Ditemukan 162049 dokumen yang sesuai dengan query
Nazla Hanan Rafifah
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara perilaku latihan fisik dan resiliensi pada mahasiswa tingkat akhir. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Sebanyak 153 mahasiswa tingkat akhir menjadi partisipan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang mengukur resiliensi dan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti untuk mengukur perilaku latihan fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku latihan fisik dan resiliensi pada mahasiswa tingkat akhir (r= 0,107, p > 0,05). Penelitian berikutnya diharapkan dapat lebih mendalami faktor-faktor lainnya untuk pengembangan penelitian terkait perilaku latihan fisik dan resiliensi.
This research aims to investigate the potential correlation between exercise behavior and resilience among university final-year students. This study used quantitative methodology with correlational design. A total of 153 final-year students participated in this study. A questionnaire developed by researchers was used to gauge exercise behavior and Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC) was employed to measure resilience. The study's findings show that among final-year college students, no significant and positive correlation between exercise behavior and resilience was found (r= 0.107, p > 0.05). The next research is expected to examine deeper into other factors for the development of studies related to exercise behavior and resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihite, Lucyana Margareth
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan nilai pada pengungsi Halmahera di Bitung. Menurut Connor dan Davidson (2003) resiliensi adalah kualitas personal yang memampukan seseorang untuk berjuang menghadapi kesulitan. Pengertian nilai menurut Schwartz (2006) adalah tujuan abstrak yang ingin dicapai dan memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi dan digunakan sebagai prinsip dasar yang menuntun kehidupan seseorang. CD-RISC 10 (Connor Davidson Resilience Scale 10 Items) dipakai untuk mengukur resiliensi sedangkan PVQ (Portrait Value Questionnaire) untuk mengukur nilai. Partisipan dalam penelitian adalah 58 orang pengungsi dari Halmahera yang saat ini tinggal di Bitung, Sulawesi Utara. Hasil penelitian terhadap resiliensi menunjukkan terdapat perbedaan resiliensi yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Untuk nilai, ditemukan perbedaan yang signifikan pada nilai security, hedonism dan power antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, ada hubungan yang signifikan antara resiliensi dengan nilai security, conformity dan tradition. Tiga urutan nilai yang paling penting adalah security, tradition, conformity dan benevolence sedangkan tiga nilai yang kurang penting adalah power, hedonism dan achievement. Nilai security, tradition dan conformity sebagai nilai yang berhubungan secara signifikan dengan resiliensi pengungsi Halmahera di Bitung sebaiknya dijaga dan dikembangkan untuk menjaga dan meningkatkan resiliensi mereka.
This research is intended to find out the description of resilience, values and the relationship between resilience and values of IDPs from Halmahera who lives in Bitung, North Sulawesi. Connor and Davidson (2003) theorized that resilience embodies the personal qualities that enable one to thrive in the face of adversity. The Values Theory defines values as desirable, trans-situational goals, varying in importance that serves as guiding principles in people’s lives (Schwartz, 2006). This research used CD-RISC 10 (Connor-Davidson Resilience Scale 10 Items) to measure resilience and PVQ (Portrait Values Questionnaire) to measure values. Participants of this research are 58 IDPs who live in Bitung, North Sulawesi. The results show that there are significant differences between males and females n resilience. There are significant differences of security, hedonism and power values between males and females. There are significant relationships between resilience and security, between resilience and conformity and between resilience and tradition values. Furthermore, the most important values of IDPs from Halmahera in Bitung are security, tradition, benevolence and conformity while the most unimportant values are power, hedonism and achievement. Security, tradition and conformity as some values which have significant relationship with resilience should be kept and developed among IDPs to enhance their resilience. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56798
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Chamellia Natasya Brilianti
"Tenaga kesehatan memiliki tuntutan kerja yang berat dan perlu bekerja dalam sistem shift sehingga seringkali memiliki waktu yang terbatas untuk beristirahat. Gaya kerja tersebut membuat tenaga kesehatan rentan mengalami stres. Tuntutan kerja dan stres yang dialami ditemukan membuat tenaga kesehatan seringkali kesulitan untuk menjalankan perilaku sehat di kehidupan sehari-harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perceived stress dan perilaku latihan fisik pada tenaga kesehatan. Metode penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan desain penelitian cross sectional. Peneliti mengukur tingkat perceived stress dengan alat ukur Perceived Stress Scale (PSS-14) dan perilaku latihan fisik dengan melihat frekuensi latihan fisik. Partisipan pada penelitian ini terdiri dari 115 tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit tipe A/B di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perceived stress dan perilaku latihan fisik pada tenaga kesehatan (rs = 0,316, p < 0,01). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat perceived stress tenaga kesehatan, maka semakin rendah frekuensi latihan fisik yang dilakukan.
