Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142418 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihotang, Poppy Oktaviandry
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan proses manajemen risiko dalam Program DP Nol Rupiah yang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2020 dan Kerangka konseptual ISO 31000:2018 sebagai acuan konsep best practice di Unit Pengelola Dana Perumahan yang melaksanakan Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan metode triangulasi yang menggabungkan berbagai instrumen penelitian secara bersamaan, tujuannya untuk memperkuat hasil yang diperoleh dari keseluruhan jenis data mencakup analisis dokumen dan wawancara untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis tematik. Dalam penelitian ini, proses manajemen risiko pada pelaksanaan Program DP Nol Rupiah dievaluasi mulai dari proses perencanaan program sampai dengan proses monitoring dan evaluasi pelaksanaan program. Hasil dari penelitian ini menunjukkan UPDP belum menetapkan selera risiko dan proses manajemen risiko dalam Program DP Nol Rupiah masih sampai tahap evaluasi risiko. Penelitian ini memberikan rekomendasi terkait pelaksanaan manajemen risiko yang mengacu pada standar acuan best practice dalam proses manajemen risiko.

This study aims to evaluate the implementation of the risk management process in the Zero Rupiah Housing Fund Program intended for Low-Income Communities with DKI Jakarta Provincial Governor Regulation Number 122 of 2020 and the ISO 31000: 2018 conceptual framework as a reference concept for best practice in the Housing Fund Management Unit that implements the Regional Public Service Agency Financial Management Pattern. The research method used is a qualitative method with a case study approach. This research uses a triangulation method that combines various research instruments simultaneously to strengthen the results obtained from all types of data including document analysis and interviews to be analysed using the thematic analysis method. In this study, the risk management process in implementing the Zero Rupiah DP Program is evaluated starting from the program planning process to the monitoring and evaluation process of program implementation. The results of this study show that UPDP has not established a risk appetite and the risk management process in the Zero Rupiah DP Program is still at the risk evaluation stage. This study provides recommendations regarding the implementation of risk management that refers to the reference standards as best practice in risk management process."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Alifianisa Zahwa
"Hunian layak dan terjangkau merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali. Dengan fenomena pergeseran demografi yang sedang terjadi, kebutuhan akan hunian layak dan terjangkau juga ikut mengalami perubahan. Meningkatnya populasi generasi Y dan Z di masa sekarang menjadi sebuah tantangan pada kota-kota padat seperti Jakarta agar penyediaan hunian layak dan terjangkau turut beradaptasi dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z. Saat ini, penyediaan hunian layak yang ada di Jakarta menjadi kurang relevan dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z karena keterbatasan tipe rumah yang ada. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi apa saja tipe-tipe rumah yang sesuai dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z di Jakarta dan bagaimana kesesuaiannya dalam UU No. 1 Tahun 2011 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 31 Tahun 2022. Dengan memahami keterkaitan antara data lapangan, teori kajian literatur, dan kebijakan perumahan dan permukiman yang berlaku serta tinjauan dari preseden hunian di kota pada negara maju, penulisan ini mencoba mengungkap kesenjangan tipe rumah dalam kebijakan berdasarkan kebutuhan hunian generasi muda. Melalui hasil analisis data, teori, dan kebijakan, dapat dikatakan bahwa Jakarta memerlukan tipe-tipe rumah baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan hunian generasi muda saat ini, tetapi mengalami tantangan dalam realisasinya karena aturan kebijakan yang berlaku. 

Affordable housing that meets someone's needs is every human right that must be fulfilled. With the growing population and demographic shifting toward generation Y and Z that’s currently happening, housing needs are slowly changing to a new direction of ‘affordable’. The current growing splurt and shifting demographic become a new challenge in cities with high population like Jakarta to adapt with new types of house because the current housing types in Jakarta are slowly being irrelevant and not affordable to younger generations anymore. The purpose of this writing is to identify types of houses that meet generation Y and Z’s housing needs and to see how the housing regulation and policy in Jakarta works on that. Through the understanding of data, literature review, and housing regulation and policy with precedent study of another city, it can be said that Jakarta needs new types of houses that fit more with housing needs of generation Y and Z, but at the same time still facing challenges from the housing regulation and policy itself."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Widyakusuma
"ABSTRAK
Rumah sebagai unit properti bernilai memiliki aspek unik, permintaan dua sisi yang didasarkan
dua motif yaitu konsumsi dan investasi. Sebagai barang konsumsi, rumah dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan sebagai aset investasi, permintaan diputuskan melalui proses kelayakan investasi.
