Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agenda Citra Muhammad
"Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Tulisan ini menganalisis pengaturan dan penerapan bukti tidak langsung dalam perkara persekongkolan tender khususnya dalam Putusan KPPU No. 17/KPPU-L/2022. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Bukti tidak langsung adalah salah satu aspek dalam hukum persaingan usaha yang mengandung perdebatan di Indonesia, walaupun dalam praktik internasional telah diakui sejak lama. Putusan pengadilan tidak selalu mengakui bukti tidak langsung, terdapat pula putusan pengadilan yang mengakui tetapi bukti tidak langsung tidak diposisikan sebagai alat bukti pada Pasal 42 UU Persaingan Usaha. Di tengah perdebatan tersebut, KPPU menerbitkan Peraturan Ketua KPPU Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender yang mana salah satu isinya menjelaskan tentang bukti tidak langsung termasuk dengan mendasarkan penjelasan bukti tidak langsung pada OECD Policy Brief June 2007. Oleh sebab itu, dinamika pengaturan bukti tidak langsung dalam persekongkolan tender dipandang penting untuk dikaji, termasuk pula penerapannya pada putusan perkara. Terhadap perkembangan dinamika pengaturan, disimpulkan bahwa KPPU telah memperhatikan praktik internasional dari bukti tidak langsung serta memperhatikan perkembangan teknologi terhadap pembuktian persekongkolan tender yang telah diterapkan lebih dulu di negara lain. Terhadap penerapan pengaturan bukti tidak langsung dalam putusan, Putusan Nomor 17/KPPU-L/2022 oleh Majelis Komisi dalam pertimbangannya mengandung tiga kekeliruan. Majelis Komisi merujuk ketentuan bukti tidak langsung pada peraturan terkait penanganan perkara yang belum dapat diterapkan; tidak merujuk penjelasan bukti tidak langsung pada Peraturan Ketua KPPU No. 3 Tahun 2023 yang telah menjelaskan bukti tidak langsung sesuai dengan OECD; serta Majelis Komisi tidak membedakan antara fakta yang merupakan bukti komunikasi dengan yang merupakan bukti ekonomi.

This paper analyzes the regulation and application of indirect evidence in bid rigging cases specifically in KPPU Decision No. 17/KPPU-L/2022. This paper is prepared by using the doctrinal research method. Indirect evidence is one aspect of competition law that is contentious in Indonesia, although in international practice it has been recognized for a long time. Court decisions do not always recognize indirect evidence, there are also court decisions that recognize but indirect evidence is not positioned as evidence in Article 42 of the Competition Law. In the midst of this debate, KPPU recently issued KPPU Chairman's Regulation No. 3 of 2023 concerning Guidelines for the Prohibition of Bid Rigging, one of which explains indirect evidence including by basing the explanation of indirect evidence on the OECD Policy Brief June 2007. Therefore, the dynamics of indirect evidence regulation of bid rigging are considered important to be studied, including its application in case decisions. In regard to the development of regulation, it was concluded that KPPU has paid attention to international practices of indirect evidence as well as paying attention to technological developments in the proof of bid rigging that have been previously applied in other countries. In regard to the application of indirect evidence regulation in the decision, Decision Number 17/KPPU-L/2022 by the Commission Panel, in its consideration contained three errors. The Commission Panel referred to the provisions of indirect evidence in the regulation related to case handling that could not yet be applied; did not refer to the explanation of indirect evidence in the KPPU Chairman Regulation No. 3 of 2023 which had explained indirect evidence in accordance with the OECD; and the Commission Panel did not distinguish between facts that constituted communication evidence and those that constituted economic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oryza Nada Shafa
"Kegiatan tender bertujuan agar pelaku usaha dapat memberikan penawaran dengan harga dan kualitas yang kompetitif untuk memberikan kesempatan yang sama, sehingga didapatkan produk dengan kualitas terbaik dengan harga terendah. Dalam realitanya, terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu persekongkolan tender. Persekongkolan tender merupakan kegiatan yang dilarang dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang membahayakan iklim persaingan usaha yang sehat. Isu yang diangkat dalam konteks ini adalah praktik persekongkolan tender yang terjadi dalam proyek Taman Ismail Marzuki pada Putusan Nomor 17/KPPU-L/2022 dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tulisan ini akan menganalisis apakah kegiatan tersebut termasuk sebagai persekongkolan tender dengan melihat pemenuhan unsur yang terdapat pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akan dianalisis pula bagaimanakah pertimbangan Majelis KPPU dalam memutuskan dugaan pelanggaran persekongkolan tender tersebut. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan kepustakaan atau data sekunder. Proyek Taman Ismail Marzuki pada Putusan 17/KPPU-L/2022 memenuhi semua unsur persekongkolan tender yaitu; unsur pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan menentukan pemenang tender, dan unsur persaingan usaha tidak sehat dengan memperhatikan bahwa masih terdapat beberapa hal yang harus dibuktikan kembali terkait pembuktian mengenai kerja sama antara para pelaku. Menggunakan pendekatan rule of reason, terbukti telah terjadi persaingan usaha tidak sehat yang disebabkan oleh kegiatan persekongkolan. Pembuktian Majelis Komisi telah tepat dalam memutuskan bahwa Para Terlapor telah terbukti melanggar pelanggaran Pasal 22. Namun, pengenaan tindakan administratif yang diberikan dinilai kurang tepat dimana Terlapor I hanya diberikan sanksi berupa teguran dan perintah. Atas dampak negatif yang ditumbulkan, pemberian sanksi denda akan lebih efektif memberikan efek jera. Transparansi Majelis dalam memberikan pertimbangan dan alasan sangat penting sebelum menjatuhkan sanksi supaya Pelaku Usaha dan masyarakat dapat mengetahui konsekuensi dalam pelanggaran persaingan usaha tidak sehat untuk memberikan kejelasan hukum untuk menjadi acuan dalam bertindak.

