Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruth Gabriella Emmas
"Era Revolusi Industri 4.0 telah melahirkan banyak inovasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya media sosial. Di bidang periklanan sendiri, kehadiran media sosial memudahkan brand untuk mengajak selebritas dari Korea Selatan sebagai brand ambassador dalam kampanye digitalnya. Contohnya adalah Nu Green Tea, brand minuman teh hijau kemasan siap minum yang mengajak grup idola K-Pop NCT 127 sebagai brand ambassador untuk kampanye barunya, #FixEnak. Namun, strategi ini menimbulkan sejumlah implikasi pada kondisi psikologis audiens dan konsumen, seperti perasaan FoMO. Terlebih apabila perasaan FoMO ini sengaja diciptakan oleh perusahaan guna mendorong perilaku pembelian impulsif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan strategi penggunaan K-Pop brand ambassador dalam menciptakan perasaan Fear of Missing Out pada konsumen Indonesia yang kemudian mendorong pembelian produk Nu Green Tea X NCT 127 secara impulsif. Analisis dilakukan dengan mengaitkan temuan dari media sosial Nu Green Tea @nuteaid dengan konsep daya tarik eksternal FoMO, konsep kelangkaan dalam pemasaran, serta faktor internal dan eksternal yang mendorong pembelian impulsif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kolaborasi ini berhasil memicu FoMO pada konsumen hingga menciptakan pembelian impulsif melalui kombinasi dari produk yang bersifat impuls, pesan iklan dan promosi di media sosial, pembagian pengalaman, serta strategi stok terbatas.
Many inventions have emerged in numerous fields of human lives during the Industrial Revolution 4.0 era, one of those is social media. In terms of advertising, the presence of social media makes it easier for brands to invite celebrities from South Korea, to act as brand ambassadors in their digital campaigns. One of the examples is Nu Green Tea, a ready-to-drink tea company in Indonesia, who chose K-Pop idol group NCT 127 as their brand ambassadors for its new #FixEnak campaign. However, using K-Pop brand ambassadors has a variety of implications for the audience and consumers' psychological well-being, one of which is the feeling of FoMO. Especially if the brand intentionally stimulated this FoMO feeling to encourage impulsive buying. The objective of this paper is to describe how K-Pop brand ambassadors are used to create FoMO in Indonesian consumers, leading them to buys Nu Green Tea X NCT 127 goods impulsively. The research was conducted by connecting the findings from the Nu Green Tea @nuteaid social media account to the concept of FoMO's external appeal, the concept of scarcity in marketing, as well as internally and externally factors that stimulate impulsive buying. The results indicate that through a mix of impulse products, advertising messages and promotions on social media, shared experiences, and limited availability tactics, this collaboration proved successful in triggering FoMO in consumers, resulting them to do impulsive buying.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Gabriella Emmas
"Era Revolusi Industri 4.0 telah melahirkan banyak inovasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya media sosial. Di bidang periklanan sendiri, kehadiran media sosial memudahkan brand untuk mengajak selebritas dari Korea Selatan sebagai brand ambassador dalam kampanye digitalnya. Contohnya adalah Nu Green Tea, brand minuman teh hijau kemasan siap minum yang mengajak grup idola K-Pop NCT 127 sebagai brand ambassador untuk kampanye barunya, #FixEnak. Namun, strategi ini menimbulkan sejumlah implikasi pada kondisi psikologis audiens dan konsumen, seperti perasaan FoMO. Terlebih apabila perasaan FoMO ini sengaja diciptakan oleh perusahaan guna mendorong perilaku pembelian impulsif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan strategi penggunaan K-Pop brand ambassador dalam menciptakan perasaan Fear of Missing Out pada konsumen Indonesia yang kemudian mendorong pembelian produk Nu Green Tea X NCT 127 secara impulsif. Analisis dilakukan dengan mengaitkan temuan dari media sosial Nu Green Tea @nuteaid dengan konsep daya tarik eksternal FoMO, konsep kelangkaan dalam pemasaran, serta faktor internal dan eksternal yang mendorong pembelian impulsif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kolaborasi ini berhasil memicu FoMO pada konsumen hingga menciptakan pembelian impulsif melalui kombinasi dari produk yang bersifat impuls, pesan iklan dan promosi di media sosial, pembagian pengalaman, serta strategi stok terbatas.