Rumah dapat dianggap komoditas yang bernilai. Barang dan jasa dikatakan mempunyai nilai bagi
seseorang apabila barang dan jasa tersebut memiliki karakteristik: (1) kegunaan tergantung karakteristik,
seperti lokasi, aksesibilitas, ukuran, desain dan bentuk lain kegunaan yang berpengaruh pada nilai
properti; (2) tersedia terbatas; (3) Hasrat atau keinginan, harapan pembeli terhadap komoditas untuk
memuaskan kebutuhan atau keinginan; (4) Daya beli efektif, kemampuan berpartisipasi di pasar demi
peroleh suatu komoditas ditukar dengan sejumlah uang tertentu atau barang lain setara nilainya. Rumah
sebagai unit properti memiliki faktor yang pengaruhi nilainya. Salah satu di antaranya faktor perletakan
atau lokasi rumah dalam cluster. Lokasi sekitar unit hunian dipandang sebagai suatu kesatuan dari rumah
(sense of localism). Hal ini menunjukkan lokasi rumah bukan hanya berbicara lokasi tempat rumah itu
berada akan tetapi berhubungan lingkungan sekitar. Dari suatu lokasi unit hunian yang berada di dalam
suatu kompleks perumahan dapat ditentukan nilainya berdasarkan kepada dua hal: lingkungan (posisi atau
formasi) dan aksesibilitas. Walaupun faktor lokasi bukan merupakan faktor pertimbangan utama pilihan
bertinggal di suatu tempat dalam kompleks perumahan The Grand Sentul tetapi dalam penelitian ini
variabel tipe unit dan harga dikunci sebagai bentuk batasan penelitian untuk mengetahui prioritas
preferensi pemilihan lokasi di dalam suatu cluster tanpa dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut.
Penelitian ini memaparkan bagaimana faktor posisi dan aksesibilitas dapat diterapkan untuk membedakan
nilai unit hunian di dalam kompleks perumahan The Grand Sentul dengan melihat kepada perilaku
penghuni yang bertinggal pada suatu lokasi di dalam cluster maupun unit hunian atau kavling yang
pemiliknya tidak bertinggal. Penelitian dengan pendekatan kualitatif mengkaji dinamisasi pemenuhan
kebutuhan lokasi untuk bertinggal dan berinvestasi ditinjau dari sisi pemilik melalui analisis karakter
kawasan; pemanfaatan fasilitas; proses tinggal, timbul, pemenuhan kebutuhan lokasi unit di dalam
perumahan; dan nilai rumah bagi penghuni. Secara khusus aksesibilitas dalam bentuk jalan cabang
pertama atau area sekunder cluster dan posisi dalam bentuk berhadapan dengan bangunan rumah atau
terletak pada atau dekat ujung dalam satu deret rumah menjadi prioritas dan memberi value positif bagi
isu investasi di suatu lokasi dalam cluster yang akhirnya dapat meningkatkan nilai jual unit hunian atau
kavling. Secara khusus Aksesibilitas dalam bentuk jalan utama atau area primer cluster dan Lingkungan
(posisi atau formasi) dalam bentuk dekat landmark tertentu pada cluster (daerah rekreasi) dapat menjadi
prioritas dan memberi value positif bagi isu bertinggal di suatu lokasi dalam cluster.

