Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yaris Riyaldi
"Periode tahun 1950an sektor ekonomi Indonesia masih di dominasi perusahaan- perusahaan milik Belanda. Perkembangan hubungan diplomasi Indonesia Belanda yang memburuk di akhir tahun 1950-an menyebabkan nasionalisasi terjadi secara massif di seluruh wilayah Indonesia. PLTA Ubrug yang terletak di Sukabumi telah dibangun sejak tahun 1918 dan di nasionalisasi setelah dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1958. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apa yang menjadi latarbelakang nasionalisasi PLTA, bagaimana proses nasionalisasi yang dilakukan, dan pengaruh apa yang terjadi setelah proses nasionalisasi PLTA Ubrug selesai. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode historis dengan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber baik itu primer atau sekunder yang berhubungan dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan adalah surat-surat dan keputusan Pemerintah mengenai nasionalisasi, wawancara dengan pemimpin PLTA Ubrug dimasa kini, dan berbagai sumber sekunder lainnya yang berasal dari kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semasa awal pembangunan PLTA Ubrug pemanfaatannya banyak disalurkan ke berbagai sektor, kemudian dimasa pendudukan Jepang keberadaan PLTA Ubrug tidak terlalu tereksploitasi dan baru kembali tersentuh setelah orang-orang Belanda kembali, karena adanya desakan dari SBLGI dan suatu perwujudan dari kedaulatan politik, maka PLTA Ubrug Sukabumi di nasionalisasi pada tahun 1958 yang kemudian memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan daerah Sukabumi.

During the 1950s, the Indonesian economic sector was still dominated by Dutch- owned companies. The development of diplomatic relations between Indonesia and the Netherlands which deteriorated in the late 1950s led to massive nationalization throughout Indonesia. The Ubrug hydropower plant located in Sukabumi has been built since 1918 and was nationalized after the issuance of Law Number 86 of 1958 and Government Regulation No. 18 of 1958. This research was conducted to answer questions about what was the background of the nationalization of PLTA, how was the nationalization process carried out, and what effect will happen after the Ubrug hydropower nationalization process is complete. The method used in this study uses historical methods by finding and collecting sources, either primary or secondary, related to the research topic. The sources used are letters and Government decrees regarding nationalization, interviews with current Ubrug hydropower leaders, and various other secondary sources from the literature. From the research results, it can be seen that during the early development of the Ubrug hydropower plant, its use was distributed to various sectors, then during the Japanese occupation, the Ubrug hydropower plant was not too exploited and only came back after the Dutch returned, due to pressure from SBLGI and a manifestation of political sovereignty. , then PLTA Ubrug Sukabumi was nationalized in 1958 which then had an influence on the sustainability of the Sukabumi area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yaris Riyaldi
"Periode tahun 1950an sektor ekonomi Indonesia masih di dominasi perusahaan- perusahaan milik Belanda. Perkembangan hubungan diplomasi Indonesia Belanda yang memburuk di akhir tahun 1950-an menyebabkan nasionalisasi terjadi secara massif di seluruh wilayah Indonesia. PLTA Ubrug yang terletak di Sukabumi telah dibangun sejak tahun 1918 dan di nasionalisasi setelah dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1958. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apa yang menjadi latarbelakang nasionalisasi PLTA, bagaimana proses nasionalisasi yang dilakukan, dan pengaruh apa yang terjadi setelah proses nasionalisasi PLTA Ubrug selesai. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode historis dengan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber baik itu primer atau sekunder yang berhubungan dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan adalah surat-surat dan keputusan Pemerintah mengenai nasionalisasi, wawancara dengan pemimpin PLTA Ubrug dimasa kini, dan berbagai sumber sekunder lainnya yang berasal dari kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semasa awal pembangunan PLTA Ubrug pemanfaatannya banyak disalurkan ke berbagai sektor, kemudian dimasa pendudukan Jepang keberadaan PLTA Ubrug tidak terlalu tereksploitasi dan baru kembali tersentuh setelah orang-orang Belanda kembali, karena adanya desakan dari SBLGI dan suatu perwujudan dari kedaulatan politik, maka PLTA Ubrug Sukabumi di nasionalisasi pada tahun 1958 yang kemudian memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan daerah Sukabumi.

