Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyudi Utomo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Tata Kelola Kolaborasi Ekowisata Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perhatian diberikan pada studi tentang tata kelola kolaborasi dianggap sebagai salah satu isu kunci keberhasilan dalam konteks pengembangan pariwisata Belitung sebagai bagian dari jaringan UNESCO Global Geopark. Kontribusi dan peran masing-masing aktor baik dari pemerintah, swasta, masyarakat atau komunitas telah memberikan kontribusi positif sebagai upaya membangun kualitas pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan qualitative methods research eksploratori, dalam penelitian ini data diperoleh melalui wawancara mendalam, review dokumen dan survey sehingga proses triangulasi dapat dilakukan secara lebih lengkap. Informan penelitian terdiri dari unsur pemerintah, swasta, asosiasi, masyarakat dan komunitas. Sebanyak 13 orang informan telah diwawancarai dan 31 orang telah menunjukkan jawaban atas survei yang dilakukan. Hasil penelitian Praktik Tata Kelola Kolaborasi yang berlangsung di Kabupaten Belitung diinisiasi dengan adanya inovasi program dan kolaborasi yang berkembang dari proses bottom-up yang dipelopori oleh peran Komunitas Geosites dan Desa Wisata. Berikutnya Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa kepercayaan, nilai-nilai dan jaringan sosial atau dipersepsikan sebagai modal sosial (social capital) telah menjadi perekat dan mengikat masing-masing aktor untuk bersinergi sehingga berfungsi sebagai elemen dasar untuk membentuk kolaborasi yang baik. Penelitian ini menegaskan dan melengkapi model collaborative governance yang telah digagas oleh Ansell dan Gash. Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah menunjukkan peran modal sosial (social capital) merupakan faktor utama yang mendukung berjalannya tata kelola kolaboratif. Jika dalam model collaborative governance Ansell dan Gash tidak dengan tegas menyatakan modal sosial sebagai faktor utama berjalannya proses kolaborasi, penelitian ini telah menunjukkan peran modal sosial (social capital) sebagai landasan untuk inisiatif melakukan kolaborasi. Sebagai salah satu temuan dan novelty dalam penelitian ini, maka penulis menambahkan satu indikator pada dimensi Kondisi Awal (starting condition) pada proses kolaborasi dengan menambah latar belakang modal sosial (social capital) yang meliputi pengetahuan lokal (norma atau nilai-nilai budaya dan jaringan) yang berpengaruh pada pelaksanaan kolaborasi.

This research analyzes the Governance of Ecotourism Collaboration in Belitung Regency, Bangka Belitung Islands Province. Attention is paid to the study of collaborative governance which is considered one of the key issues for success in the context of Belitung tourism development as part of the UNESCO Global Geopark network. The contribution and role of each actor, whether from the government, private sector, society, or community, has made a positive contribution to build quality tourism that is sustainable and environmentally friendly. This research uses an qualitative methods research approach. In this research, data was obtained through in-depth interviews, document reviews, and surveys so the triangulation process could be carried out more completely. Research informants comprised elements from the government, private sector, associations, society, and community. A total of 13 informants were interviewed and 31 people provided answers to the survey conducted. The results of research on Collaborative Governance Practices that took place in Belitung Regency were initiated with program innovation and collaboration that developed from a bottom-up process spearheaded by the role of the Geosites Community and Tourism Village. Next, the results of this research have shown that trust, cultural values, and social networks perceived as social capital have become the glue and bind each actor to work together so that it functions as a basic element for forming good collaboration. This research confirms and complements the collaborative governance model initiated by Ansell and Gash. Based on research conducted, has shown that the role of social capital is the main factor that supports collaborative governance. If Ansell and Gash's collaborative governance model does not explicitly state social capital as the main factor in the collaboration process, this research has shown the role of social capital as a basis for collaborative initiatives. As one of the findings and novelty in this research, the author added one indicator to the dimensions of Initial Conditions and/or Collaborative Process by adding social capital background which includes norms or cultural values and social networks. which influences the implementation of collaboration."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aula Dedy Sayogo
"Tulisan ini berangkat dari keinginan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang bertekad menjadikan sektor pariwisata menjadi sektor unggulan. Sebagai daerah yang telah Iama dikenal sebagai penghasil timah, hampir seluruh kegiatan perekonomian bergantung pada industri timah. Dampak negatif dari perkembangan industri timah ini adalah eksploitasi yang berlebihan sehingga terjadi degradasi lingkungan. Perlu disadari cadangan timah kian menipis dan timah akan habis.