Tender activity aims to enable business actors to provide offers with competitive prices and quality to provide equal opportunities so the best quality products are obtained at the lowest prices. In reality, there are violations committed by business actors, namely bid rigging. Bid rigging is an activity prohibited in Article 22 of Law Number 5 of 1999 that endangers a healthy business competition climate. The issue raised in this context is the practice of bid rigging that occurred in the Taman Ismail Marzuki project in Decision Number 17/KPPU-L/2022 in the procurement of government goods and services. This article will analyze whether this activity is included as a tender conspiracy by looking at the fulfillment of the elements contained in Article 22. It will also analyze how the KPPU Council considered the alleged violation of tender conspiracy. This article was prepared using normative juridical research methods that emphasize the use of literature or secondary data. Decision 17/KPPU-L/2022 fulfills all the elements of bid rigging, namely; elements of business actors, conspiring, other parties, arranging and determining the winner of the tender, and unfair business competition. Taking into account that there are still several things that must be proven again regarding proof of cooperation between the actors. Using the rule of reason approach, it is proven that there has been unfair business competition caused by conspiratorial activities. The Commission Council's evidence was correct in deciding that the Reported Parties had been proven to have violated Article 22. However, the imposition of administrative measures was inappropriate, where Reported Party I was only given sanctions in the form of a warning and an order. Imposing fines will be a more effective deterrent. The Assembly's transparency in providing considerations and reasons is very important before imposing sanctions so that business actors and the public can know the consequences of violating unfair business competition to provide legal clarity to serve as a reference for action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvin Sianka Thedean
"Persekongkolan tender telah menjadi sebuah fenomena yang tidak asing dalam berbagai kasus persaingan usaha. Sulitnya pembuktian kasus persekongkolan tender disebabkan tidak adanya satupun perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Tujuan utama dari praktek persekongkolan tender tidak lain adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai dampak nyata, praktek persekongkolan tender telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan negara. Pengadilan Amerika memperkenalkan suatu metode untuk menghitung besar kerugian yang timbul sebagai dampak dari pelanggaran persaingan usaha. Metode ini dikenal dengan nama Metode Yardstick dan sering dipergunakan oleh Pengadilan Amerika dalam memutus beberapa kasus persaingan usaha. Metode ini sangat mungkin diterapkan dalam kasus persekongkolan tender serta diyakini dapat dijadikan sebagai indirect evidence dalam membuktikan adanya persekongkolan tender.

