Ditemukan 20159 dokumen yang sesuai dengan query
Ammar Bramundito
"Tulisan ini bertujuan mengetahui aspek pelindungan konsumen dalam transaksi Meterai Elektronik dan kualifikasinya berdasarkan UU PK, potensi kegagalan sistem elektronik yang timbul, serta tindakan dan pertanggungjawaban dari para pihak atas kegagalan dan potensi pemalsuan. Dengan metode penelitian berjenis doktrinal, tulisan ini menganalisis bagaimana UU PK, UU ITE sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 1 Tahun 2024, dan UU Bea Meterai diterapkan dalam kasus-kasus kegagalan pada Meterai Elektronik. Hasil dari analisis UU PK adalah bahwa para pihak dapat dinyatakan sebagai konsumen dan pelaku usaha serta pembubuhan Meterai Elektronik sebagai jasa. Berdasarkan kasus-kasus kegagalan, timbul kerugian dari konsumen yang harus diganti rugi dan kenyataannya tidak terdapat penyelesaian atau ganti rugi. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian dalam prosedur ganti rugi dengan peraturan perundang-undangan sehingga Perum PERURI dan Distributor sebagai pelaku usaha juga harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengajuan ganti rugi oleh konsumen. Berdasarkan temuan tersebut, tindakan preventif, represif, dan pertanggungjawaban dari para pihak harus dilaksanakan dari para pihak dengan mengikuti ketentuan UU PK, UU ITE, PP PSTE, dan PP PMSE. Sehingga, transaksi yang adil dan efektif dalam transaksi Meterai Elektronik dapat tercapai.
This paper intends to understand the consumer protection aspect in the transaction of Electronic Duty Stamp as to comply with Consumer Protection Law, electronic systems’ tendency to fail, and actions and liability from the parties in response to electronic system failure and electronic duty stamp forgery. This paper is subject to doctrinal legal research, which analyzes the implementation of Consumer Protection Law, Electronic Information and Transaction Law last revised in 2024, and Stamp Duty Law to cases of electronic system failure. The analysis of Consumer Protection Law finds that Electronic Duty Stamp stamping process is similar to services. The parties also resemble consumer and business actors. According to the cases of electronic system failure, consumers sustain economic losses and business actors are liable to give compensation but, on some cases, business actors did not give any. The analysis finds an indication of nonconformity in compensation-request procedure among Perum PERURI and Distributors that is also subject to Consumer Protection Law. In conclusion, preventive and repressive actions, as well as liability from every party should be in force by referring to Consumer Protection Law, Electronic Information and Transaction Law last revised in 2024, as well as Government Regulation No. 71 of 2019 and Government Regulation No. 80 of 2019. With the regulations and actions in effect, the transaction of Electronic Duty Stamp should proceed lawfully and effectively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gaudencia Vania
"
ABSTRACTSkripsi ini membahas mengenai peran pengaturan Bank Indonesia dalam perlindungan konsumen pengguna jasa sistem pembayaran uang elektronik atau yang kerap disebut e-money. Satu produk uang elektronik yang dijadikan fokus dari penilitian yaitu Go-Pay milik PT Dompet Anak Bangsa milik PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Go-Jek. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana Bank Indonesia mengatur perlindungan konsumen bagi para pengguna jasa uang elektornik di Indonesia dan bagaimana implementasi dari pengaturan perlindungan konsumen tersebut dalam penyelenggaraan Go-Pay. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan yaitu data sekunder dengan wawancara sebagai pendukung. Pada prakteknya, penyelenggaraan uang elektronik sering mengalami beberapa masalah seperti misalnya gagal bayar, gagal, penipuan dan kurangnya keamanan informasi teknologi. Implementasi pengaturan perlindungan konsumen oleh Bank Indonesia dapat dilihat dari dibentuknya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran dan dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/16.DKSP perihal Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Kedua peraturan ini telah terlaksana di dalam syarat dan ketentuan perusahaan Go-Pay dan penyyelesaian pengaduan di Bank Indonesia. Bank Indonesia juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggara uang elektronik termasuk Go-Pay. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan edukasi, sosialisasi dan fasilitasi bagi para pengguna jasa uang elektronik yang melakukan pengaduan ke Bank Indonesia.