ABSTRACT
The House as a valuable property unit has unique aspects, demand has two sides which are based
two motives: consumption and investment. As for consumer goods, owned home to meet basic needs, but
as an investment asset demand is decided through a process of investment feasibility. The house can be
considered as a valuable commodity. Goods and services is said to have value for someone when having
characters includes:(1) usefulness, the ability to provide satisfaction of wants and needs; The usefulness
of a property depends on its characters, such as location, accessibility, size, design and other forms of
usability effect on property values; (2) available on a limited basis, the availability or supply of a
commodity relative to demand; (3) The expectation of a commodity to the buyer to satisfy their needs or
desires; (4) effective purchasing power, the ability to participate in the market in order to obtain a
commodity exchanged for a certain sum of money or other items of equal value. Home as a unit
properties have factors that influence value. One of these factors is the placement or location of a house in
a cluster. About the location of the dwelling units is seen as an integral part of the house (sense of
localism). Finally a conceptual framework for the expansion of residential areas interlocked with the
surrounding environment for the sake of convenience. This suggests that location of a house is not just
where it was but related to the surround environment. Quality of life in the form of convenience, security
of a home stay is determined by its location, in the sense of a location attractiveness is determined by two
things: position and accessibility. It can also be a factor considered by residents in choosing to live at a
location within the housing as it relates to the sense of localism. Although the location factor is not a
major consideration factor for living at a place in a residential complex The Grand Sentul but in this study
the variable type and the unit price is locked as a form of limitation of the study to determine priority in
site selection preferences in a cluster without being influenced by both variables. This study describes
how the position and accessibility factors can be applied to distinguish the value of the dwelling unit in a
residential complex The Grand Sentul by look at the behavior of residents who reside at a location within
the cluster as well as the owner of the dwelling units or lots which are not living there. The research with
qualitative method studying the dynamic needs for both living and invest location seen from the owners
by analyze characters of the region; utilization of facilities; the living, the emergence, the process of
fulfilling the needs of the housing unit locations; and the value of the home for occupants. In particular,
the accessibility of the first branch in the form of roads or secondary area clusters and positions in the
form of dealing with home building or located at or near the end of a row house can be a priority and give
a positive value for the investment issue in a location within the cluster which ultimately can increase the
sale value of the dwelling units or lots. Specifically in the form of a wide main street or area primary
cluster and positions in a form close to certain landmarks in the cluster (recreation area) can be a priority
and give a positive value for living issues at a location within the cluster."
2013
T35010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Setyo Budi
"ABSTRAK
Penyediaan hunian yang layak menjadi salah satu masalah yang dihadapi kota-kota besar tidak terkecuali Jakarta. Hong (2001) berpendapat bahwa dalam pemenuhan kebutuhan hunian tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan mengenah bawah, pemerintah perlu memenuhi kebutuhan unit dan memberikan subsidi, namun perlu didukung oleh kualitas pembangunan secara terpadu, sistem pengelolaan perumahan yang baik, pelayanan jangka penjang serta pemberdayaan masyarakat. UPRS Pulo Gebang selaku pihak yang memiliki wewenang dalam melakukan pengelolaan rumah susun menjalankan beberapa tugas terkait pengelolaan. Terdapat temuan bahwa masih terdapat masalah dalam pengelolaan rusunawa Pulo Gebang terkait dengan pembayaran uang sewa unit, komunikasi antara pengelola dan penghuni, serta ketegasan pihak UPRS dalam menerapkan peraturan terkait pengelolaan. Beberapa hal cukup baik yang sudah dijalankan oleh UPRS adalah kegiatan pelatihan untuk penghuni dengan berkoordinasi dengan dinas terkait. 

ABSTRACT
Provision of decent housing is one of the problems faced by big cities, including Jakarta. Hong (2001) argues that in meeting housing needs for low income people, the government needs to fulfill unit needs and provide subsidies, but needs to be supported by the quality of integrated development, good housing management systems, long-term services and community empowerment. UPRS Pulo Gebang as the party that has the authority to carry out apartment management runs several management related tasks. This study found there are still problems in the management of Pulo Gebang flats related to the payment of unit rent, communication between managers and residents, and the firmness of the UPRS in implementing regulations related to management. Some good things that have been carried out by UPRS are training activities for residents by coordinating with related agencies."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharma Kalsuma