Oleh karena itu penulis ingin menganalisis peranan sektor pariwisata (sektor hotel, sektor restoran dan sektor jasa hiburan dan rekreasi) yang diharapkan mampu menjadi andalan untuk menjaga kestabllan perekonomian daerah dimasa depan, Untuk itu akan dilihat kinerja sektor pariwisata ini dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir. Menganalisis keterkaltan ke belakang dan ke depan, angka pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja. Serta melihat dampak ekonomi konsumsi kepariwisataan terhadap kontribusi perekonomian daerah (output, nilai tambah bruto, upah/gaji, pajak tidak langsung, dan tenaga kerja).
Model yang digunakan adalah model input output dengan memanfaatkan tabel input output Provinsi kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 yang disusun dengan klasifikasi 45 sektor berdasarkan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dengan menggunakan model perekonomian tertutup dilihat kontrlbusi sektor pariwisata terhadap total sektor-sektor dalam perekonomian daerah dan terhadap sektor pariwisata sendiri dengan menggunakan tipe II.
Hasil penelitian menunjukkan sektor pariwisata hanya berperan relatif kecil terhadap total permintaan perekonomian daerah, terlihat dari total permintaan akhir dan total permintaan antara sektor pariwisata yang masih sedikit. Peranan terbesar masih didominasi oleh sektor industri terutama industri timah. Demikian terhadap angka pengganda sektor pariwisata belum mampu masuk dalam sepuluh besar sektor utama pencipta pengganda terbesar. Rendahnya peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian ini tentunya butuh perhatian serius dari Pemerintah Daerah.
Sektor pariwisata memiliki keterkaitan ke belakang atau daya penyebaran diatas rata-rata. Ini memlliki arti bahwa sektor-sektor pariwisata mempunyai kemarnpuan yang cukup tinggi untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya. Dengan demikian sektor-sektor pariwisata akan menumbuhkan sektor-sektor pendukungnya. Pada keterkaitan ke depan atau derajat kepekaan sektor hotel dan sektor jasa hiburan dan rekreasi kemampuannya mendorong sektor hilir masih berada dibawah rata-rata derajat kepekaan. Namun sektor restoran memiliki keterkaitan yang tinggi dalam mendorong sektor-sektor lain. Hai ini menggambarkan sektor restoran relatif mampu melayani permintaan sektor-sektor lain.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk memperoleh kontribusi yang besar dari sektor pariwisata, maka pelaksanaan investasi dan pelaksanaan program visit babel archi 2010 akan memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T34592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Maulana Pamungkas
"Peraturan Menteri Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan memberikan kewajiban bagi perusahaan perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk membangun lahan perkebunan bagi masyarakat sekitar sebesar 20% dari luas lahan yang diusahakan oleh perusahaan. Namun pelaksanaan dari ketentuan ini tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankannya dan tidak memiliki iktikad baik pada saat membangun kebun bagi masyarakat tersebut. Petani yang dalam hal ini memiliki posisi tawar yang lebih rendah dari pada Perusahaan sering kali menjadi pihak yang selalu dirugikan karena kurangnya pemahaman serta kemampuan dalam mengelola perkebunan. Oleh karena itu Petani butuh suatu badan hukum yang berfungsi untuk melindungi kepentingan para petani dari iktikad tidak baik perusahaan. Kerjasama dalam bidang perkebunan antara Perusahaan dengan Koperasi yang sering kali digunakan adalah pola kemitraan inti plasma dimana perusahaan memiliki lahan perkebun sendiri (inti) dan begitu juga dengan petani (plasma). Kemitraan inti plasma terbagi menjadi 3 yaitu pola PIR Trans, KKPA dan Program Revitalisasi Perkebunan. Salah satu Perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis yaitu P.T Sumber Indah Perkasa yang berada di kabupaten Tulang Bawang, Lampung juga melakukan kemitraan inti Plasma dengan Koperasi Krida Sejahtera dengan pola KKPA dimana terdapat kredit pinjaman dari bank untuk petani yang telah dikuasakan kepada Koperasi Krida Sejahtera.