During the 1950s, the Indonesian economic sector was still dominated by Dutch-owned companies. The development of diplomatic relations between Indonesia and the Netherlands which deteriorated in the late 1950s led to massive nationalization throughout Indonesia. The Ubrug hydropower plant located in Sukabumi has been built since 1918 and was nationalized after the issuance of Law Number 86 of 1958 and Government Regulation No. 18 of 1958. This research was conducted to answer questions about what was the background of the nationalization of PLTA, how was the nationalization process carried out, and what effect will happen after the Ubrug hydropower nationalization process is complete. The method used in this study uses historical methods by finding and collecting sources, either primary or secondary, related to the research topic. The sources used are letters and Government decrees regarding nationalization, interviews with current Ubrug hydropower leaders, and various other secondary sources from the literature. From the research results, it can be seen that during the early development of the Ubrug hydropower plant, its use was distributed to various sectors, then during the Japanese occupation, the Ubrug hydropower plant was not too exploited and only came back after the Dutch returned, due to pressure from SBLGI and a manifestation of political sovereignty. , then PLTA Ubrug Sukabumi was nationalized in 1958 which then had an influence on the sustainability of the Sukabumi area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Kanumoyoso
"Thesis titled "The Strengthen of State Economic Role: Nationalization of the Dutch Enterprises in Indonesia, 1957-1959". The parliamentary democracy period ended by the falling of Ali Sastroamidjojo 2?? cabinet?s governance on March 14th 1957 and the economic crisis that coming together. Meanwhile, the relation between Indonesia and Dutch has getting worse in the transition period through the guidance democratic system. The main barrier in the relation was the conflict of Irian Barat. Two important things ensued by the end of November 1957. United Nation Organization had failed to ratify a resolution of which suggesting Dutch to confer a solution for Irian Barat conflict on November 29th 1957. While, in November 30th 1957, assassination attempt for the President Soekarno known as Cikini Tragedy occurred. The explosion of anti-Dutch radicalism has been triggered by the failure of the resolution of the Irian Barat conflict in the United Nation Organization. On December 3? 1957 the labor union of the Indonesian Communist Party (PKI) and Indonesian National Party (PNI) started to take over Dutch trade and enterprises. This movement noticed the beginning of the nationalization of Dutch enterprises in Indonesia that was supported by government. The deportation of 46.000 Dutch citizens in Indonesia on December 5"? obviously reflected the government support. It is definitely necessary to comprehend that nationalization in this term stand for; all the Dutch property was converted into state property. A take over of Dutch properties to other enterprises instead of the state (to Indonesian private enterprises)' was excluded the connotation of nationalization. It was merely described as nationalized. Nationalization has caused the fundamental changes in the Indonesian economic structure. During the nationalization 90% plantation output ownership has transformed into state corporations. As well as the 60% foreign trade and around 246 factories, mining enterprises, banks, shipping, and varieties service industries. The nationalization itself has ended the domination of Dutch capital in Indonesian economic.