Many inventions have emerged in numerous fields of human lives during the Industrial Revolution 4.0 era, one of those is social media. In terms of advertising, the presence of social media makes it easier for brands to invite celebrities from South Korea, to act as brand ambassadors in their digital campaigns. One of the examples is Nu Green Tea, a ready-to-drink tea company in Indonesia, who chose K-Pop idol group NCT 127 as their brand ambassadors for its new #FixEnak campaign. However, using K-Pop brand ambassadors has a variety of implications for the audience and consumers' psychological well-being, one of which is the feeling of FoMO. Especially if the brand intentionally stimulated this FoMO feeling to encourage impulsive buying. The objective of this paper is to describe how K-Pop brand ambassadors are used to create FoMO in Indonesian consumers, leading them to buys Nu Green Tea X NCT 127 goods impulsively. The research was conducted by connecting the findings from the Nu Green Tea @nuteaid social media account to the concept of FoMO's external appeal, the concept of scarcity in marketing, as well as internally and externally factors that stimulate impulsive buying. The results indicate that through a mix of impulse products, advertising messages and promotions on social media, shared experiences, and limited availability tactics, this collaboration proved successful in triggering FoMO in consumers, resulting them to do impulsive buying."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Azzura Fredella
"Popularitas industri hiburan Korea Selatan mengalami perkembangan pesat dalam satu dekade terakhir dan K-pop menjadi salah satu faktor pendorong di balik popularitas tersebut. Hal ini tidak lepas dari beragam strategi pemasaran yang dilakukan oleh agensi pengelola dalam memasarkan musik para artisnya. Agensi pengelola sangat pandai penggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran akan artis dan musik baru, berinteraksi dengan penggemar, dan mendistribusikan musik dengan biaya yang relatif rendah. Salah satu strategi yang kini mulai dilirik oleh banyak agensi pengelola adalah transmedia storytelling, sebuah strategi perluasan narasi yang didistribusikan melalui berbagai saluran media untuk menambah wawasan baru terhadap keseluruhan narasi. Strategi ini telah digunakan oleh beberapa grup, tetapi perluasan narasi yang kompleks terlihat dari SM Culture Universe (SMCU) milik SM Entertainment dan Bangtan Universe milik BTS. SMCU menggunakan jenis transmedia bergaya West Coast yang bersifat ringan, sedangkan Bangtan Universe menggunakan perpaduan gaya West Coast dan East Coast yang bersifat lebih interaktif. Kedua semesta ini menggunakan pendekatan media yang berbeda yang menyesuaikan dengan narasi yang mereka angkat. Melalui transmedia storytelling, baik SMCU maupun Bangtan Universe membuka ruang partisipasi bagi penggemar untuk terlibat dalam narasi utama melalui petunjuk-petunjuk kecil yang diberikan dalam setiap media. Hal ini tentunya akan semakin membangun loyalitas antara artis dan penggemarnya.
The popularity of South Korean entertainment industry has grown rapidly in the last decade and K-pop is one of the supporting factors of this popularity. This is inseparable from the various marketing strategies conducted by the management agency to promote the music of its artists. Management agencies are very good at using social media to raise awareness of new artists and music, interact with fans, and distribute music at a relatively low cost. One strategy that is looked by many management agencies nowadays is transmedia storytelling, a narrative expansion strategy that is distributed through various media channels to add new insights to the overall narrative. This strategy has been used by several groups, but the complex narratives is seen in SM Entertainment's SM Culture Universe (SMCU) and BTS's Bangtan Universe. SMCU uses West Coast Transmedia style, meanwhile Bangtan Universe uses a blend of West Coast and East Coast styles that are more interactive. These two universes use different media approaches that conform to the narratives they adopt. Through transmedia storytelling, both SMCU and Bangtan Universe open up space for fans to be involved in the main narrative through small clues given in each medium. This of course will further build loyalty between the artist and the fans.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ciptaningdyah Ayu Bestari
"Penelitian ini membahas tentang eksploitasi yang dilakukan industri K-Pop terhadap relasi penggemar dengan idola melalui produksi konten digital dan aksesori penggemar, yang akhirnya memicu terciptanya hiperrealitas di kalangan penggemar. Studi-studi terdahulu telah membahas bagaimana hiperrealitas penggemar yang tercipta melalui fiksi penggemar. Teori Hiperrealitas dari Jean Baudrillard digunakan dalam menjelaskan tentang bagaimana industri K-Pop mengeksploitasi relasi penggemar dengan idola melalui konten digital dana aksesori penggemar, sehingga memunculkan hiperrealitas. Teori hiperrealitas menjelaskan media mensimulasikan tanda dan simbol yang membentuk sebuah realitas semu. Hasil temuan menyatakan bahwa konten digital idola sebagai bagian dari media digital menciptakan sebuah kedekatan semu antara penggemar dengan idola, kemudian kedekatan semu ini semakin diperkokoh dengan keberadaan aksesori penggemar yang hadir secara fisik di sekitar penggemar. Penelitian ini berfokus pada boygroup NCT dan penggemarnya NCTzen, dengan menggunakan metode kualitatif, serta teknik pengumpulan data wawancara mendalam dengan NCTzen.