ABSTRACTThis research thesis discusses Bank Indonesia regulation on consumer protection on electronic money or also known as e-money as one of the payment system instruments that is currently growing rapidly in Indonesia. An electronic money product that is used as the focus of the research is Go-Pay which is owned by PT Dompet Anak Bangsa owned by PT Karya Anak Bangsa, also known as Go-Jek. The main issues discussed are related to Bank Indonesia regulation on consumer protection for electronic money services users in Indonesia and the implementation of the consumer protection regulation in the operation of Go-Pay. The research method used is normative juridical. The data used is secondary data with the support of interview. In practice, the operation of electronic money often experiences several problems such as payment failure, top-up failure, fraud and the lack of security in technology systems. The implementation of Bank Indonesia regulation can be seen from the issuance of Bank Indonesia Regulation Number 16/1/PBI/2014 on Consumer Protection for Payment System Services and Bank Indonesia Circular Letter Number 16/16.DKSP concerning the Procedures of Implementation of Consumer Protection for Payment System Services. Both of these regulations has been implemented within the Go-Pay terms and condition Bank Indonesia complaint settlements. Bank Indonesia also conduct the onsite and offsite supervision towards the operation of Go-Pay and provides education, socialization and facilitation for electronic money users who submit their complaints to Bank Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Cahaya Sistanry
"Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang menjanjikan dalam membuka transaksi elektronik. Tingginya angka partisipasi masyarakat di Indonesia atas penggunaan transaksi elektronik (e-commerce), sehubungan dengan perkembangan dari fitur transaksi elektronik yang memungkinkan memberi perlindungan bagi pengguna layanannya, dengan adanya fitur e-wallet dan perkembangan fitur lainnya. Namun seiring dengan perkembangan teknologi tersebut, tidak hanya menghasilkan peningkatan peradaban, namun juga menghasilkan itikad buruk dengan memanfaatkan celah yang terdapat dalam teknologi tersebut. Dalam rangka menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan konsumen, selain dengan mengandalkan fitur-fitur yang telah memberikan perlindungan bagi pengguna layanan pada transaksi elektronik, perlindungan hukum menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjamin pelaksanaan transaksi elektronik. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan transaksi elektronik menurut peraturan perundang- undangan, permasalahan yang sering dijumpai dengan berkembangnya transaksi elektronik, dan bagaimana perlindungan hukum apabila terjadi permasalahan dalam transaksi elektronik. Peraturan perundang-undangan menjadi salah satu sarana yang penting dalam menjamin perlindungan hukum. Perlindungan hukum atas terselenggaranya perjanjian jual beli terwujud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun dengan adanya perbedaan antara perjanjian jual beli konvensional dengan transaksi elektronik, membuat KUHPerdata dan UUPK saja dirasa tidak cukup untuk mengikuti perkembangan Transaksi Elektronik. Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap para pihak dalam transaksi elektronik, tertera dalam peraturan tersendiri dalam penyelenggaraan transaksi elektronik, yang terwujud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, dan untuk pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Indonesia is one of the countries that promises to electronic commerce. The high number of people's participation in Indonesia in the use of electronic commerce (e-commerce), is due to the development of electronic commerce features that allow protection for service users, with the e-wallet feature and the development of other features. However, along with the development of this technology, it not only resulted in an increase in civilization, but also resulted in bad faith by exploiting the loopholes contained in the technology. In order to guarantee the fulfillment of rights and obligations for business actors and consumers, in addition to relying on features that have provided protection for service users in electronic commerce, legal protection is an important matter to be able to guarantee the implementation of electronic commerce. This research is intended to find out how electronic commerce are carried out according to laws and regulations, problems that are often encountered with the development of electronic commerce, and how legal protection is when problems occur in electronic commerce. Legislation is one of the important means of guaranteeing legal protection. Legal protection for the sale and purchase agreement is embodied in the Civil Code (KUHPerdata) and Law of Consumer Protection. However, with the difference between conventional buying and selling agreements and electronic commerce, it is felt that the Civil Code and UUPK are not enough to keep up with the development of electronic commerce. The results of this study are legal protection for parties in electronic commerce, stated in separate regulations in the implementation of electronic commerce, which are embodied in Law of Information and Electronic Transactions (UU ITE) which has been updated, and its implementation is regulated in Government Regulation of Implementation of Electronic Systems and Transactions (PP PSTE)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Diana Desiree Hardigaluh