Jatuhnya pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo yang ke II pada tanggal 14 maret 1957 dan krisis ekonomi yang menyertainya merupakan akhir dari periode demokrasi parlementer. Sementara itu dalam masa transisi menuju sistem demokrasi terpimpin, hubungan antara Indonesia dengan Belanda juga terus memburuk. Hambatan utama dalam hubungan tersebut ialah masalah Irian Barat. Pada akhir bulan November 1957 terjadi dua kejadian penting. Pada tanggal 29 November Perserikatan Bangsa-Bangsa (PEB) gagal mengesahkan suatu resolusi yang menghimbau agar Belanda merundingkan suatu penyelesaian mengenai masalah Irian Barat. Sedangkan pada tanggal 30 November terjadi usaha pembunuhan terhadap Presiden Sukarno dalam peristiwa Cikini. Gagalnya resolusi masalah Irian Barat di PBB mengakibatkan terjadinya ledakan radikalisme anti Belanda. Pada tanggal 3 Desember, serikat-serikat buruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor dagang Belanda. Gerakan tersebut menandai nasionalisasi perusahaan- perusahaan Belanda yang didukung oleh pemerintah Indonesia. Dukungan pemerintah terlihat jelas pada tanggal 5 Desember dengan keluarnya perintah pengusiran oleh Departemen Kehakiman terhadap 46.000 warga negara Belanda yang ada di Indonesia. Perlu ditegaskan bahwa nasionalisasi dalam hal ini berarti; segala aset milik Belanda dijadikan milik negara. Pemindahan ke tangan nasional bukan negara (ke tangan pihak swasta Indonesia) tidak termasuk dalam pengertian nasionalisasi. Pengertian untuk pemindahan ke tangan nasional bukan negara selayaknya disebut dengan menasionalkan saja. Nasionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan fundamental dalam struktur perekonomian Indonesia. Selama terjadinya nasionalisasi kepemilikan 90% produksi perkebunan beralih ke tangan pemerintah. Demikian juga dengan 60% nilai perdagangan luar' negeri dan sekitar 246 pabrik, perusahaan pertambangan, bank-bank, perkapalan dan sektor jasa. Dengan demikian nasionalisasi mengakhiri dominasi modal Belanda dalam ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T3521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Radhiansyah
"Bolivia merupakan sebuah negara di Amerika Tengah. Secara geography negara ini berada di dataran tinggi Amerika Latin. Walaupun tidak memiliki akses ke daerah pantai, Bolivia merupakan salah satu penghasil minyak bumi dan gas alam terbesar setelah Venezuela di Amerika Latin. Penduduk Mayoritas Bolivia adalah suku indian Aymara dan Quecha dan juga keturunan campuran antara indian dan kulit putih (Spanyol). Sebagai sebuah negara berkembang, Bolivia memiliki ketergantungan terhadap bantuan finansial dari lembaga-lembaga keuangan internasional dan masuknya investor asing. Namun kebijakan kontroversial dikeluarkan oleh Presiden terpilih pada Desember 2005, Evo Morales. Kebijakan yang dianggap tidak memihak atas jaminan kepemilikan dan keamanan berinvestasi terhadap investor asing, mendapat kecaman dan tanggapan negatif dari banyak pihak.
Kebijakan nasionalisasi yang dikeluarkan oleh Evo Morales pada 1 Mei 2006, yang bertepatan dengan hari Buruh Internasional tersebut, dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap kebebasan berinvestasi di Bolivia, dan merugikan sekitar 20 perusahaan yang bergerak dalam penglolaan dan eksplorasi migas. Kebijakan ini dikeluarkan bukan karena keinginan Evo Morales, tetapi merujuk kepada terjadinya Gerakan Sosial yang telah terjadi di Bolivia pada periode waktu tahun 2000 sampai dengan 2005. Pemerintahan Bolivia terdahulu yang menerapkan kebijakan ekonomi dan politik neoliberal, telah menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial dan kemiskinan dalam masyarakat Bolivia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Amy Chua dalam bukunya World On Fire, bahwa dominasi minoritas atas mayoritas penduduk pribumi menyebabkan munculnya konflik. Dikaitkan dengan globalisasi dengan paradigma neoliberal, dimana peranan negara dalam pasar harus dikurangi. IMF dan Bank Dunia merupakan lembaga keuangan internasional yang menerapkan kebijakan mengenai Liberalisasi Perdagangan, Deregulasi, serta Privatisasi yang merupakan pilar-pilar dalam perekonomian neoliberal.
Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Bolivia mengikuti saran-saran dari IMF serta Amerika Serikat, memang memiliki dampak terhadap pertumbuhan perekonomian Boilivia, namun pertumbuhan tersebut hanya dirasakan oleh sekelompok kecil saja. Akibat dari privatisasi yaitu terjadinya efisiensi biaya perusahaan yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, terutama pada Badan Usaha Milik Negara yang telah diswastanisasikan kepada investor asing. Sehingga dalam pembagian keuntungan Bolivia hanya menerima tidak lebih dari 20 persen saja. Kebijakan penghapusan pertanian koka, sebagai bagian dari kepentingan Amerika Serikat mengurangi peredaran kokain yang masuk ke wilayahnya, memaksa pemerintah Bolivia melakukan kebijakan penghapusan lahan pertanian koka, yang disertai dengan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan Bolivia. Rakyat yang merasa ditindas terutama penduduk pribumi, melakukan perlawanan dengan melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut perubahan dalam pemerintahan. aksi massa yang dikenal dengan Gerakan Sosial tersebut ternyata mampu menekan pemerintahan Bolivia, yang terbukti dengan terjadinya beberapa kali perubahan dalam kepersidenan. Gerakan Sosial yang terjadi di Bolivia merupakan Gerakan Sosial Baru.
Dinamakan Baru dikarenakan unsur-unsur gerakan tersebut tidak hanya datang dari kelas pekerja, tapi dari berbagai kalangan. Tuntutan yang diajukan bukan berdasarkan atas hubungan antara pemilik modal dan pekerja, walaupun tuntutan masih bersifat adanya perubahan dalam kebijakan ekonomi namun Gerakan Sosial yang terjadi di Amerika Latin umumnya dan khususnya Bolivia adalah kembalinya peranan negara didalam pengaturan pasar. Oleh karenanya tuntutan untuk melakukan nasionalisasi di Bolivia bukan sebuah gerakan yang menolak paradigma neoliberal tetapi lebih kepada pembagian yang adil hasil-hasil antara investor dan Bolivia. Kemunculan Evo Morales sebagai Presiden mambawa warna baru dalam regional Amerika Latin. Bersama dengan Hugo Chavez, Fidel Castro, dan beberapa negara Amerika Latin lainnya menumbuhkan sebuah kekuatan regional baru. Kekuatan yang dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan ini, melalui pembentukan Bank Selatan yang dimaksudkan menggantikan peranan IMF dan Bank Dunia, tentunya dengan perumusan strategi yang lebih dapat diterima oleh kondisi negara-negara Amerika Latin. Pembentukan kerjasama ekonomi negara-negara Amerika Selatan yang mengedepankan kepada semangat pembangunan daripada eksploitasi.

Bolivia is place in the middle of American Region. Geography of the state is place at the highland of Latin America. Though the country does not have any access to the sea, it produces one of the biggest oil and gas after Venezuela in Latin America. The majority is indigenous people of Indian Aymara and Quecha and also mixed blood Indian and the white (the Spanish). As one of developing country in the region, it dependable on financial help from International Financial Institutions and foreign investor. But a controversial policy was came from the elected President, Evo Morales. the policy did not have any guarantee on the right of ownership and investment security for foreign investor, it also condemned by and had a negative impact from many side.
The nationalization policy by Evo Morales on 1st of May 2006 that came to effect at Workers Day, was consider as a threat for the freedom in investing climate in Bolivia, and also suffer to a lose for 20 company which move on the execution and explorations in energy mining. The demand of the policy that came in effect was came from the social movement in Bolivia between year 2000 until 2005. Political and neoliberal Economic policy that was came from the former government of Bolivia, had caused social suspicious and poverty inside the Bolivian. As Amy Chua said in her book World on Fire, the minority domination above majority of the indigenous people has cause a conflict. With the globalization impact with neoliberal paradigm and as the state intervention to the market must be reduce. The International Monetary Foundation organization (IMF) and The World Bank, as an international monetary institutions, give policy in liberalizing trade, deregulations and Privatizations which is as foundations to the neoliberal economy.