This study discusses the exploitation of the K-Pop industry on the relationship between fans and idols through the production of digital content and fan accessories, which ultimately triggers the creation of hyperreality among fans. Previous studies have discussed how fan hyperreality is created through fan fiction. Jean Baudrillard's Hyperreality Theory is used to explain how the K-Pop industry exploits fan relations with idols through digital content and fan accessories, thereby creating hyperreality. Hyperreality theory explains that media simulate signs and symbols that make up a pseudo reality. The findings state that idol digital content as part of digital media creates a pseudo closeness between fans and idols, then this pseudo closeness is further strengthened by the presence of fan accessories physically present around fans. This study focuses on the boy group NCT and their fans NCTzen, using qualitative methods, as well as in-depth interview data collection techniques with NCTzen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Azzahra
"
Fear of Missing Out adalah kecenderungan psikologis yang dirasakan seseorang ketika merasa khawatir akan kehilangan pengalaman atau hubungan sosial. Pesan daya tarik FoMO dapat mendorong individu untuk melakukan pembelian. Selain itu, emosi yang dirasakan oleh konsumen dapat memoderasi pengaruh seruan FoMO terhadap niat beli konsumen. Pada penelitian ini menunjukan bahwa fear of missing out dapat mempengaruhi niat beli konsumen. Daya tarik fear of missing out dapat memperkuat niat beli dengan meningkatkan anticipated elation, self enhancement atau melemahkan niat pembelian dengan meningkatkan anticipated expense regret.

Fear of missing out is a psychological tendency refers to a person’s concern over losing out on relationship or social interaction. FoMO appeal messages have the power to persuade people to buy. Furthermore, the impact of FoMO appeals on consumer’s purchase intentions can be mitigated by the emotions they experience. This study demonstrates how consumer’s intentions to buy might be influenced by their fear of losing out. The appeal of fear of missing out can strengthen purchase intention by increasing anticipated elation, self – enhancement or weaken purchase intention by increasing anticipated expense regret."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Laksana Prawira
"Fear of Missing Out (FoMO) dapat dijelaskan sebagai ketakutan akan kehilangan momen
berharga individu maupun kelompok lain di mana individu tersebut tidak bisa hadir di
dalamnya. Selain itu seorang individu yang memiliki tingkat FoMO yang tinggi akan memiliki
keinginan untuk tetap terhubung ke sesuatu yang melibatkan teknologi digital sebagai
medianya. FoMO berkaitan juga dengan tingkat sosialitas dalam hal kecemburuan sosial dan
pengucilan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang
menjelaskan kecanduan media sosial dan keterkaitannya dengan Fear of Missing Out (FoMO)
pada Mahasiswa Universitas Indonesia. Variabel yang di duga signifikan menjelaskan
kecanduan media sosial adalah variabel neurotisme, pola asuh orang tua, kondisi pernikahan
orang tua, jenis kelamin, dan kepuasan terhadap hidup. Sedangkan variabel kecanduan media
sosial diduga dapat menjelaskan variabel Fear of Missing Out (FoMO). Penelitian ini
menggunakan metode Partial Least Square (PLS) dan Classification and Regression Tree
(CRT). Data yang digunakan adalah data primer yaitu sebanyak 1027 mahasiswa Universitas
Indonesia angkatan 2018, 2019, 2020 dan 2021 yang aktif pada tahun akademik 2021/2022
semester genap. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Hasil dari penelitian ini adalah variabel neurotisme, pola asuh orang tua, status
pernikahan orang tua, jenis kelamin, dan kepuasan terhadap hidup berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel kecanduan media sosial. Variabel kecanduan media sosial juga
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Fear of Missing Out (FoMO). Profil
mahasiswa yang mengalami Fear of Missing Out (FoMO) yang tergolong tinggi adalah
mahasiswa dengan tingkat kecanduan media sosial yang tinggi, mendapatkan pola asuh yang
cenderung tidak ideal, serta tingkat neurotismenya yang tinggi.