"Perkembangan teknologi dan informasi serta internet telah memudahkan manusia untuk melakukan segala sesuatu secara daring, termasuk membeli suatu barang atua jasa. Salah satu dari banyak jenis perkembangan teknologi dan informasi adalah e-commerce. E-Commerce adalah segala bentuk transaksi bisnis atau pertukuran informasi yang dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi, termasuk perdagangan barang dan jasa secara elektronik. Di dalam perjanjian jual-beli baik secara konvensional maupun elektronik, perlindungan terhadap hak-hak konsumen seyogianya menjadi perhatian utama pelaku usaha. Hal ini disebabkan meskipun sudah terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen, hingga saat ini masih sering ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, terutama dalam transaksi e-commerce. Skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif yang mengkomparasikan peraturan perundang-undangan tentang hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce antara Indonesia, India, dan Amerika Serikat. Melalui studi komparasi dan analisis menggunakan sumber data dari kepustakaan, penelitian ini menemukan jawaban atas bagaimana kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga mendeskripsikan perihal perbandingan kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia dengan India dan Amerika Serikat berdasarkan United Nations Guidelines for Consumer Protection. Lebih lanjut, penelitian ini juga memberikan preskripsi tentang kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia yang seharusnya, apabila ditinjau dari perbandingan kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di India dan Amerika Serikat.
The development of technology and information and the internet has made it easier for humans to do many things, including purchasing goods and services. One of many developments in technology and information is e-commerce. E-Commerce is all kinds of business transactions or information exchange carried out through the internet, including trading of goods and services electronically. In the matter of buying and selling, both conventionally and electronically, the protection of consumer rights should be the main concern of business actors. This is because despite the provisions of laws and regulations governing consumer protection, until now there are still frequent violations of consumer rights, especially in e-commerce transactions. This thesis is a piece of juridical-normative research that compares the laws and regulations concerning consumer protection law in e-commerce transactions between Indonesia, India, and the United States. Through comparative studies and analysis using literature study, this thesis explores on how the legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia is being achieved. In addition, this research also describes about the comparison regarding legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia between India and the United States based on the United Nations Guidelines for Consumer Protection. Furthermore, this study provides a prescription on how the legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia should be, when viewed from a comparison of consumer protection laws in e-commerce transactions in India and the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ruth Ivannie Romauli
"Tindakan pemberian potongan harga atau diskon merupakan strategi yang digunakan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan penjualan. Namun, dalam praktiknya banyak pelaku usaha yang menggunakan strategi ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dengan menawarkan potongan harga palsu tidak sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Tindakan ini merugikan konsumen karena melanggar haknya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, yaitu hak untuk mendapatkan informasi yang benar. Sayangnya, dalam praktiknya tindakan ini belum dapat diatasi secara maksimal di Indonesia. Dalam melakukan analisis, Penulis menggunakan penelitian doktrinal dimana penulis berfokus pada doktrin yang berupa aturan, norma, dan nilai yang ada. Penulis mencoba untuk mengidentifikasi apakah tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelangaran melalui contoh kasus di Indonesia yang memiliki indikasi tindakan potongan harga palsu dan membandingkan dengan Australia terhadap pengaturan dan penanganan kasus yang serupa. Dari hasil penelitian Penulis tersebut, tindakan potongan harga palsu merupakan bentuk pelanggaran hukum perlindungan konsumen, tetapi nyatanya peraturan yang terdapat di Indonesia dan lembaga konsumen belum dapat mengatasi kasus ini dengan optimal sedangkan Australia dinilai lebih unggul dalam mengatasi tindakan potongan harga palsu ini. Oleh karena itu, timbul urgensi untuk melakukan pembaharuan peraturan dan penegakan hukum terhadap tindakan pelanggaran potongan harga palsu di Indonesia.
