafat yang logo dan fonosentris.
Derrida memahami semua yang ada hanya sebagai teks dan ditandai tekstualitas. Baginya teks berasal dari, dan sebagai pengantar kepada teks-teks berikutnya. Teks juga adalah rangkaian tanda-tanda yang distrukturkan oleh "jejak jejak" (traces) otonom. Dengan demikian, seni rupa juga adalah teks yang merupakan jalinan tanda-tanda yang distrukturkan oleh jejak-jejak otonom atau berdiri sendiri-sendiri. Lebih jauh, dia juga menyikapi teks sebagai tulisan, dan tulisan sebagai barang mati. Oleh karena itu, karya seni rupa juga adalah teks atau tulisan, dan barang mati.
Berdasarkan pemikiran seperti ini, dalam mengapresiasikan karya seni rupa, ia secara bebas mengapresiasikan infrastruktur khusus atau ":jejak-jejak" goresan pada karya yang menarik perhatiannya tanpa mengindahkan makna yang dikomunikasikan oleh perupanya. Ia menghubungkan jejak-jejak atau infrastruktur karya dengan teks-teks, baik filsafat, maupun teks-teks lainnya sejauh ia menghendakinya. Teks-teks dilepas dari konstruksi kesatuannya. Dengan ini, konstruksi pemikiran tentang seni yang selalu cenderung mengarah kepada kesatuan atau totalitas, dialihkannya ke wacana pertebaran jejak-jejak otonom.
Dari pemikiran dan contoh-contoh yang diberikannya, dekonstruksi Derrida terhadap "kebenaran" dalam tema seni rupa adalah usaha untuk memperluas wacana "kebenaran" (kenyataan ada) karya seni rupa ke luar wacana yang dibingkai filsafat yang logo dan fonosentris. Gerakan ke luar "melampaui" (goes beyond) filsafat ini tidak diberi batasan yang tegas, kecuali ia bermain dengan wacana tersebut dan pada waktu dan keadaan tertentu ia memutuskan "permainan"nya sudah cukup. Putusan cukup inilah yang membatasi karya seni, dalam hal ini karya seni rupa, dengan dunia.
Dalam khasanah percakapan dan pada karya seni rupa kontemporer di Indonesia ciri dekonstruksi seperti melanggar batas-batas defenisi dan kategori-kategori dalam teori seni dan keindahan, ketidakhadiran subyek dalam karya, dan usaha memperkenalkan karya seni rupa yang menentang estetika kesatuan dan keselarasan, telah dapat diidentifikasikan. Tetapi ciri-ciri tersebut baru sebatas bagian dari ciri-ciri umumnya saja. Ciri-ciri itupun, secara terpisah, dapat diidentifikasikan pada karakteristik karya seni rupa di luar wacana dekonstruksi. Usaha untuk menunjukkan mana karya seni rupa yang sepenuhnya dekonstruktif bukan pekerjaan mudah. Karena batasan dari dekonstruksi itupun tidak mudah ditegaskan.
Khusus dalam wacana kritik pada.karya seni rupa kontemporer di Indonesia, sejauh penelitian penulis, gaya kritik dekonstruktif belum memperlihatkan fenomena yang berarti. Wacana kritik masih terfokus pada karya dan perupanya; sedangkan kritik dekonstruktif lebih terfokus kepada otoritas "pembaca" atau kritisinya, dan mengembangkan wacana ke arah wacana produktif, intertekstualitas dan tanpa batas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T8976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morrison, Eileen E.
Sudbury, Mass. : Jones and Bartlett, 2011
174.2 MOR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>