Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Kamila
"Studi tentang komunikasi pada dunia gaming masih belum banyak terjamah dalam bidang linguistik (Hsu, 2020). Deiksis tidak hanya dapat ditemukan dalam interaksi sehari-hari di dunia nyata, tetapi juga di dunia gaming. Contohnya voice line atau rekaman dialog berbahasa Jerman karakter Killjoy dalam gim Valorant. Penelitian ini menganalisis deiksis yang terkandung dalam voice line berbahasa Jerman karakter Killjoy pada gim Valorant. Data diolah menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan merujuk pada teori deiksis Levinson (1983) dan Levinson (2006) untuk mengidentifikasi jenis-jenis deiksis yang ada dalam voice line Killjoy. Hasil dari penelitian menunjukkan; dari 92 data, terdapat 46 data mengandung deiksis persona, 29 data mengandung deiksis spasial, 17 data dengan deiksis temporal, 68 data mengandung deiksis wacana, dan 24 data dengan deiksis sosial. Deiksis wacana merupakan deiksis yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini, mengingat setiap ujaran yang terkandung dalam voice line sangat bergantung pada situasi dan konteks yang dipahami oleh penutur (Killjoy) dan mitra tuturnya (rekan sesama timnya).
The study of communication in gaming remains a relatively underexplored area within linguistics (Hsu, 2020). Deixis can be found not only in everyday interactions in the real world but also in the gaming world. For example, the German voice line of Killjoy in Valorant. This study examines the deixis found in Killjoy's German voice line in Valorant. The data is analyzed using a descriptive qualitative technique, using Levinson's (1983) and Levinson's (2006) deixis theory to determine the deixis in Killjoy's vocal line. The result of the research shows that out of 92 data, there are 46 data containing persona deixis, 29 data containing spatial deixis, 17 data containing temporal deixis, 68 data containing discourse deixis, and 24 data with social deixis. Discourse deixis is the most commonly found deixis in this study, considering that every utterance contained in the voice line is very dependent on the situation and context understood by the speaker (Killjoy) and her speech partner (her teammate)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Erisandy Arief
"Hadirnya beragam layanan penyintesis suara manusia di Internet memungkinkan siapa pun untuk melakukan sintesis suara manusia dengan memanfaatkan layanan ini. Di tangan yang salah, teknologi ini dapat merugikan masyarakat awam dan meningkatkan peluang keberhasilan penipuan. Maraknya layanan penyintesis suara manusia yang sudah hampir tidak dapat dibedakan oleh telinga manusia memberikan keluangan untuk menghadirkan sebuah sistem yang dapat membedakan suara manusia dengan suara manusia sintetis. Penelitian ini memanfaatkan teknologi pembelajaran mesin yang berupa Convolutional Neural Networks pada spektogram suara manusia dari himpunan data pelatihan dengan 16 suara manusia yang berisikan 4 suara pria asli, 4 suara pria sintetis, 4 suara wanita asli, dan 4 suara wanita sintetis dengan jumlah 1.008 berkas rekaman suara manusia berformat WAV yang telah dirancang dan dibuat khusus untuk penelitian ini dengan pembagian pelatihan dan validasi sebesar 80% dan 20% secara berurut. Hasil akhir dari penelitian ini memberikan sebuah model CNN dengan bobotnya yang memberikan nilai data loss sekecil 0,00022 dan sebuah sistem yang dapat melakukan deteksi keaslian suara manusia berdasarkan berkas rekaman suara manusia dan model CNN serta bobot yang diberikan.