Healthcare workers have heavy work demands and need to work in shifts, so it is not uncommon for them to have limited time to rest. This work style makes healthcare workers susceptible to stress. The work demands and stress experienced by healthcare workers have been found to make it difficult for healthcare workers to engage in healthy behaviors in their daily lives. This study aims to determine the relationship between perceived stress and exercise behavior among healthcare workers. The method used in this study is quantitative correlational with a cross-sectional research design. The researcher measured the level of perceived stress using the Perceived Stress Scale (PSS-14) and exercise behavior by looking at the frequency of exercise in a week. The participants in this study consisted of 115 healthcare workers working in type A/B hospitals in DKI Jakarta. The results of the study showed that there is a significant negative relationship between perceived stress and exercise behavior among healthcare workers (rs = 0.316, p < 0.01). In other words, the higher the perceived stress level of healthcare workers, the lower the frequency of exercise they perform."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syalva Fuzi Annisya
"Mahasiswa sering dihadapkan dengan permasalahan akademik maupun non akademik saat berada di fase emerging adulthood dan tidak jarang mahasiswa memiliki masalah kesehatan mental pada fase tersebut. Dibutuhkan kemampuan resiliensi yang baik agar mahasiswa mampu menjalani dan melewati segala macam tantangan hidup. Hadirnya cinta dan kasih sayang orangtua yang tepat ditemukan dapat meningkatkan kemampuan resiliensi mahasiswa. Dalam penelitian ini, analisis statistik pearson product-moment correlation, simple regression, dan multiple regression digunakan untuk melihat hubungan antara parental love language dengan resiliensi mahasiswa serta mengetahui lebih lanjut variabel parental love language secara umum sekaligus dimensinya (word of affirmation, quality time, act of service, giving gifts, dan physical touch) dalam memprediksi resiliensi mahasiswa. Sebanyak 289 mahasiswa Indonesia berusia 18-25 tahun yang masih menjalin kontak hubungan aktif dengan kedua atau salah satu pihak dari orangtua (Ayah atau Ibu) diuji dengan menggunakan alat ukur Parental Love Language (Pohan dkk., 2021) dan Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC 10) (Fathanah, 2014). Hasil penelitian menunjukan hubungan yang signifikan dan positif antara parental love language secara umum dan dimensi word of affirmation, acts of service, quality time, dan giving gifts dengan resiliensi mahasiswa. Selain itu, ditemukan bahwa parental love language secara umum dapat memprediksi resiliensi mahasiswa terlebih pada dimensi word of affirmation, acts of service, dan physical touch.