Tender conspiracy has become a familiar phenomenon in many cases of business competition. The difficulty of proving tender conspiracy availibility is just because none of the agreements set forth in written form by the parties. While in common the main purpose of tender conspiracy is gaining profits as much as possible. As the impact, tender conspiracy practices would bring a great loss of state finance. US Court introduced a method to calculate the damage in antitrust law's violation. This method is know as yardstick method and has been many times used to solve some antitrust violation's cases. Yardstick Method is very possible to be implemented in case of tender conspiracy and is believed to be as indirect evidence in proving tender conspiracy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43072
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Abas Ali
"Tesis ini membahas penafsiran hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam membuktikan terjadinya persekongkolan tender dengan menggunakan pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence) sebagai alat bukti yang dijadikan pertimbangan dan dasar hukum dalam memeriksa dan memutus perkara persekongkolan tender dan penafsiran hukum Badan Peradilan terhadap pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence). Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pembuktian perkara persekongkolan tender dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan memperluas penafsiran hukum terhadap unsur-unsur persekongkolan tender sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 maupun pedoman Pasal 22. Pembuktian terhadap penerapan unsur-unsur persekongkolan tender dimaksud juga menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) yang diinterpretasikan sebagai alat bukti petunjuk. Selanjutnya dalam proses pemeriksaan keberatan di tingkat Pengadilan Negeri dan pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung terdapat perbedaan penafsiran hukum terhadap unsur persekongkolan tender khususnya dalam konteks penerapan prinsip pembuktian dengan menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence). Dalam analisis penerapan alat bukti tidak langsung ini pertimbangan Badan Peradilan dilandasakan pada penafsiran bahwa dalam hukum persaingan usaha, bukti terjadinya persekongkolan tender dianggap cukup apabila ditemukan beberapa petunjuk atau bukti tidak langsung (indirec evidence) yang bersesuaian dengan beberapa peristiwa lainnya (plus factors).

This thesis discuss law interpretation of Business Competition Commission Supervisory in order to prove any tender conspiracy using indirect evidence approach as considerations and law base to examine and decide case of tender conspiracy and law interpretation of Judicature Institution against indirect evidence approach. This is normative juridical law research in analysis description using both rules and regulations approach and conceptual approach with qualitative data analysis technique. Research results indicated case evidence of tender conspiracy conducted by Business Competition Commission Supervisory and expansion of law interpretation of tender conspiracy elements either as referred to in Article 22 of Laws No.5 of 1999 or guidance of Article 22. Proving of such law interpretation of tender conspiracy elements also used indirect evidence interpreted as guide evidence. However, in objectionable examination process at District Court level and cessation examination at Court Supreme it had been found the difference of law interpretation against tender conspiracy elements, in context of evidence principles application using indirect evidence. In this case, the considerations of Judicature Institution based on interpretation that in law of business competition, the evidence of tender conspiracy is adequate or sufficient provided some guides or indirect evidences had been found as well as there are suitability with other events (plus factors).
"
Universitas Indonesia, 2013
T35456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Iqbal
"Penulisan ini menganalisis kasus kartel tiket pesawat di Indonesia yang dilakukan oleh 7 maskapai penerbangan yaitu Garuda Group, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Mentari, Wings Abadi, dan NAM Air dalam Putusan KPPU No. 15/KPPU-I/2019, bahwa dalam putusan tersebut memutuskan ketujuh maskapai tersebut telah melakukan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang melakukan perjanjian bersama-sama dalam menetapkan harga tiket pesawat di Indonesia didukung dengan adanya bukti ekonomi dan bukti komunikasi. Dalam penulisan ini membahas mengenai penerapan pembuktian tidak langsung dalam Putusan KPPU No. 15/KPPU-I/2019 dan kesesuaian penerapan pembuktian tidak langsung menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, bahwa dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada hasil putusan Majelis Komisi yang hanya memberikan sanksi laporan tertulis saja kepada ketujuh maskapai terlapor dan tidak memberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang semestinya memberikan efek jera kepada pelaku yang melakukan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan penulis juga memfokuskan pada pembahasan mengenai peraturan mengenai pembuktian tidak langsung yang belum diatur lebih lanjut di Indonesia sehingga terdapat ketidakyakinan hukum. Berdasarkan hasil penelitian terdapat saran dari penulis yaitu perlu adanya aturan lebih lanjut mengenai pembuktian tidak langsung dan perlunya menerapkan sanksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