In Ministerial Regulation Number: 26/Permentan/OT.140/2/2007 on Plantation Business Licensing Guidelines provide liability for plantation companies that have business licenses Plantation to establish plantations for people around 20% of the area of land cultivated by the company . However, implementation of these provisions are not completely worked well because there are some companies that do not run and do not have the time to build good will for the community garden. Farmers who in this case has a lower bargaining position of the company is often a party that always disadvantaged because of a lack of understanding and ability to manage the estate. Therefore, farmers need a legal entity that serves to protect the interests of the farmers of faith is not good company. Cooperation in the field of oil between the Company and Cooperative frequently used plasma core is a partnership where the company has its own plantation land (core) and so does the farmer (plasma). Plasma core partnership is divided into 3 PIR pattern Trans, KKPA and Plantation Revitalization Program. One of the Company engaged in agribusiness, PT Sumber Indah Perkasa located in the district Of Tulang Bawang, Lampung also doing core partnership with the Cooperative of Krida Sejahtera of Plasma Prosperous KKPA pattern where there is a loan from a bank loan for farmers who have been authorized to Cooperative Activities of Prosperity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novari Trisiane
"ABSTRAK
Program peran serta swasta yang hampir-hampir mengarah pada suatu bentuk swastanisasi perusahaan negara yang bergerak di bidang pelayanan umum kepada masyarakat seperti halnya penyediaan air minum di Indonesia masih merupakan fenomena yang relatif bare. Karenanya keberadaan dan bentuk kerjasama antara PAM JAYA dengan Mitra Swastanya yaitu PT.TPJ dan PT. Palyja pada awal pelaksanaannya masih menjadi sesuatu yang bersifat kontoversial.
Potensi kontroversi terhadap keberadaan kerjasama semakin bertambah karena proses penentuan perusahaan swasta clan penyusunan kontrak kerjasama ini berlangsung pada situasi dan kondisi politik di masa kekuasaan orde baru, di mana keterlibatan kerabat dan pengusaha yang terkenal kedekatannya dengan pemegang kekuasaan pemerintah pada saat itu, menjadi suatu kendala tersendiri bagi tercapainya optimalisasi penyusunan ketentuan kontrak perjanjian kerjasama beserta perangkat perjanjian pendukungnya
Arus tuntutan keterbukaan di berbagai bidang yang semakin marak setelah berakhirnya masa kepemimpinan Soeharto sebagai Presiden RI pada bulan Mei 1998 telah mendorong berbagai potensi konflik dan kontroversi mengenai kerjasama tersebut muncul ke permukaan melalui berbagai pemberitaan media massa, sebagai suatu saluran komunikasi yang dapat mempengaruhi pembentukan opini masyarakat.
Dalam hal ini peneliti melakukan analisis terhadap isi pemberitaan tersebut dengan menggunakan metode analisis isi melalui pengambilan sampel purposive di empat bush surat kabar harian nasional yang terbit di Jakarta, yaitu Kompas, Media Indonesia, Suara Karya dan Suara Pemharuan, dalam masa pengamatan selama 84 Mari dari tanggal I Maret 1999 hingga 23 Mei 1999, atau 84 tiras penerbitan untuk masing-masing surat kabar.