The presence of human voice synthesis services on the Internet allows everyone to create synthetic human voices by leveraging these services. In the wrong hands, this technology could harm unsuspecting citizens and promote chances of scams. The abundance of human voice synthesis service that is almost indistinguishable by human ears gave presence to a system that could distinguish between real and synthetic human voices. This study leverages machine learning technology in the form of Convolutional Neural Networks on a spectrogram from a training dataset with 16 different human voices consisting 4 authentic men voices, 4 synthetic men voices, 4 authentic women voices, and 4 synthetic women voices with the total of 1,008 WAV formatted human voice recording files that was designed and made specifically for this study with the splitting ratio for training and validation set to 80% and 20% respectively. The end result of this study produces a CNN model and its weights with a data loss score of 0.00022, as well as a system that can perform authenticity detection on a human voice based on the given human voice recording file and the CNN model with its weights."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Rahma Haryanti
"Sebagai aplikasi yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, Gojek memiliki pola tuturan tersendiri untuk dapat terkoneksi dengan penggunanya. Penelitian ini menganalisis tindak tutur ilokusi dan strategi kesantunan yang terdapat pada aplikasi Gojek. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif serta teori tindak tutur Searle (1976) dan kesantunan Brown dan Levinson (1987). Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis tindak tutur yang terdapat dalam aplikasi Gojek meliputi tindak tutur representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Tindak tutur direktif dalam Gojek mendominasi karena banyak digunakan untuk mengarahkan pengguna untuk melakukan tindakan tertentu, termasuk dalam mengoperasikan aplikasi secara umum. Sementara itu, strategi kesantunan yang ditemui dalam aplikasi Gojek meliputi melakukan FTA tanpa tindak kesantunan, melakukan FTA dengan kesantunan positif, melakukan FTA dengan kesantunan negatif, serta melakukan FTA secara tidak langsung. Penerapan FTA dengan kesantunan positif menjadi strategi yang paling banyak digunakan dalam Gojek sebagai usaha untuk mengakomodasi keinginan pengguna serta membuat pengguna nyaman dalam menggunakan aplikasi ini.

As an application that is essential in daily life, Gojek has its own speech pattern to connect with its users. This research highlights the illocutionary speech acts and politeness strategies used in Gojek. The analysis is done using qualitative descriptive method with Searle’s (1976) theory of speech act and Brown and Levinson’s (1987) theory of politeness. The study shows that Gojek uses illocutionary acts in the form of representative, directive, commissive, expressive, and declarative acts. Directive speech acts in Gojek dominate as it is used to direct users to do certain actions, including in operating the app in general. Politeness strategies found in Gojek consist of doing FTA without redressive actions, doing FTA with positive politeness, doing FTA with negative politeness, and doing FTA off-record. Doing FTA with positive politeness is the most used strategy as it is a medium to accommodate users wants and make users comfortable in using the app."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Sekhudin
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas tindak tutur dan implikatur percakapan melalui analisis wacana kritis (AWK) dalam tayangan Sentilan Sentilun Episode "Selangkah Menuju RI 1" di Metro TV dengan metode kualitatif. Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bentuk tuturan dan implikatur percakapan yang dikomunikasikan sehingga ditemukan strategi tutur yang digunakan. Hasil analisis wacana kritis (AWK) menunjukkan bahwa tayangan Sentilan Sentilun Episode "Selangkah Menuju RI 1" di Metro TV lebih sering menggambarkan keadaan untuk menyampaikan pesan dan secara jelas menampilkan partisipannya. Strategi tutur yang sering digunakan adalah strategi tindak tutur tidak langsung (TTTL) dibandingkan strategi tindak tutur langsung (TTL). Hal ini terkait dengan penyampaian implikatur percakapan berupa pengungkapan citra Subjek, kritik, ajakan, meyakinkan, sindiran, ejekan, pengharapan, permintaan, saran, pengungkapan kesulitan, perintah, dan penegasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menyampaikan implikatur percakapan, partisipan dalam tayangan Sentilan Sentilun Episode "Selangkah Menuju RI 1" di Metro TV terlihat jelas menggunakan strategi persuasif. Baik dengan bentuk tuturan asertif, direktif, maupun komisif.