This writing analyzes the airline ticket cartel case in Indonesia carried out by 7 airlines, namely Garuda Group, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Mentari, Wings Abadi, and NAM Air in KPPU Decision No. 15/KPPU-I/2019, that the decision determined that the seven airlines had violated Article 5 of Law No. 5 of 1999 which entered into a joint agreement to determine airline ticket prices in Indonesia, supported by economic evidence and communication evidence. In this writing, the author discuss the application of indirect evidence in KPPU Decision No. 15/KPPU-I/2019 and the suitability of applying indirect evidence according to Law No. 5 of 1999, that in this research the author focuses on the results of the Commission Council's decision which only gave written report sanctions to the seven reported airlines and did not provide sanctions in accordance with statutory regulations which should provide a deterrent effect to perpetrators who violate the provisions of the Law. Law Prohibiting Monopoly Practices and Unfair Business Competition and the author also focuses on discussing regulations regarding indirect evidence which have not been further regulated in Indonesia so there is legal uncertainty. Based on the research results, there is a suggestion from the author, namely the need for further regulations regarding indirect evidence and the need to apply sanctions in accordance with statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama
"Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah untuk mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang kompetitif yaitu persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha. Salah satu larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah praktik kartel. Namun dalam pembuktiannya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengalami kesulitan menemukan bukti langsung, sehingga seringkali KPPU menggunakan bukti tidak langsung (indirect evidence) berupa bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Secara eksplisit, indirect evidence belum diatur secara tegas dalam pengaturan hukum pembuktian di Indonesia. Salah satu kasus kartel yang diselesaikan oleh KPPU dengan menggunakan indirect evidence adalah pada kasus kartel ban dengan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 yang kemudian dikuatkan dalam putusan Pengadilan Negeri dan putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan indirect evidence dalam penyelesaian sengketa kartel oleh KPPU dan pandangan Majelis Komisi KPPU, Hakim Pengadilan Negeri serta Hakim Mahkamah Agung terhadap penggunaan indirect evidence dalam putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka, yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Kedudukan indirect evidence dianggap hanya sebagai pendukung atau penguat terhadap bukti lain, sebagai alternatif apabila bukti langsung tidak dapat ditemukan. Penggunaan indirect evidence oleh KPPU dalam kasus kartel ban ini didasarkan atas bukti komunikasi berupa koordinasi/kesepakatan oleh beberapa perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dan bukti ekonomi melalui metode Harrington. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya mengakui bahwa indirect evidence adalah bukti yang sah dipergunakan dalam pembuktian kartel sepanjang tidak adanya bukti lain yang dapat melemahkan indirect evidence tersebut.

The objective of the establishment of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is to strive optimally the creation of competitive business competition that is fair business competition among business actors. One of the prohibitions of monopolistic practices and unfair business competition regulated in Law No. 5 of 1999 is the practice of cartels. However, in the proof, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) has difficulty finding direct evidence, so that KPPU often uses indirect evidence in the form of communication evidence and economic evidence. Explicitly, indirect evidence has not been explicitly regulated in the legal regulation of evidence in Indonesia. One of cartel cases resolved by KPPU by using indirect evidence is in the case of a tire cartel with KPPU Decision Number 08 / KPPU-I / 2014 which is then reinforced in the decision of the District Court and Supreme Court ruling. This research analyzes how the use of indirect evidence in cartel dispute settlement by KPPU and Commission KPPU Commission's opinion, District Court Judge and Supreme Court Judge against the use of indirect evidence in KPPU decision No. 08 / KPPU-I / 2014.
This research uses normative juridical approach with secondary data collection or library, then analyzed by qualitative method. The position of the indirect evidence shall be deemed merely as a support or reinforcement against other evidence, as an alternative if direct evidence can not be found. The use of indirect evidence by KPPU in the case of cartel ban is based on communication evidence in the form of coordination / agreement by some tire companies incorporated in Indonesian Ban Company Association (APBI) and economic evidence through Harrington method. The Supreme Court in its consideration acknowledges that indirect evidence is valid evidence to be used in."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie, Marcia
"Karya tulis ini membahas perihal penggunaan indirect evidence oleh KPPU dalam berbagai kasus kartel di Indonesia. Karena polah KPPU yang mendasarkan penggunaan bukti tersebut pada OECD Policy Brief, maka dilakukanlah analisis terhadap maksud sebenarnya dari brief tersebut dengan menjelaskan negara-negara yang dijadikan model dalam brief tersebut (Amerika dan Brazil), serta membandingkan polah KPPU dengan polah otoritas persaingan usaha di negara lain yang ?sama seperti Indonesia? bukan anggota maupun peserta OECD Roundtable terkait (Singapore). Kemudian, dibahas juga mengenai hukum acara yang berlaku untuk hukum persaingan usaha di Indonesia, serta pendapat para ahli mengenai penggunaan indirect evidence yang sepantasnya.