"Perumahan merupakan hak asasi manusia dan diamanatkan oleh konstitusi. Kontradiktifnya, perumahan masih jauh dari kata layak karena adanya bencana yang sering terjadi. Pendekatan dalam menentukan lokasi perumahan  seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sistem Kemampuan Lahan (SKL) secara khusus belum mengarus utamakan perubahan iklim ke dalam perhitungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh risiko bencana dan iklim apabila dimasukan ke dalam perhitungan kesesuaian lahan perumahan. Kota Depok dipilih sebagai studi kasus agar dapat melihat contoh penerapannya dan sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian lahan perumahan  perkotaan terhadap risiko bencana dan risiko iklim, serta bagaimana arah perkembangan lahan perumahan  kedepan. Dalam penelitian ini, empat aspek utama dipertimbangkan, yaitu aspek permukaan tanah, bawah tanah, risiko bencana, dan risiko iklim. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran (mix-method) dengan metode yang bertahap, yaitu analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) untuk menentukan bobot kriteria dan sub kriteria, kemudian analisis spasial digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan dan arah pengembangan perumahan  di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko bencana memiliki pengaruh terbesar, diikuti oleh aspek permukaan tanah, aspek bawah tanah, dan risiko iklim. Tingkat kesesuaian lahan perumahan di Kota Depok dengan mempertimbangkan risiko bencana dan risiko iklim menunjukkan bahwa 35,60% wilayah masuk dalam kategori sesuai (S1), 52,50% dalam kategori cukup sesuai (S2), dan 11,90% dalam kategori kurang sesuai (S3). Analisis menunjukkan bahwa risiko bencana dan iklim mempengaruhi kesesuaian lahan perumahan perkotaan. Pada kategori S1 terdapat pengurangan luas wilayah sebesar 28,32%, sementara pada kategori S2 mengalami penambahan area sebesar 18,01%, serta pada kategori S3 mengalami penambahan paling signifikan sebesar 10,31%. Pengembangan perumahan  direkomendasikan ke arah barat dan timur Kota Depok. Pengembangan di pusat kota tidak disarankan karena tingkat kesesuaian yang rendah. Pengembangan ke arah barat dan timur dipilih karena memiliki tingkat kesesuaian yang lebih baik dan lebih aman dari risiko bencana dan iklim.

The constitution mandates housing as one of human rights. Contradictively, housings are still far from feasible due to frequent disasters. In particular, approaches to determining the location of housings, such as the Indonesian National Standard (SNI) and the Land Capability System (SKL), have yet to mainstream climate change into their calculations. This study examines the effect of disaster risk and climate when included in calculating housing land suitability. Depok City was chosen as a case study in order to be able to see examples of its application and to find out the suitability of urban housing land for disaster risk and climate risk, as well as the direction of residential land development in the future. This research considers four main aspects: surface, subterranean, disaster risk, and climate risk. This study uses a mixed methods approach with a stepwise method, namely quantitative and descriptive qualitative analysis using the Analytic Hierarchy Process (AHP) to determine the weight of the criteria and sub-criteria, then spatial analysis is used to evaluate the level of land suitability and the direction of housing development in the future. The study results show that disaster risk has the most significant influence, followed by surface, subterranean, and climate risks. The suitability level of residential land in Depok City, taking into account disaster risk and climate risk shows that 35.60% of the area is in the appropriate category (S1), 52.50% is in the moderately suitable category (S2), and 11.90% is in the less suitable category. (S3). The analysis shows that disaster risk and climate affect land suitability for urban housings. In the S1 category, there was a reduction in area of 28.32%, while in the S2 category, there was an area increase of 18.01%, and in the S3 category, the most significant addition was 10.31%. This study recommends developing housings to the west and east of Depok City. The development around the city center is discouraged due to low conformity rates. Development towards the west and east is more recommended because they have better suitability and are safer from disaster and climate risks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Dwi Susanto
"Tesis ini membahas bagaimana implementasi pelaksanaan program Dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kabupaten Garut pada Tahun 2012 dan 2013, disamping itu dibahas pula terkait faktor-faktor yang menjadi keterbatasan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman selama dua tahun tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun teknik pembahasannya menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa capaian pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Tahun 2012 mencapai 99,43% dengan total perumahan yang mendapat bantuan sebanyak 24 lokasi dan Tahun 2013 mencapai 99,64% dengan total perumahan yang mendapat bantuan sebanyak 21 lokasi. Adapaun khusus di area perkotaan, perumahan yang mendapat bantuan di Tahun 2012 adalah sebanyak 7 lokasi dan di Tahun 2013 sebanyak 5 lokasi. Faktor-faktor yang menjadi keterbatasan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus di Kabupaten Garut adalah 1) Minimnya lokasi perumahan baru dan 2)Minimnya lahan untuk perumahan di area perkotaan.

This thesis discusses how the implementation of the program of Special Allocation Fund for Housing and Settlement Region in Garut regency in 2012 and 2013, in addition also discussed related factors be limited implementation of the Special Allocation Fund for Housing and Settlement Region for two years. This study used a qualitative method with a case study approach. The discussion techniques using qualitative descriptive analysis.