The act of providing discounts is a strategy used by businesses to increase sales. However, in practice, many business actors use this strategy not in accordance with applicable regulations, namely by offering false discounts that are not in accordance with actual information. This action is detrimental to consumers because it violates their rights as stipulated in Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection, namely the right to obtain correct information. Unfortunately, in practice this action has not been able to be overcome optimally in Indonesia. In conducting the analysis, the author uses doctrinal research where the author focuses on doctrine in the form of existing rules, norms, and values. The author tries to identify whether the act can be considered as a violation through examples of cases in Indonesia that have indications of fraudulent discounts and compares with Australia on the regulation and handling of similar cases. From the results of the author's research, the act of fake discount is a form of violation of consumer protection law, but in fact the regulations contained in Indonesia and consumer institutions have not been able to overcome this case optimally while Australia is considered superior in overcoming this fake discount. Therefore, there is an urgency to reform regulations and law enforcement against false discount violations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dicky Irfandi
"Pekembangan Teknologi dan Informasi yang sangat cepat membuat perdagangan secara elektronik (e-commerce) menjadi salah satu pilihan yang terbaik bagi masyarakat. PT. Mitra AdiPerkasa Tbk merupakan pelaku usaha e-commerce yang mengelola planetsports.net. Situs tersebut menjual produk peralatan olahraga mulai dari kaos, sepatu, hingga aksesoris olahraga dengan berbagai macam merk terkenal. Planetsports.net menerapkan prinsip efisiensi melalui pencantuman klausula baku pada perjanjian pembelian peralatan olahraga, hal ini dilakukan demi menghindari negosiasi yang berlarut-larut. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan batasan-batasan aturan mengenai klausula baku. Pada klausula baku yang ditetapkan oleh planetsports.net terdapat klausula yang bertentangan dengan aturan Pasal 18 UUPK sehingga dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu klausula tersebut batal demi hukum dan pihak pengelola planet sports.net wajib menyesuaikan klausula-klausula baku tersebut dengan aturan-aturan UUPK.
Rapidly development technology and information make electronic commerce (e-commerce) to be one of the best option for the community. PT. Mitra Adiperkasa Tbk is an e-commerce business that manages planetsports.net. The site sells sports equipment products ranging from shirts, shoes, accessories of sports with a variety of well-known brands. Planetsports.net applies the efficiency principle through the inclusion of standard clauses on the exercise equipment purchase agreement, it is also being done to avoid lengthy negotiation. The Law Number 8 of 1999 regarding Consumer Protection (UUPK) gives limitation for the use of standard clauses. The standard clauses set by planetsports.net contained clauses that are contrary to the Article 18 of UUPK that can harm consumers. Therefore, the clauses are considered ?null and void? and the managers of planetsports.net is obliged to accommodate their standard clauses within the regulation of UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61309
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Azka Raihan Baladika
"Pedulilindungi sebagai aplikasi untuk membantu menghentikan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dikabarkan mengalami kebocoran data pada sekitar pertengahan hingga akhir tahun 2021. Hal ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi, turunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terganggunnya ketertiban umum, dsb, sehingga berpotensi menjadi isu keamanan nasional. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa tinjauan atas keamanan penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia, kewajiban hukum Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Pedulilindungi dalam menangani insiden siber, dan pertanggungjawaban para pihak PSE Pedulilindungi dalam merespon kebocoran data. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum utamanya fokus pada ketentuan yang terkait penyelenggaraan sistem elektronik seperti Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), dsb. Adapun selain peraturan perundang-undangan, juga dipakai prinsip keamanan dalam Pasal 15 ayat (1) UU ITE, dan teori pertanggungjawaban administrasi negara untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa vendor (pembuat aplikasi) dan operator selaku PSE aplikasi Pedulilindungi tidak menjalankan salah satu kewajiban dalam ketentuan terkait. Apabila dilihat dari pertanggungjawaban administrasi negara, maka organ/badan yang bertanggung jawab atas insiden dalam kedua organisasi tersebut dapat dikenakan sanksi administratif. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan sistem elektronik agar setiap PSE dapat memaksimalkan pengamanan sistem informasi dan mematuhi hukum terkait untuk terhindar dari insiden.