This thesis analyses the use of indirect evidence by KPPU in many of its effort to prove the conduct of cartel. Since KPPU has the tendency to base its use of indirect evidence on OECD Policy Brief, a thorough explanation on the legal reasoning and intention of the brief is provided by giving examples of some countries which were the models of the OECD Roundtable (United States and Brazil), as well as comparing KPPU?s conduct to other countries? anti-competition authorities (Singapore) which ?like Indonesia? is not a member of nor a party to such roundtable. The procedural law of competition law and the experts? opinions on the proper use of indirect evidence are also analyzed in relation to this matter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1519
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Bayu Putra Setiono
"Indirect Evidence digunakan oleh KPPU sebagai bukti utama untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antara para pelaku usaha minyak goreng sawit yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan indirect evidence masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menguraikan indirect evidence yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel minyak goreng. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Peraturan mengenai indirect evidence harus diatur lebih jelas dan terperinci di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 sehingga putusan KPPU dapat diperkuat di tingkat banding maupun kasasi. Di samping itu Hakim/Hakim Agung di tingkat Pengadilan Negeri dan Kasasi hendaknya tidak bersikap rigid dan legalistik dengan hanya menggunakan sistem pembuktian yang sifatnya konvensional. Hakim/Hakim Agung seharusnya tidak hanya mengacu pada Undang-Undang saja melainkan juga dengan menggunakan penafsiran-penafsiran hukum yang bertujuan untuk keadilan.

Indirect evidence is used by KPPU as the primary evidence to prove the existence of a written agreement between the businessmen suspected of palm oil cartel. However, on the one hand, the use of indirect evidence is still being debated in Indonesia, because in addition to containing ambiguity, its use has not been set explicitly in the Indonesian legal system. This thesis will describe the indirect evidence used by KPPU to prove the allegations of palm oil cartel. This study is a normative legal research using qualitative analysis. Regulations on indirect evidence should be arranged more clearly and in more detail in the Act No. 5 of 1999 to strengthened the verdict of KPPU when appealing in district court as well as in supreme court. In addition, Judge / Supreme Court Judge at the District and Supreme Court should not be rigid and too focus on the regulation using only conventional system of evidentiary. Judge / Supreme Court Judge should not only refer to the Act alone but also refers to the use of interpretations of law aimed at justice.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Laskoro
"Skripsi ini membahas mengenai hukum acara pada persaingan usaha, alat bukti yang digunakan pada hukum acara persaingan usaha, pengertian tentang indirect evidence serta penggunaan indirect evidence untuk memutus perkara persaingan usaha. Termasuk upaya hukum yang dapat ditempuh pelaku usaha. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan penjabaran eksplanatoris. Penelitian ini dapat dijadikan landasan pemikiran untuk mengetahui mengenai sistem pembuktian pada hukum acara persaingan usaha, untuk mengetahui hubungan antara indirect evidence dengan alat bukti petunjuk, serta untuk mengetahui penggunaan indirect evidence di dalam prakteknya. Penelitian ini didasarkan pada Undang-undang No. 5 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menemukan bahwa untuk memutus perkara persaingan usaha, Majelis Komisi hanya menggunakan indirect evidence. Penelitian ini menyarankan bahwa indirect evidence harus digunakan bersama dengan satu alat bukti lain, serta agar diberikan definisi mengenai indirect evidence yang bisa dilakukan melalui Peraturan Komisi sehingga tidak menimbulkan multi tafsir.

This minithesis describes the business competition procedural law, evidence that can be use on business competition procedural law, the use of indirect evidence to bring in verdict business competition case, and also the relation of indirect evidence as a clue. This minithesis is qualitative research with explanatory explanation. This minithesis can be used as justification to know about authentication system on business competition procedural law. This research is based on the Act No. 5 of 1999 on Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and related legislations. The results found that to resolve business competition case, the Commission only use indirect evidence. This research suggests that indirect evidence have to use together with other evidences, and also the definitions of indirect evidence have to be made which can be done by Commission Rule in order to avoid multiple interpretations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S235
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>