From the results of the study found that the use of the Special Allocation Fund performance in 2012 reached 99.43 % with total housing that received a total of 24 locations and in 2013 reached 99.64 % with total housing that received as many as 21 locations. A particular in urban areas, housing assistance in 2012 was as much as 7 locations and in the year 2013 as many as 5 locations. Factors to be limited implementation of the Special Allocation Fund in Garut are 1 ) lack of new housing sites and 2 ) lack of land for housing in urban areas.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Khairani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silka Azzahra Shafa Aulia
"Tesis ini membahas tingkat kelayakan huni perumahan di Kabupaten Bekasi serta pendapat yang berkembang di masyarakat, pemerintah, dan pengembang perumahan mengenai kelayakan huni perumahan di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed method). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan kecamatan lokasi penelitian masuk dalam kategori layak huni dalam hal kelayakan huni perumahan di Kabupaten Bekasi. Skor kelayakan huni paling tinggi berada di Kecamatan Cikarang Barat dan paling rendah berada di Kecamatan Cibitung. Diketahui pula beragam persepsi mengenai perumahan layak huni termasuk rumah layak huni dari sisi pemerintah, sisi pengembang perumahan, dan sisi masyarakat sebagai penghuni perumahan. Pemerintah mengartikan perumahan layak huni sebagai rumah layak huni yang memiliki pengertian sebagai rumah yang sudah memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan non teknis untuk dihuni dan ditinggali, serta dapat diterima masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rumah layak huni juga diartikan sebagai rumah yang sudah tidak beralas tanah dan sudah memiliki fasilitas untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK). Dari pihak pengembang perumahan, persepsi mengenai perumahan layak huni mengacu pada properti hunian yang dirancang dan dibangun untuk memberikan kondisi kehidupan yang nyaman, aman, dan sesuai bagi penghuninya. Tentunya, dalam perumahan yang layak huni terdapat rumah-rumah yang memenuhi syarat untuk dihuni. Rumah yang layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan dasar terkait ukuran dan ruang, serta memenuhi standar kesehatan dan kenyamanan. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban di dalam ruangan. Selain itu, rumah juga harus memenuhi kebutuhan minimal dalam hal keamanan dan keselamatan, termasuk bagian-bagian struktur utama seperti fondasi, dinding, atap, dan lantai. Sedangkan persepsi masyarakat mengenai perumahan layak huni dapat berbeda – beda dan beragam, dipengaruhi beberapa faktor meliputi latar belakang sosial, budaya, ekonomi, dan pengalaman pribadi.

This thesis discusses the livability of housing in Bekasi Regency and the growing opinion among the community, government and housing developers regarding the livability of housing in Bekasi Regency. This study uses mixed research methods. The study results show that all sub-districts in the study locations fall into the livable category regarding habitable housing in Bekasi Regency. The highest habitability score is in West Cikarang District, and the lowest is in Cibitung District. The results of this study also note various perceptions regarding livable housing, including livable housing from the government side, the housing developer side, and the community side as housing residents. The government defines livable housing as a house that meets the technical and non-technical requirements and is acceptable to the community, especially low-income people (MBR). A livable house also defines as a house that is not grounded and already has facilities for bathing, washing and toilet purposes (MCK). From the housing developer side, livable housing refers to residential properties designed and built to provide comfortable, safe and suitable living conditions for the residents. Of course, in livable housing, some houses meet the requirements to live in. A livable house is a house that meets basic requirements regarding size and space and health and comfort standards. These are three main factors: lighting, ventilation, and air temperature and humidity in the room. In addition, the house must also meet minimum requirements in terms of security and safety, including the main structural parts such as foundations, walls, roofs and floors. Meanwhile, people's perceptions of livable housing vary, influenced by social, cultural, and economic background and personal experience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Maulida
"Permasalahan perumahan di perkotaan sudah sangat mendesak. Pertumbuhan penduduk dan arus perpindahan dari pedesaan ke perkotaan yang tidak diimbangi dengan penyediaan perumahan menyebabkan adanya daerah kumuh. Di Provinsi DKI Jakarta, lebih dari 50% rumah tangga belum memiliki tempat tinggal milik sendiri. Selain itu, backlog perumahan tahun 2017 di Provinsi DKI Jakarta yaitu 302.319. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan menyediakan Rumah Susun Sewa untuk masyarakat relokasi dan masyarakat umum berpenghasilan rendah. Akan tetapi, relokasi masyarakat dapat terjadi secara sukarela ataupun terpaksa. Masyarakat relokasi merupakan masyarakat yang terkena program pembangunan untuk kepentingan umum, bencana alam, dan penertiban ruang kota. Saat ini penelitian terkait efektivitas relokasi ke Rumah Susun Sewa sangat terbatas. Di Provinsi DKI Jakarta salah satu permasalahan terkait Rumah Susun Sewa yaitu tingginya tunggakan biaya sewa unit hunian. Dengan mengambil studi kasus Rumah Susun Sewa di Provinsi DKI Jakarta, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan status pemilik unit hunian relokasi dengan umum, yaitu terkait tunggakan sewa unit hunian. Penelitian ini menganalisis data cross section berupa data demografi dan data tunggakan sewa unit hunian Rumah Susun Sewa Tahun 2022. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan regresi Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa status unit hunian berpengaruh terhadap tunggakan penghuni, dimana penghuni dengan status relokasi lebih banyak yang menunggak dibandingkan penghuni dengan status umum.