Hasil temuan penelitian ini selain merperlihatkan warna pemberitaan mengenai permasalahan kerjasama, antara lain juga menunjukkan bahwa berbagai lembaga independen seperti ICW dan Serikat Pekerja, di suatu pihak dengan manajemen kedua Mitra Swasta dan Akaindo dipihak lainnya yang bertentangan, nampak dapat sating berebut untuk mempengaruhi opini publik melalui saluran komunikasi media massa, dengan berperan sebagai sumber informasi aktif bagi media massa. Sementara di sisi lain, pihak manajemen PAM JAYA, DPRD DKI Jakarta, pejabat pengambil keputusan di Pemda DKl Jakarta dan di berbagai instansi pemerintahan pusat, cenderung bersikap sebagai sumber informasi yang pasif bagi media massa. Dalam situasi seperti ini maka tingkat kemampuan dan profesionalisasi pelaku media massa balk itu wartawan, redaktur atau manajemen media massa secara keseluruhan akan sangat menentukan warna dan netralitas pemberitaan mengenai permasalahan kerjasama ini, yang pada akhirnya akan menunjukkan pula tingkat keseimbangan (balance), obyektifitas dan fairness masing-masing pemberitaan keempat surat kabar tersebut.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intias Maresta Buditami
"Pelaksanaan Public-Private Partnership (PPP) di PAM Jaya memiliki banyak permasalahan selama 14 tahun terakhir. Salah satu faktor munculnya permasalahan tersebut adalah minimnya pengawasan yang dilakukan terhadap proses kemitraan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan apa saja lembaga-lembaga pengawas dan proses pengawasan internal dan eksternal dalam pelaksanaan PPP di PAM Jaya, serta menggambarkan bagaimana pengawasan tersebut dalam tinjauan akuntabilitas publik. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan studi dokumen.
Hasil dari penelitian ini adalah pengawasan internal dan eksternal PPP PAM Jaya memiliki banyak permasalahan yang menyebabkan pengawasan tersebut tidak optimal. Hal ini menyebabkan kerja sama pemerintah swasta ini gagal mewujudkan akuntabilitas publik.

Public-Private Partnership (PPP) at PAM Jaya has many problems for these 14 years. A factor that make those problems happen is minim supervision for this partnership process. This research's purpose is describing what a supervision bodies and the process of an internal and external supervision of PPP PAM Jaya, and describing its supervision in public accountability review. This research's approach is qualitative with method of depth interview and document study.
The results of this research is internal and external supervision oversight PPP PAM Jaya has many problems that lead to a supervision is not work optimally. Those thing has an impact to this government-private cooperation is failed to realizing a public accountability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
TM Fachrur Rozi
"Implementasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) hingga saat ini masih belum optimal dalam menarik minat swasta untuk berinvestasi pada pembangunan proyek-proyek infrastruktur sektor power yang ditawarkan. Evaluasi permasalahan kurang lakunya proyek KPS yang ditawarkan menunjukkan kinerja KPS yang belum optimal, penyebab salah satunya adalah kurangnya manajemen risiko. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi potensi risiko yang mempengaruhi KPS pada proyek infrastruktur power untuk peningkatan kinerja investasi di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan diolah dengan analisa statistik dan Monte Carlo. Hasilnya adalah pembebasan lahan, birokrasi yang berbelit-belit, terlambatnya penyelesaian konstruksi, intervensi pemerintah adalah beberapa risiko dominan yang mempengaruhi KPS infrastruktur power.