ABSTRACT
This research discusses the speech acts and conversational implicatures through the critical discourse analysis (CDA) in Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV by using the qualitative methods. The purpose of this research is to show that the form of speech acts and conversational implicatures has found its strategy to be communicated. The results of the Critical Discourse Analysis (CDA) indicate that the Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV was more often describing the state of delivering the message and clearly displayed its participants. Speech act strategy was more frequently using the Indirect Speech Acts (ISA) rather than Direct Speech Acts (DSA). Due to this is associated with the conversational implicatures such as subject image, criticism, persuasing, convincing, insinuation, teasing, wishing, asking, suggesting, expression of adversity, orders, and the affirmation. Moreover, it can be concluded that to deliver conversational implicatures, participants in the Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV apparently used the persuasive strategies neither the form of speech assertive, directive, or commissive, This research discusses the speech acts and conversational implicatures through the critical discourse analysis (CDA) in Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV by using the qualitative methods. The purpose of this research is to show that the form of speech acts and conversational implicatures has found its strategy to be communicated. The results of the Critical Discourse Analysis (CDA) indicate that the Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV was more often describing the state of delivering the message and clearly displayed its participants. Speech act strategy was more frequently using the Indirect Speech Acts (ISA) rather than Direct Speech Acts (DSA). Due to this is associated with the conversational implicatures such as subject image, criticism, persuasing, convincing, insinuation, teasing, wishing, asking, suggesting, expression of adversity, orders, and the affirmation. Moreover, it can be concluded that to deliver conversational implicatures, participants in the Sentilan Sentilun Program Episodes "Selangkah Menuju RI 1" on Metro TV apparently used the persuasive strategies neither the form of speech assertive, directive, or commissive]"
2015
T44701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vaniadika Istamitra
"Penelitian ini membahas tentang deiksis dalam bahasa Korea. Deiksis merupakan kata rujukan yang sifatnya dinamis atau tidak tetap. Deiksis berfungsi sebagai penjelas konteks suatu tuturan atau kalimat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan deiksis dalam bahasa Korea secara umum dan penggunaannya dalam setiap jenisnya. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan yang mengambil sumber dari beberapa penelitian terdahulu. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana penggunaan deiksis dalam bahasa Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima jenis deiksis paling umum dalam bahasa Korea, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dari kelima jenis ini, dapat dikemukakan bahwa terdapat dua jenis deiksis yang dapat terbagi menjadi beberapa bagian. Deiksis yang dimaksud merupakan deiksis persona yang memiliki pembagian orang pertama, kedua, dan ketiga, dan deiksis waktu memiliki pembagian deiksis kalendrikal dan deiksis non-kalendrikal.

This study discusses deixis in Korean. Deixis is a reference word that is dynamic or not fixed. Deixis functions as an explanation of the context of an utterance or sentence. This study aims to explain deixis in Korean in general and its use in each type. This research is a library research that takes sources from several previous studies. The research question is how to use deixis in Korean. The results of this study indicate that there are five most common types of deixis in Korean: persona deixis, spatial deixis, time deixis, discourse deixis, and social deixis. From these five types, it can be stated that there are two types of deixis which can be divided into several parts. The deixis in question is persona deixis which has first, second, and third-person divisions, and time deixis has calendar deixis and non-calendrical deixis divisions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Sastri Utami
"Fenomena penggunaan bahasa Inggris yang disisipkan dalam lagu-lagu populer yang berbahasa non-Inggris saat ini sedang menjadi tren di kalangan generasi muda yang berasal dari negara-negara yang bahasa aslinya bukan bahasa Inggris. Fenomena ini juga terjadi di negara Korea dengan genre musik mereka yang disebut K-Pop. Akibat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, terutama internet, yang begitu pesat, lagu-lagu K-Pop kemudian menyebar dan dikenal luas oleh publik internasional, termasuk di Indonesia. Penyisipan bahasa Inggris dalam lirik lagu K-Pop tersebut memiliki maksud serta tujuan tertentu yang berhubungan dengan cerminan penyampaian identitas si penyanyi.Penelitian ini mengambil contoh lima lirik lagu K-Pop yang dipopulerkan oleh salah satu grup band Korea, Super Junior, dan menelaahnya dengan metode analisis grammar fungsional dan analisis wacana kritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penerapan berbagai macam strategi pembentukan identitas (acts of identity) dalam masing-masing lirik lagu yang digunakan untuk menyampaikan representasi wacana identitas tertentu. Fenomena penggunaan bahasa Inggris itu sendiri didorong oleh beberapa latar belakang yang berhubungan dengan hegemoni ideologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memahami fenomena hibridisasi bahasa Inggris dengan bahasa lain dalam sebuah teks lagu serta membantu pemahaman wacana identitas serta faktor makro-sosiologi ideologi hegemoni yang melatarbelakanginya.