Housing problems in urban areas are very critical. The increased population growth in DKI Jakarta and the high migration rate from rural to urban areas cause slums. More than 50% of households in DKI Jakarta have not own any housing property yet. In addition, the housing backlog in DKI Jakarta reached 302.319 in 2017. One way to overcome this issue is to provide a public rental housing program for the relocated and public residents with low income. However, the relocated residents can occur voluntarily or involuntarily. The relocation residents referred to are the residents affected by development programs for the public interest, natural disasters, and controlling urban space. Previous research about the effectiveness of relocating to public rental housings is very limited. The public housings create higher rent overdue in Jakarta. Therefore, this research's objective is to compare the relocated and public residents in terms of rent overdue in DKI Jakarta public housing. This research analyzes demographic data and public housing rent overdue in 2022. The method used in this research is quantitative with Ordinary Least Square (OLS) regression. The analyzed regression shows that rental public housing status influences rent overdue, and residents with the status relocated residents are more prone to pay the rent overdue, compared to the public residents. "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa ‘Ul Jannah
"Perumahan muslim merupakan konsep perumahan yang banyak dijumpai di Kota Depok. Konsep ini dijadikan sebuah strategi pemasaran oleh pengembang untuk menarik konsumen di kalangan muslim. Di sisi lain, fenomena ini dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai bentuk sekat-sekat sosial yang terjadi dalam skala kota. Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana perumahan muslim bisa menjadi preferensi dan pilihan hunian seseorang-mengetahui bagaimana lifestyle seorang muslim bisa mempengaruhi preferensi huniannya sehingga menjadi hunian pilihan- serta peran arsitektur sendiri dalam konteks ini. Pembahasan mengenai preferensi dan pilihan hunian ini menggunakan teori sosial habitus dari Michael Grenfeel Pierre Bourdieu dan teori strukturasi dari Anthony Giddens. Metode yang dilakukan adalah kualitatif dengan kajian literatur, observasi langsung, penyebaran kuesioner dan wawancara. Skripsi ini menemukan bahwa identitas diri sebagai seorang muslim mepengaruhi lifestyle dan menjadi penentu preferensi dan pilihan huniannya sedangkan arsitektur memiliki peran untuk menjadikan perumahan muslim sebagai lingkungan yang bersifat semi-permeabel, bukan sekat-sekat kaku di skala kota.

Muslim housing community is a housing concept that is easily found in Depok City. This concept is used as a marketing strategy by developers to attract consumers among Muslims. On the other hand, this phenomenon is feared by some people as a form of social barriers that occur on an urban scale. This thesis aims to see how Muslim housing can be a person's preference and choice - knowing how a Muslim's lifestyle can influence his residential preferences so that they become residential choices - and the role architecture in this context. This discussion of housing preferences and choice uses the social theory of habitus from Michael Grenfeel Pierre Bourdieu and structuration theory from Anthony Giddens. The method that used in this thesis is qualitative with literature review, direct observation, questionnaires and interviews. This thesis found that the identity of a Muslim influences lifestyle and determines his housing preferences dan choice while architecture has a role to make Muslim housing community as a semi-permeable environment, not rigid barriers on an urban scale."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>