Fear of Missing Out (FoMO) can be explained as the fear of losing precious moments of
individuals or other groups in which the individual cannot be present. In addition, an individual
who has a high level of FoMO will have a desire to stay connected to something that involves
digital technology as a medium. FoMO is also related to the level of sociality in terms of social
jealousy and social exclusion. This study aims to determine the variables that explain social
media addiction and its relationship to Fear of Missing Out (FoMO) in Universitas Indonesia
students. The variables that were suspected to be significant in explaining social media
addiction were neuroticism, parenting styles, parental marital conditions, gender, and life
satisfaction. The variable of social media addiction is thought to be able to explain the Fear of
Missing Out (FoMO) variable. This research uses Partial Least Square (PLS) and Classification
and Regression Tree (CRT) methods. This study uses primary data, which is as many as 1027
students of Universitas Indonesia batch 2018, 2019, 2020, and 2021 who are active in the even
semester 2021/2022 academic year. Sample was taken using purposive sampling technique.
The results of this study are the variables of neuroticism, parenting styles, parental marital
status, gender, and life satisfaction statistically significant effect the social media addiction
variable. The social media addiction variable also statistically significant effect the Fear of
Missing Out (FoMO) variable. The profile of students who experience high Fear of Missing
Out (FoMO) are students with a high level of social media addiction, tend to have non-ideal
parenting styles, and have high levels of neuroticism.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinem, Meyka Septira Utami
"Lebih dari setengah populasi masyarakat Indonesia menggunakan media sosial pada kesehariannya. Media sosial bukan hanya membuat antar pengguna terhubung untuk bersosialisasi tetapi kini telah menjadi sarana bagi perusahaan untuk memasarkan produk yang dimilikinya, sehingga membuka kanal baru untuk perusahaan memicu pembelian konsumen. Dalam perkembangannya yang pesat, keterpaparan masyarakat dengan media sosial membuat kecenderungan masyarakat saat ini untuk mengalami fear of missing out (FOMO). Pada penelitian ini, dilakukan pengujian apakah FOMO menjadi mediator konten media sosial terhadap niat membeli konsumen serta menguji model theory of planned behavior untuk memprediksi perilaku konsumen. Penelitian dilakukan secara kuantitatif melalui survei secara online yang ditujukan kepada pengikut Instagram @keretacepat_id. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konten media sosial mempengaruhi FOMO secara signifikan, walaupun berdasarkan dari sampel yang ada, tingkat FOMO pengikut Instagram @keretacepat_id masih tergolong rendah, sehingga perlu adanya peningkatan pada formulasi konten di Instagram @keretacepat_id. Efek mediasi FOMO terbukti menjadi mediator antara konten pemasaran media sosial dengan attitude towards behavior, subjective norms, dan niat membeli.

In their daily lives, more than half of Indonesians utilize social media. In addition to providing a platform for social interaction, social media has evolved into an instrument for businesses to advertise their goods, creating additional avenues by means of which they can encourage sales from customers. Social media's rapid growth and widespread use have made it more common for people to experience pain from FOMO, or the fear of missing out. To anticipate consumer behavior, we examined the role that FOMO might have as a mediator between social media content and purchasing intentions. We also evaluated the hypothesis of planned behavior. A quantitative study was conducted using an online survey targeting Instagram users who follow @keretacepat_id. The results of this research show that social media content significantly influences FOMO, although based on the existing sample, the level of FOMO for Instagram followers @keretacepat_id is still relatively low. So there needs to be an improvement in content formulation on Instagram @keretacepat_id. The mediation effect of FOMO, it is proven to be a mediator between social media marketing content and attitudes towards behavior, subjective norms and purchase intentions."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Naurah Putri
"Masyarakat era digital menggunakan media sosial untuk berbagai tujuan dalam kehidupan sehari-harinya. Golongan usia emerging adult merupakan golongan usia yang paling aktif menggunakan media sosial di Indonesia. Tingginya aktivitas bermain media sosial dapat mengarah pada munculnya tingkah laku problematic social media use (PSMU) dan fear of missing out (FoMO) yang berkaitan dengan rendahnya tingkat mindfulness. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran variabel FoMO sebagai mediator dalam hubungan antara mindfulness dengan PSMU. Penelitian ini melibatkan 135 partisipan berusia 18-24 tahun. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mindful Attention Awareness Scale (MAAS), Bergen Social Media Addiction Scale (BSMAS), dan FoMO Scale. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa FoMO berperan sebagai mediator secara parsial dalam hubungan antara mindfulness dengan PSMU (ab = -0,05, SE = 0,02, CI 95% = [-0,09, -0,01]). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika mindfulness tinggi, maka tingkat FoMO akan menurun, yang selanjutnya akan turut menurunkan tingkat PSMU.