The phenomena of English usage in non-English songs have become a widespread trend among young generation whose native language is not English. This also happens in Korea and in their respective music genre, called K-Pop. Through the fast development of information and telecommunication technology, especially internet have caused K-Pop songs to spread and be known throughout the world mass, including Indonesia. The use of English in K-Pop popular song has particular purpose and meaning related to the representation of identities of its singer. This research has taken samples from five song's lyrics which are popularized by Super Junior, one of K-Pop boy band from South Korea, and has analyzed them through systemic functional grammar and critical discourse analysis.
The result of the research indicates that there is application of some acts of identity on each lyric which is used to portray different representations of identities. The phenomena of English usage itself have to do with certain backgrounds driven by hegemonic ideology. This research is expected to help people understand the growing phenomena of English hybridization in popular song's lyrics and to make them aware of the discourse of identity and macrosociological factor, such as hegemony of ideology, which underlie them.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triaswarin Sutanarihesti
"Disertasi ini mengkaji pertalian antara skema citra dan relasi Figure (F) & Ground (G) dalam penggunaan preposisi in dan op untuk memahami persepsi ruang penutur bahasa Belanda. Data frasa nominal berpola [NP [[P][NP]] diambil dan diolah dengan SKETCH ENGINE. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persepsi ruang dapat diinterpretasikan dengan kemunculan skema citra yang mendasari relasi F & G. Dengan kosakata berunsur konkret, penggunaan preposisi in memunculkan skema citra CONTAINMENT dan RUANG. Tergantung dari ranah semantisnya, G dapat dipersepsikan sebagai wadah, atau F berada di dalam G, atau G merupakan himpunan dari F. Dengan preposisi op tergambar skema citra PERMUKAAN, KONTAK, SUPPORT. G dipersepsikan sebagai sebuah permukaan, atau penopang, atau tempat F menempel. Entitas F dengan kosakata abstrak dalam penggunaan preposisi in mencirikan sifat dinamis karena entitas F dipersepsikan mengandung sebuah proses atau pergerakan dalam ruang lingkup G, dengan skema citra EKSISTENSI. Skema citra ini masih membawa ciri skema citra CONTAINMENT dan RUANG. Dengan preposisi op, entitas F abstrak juga memperlihatkan ciri dinamis. F dapat berupa entitas yang dapat mempengaruhi entitas G, bahkan mengubahnya. Persepsi ruang ini didasari skema citra KEKUATAN DINAMIS yang masih membawa ciri skema citra KONTAK yang menggambarkan bahwa persentuhan F dengan G mengubah keadaan G.

This research discusses the relation between image schema and Figure (F)—Ground (G) in the use of Dutch prepositions in and op to understand the perception of space. Nominal phrase data with [NP [[P][NP]] pattern is collected and processed by SKETCH ENGINE. The study results show that the perception of space can be interpreted by the image schema that underlies the F—G relation. Within concrete words, the use of preposition in shows CONTAINMENT and SPACE image schema’s. Depending on the semantic domain, G can be perceived as a container, or F is inside G, or G is a set of F. Image schema SURFACE, CONTACT, SUPPORT is depicted by the use of op. G is recognised as a surface or support, or to which F attaches. Entity F with abstract words in the use of in preposition characterises dynamic features because entity F is perceived as a process or movement within the G, with image schema EXISTENCE. This image schema still carries the characteristics of CONTAINMENT and SPACE. With preposition op, the abstract entity F also shows a dynamic aspect. F can be any entity that can influence G, and even change it. This perception of space is based on the FORCE DYNAMIC and still shows CONTACT which illustrates that the contact between F and G can changes the state of G."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelton, Gordon E.