The implemented policy by former government of Bolivia, was followed the suggestion that suggested from IMF and The United States of America, and had an impact on economic development in Bolivia, that only effected small group of Bolivian society. Theeffect in privatization was in company efficiency that caused jobs lost especially in state enterprises. The privatization of state enterprises to private business in large scale had caused in profit share, which that the Bolivian Government share less than 20 percent of the profit. The coca eradication policy, which was one of the United States pressure policy toward Hugo Banzer government to reduce cocaine that circulating in the street of United States, had an impact in eradicated the coca land farm followed by the force act by the Bolivian special drug police and the army.
The cocaleros (coca?s farmer), indigenous people, students, Workers Union, Teachers Union and many organization and mass reacted to the implemented of the policies and demanded change in government policy and also in the body of government it self. The improve of mass movement known as the Social Movement was the pressure to the Government and change in the government body, as the step down of five president in Bolivia. The Bolivian Social Movement also known as the part of New Social Movement. New because the factor of the movement was not only came from workers class, also from other class, such as students, woman?s, professionals, indigenous people and many other.
The demand of this movement not only based on relations between workers and the capital class, although the demand still in the changing in economy policy. The Social Movement in America Latin in general and especially in Bolivia is the demand on state intervention in the market that can protect public goods to reach by the people. In the case of nationalizations in Bolivia, the movement not only a movement against the neoliberal paradigm but as a demand in fair economy sharing. The rise of Evo Morales as President brought new colors in Latin American region. With Hugo Chavez of Venezuela and Fidel Castro of Cuba and other Latin America State, the region is growing a new power. It was directing against United States influences in the region, with the forming of Southern Bank of South America region is also directing against and replacing the IMF and World Bank influences, off course with new accepted strategic approachement by the Latin American Nations. The forming of economy cooperation in Southern America bring a spirit of development than exploitation."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Soemardjan
Bandung: Eresco, [date of publication not identified]
301 SEL g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adiyanto
"FILE 86
ABSTRAK
Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang nerdeka, lepas dari belenggu penjajahan, naaun demikian masih banyak hambatan yang harue dihadapi, seperti pemerintah Jepang yang masih berkuasa dalam menjaga Status Quo sampai pasukan Sekutu aengambil alih kekuasaan, disaaping itu kehadiran pasukan Sekutu bereama tentara RICA telah menimbulkan berbagai pertenpuran di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Surabaya, Ambarawa, Semarang dan daerah-daerah lainnya, termasuk di Sukabumi.
Keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia telah nendapat reaksi keras dart hampir seluruh rakyat yang tersebar diseluruh kepulauan yang dulunya bekas wilayah Hindia-Belanda ini. Mereka menentang kembalinya kolonialisme Belanda di bumi pertiwi.
Hal-hal seperti inilah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia di masa awal kemerdekaannya, belum lagi harus mengkonsolidasikan segala kekuatan baik di bidang politik, ekonomi, militer maupun sosial-budaya.
Studi tentang periode revolusi di Indonesia telah banyak dihasilkan baik oleh sarjana-sarjana asing maupun oleh sarjana Indonesia. Akan tetapi umumnya dilihat dari perspektif Nasional atau pusat.
Melihat kenyataan itu, studi ini berusaha mengubah perspektif yang lazim diambil dalam kisah-kisah pada periode ini dan memandang proses revolusi dari tingkat daerah ketimbang dari tingkat pusat.
Dalam skripsi ini akan dilihat bagaimana pemerintah daerah dan rakyat Sukabumi menanggapi tentang arti kemerdekaan, dan apa yang mereka lakukan setelah itu untuk mengkonsoiidasikan diri baik di bidang politik, ekonomi maupun militer.