Pedulilindungi as an application to help stop the spread of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) is reported to have a data leak incident around mid to late 2021. This matter can cause economic losses, a decrease in public trust to the government, disruption of public order, etc., so that it has the potential to become a national security issue. The problems raised in this study are in the form of review of the implementation of electronic systems in view of security principle in Indonesia, the legal obligations of Electronic System Administrator (PSE) of the Pedulilindungi in handling cyber incidents, and the liability of PSE of the Pedulilindungi parties in responding to data leaks. This study uses a normative juridical method with the main legal material focusing on provisions related to the implementation of electronic systems such as Law No. 11 of 2008 regarding Electronic Information and Transactions as amended by Law No. 19 of 2016 (ITE Law), Government Regulation No. 71 of 2019 regarding Implementation of Electronic Systems and Transactions (PP PSTE), etc. In addition to laws and regulations, the security principle in Article 15 paragraph (1) of the ITE Law, and the theory of state administrative liability are also used to answer the problems that have been raised. The result of this study concludes that the vendor (application maker) and operator that are part of Electronic System Administrator (PSE) of the Pedulilindungi application did not carry out one of the obligations in the relevant provisions. When viewed from state administrative liability, the organ/body responsible for the incident in both organizations can be subject to administrative sanctions. Therefore, in the implementation of electronic systems, each PSE should maximize their security on information system and comply with related laws to avoid incidents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rizaldi
"Skripsi ini membahas mengenai penyelenggaraan transaksi e-commerce dalam lingkup Business to Consumer dan penyelesaian sengketanya melalui metode Online Dispute Resolution. Perkembangan teknologi membuat penyelenggaraan transaksi perdagangan semakin modern. Dengan menggunakan internet, setiap orang dapat bertransaksi secara bebas dan melewati batas-batas geografis. Namun demikian, pemanfaatan teknologi dalam transaksi e-commerce tetap memiliki resiko sengketa. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat mengakomodir kepentingan para pihak dalam transaksi e-commerce. Kedudukan konsumen dalam transaksi e-commerce juga menjadi sangat penting karena konsumen memiliki kedudukanyang lemah dalam bertransaksi dengan pelaku usaha. Dengan demikian, penyelenggaraan transaksi e-commerce dan penyelesaian sengketanya juga harus mempertimbangkan upaya perlindungan terhadap konsumen. Penelitian ini akan membahas mengenai ketentuan hukum di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Perlindungan Konsumen, dan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berkaitan dengan penyelenggaraan transaksi e-commerce dalam lingkup B2C. selain itu peran BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen juga dibahas dalam hal penyelesaian sengeketa transaksi e-commerce dalam lingkup B2C. Terakhir, penelitian ini akan membahas model ODR yang diterapkan di China oleh China International Economic and Trade Arbitration Commision (CIETAC) berdasarkan CIETAC Online Arbitration Rules.
This thesis discussed application of B2C e-commerce transaction and its dispute resolution through online dispute resolution mechanism. The development of information technology around the world have made trading transaction more modern than ever. E-commerce now is a global phenomenon that makes peoples use internet to make a deal. Using internet, nowadays, peoples can communicate freely and make a cross border transaction. However, e-commerce transaction have risk of dispute. Therefore, there should be a dispute resolution mechanism which accommodate every party in e-commerce transaction. Consumer also have a significant role in developing e-commerce. Consumer is always been in a weak position when dealing with business in e-commerce transaction. Consequently, the performance of e-commerce transaction must also cover the consumer protection. This research describe the legal provision concerning B2C e-commerce in ICT aspect, consumer protection aspect, and arbitration and altervative dispute resolution aspect. It also describe the roles of BPSK as the consumer dispute resolution body in settling B2C e-commerce dispute. And in the last part, this research will also discussed about the relevant model of ODR which is applied in China by China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC) through CIETAC Online Arbitration Rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44951
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arifinno Akbari