Implementation of Public Private Partnership (PPP) is still not optimum to attract private sector in investing power infrastructure projects. Lack of popularity in demand of PPP?s projects shows that the performance of the PPP is not optimum due to lack of risk management. This study aims to identify potential risks that may reduce the performance of PPP in power infrastructure projects in Indonesia. Data was collected by survey method and processed with statistical analysis and Monte Carlo Simulation. The research results show that land acquisition, convoluted bureaucracy, delays in completion of construction, government intervention are the dominant risks that affects the power infrastructure PPPs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T39315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Sepri Nika Sari
"

Lingkungan strategi perpajakan yang sangat dinamis membutuh tata kelola kolaboratif dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah, dimana institusi pajak tidak bisa bekerja sendiri. Selain itu, melihat penggunaan pajak yang saling interdepensi antara setiap lembaga pemerintah membuat sinergi dari setiap institusi menjadi sebuah keharusan. Selama rentan tahun 2014 hingga 2016, realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta tidak pernah mencapai target yang telah ditentukan. Melihat dari keadaan ini Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta selaku kanal penerimaan pajak melakukan inovasi dengan menyusun empat program prioritas unggulan BPRD DKI Jakarta dimana program ini memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Dalam menjalankan empat program unggulan ini BPRD DKI Jakarta melakukan kolaborasi dengan berbagai instansi baik pemerintah maupun non pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme yang pengumpulan datanya menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam serta studi dokumentasi. Penelitian ini menunjukan bahwa BPRD DKI Jakarta sebagai lembaga/institusi yang memimpin jalannya tata kelola kolaboratif dinilai kurang proaktif serta percaya diri dalam menjalankan kebijakannya. Selain itu, dalam dimensi system context terjadi hambatan pada elemen level of conflics/trust dimana kolaborasi yang dibangun BPRD DKI Jakarta dengan salah satu aktor didasari oleh unsur politik bukan kebutuhan.

 


The tax strategy environment that is very dynamic requires collaborative governance in order to optimize local tax revenues, where tax institutions cannot work alone. In addition, seeing the use of interdependent taxation between each government institution makes the synergy of each institution a must. During the vulnerable years of 2014 to 2016, the realization of DKI Jakarta regional tax revenues never reached the specified target. Seeing from this situation, the DKI Jakarta Regional Tax and Retribution Agency, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) as a channel for tax revenue innovates by compiling four priority programs of the DKI Jakarta BPRD where the program has the aim of optimizing tax revenues. In carrying out these four excellent programs, the DKI Jakarta BPRD collaborates with various government and non-government agencies. This study uses a post-positivism approach in which data collection uses qualitative methods with in-depth data collection techniques and documentation studies. This research shows that the DKI Jakarta BPRD as an institution that leads the way of collaborative governance is considered to be less proactive and confident in carrying out its policies. In addition, in the context of the system context there are obstacles to the level of conflics / trust element where the collaboration built by the DKI Jakarta BPRD with one of the actors is based on political elements rather than needs.

 

"
2019
T53280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Widya Ayu Permatasari
"Berdirinya perusahaan pertambangan emas di Desa S menyebabkan terbelahnya masyarakat menjadi dua kubu. Kubu pertama sebagian masyarakat mendukung perusahaan pertambangan dan kubu kedua sebagian masyarakat lainnya menolak berdirinya perusahaan pertambangan. Selama ini fenomena terbelahnya masyarakat menjadi dua kubu, sering dilihat dalam ranah nasional maupun lokal. Penelitian ini ingin melihat fenomena tersebut terjadi dalam ranah rumah tangga. Terbelahnya masyarakat dalam ranah rumah tangga menarik untuk dipahami ketika peran aktor negara tingkat lokal berada di dalamnya. Kondisi ini terjadi dalam penelitian saya, dimana terdapat tiga rumah tangga yang di dalamnya terdapat aktor-aktor negara tingkat lokal. Posisi aktor-aktor negara ini cukup dilematis, di satu sisi salah seorang anggota rumah tangga mendukung perusahaan pertambangan, di sisi lain salah seorang anggota rumah tangga menolak perusahaan pertambangan. Kajian relasi negara-masyarakat adalah kajian yang tepat dalam memahami kondisi tersebut. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam mengkaji relasi negara-masyarakat adalah state in society milik Migdal. Salah satu argumen utama Migdal dalam pendekatan ini adalah negara bekerja di dua level, yaitu praktek dan citra, dimana Migdal mengandaikan suatu entitas memiliki batas sosial antara public (negara dan agensinya) dan private (subjek aturan negara). Namun, yang terjadi dalam penelitian yang saya lakukan, tidak ada pemisahan mengenai public dan private dalam relasi negara-masyarakat di ranah rumah tangga. Oleh karena itu, adanya penelitian ini ingin memperlihatkan bahwa batasan antara public dan private itu blurred dan saling tumpang tindih dalam relasi negara-masyarakat di ranah rumah tangga.The establishment of a gold mining company in Desa S caused the split of society into two part. The first part of the community supported mining companies and the second part, some of them refused the establishment of mining companies. So far, the phenomenon of the split of society into two part, often seen in the national and local domains. Whereas, this study wants to see this phenomenon occur in the realm of the household. The division of society in the realm of households is interesting to understand when the role of local state actors is in it. This condition occurred in my research, where there were three households in which there were local level state actors. The position of these state actors is quite dilemma, on the one hand, a family member supports a mining company, on the other hand, one family member rejects a mining company. The study of state-society relations is an appropriate study in understanding these conditions. In this study, the approach used in assessing the relation of state-society is Migdal's. One of Migdal's main arguments in this approach is that the state works on two levels, practice and image, where Migdal presupposes an entity to have a social boundary between the public (state and agency) and private (subject to state rules). However, what happened in the research that I did, there was no separation between public and private in the state-society relations in the household domain. Therefore, this study would like to show that the boundary between public and private is blurred and overlaps each other in the relations of the state-society in the household domain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Istiningdiah Kusumawardani
"Skripsi ini membahas mengenai urgensi pembentukan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebagai pemberi jaminan proyek kerjasama pemerintah swasta di bidang infrastruktur. Pembangunan infrastruktur sebenarnya merupakan kewajiban pemerintah, tetapi dalam perkembangannya infrastruktur dapat dibangun oleh swasta berdasarkan kerjasama pemerintah swasta dimana untuk menarik minat swasta untuk membangun, dibutuhkan jaminan dari pemerintah atas risiko-risiko yang tidak bisa ditanggung sendiri oleh swasta. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana peran pemerintah dalam Kerjasama Pemerintah Swasta dalam bidang infrastruktur, mengapa PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) diperlukan sebagai penyedia jaminan proyek Kerjasama Pemerintah Swasta di bidang Infrastruktur, dan bagaimana mekanisme PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dalam menjamin proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Skripsi ini disusun dengan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa untuk menginvestasikan dananya untuk membangun infrastruktur, swasta memerlukan jaminan dari pemerintah atas risiko-risiko yang tidak bisa ditanggung sendiri oleh swasta yang pada akhirnya dibentuk PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).

This mini-thesis discusses about the urgency of the establishment of Indonesia Infrastructure Guarantee Fund as a Public Private Partnership Project's guarantee provider in infrastructure sector. The development of infrastructure is actually a government obligation, but in the development, infrastructure can be built by the private sector based on Public Private Partnership in which to attract private sector to build, takes guarantee from the government on risks can not be borne by the private sector. Main issues to be discussed how the government's role in Public Private Partnership in infrastructure sector, why Indonesia Infrastructure Guarantee Fund is required as a public private partnership project's guarantee provider in infrastructure sector and how the mechanism of Indonesia Infrastructure Guarantee Fund in guaranteeing the establishment of infrastructure projects in Indonesia. This mini-thesis is prepared by the method of normative legal writing to produce analytical data that is descriptive. The study concluded that in order to invest funds to build infrastructure, private companies need guarantee from the government on risks that cannot be borne by the private sector that ultimately established Indonesia Infrastructure Guarantee Fund."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1818
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>