"
1995
S12216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estia Ditriyani
"ABSTRAK
Padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem laut, salah satunya yaitu sebagai tempat tinggal berbagai biota laut. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persebaran padang lamun dari tahun ke tahun di Pantai Ujunggenteng. Informasi persebaran padang lamun diperlukan untuk melestarikan padang lamun di Pantai Ujunggenteng. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis persebaran padang lamun di Pantai Ujunggenteng dan menganalisis karakteristik fisik di Pantai Ujunggenteng pada tahun 2000-2016. Karakteristik fisik yang diteliti, yaitu suhu permukaan laut, salinitas, arus laut, kedalaman air laut, dan kecerahan air laut. Metodologi yang dipakai yaitu teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk melihat persebaran padang lamun dengan melakukan perhitungan berdasarkan algortima Lyzenga. Berdasarkan hasil pengolahan data, padang lamun di Pantai Ujunggenteng tersebar di 3 wilayah terumbu karang. Dari tahun ke tahun luasan padang lamun di Pantai Ujunggenteng mengalami perubahan yang cenderung meningkat. Dari 5 Karakteristik fisik yang diteliti, 3 diantaranya memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan persebaran padang lamun dan 2 diantaranya tidak mempengaruhi. 3 karakteristik yang mempengaruhi adalah Suhu permukaan laut, salinitas, dan kedalaman air laut, dan 2 yang tidak mempengaruhi adalah arus laut dan kecerahan air laut.

ABSTRACT
Seagrass beds have an important role to marine ecosystems, one of that is as a habitat of marine life. This research was done because of the lack of information on changes in seagrass density from year to year in Ujunggenteng Beach. Information of seagrass density changes necessary to preserve seagrass beds in Ujunggenteng Beach. The purpose of this study was to determine the distribution of seagrass beds in Ujunggenteng Beach and analyze the physical characteristics in Ujunggenteng Beach in 2000 2016. The physical characteristics discussed ini this study are the sea surface temperature, salinity, currents, depth of sea water and sea water transparency. This study uses remote sensing technology that is used to look at the distribution of seagrass beds by performing calculations based on Lyzenga algorithms. Based on the results of the data processing, seagrass in Ujunggenteng Beach distributed on three areas of coral reefs. From year to year the area of seagrass in Ujunggenteng Beach are likely to increase. The physical characteristics that affecting the distribution of seagrass in Ujunggenteng Beach are sea surface temperature, salinity, and depth of sea water, and the physical characteristics that not affecting the distribution of seagrass are currents and sea water transparency."
2017
S67258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Wahyudi
"ABSTRAK
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan pembangunan secara kontinyu di berbagai bidang. Guna mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah, salah satunya dapat dilihat dari tingkat kerentanan kemiskinan di wilayah tersebut. Permasalahan kemiskinan bersifat kompleks dan multidimensional. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok, namun dapat terkait pula dengan aksesibilitas serta kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat. Di samping itu, kondisi spasial juga dapat memengaruhi pola kemiskinan di berbagai wilayah. Pola kemiskinan di suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh pola kemiskinan di wilayah lain yang bertetangga dengan wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dimensi kesehatan dan pendidikan terhadap kemiskinan dan mengidentifikasi efek spasial antarkecamatan terkait kualitas, kuantitas, pertumbuhan, serta kapasitas pelayanan kesehatan dan pendidikan dalam hubungannya dengan kondisi kemiskinan pada 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi dan lembaga, yang meliputi data demografi, data aksesibilitas dan spasial, serta data indikator dan fasilitas infrastruktur kesehatan dan pendidikan, dengan menggunakan metode estimasi regresi data panel klasik dan spasial serta analisis Skalogram dan Indeks Sentralitas Marshal ISM . Hasil estimasi menunjukkan bahwa model terbaik yang mampu menggambarkan pengaruh kesehatan dan pendidikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Sukabumi adalah Spatial Durbin Model SDM . Model SDM ini membuktikan bahwa selain berpengaruh pada variabel terikat tingkat kemiskinan , efek spasial juga saling memengaruhi tujuh variabel bebas yang terdapat pada model persamaan, yaitu Angka Kematian Ibu AKI , Angka Kematian Bayi AKB , prevalensi gizi buruk balita, rasio fasilitas kesehatan ibu dan anak terhadap jumlah ibu dan balita, jumlah fasilitas kesehatan umum, Angka Partisipasi Kasar APK jenjang SMA, dan rasio fasilitas infrastruktur Sekolah Dasar sederajat terhadap jumlah penduduk usia 7-12 tahun. Sementara itu, hasil analisis Skalogram dan ISM menunjukkan bahwa efek spasial juga terlihat pada tingkat pertumbuhan serta kapasitas pelayanan fasilitas kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Sukabumi, dimana wilayah-wilayah dengan corak perkotaan berada pada hierarki tertinggi.