New York: McGraw-Hill, 1992
006.454 PEL v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Klevans, Richard L.
London: Artech House, 1997
006.454 KLE v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Budiwiyanto
"Para peneliti mendapati bahwa gugus kata banyak digunakan di berbagai jenis teks pada wacana akademis—cara berpikir dan menggunakan bahasa yang ada di lingkungan akademis. Penelitian ini bertujuan menemukan karakteristik gugus kata dalam bahasa Indonesia wacana akademis tulis dengan mengidentifikasi frekuensi kemunculan, variasi, dan persebaran gugus kata serta menemukan struktur gramatikal dan fungsi wacana gugus kata. Penelitian ini menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif dengan mengombinasikan pendekatan tergerakkan korpus (corpus-driven-approach) dan pendekatan berbasis korpus (corpus-based approach). Untuk mengidentifikasi gugus kata di dalam korpus digunakan peranti WordSmith 7.0. Korpus penelitian ini terdiri atas 12.505.330 kata (token) yang diambil dari empat jenis teks: skripsi, tesis, disertasi, dan artikel jurnal dengan jumlah keseluruhan 1.800 naskah yang terdiri atas enam displin ilmu dari tiga ranah keilmuan, yaitu filsafat dan hukum (ranah ilmu sosial dan humaniora), kimia dan komputer (ranah ilmu sains dan komputer), serta kedokteran dan keperawatan (ranah ilmu kesehatan). Penelitian ini menemukan 150 gugus kata yang terdiri atas tiga hingga lima kata dengan total frekuensi kemunculan 156.453 kali, misalnya pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar, dan yang digunakan dalam penelitian ini. Selain gugus kata yang khas, penelitian ini juga menemukan 20 gugus kata bersama, yaitu gugus yang muncul secara bersama-sama pada keenam disiplin ilmu. Gugus kata pada umumnya berstruktur taklengkap dan dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori utama: gugus frasal dan gugus klausal. Gugus berpola preposisi + frasa nominal merupakan pola yang paling banyak variasinya dan paling tinggi frequensi pemakaiannya, sementara klausa relatif dengan pola yang + frasa verbal pasif + fragmen frasa preposisional adalah yang paling banyak digunakan. Dari segi fungsi wacana, yang paling sering muncul adalah gugus berorientasi penelitian, sedangkan gugus berorientasi partisipan terendah. Subfungsi deskripsi merupakan fungsi yang paling tinggi frekuensi penggunaannya, sedangkan fungsi komparasi adalah yang terendah.

Researchers found that lexical bundles are pervasively used in various types of text in academic discourse—the ways of thinking and using language in the academic environment. This study aims to find the characteristics of Indonesian lexical bundles in written academic discourse by identifying the frequency of occurrence, variation and distribution as well as finding the grammatical structure and the discourse function. This research used a mixed-method design by combining corpus-driven and corpus-based approaches. To identify lexical bundles in the corpus, WordSmith 7.0 corpus tool was used. The corpus used in this research consists of 12,505,330 tokens taken from undergraduated thesis, postgraduated thesis, dissertation, and journal article with a total of 1,800 manuscripts. This study found 150 lexical bundles consisting of three to five words with a total occurrence frequency of 156,453, such as pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar, dan yang digunakan dalam penelitian ini. This study also found 20 shared lexical bundles, namely bundles that appear together in all disciplines. Lexical bundles are generally incomplete structures and can be classified into two main categories: phrasal bundles and clausal bundles. Bundles patterning prepositional + nominal phrase are the most varied and the most frequent in usage, while relative clauses with patterns that + passive verbal phrase + prepositional phrase fragment are the most widely used. In terms of discourse function, research-oriented bundles are the most frequently used, while participant-oriented bundles are the lowest bundles. The description sub-function is the highest frequency in usage, while the comparitive function is the lowest."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>