Students in the emerging adult phase frequently face academic and non-academic problems, and mental health issues are not uncommon. Students must have strong resilience skills in order to face and overcome various life challenges. The presence of appropriate parental love language was found to increase students' resilience abilities. In this study, Pearson product-moment correlation, simple regression, and multiple regression were used to examine the relationship between parental love language and student resilience and to discover more about parental love language variables in general as well as their dimensions (words of affirmation, quality time, acts of service, giving gifts, and physical touch) in predicting student resilience. Parental Love Language Scale (Pohan dkk., 2021) and the Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC 10) (Fathanah, 2014) were used to assess 289 Indonesian students aged 18 to 25 who were still in active contact with both or one of their parents (father or mother). The results reveal a significant and positive relationship between parental love language in general, as well as the dimensions of word of affirmation, acts of service, quality time, and gift giving, with student resilience. Furthermore, parental love language in general has been found to predict student resilience, particularly in the dimensions of words of affirmation, acts of service, and physical touch."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dito Aryo Prabowo
"Mahasiswa merupakan populasi dengan karakteristik perkembangan yang rentan terhadap distres psikologis karena tuntutan sosial dan diri yang berada di sekitarnya. Bentuk tekanan yang dapat menjadi keadaan yang menyulitkan, dapat menghasilkan faktor protektif yang diistilahkan sebagai resiliensi untuk membantu individu menghadapi kesulitan. Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian psychological distress, dengan menggunakan tipe penelitian kuantiatif dengan desain korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan antara distres psikologis dan resiliensi. Dua buah kuesioner digunakan untuk pengambilan data, yakni HSCL-25 untuk mengukur distres psikologis dan CD-RISC 10 untuk mengukur resiliensi. Menggunakan teknik convenience sampling dengan metode pengambilan data online dan offline dan uji statistik, dari 1024 respon didapatkan hasil bahwa r = -0,244, n = 1024, p < 0,01, two tailed. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiliensi, maka semakin rendah tingkat distres psikologis mahasiswa.
Students may viewed as population characterized as vulnerable to psychological distress due pressures from self and society. However, the distressful nature of life events can enhance protective factors, named as resilience, to help them overcome the situations. As a part of psychological distress research, this research aims to seeks relationship between psychological distress and resilience among college students, with quantiative method and correlational study design. 1024 responses of two scales measure psychological distress with HSCL 25 and resilience with CD RISC 10, collected in online and offline responses with convenience sampling techniques. From statistical result, obtained r 0,244, n 1024, p 0,01, two tailed, means that as resilience level increased, psychological distress level may decreased."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66460
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jane Nurhanifah
"Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki peran religiositas sebagai moderator hubungan antara resiliensi dan subjective well-being pada penduduk miskin di Jakarta. Hasil penelitian pada 181 partisipan (114 laki-laki, 67 perempuan) menunjukkan bahwa effect size pada analisis regresi sederhana sebesar 15,3%, dan dilanjutkan dengan melakukan analisis regresi moderasi menjadi sebesar 22,1%. Hal ini menunjukkan bahwa religiositas dapat memperkuat hubungan resiliensi dan subjective well-being pada penduduk miskin di Jakarta. Hasil penelitian ini menambah pengetahuan mengenai peran religiositas sebagai moderator hubungan resiliensi dan subjective well-being.
This study is aimed to investigate the role of religiosity as a moderator of the relationship between resilience and subjective well-being of the poor in Jakarta. The results of the study on 181 participants (114 males, 67 females) showed that the effect size in the simple regression analysis was 15.3%, and the result followed by moderation regression analysis was 22.1%. This shows that religiosity could strengthen the relationship between resilience and subjective well-being of the poor in Jakarta. The results of this study enhance the knowledge of the role of religiosity as a moderating variable of the relationship between resilience and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fransiskus Xaverius Bertrand Kosasih
"Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa perceived social support merupakan prediktor resiliensi serta beberapa dimensi adaptabilitas. Namun, penelitian yang meneliti efek mediasi resiliensi pada hubungan perceived social support dan adaptabilitas masih terbatas. Dengan semakin maraknya pembelajaran ke luar negeri, topik ini semakin relevan pada mahasiswa Indonesia. Maka, tujuan penelitian skripsi ini adalah meneliti peran resiliensi sebagai mediator dalam hubungan antara perceived social support dan adaptabilitas mahasiswa internasional sarjana berkewarganegaraan Indonesia (international student). Partisipan berjumlah 89 mahasiswa sarjana berumur 18-24 tahun yang terdiri dari 29 pria dan 60 wanita. Seluruh partisipan pernah, atau sedang menuntut pendidikan di luar Indonesia selama minimal 3 bulan berturut-turut. Pengukuran dilakukan menggunakan alat ukur The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (M = 67.6; SD = 10.1), Connor-Davidson Resilience Scale (M = 75.8; SD = 12), serta Individual Adaptability Scale (M = 182.1; SD = 19.2). Analisis statistik mengungkap bahwa perceived social support positif memprediksi adaptabilitas pada mahasiswa internasional berkewarganegaraan Indonesia (p < .001). Resiliensi memprediksi adaptabilitas secara positif (p < .001), dan terdapat indirect effect dari perceived social support terhadap adaptabilitas yang dimediasi oleh resiliensi (p < .01). Dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa internasional Indonesia yang memperoleh perceived social support memiliki adaptabilitas baik yang dimediasi oleh resiliensi.