ABSTRACT
Progressing to welfare society requires sustainable development on every sector. One of the key indicators to acknowledge society rsquo s welfare is the vulnerability poverty rate within the region. Poverty is complex and multidimensional. It is not entirely related to basic needs, but also accessibility and quality of health and education. In addition, spatial condition could influence poverty pattern surround the neighboring area. This study aims to analyze the health and education dimension on poverty and identify spatial effect among districts on quality, quantity, growth and capacity of health and education services in 47 districts in Sukabumi Regency. This study used data consist of demographic, accessibility and spatial data taken from certain agencies. These data were estimated and analyzed by classical and spatial data panel method, Scalogram and Marshal rsquo s Centrality Index MCI . The best model to describe the impact of health and education to poverty in Sukabumi Regency is Spatial Durbin Model SDM . This model proves spatial effect influenced not only poverty rate but also Maternal Mortality Rate MMR , Infant Mortality Rate IMR , child malnutrition prevalence, the ratio of maternal and child health facilities to the number of maternals and infants, general health facilities, Gross Enrollment Rate GER of Upper Secondary Education, and infrastructure ratio of elementary school to numbers of population age 7 12 years old. Meanwhile, Scalogram and MCI analysis result shows that spatial effect contribute to growth rate, health and education facilities and services in Sukabumi Regency where urban areas hold the highest hierarchy."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Kamiludin
"

Fenomena perbedaan tingkat perekonomian pada masyarakat Indonesia sering kita jumpai, perbedaan perkenomian ini juga terlihat pada masyarakat nelayan. Perbedaan perekonomian tersebut menjadikan nelayan menjadi anggota masyarakat yang tertinggal dan memiliki kesenjangan penghidupan pada sosial masyarakat perbedaan ekonomi tampak baik dalam lingkunan desa nelayan itu sendiri baik juga dalam lingkungan masyarakat secara umum. Dalam penelitian ini yang akan menjadi fokus penelitian adalah pola keberlanjutan mata pencaharian nelayan di Desa Sangrawayang Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini memfokuskan pada pola keberlanjutan mata pencaharian yang didasarkan oleh Sustainable Livelihood Approach atas kepemilikan aset para nelayan. Penelitian mengenai Sustainable Livelihood Approach selalu berikaitan dengan aset modal manusia, modal alam, modal sosial, modal finansial, dan modal fisik Dalam menganailis pola keberlanjutan mata pencaharian nelayan Desa Sangrawayang Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, peneliti menerapkan Analysis Coastal Livelihood Sustainability (CSLA), atau analisis keberlanjutan mata pencaharian. Metode analisis ini digunakan untuk melakukan penilaian secara objektif dalam menentukan keberlanjutan mata pencaharian nelaya Desa Sangrawayang.