People in the digital era use social media for various purposes in their daily lives. The emerging adult age group is the age group most actively using social media in Indonesia. The high activity on social media can lead to the emergence of problematic social media use (PSMU) behavior and fear of missing out (FoMO) which is related to low levels of mindfulness. This study aims to examine the role of the FoMO as a mediator variable in the relationship between mindfulness and PSMU. This study involved 135 participants aged 18-24 years. The measuring instruments used in this study are Mindful Attention Awareness Scale (MAAS), Bergen Social Media Addiction Scale (BSMAS), and FoMO Scale. The results of the mediation analysis indicate that FoMO partially mediates the relationship between mindfulness and PSMU (ab = -0.05, SE = 0.02, 95% CI = [-0.09, -0.01]). The results of this study show that when mindfulness is high, the level of FoMO will decrease, which in turn will also reduce the level of PSMU."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisha Qatrunnada
"Terdapat fenomena konsumsi kolektivisme yang tidak biasa pada suatu merek produk tertentu yang disebabkan oleh motivasi dan ciri psikologis, seperti FOMO (Fear of Missing Out). Keinginan dan preferensi yang kuat pada suatu merek produk tertentu dapat mempercepat munculnya perilaku pola conformity consumption yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk perilaku yang ingin menyesuaikan diri terhadap kelompok arus sehingga membuat orang-orang mengikuti perilakunya dan melakukan hal yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh FOMO (Fear of Missing Out) terhadap conformity consumption pada culturally associated popular brand (studi pada konsumen McDonald’s BTS Meal Di Jabodetabek). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif melalui teknik purposive sampling pada 200 responden yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner online. Data yang didapatkan diolah menggunakan SPSS dan SmartPLS melalui analisis statistik deskriptif dan SEM. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa pengaruh yang tidak signifikan, yaitu pengaruh being ignored terhadap increasing concern dan increasing concern terhadap up-surging interest on culturally associated popular product pada konsumen BTS Meal di Jabodetabek.

There is an unusual collectivism consumption phenomenon in a certain product brand caused by motivation and psychological traits, such as FOMO (Fear of Missing Out). A strong desire and preference for a certain product brand can accelerate the emergence of conformity consumption pattern behavior carried out by the community as a form of behavior that wants to adapt to current groups so that people want to follow their behavior and do the same. The purpose of this study is to analyze the effect of FOMO (Fear of Missing Out) on conformity consumption on culturally associated popular brands (study on consumers of McDonald's BTS Meal in Jabodetabek). The study used a quantitative approach through purposive sampling technique on 200 respondents obtained through the distribution of online questionnaires. The data obtained were processed using SPSS and SmartPLS through descriptive statistical analysis and SEM. The results of this study indicate that there are several insignificant effects, namely the effect of being ignored on increasing concerns and increasing concerns on up-surging interest on culturally associated popular products on BTS Meal consumers in Jabodetabek."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalia Syafitri Farisah Nabila
"Jaringan sosial seperti Facebook membuat para penggunanya untuk dapat berkomunikasi secara inovatif dengan membagikan informasi profil, foto, hingga mengirimkan pesan online secara publik dan pribadi melalui internet. Studi survei ini bertujuan untuk meneliti faktor psikologis yang mendasari penggunaan Facebook (FB) dan korelasi di antaranya. Faktor psikologis yang diteliti antara lain adalah fear of missing out (FoMO), rasa kesepian, dan social belonging. Penyebaran survei online digunakan untuk memperoleh 852 partisipan melalui convenience sampling. Para partisipan diminta untuk melengkapi kuesioner yang menilai penggunaan Facebook, FoMO, Kesepian, dan Social Belonging. Analisis korelasi Pearson menemukan tidak adanya korelasi yang signifikan antara penggunaan FB dan FoMO, tetapi, korelasi negatif yang signifikan ditemukan antara kesepian dan penggunaan FB, dan social belonging ditemukan berkorelasi secara positif dengan penggunaan FB. Keterbatasan dari studi ini dibahas lebih lanjut untuk dipertimbangkan di penelitian masa depan.

Social networking websites such as Facebook allow users to communicate with others innovatively by sharing profile information, posting photographs, and sending public and private online messages through the internet. This survey study aims to investigate the underlying psychological factors that are correlated with Facebook (FB) use. The psychological factors examined in this study are the fear of missing out (FoMO), loneliness, and social belonging. An online survey dissemination was used to recruit 852 participants through convenience sampling. Participants were asked to complete a set of questionnaires that measure Facebook use, FoMO, Loneliness, and Social Belongingness. Pearson’s correlation analyses found no significant correlation between FB use and FoMO, but significant negative correlation was found between loneliness and FB use, and social belonging was revealed to be positively correlated with FB use. Limitations of the study that need to be taken into account in future research are further discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>