Previous research indicated that perceived social support predicted resilience and certain dimensions of adaptability. However, there has been few research conducted on the mediating effects of resilience on the relationship between perceived social support and adaptability. Furthermore, with the increasing trend of studying abroad, this topic has become ever more relevant. Thus, this research aims to discover the mediating role of resilience in the relationship between perceived social support and adaptability in Indonesian undergraduates studying abroad, hereafter called ‘international students’. A total of 89 participants consisting of 29 males and 60 females aged 18 to 24 took part in this research. All participants were undergraduate students of Indonesian nationality, and are currently, or had previously studied abroad for no less than 3 months consecutively. Measurements utilised The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (M = 67.6; SD = 10.1), Connor-Davidson Resilience Scale (M = 75.8; SD = 12), and Individual Adaptability Scale (M = 182.1; SD = 19.2). Statistical analysis revealed that perceived social support positively predicted adaptability in Indonesian international students (p < .001), resilience positively predicted adaptability (p < .001), and there were indirect effects of perceived social support on adaptability, mediated by resilience (p < .01). The results showed that Indonesian international students who had perceived social support were closely associated with high levels of adaptability when mediated by resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ghaisani Almira Hanum
"Kegiatan latihan fisik secara rutin mampu menjadi salah satu faktor protektif dalam mempertahankan kesejahteraan mental. Individu yang memiliki kesehatan mental baik adalah individu dengan self-esteem yang positif. Latihan fisik didukung penggunaan aplikasi health tracker yang menunjukkan adanya peningkatan pada masa pasca pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran penggunaan aplikasi health tracker terhadap hubungan antara frekuensi latihan fisik dengan tingkat self-esteem pada mahasiswa di Indonesia. Dengan 190 partisipan mahasiswa di Indonesia, peneliti menyebarkan kuesioner latihan fisik secara daring menggunakan alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif signifikan pada frekuensi latihan fisik dan self-esteem. Analisis regresi dengan PROCESS Model Hayes dalam peran moderasi aplikasi health tracker pada hubungan frekuensi latihan fisik dan self-esteem tidak didukung oleh data. Adanya tingkat perilaku sedenter yang tinggi dan dominasi pada mahasiswa Universitas Indonesia menjadi penyebab hasil yang tidak signifikan.
Regular physical exercise can be a protective factor in maintaining mental well-being. Individuals who have good mental health are individuals with positive self-esteem. Physical exercise is supported by the use of a health tracker application which shows an increase in the post-Covid-19 pandemic period. This research aims to determine the role of using the health tracker application on the relationship between frequency of physical exercise and the level of self-esteem among students in Indonesia. With 190 student participants in Indonesia, researchers distributed physical exercise questionnaires online using the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) measuring instrument. The research results showed that there was a significant positive correlation in the frequency of physical exercise and self-esteem. Regression analysis with the Hayes PROCESS Model in the moderating role of the health tracker application on the relationship between frequency of physical exercise and self-esteem is not supported by the data. There are levels The high sedentary behavior and dominance of University of Indonesia students is the cause of the insignificant results."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.
This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Reivich, Karen
New York: Broadway Books, 2002
155.24 REI r
Buku Teks Universitas Indonesia Library