Pada penelitian pola mata pencharian nelayan Desa Sangrawayang, Kecamatan Kabupaten Sukabumi, ditemukan penggolongan nelayan berdasarkan alat tangkap di bagi menjadi 3 golongan yaitu golongan nelayah buruh , nelayan perorangan, dan nelayan juragan dimana jumlah mayoritas golongan nelayan berada pada golongan nelayan buruh dapat dilihat terdapat ketidak merataan kepemilikan alat tangkap.asil penelitian pola mata pencaharian nelayan ini pihak yang paling diuntungkan adalah nelayan dengan golongan nelayan juragan. Ketimpangan sosial ekonomi terlihat sangat jelas pada Desa Sangrawayang Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Hal mendasar dalam kepemilikan aset yang menyebabkan ketimpangan sosial-ekonomi kebanyakan besar berada pada aset fisik dan aset keuangan.


The phenomenon of economic level differences in Indonesian people we often encounter, this economic difference is also seen in fishing communities. These economic differences make fishermen become members of the community who are left behind and have livelihood gaps in the social community economic differences appear to be good in the circle of fishing villages themselves as well as in the general community environment. In this study, which will be the focus of research is the pattern of sustainability of fishermen's livelihoods in Sangrawayang Village, Sukabumi Regency. This research focuses on the pattern of sustainability of livelihoods based on the Sustainable Livelihood Approach for the ownership of assets of fishermen. Research on the Sustainable Livelihood Approach has always been related to human capital assets, natural capital, social capital, financial capital, and physical capital. In analyzing the patterns of sustainable livelihood of Sangrawayang Village, Simpenan Subdistrict, Sukabumi Regency, researchers applied Sustainable Livelihood Approach (SLA), or analysis of livelihood sustainability. This analysis method is used to make an objective assessment in determining the sustainability of the livelihoods of the village of Sangrawayang Village.

In the study of the eye patterns of fishermen in Sangrawayang Village, District of Sukabumi District, it was found that the classification of fishermen based on fishing gear was divided into 3 groups, namely laborers, individual fishermen and skipper fishermen where the majority of fishermen belonged to the fishermen group. ownership of fishing gear. The results of this research on fishermen's livelihood patterns are those who benefit most from fishermen with skipper fishermen. Socio-economic inequality is very clear in Sangrawayang Village, Ciemas District, Sukabumi Regency. The basic thing in asset ownership which causes socio-economic inequality is mostly in physical assets and financial assets.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqy Rahmansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Peran Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Dalam Pemberdayaan Koperasi di Kabupaten Sukabumi. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan peran dinas koperasi, perindustrian, dan perdagangan dalam pemberdayaan koperasi di Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam kepada narasumber yang dipilih oleh peneliti. Data yang diperoleh berupa data primer dari hasil wawancara mendalam dan data sekunder dari dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan enam peran Diskopperindag dalam pemberdayaan Kabupaten Sukabumi , yaitu peran pembinaan, peran fasilitator, peran katalisator, peran regulator, peran innovator, dan peran coordinator. Dalam melakukan peranan, Diskopperindag menemui beberapa hambatan seperti keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, dukungan pemerintah, dan partisipasi anggota koperasi

ABSTRACT
This research is entitled The role of Department of Cooperative, Industry, and Trade in cooperative empowerment of the Sukabumi regency. The purpose of this research is to describe the role of department cooperative, industry, and trade in cooperative empowerment of the Sukabumi regency. This research is qualitative research, using depth interview as a main method in gathering data of each informant. The primary data is based on depth interview and the secondary data is based in documentations. The result of this research shows that Department of Cooperative, Industry, and Trade has six role in cooperative empowerment such as coaching , facilitator, catalyst , regulator, innovator, and coordinator. Department Cooperative, Industry, and Trade find some barriers in cooperative empowerment such as budget constrains, human resources, government support, and participation of cooperative members."
2016
S65929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>