"Internet saat ini tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Berkat kemajuan teknologi, akses internet pun menjadi semakin terjangkau. Akan tetapi di balik kemajuan tersebut, akses pornografi juga semakin meningkat. Sebagai konsumen, pelanggan dan/atau pemakai layanan internet merasa haknya kenyamanan dan keamanan dalam meggunakan layanan internet menjadi terganggu. Sebagai pelaku usaha, PJI bertanggung jawab menyediakan akses internet yang sehat dengan cara melakukan penyaringan pornografi. Tanggung jawab tersebut berasal dari peraturan perundang-undangan yang terkait pornografi. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang berbasis pada analisis norma hukum dan bersifat deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini berupa analisis dan saran mengenai proporsionalitas perlindungan pelanggan dan/atau pengguna jasa internet sebagai konsumen dan juga PJI sebagai pelaku usaha yang beritikad baik dikaitkan dengan tanggung jawab penyaringan pornografi yang dibebankan kepada PJI ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Nowadays internet is inseparable from people's daily life. Thank to the progress in technology, internet becomes more and more accessible. On the other hand, access to pornography is also getting easier and easier. As consumers, internet subscribers and/or users feel that their rights for comfort and security in accessing the internet have been violated. As an enterprise, internet provider has the responsibility to provide an ethical internet access that is by filtering pornography. The responsibility is originated from the regulations concerning pornography. This is a normative legal research based on legal norm analysis and is descriptive in nature based on reference study. The result of this research is an analysis and suggestion on proportional protection for internet subscribers and/or users as consumers as well as for internet provider as an enterprise with goodwill related to its responsibility to filter pornography which is bound to it based on regulation no.8 year 1999 on consumer protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43446
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Simanjuntak, Gabriel Marvin Emilio
"Praktik kegiatan bisnis anjuran (endorsement) di Indonesia telah berkembang secara pesat seiring maraknya penggunaan media sosial. Namun ketentuan hukum positif di Indonesia belum secara jelas mengatur dan membatasi praktik endorsement. Regulasi di Indonesia belum mengatur hubungan hukum yang mendasari kegiatan endorsement dan beban pertanggungjawaban di antara para pelaku usaha periklanan. Implikasi yang terjadi adalah konsumen berada di posisi yang lemah karena minimnya informasi yang dapat ia peroleh atas suatu konten endorsement yang ditayangkan. Konsumen berpotensi menjadi objek eksploitasi dari suatu iklan endorsement akibat kepercayaan yang mereka berikan kepada penganjur (endorser). Hal ini tentu berdampak pada bahaya laten terhadap pelanggaran hak-hak konsumen yang dijamin menurut hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum utamanya adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Etika Pariwara Indonesia Amendemen 2020, hukum perjanjian pemberian kuasa, teori pertanggungjawaban produk, teori pertanggungjawaban profesional, serta teori lainnya untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kegiatan endorsement merupakan praktik periklanan yang didasari oleh hubungan hukum perjanjian pemberian kuasa sehingga pengiklan dan perusahaan periklanan bertanggungjawab terhadap konsumen. Pengiklan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab produk, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab profesional. Oleh karena itu, baik pengiklan maupun perusahaan periklanan harus berhati-hati dan mematuhi hukum perlindungan konsumen dalam melaksanakan kegiatan endorsement. Adapun teori hubungan perjanjian pemberian kuasa tersebut harus diuji di pengadilan oleh konsumen dan pemerintah diharapkan segera memperbaharui UUPK untuk memperjelas ketentuan kegiatan endorsement di Indonesia.
The practice of endorsement business in Indonesia has grown rapidly along with the widespread use of social media. However, the provisions of positive law in Indonesia have not clearly regulated and limited the practice of endorsement. Regulations in Indonesia have not regulated the legal relationship that underlies endorsement activities and the burden of responsibility among advertising business actors. The implication that occurs is that consumers are in a weak position because of the lack of information that they can get on an endorsement content that is broadcast. Consumers have the potential to become the object of exploitation of an endorsement advertisement due to the trust they give to the endorser. This certainly has an impact on the latent danger of violating consumer rights which are guaranteed according to consumer protection law. This study uses a normative juridical method with the main legal material being the provisions of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK), Indonesian Advertising Ethics Amendment of 2020, law of power of attorney agreement, product liability theory, professional responsibility theory, and other theories to answer the problems that have been raised. The conclusion of this study is that endorsement activities are advertising practices based on the legal relationship of power of attorney agreement so that advertisers and advertising companies are responsible for consumers. Advertisers are responsible under product liability, while advertising companies are held accountable under professional liability. Therefore, both advertisers and advertising companies must be careful and comply with consumer protection laws in carrying out endorsement activities. The theory of the relationship between the power of attorney agreement must be tested in court by consumers and the government is expected to immediately update the UUPK to clarify the provisions for endorsement activities in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library