Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farisya Isnaayu Khairunisa
"Kebakaran hutan dan lahan, baik disengaja maupun tidak, sering terjadi di Provinsi Riau, Indonesia, terutama saat musim kemarau. Riau memiliki lahan gambut seluas sekitar 4.811.865 ha. Pada akhir 2023, terdapat 163 hotspot kebakaran di Riau, dengan Kabupaten Indragiri Hulu memiliki hotspot terbanyak, yakni 69 titik, terutama di Kecamatan Rengat Barat, Rengat, dan Kuala Cenaku. Selain kondisi fisik lahan gambut, aktivitas manusia seperti kepadatan permukiman dan kerapatan parit juga berperan sebagai penyebab utama kebakaran. Penelitian ini menggunakan metode Kernel Density Estimation (KDE) dan overlay serta super-imposed untuk mengolah distribusi hotspot, dengan tujuan mengetahui hubungan distribusi spasial potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan dengan faktor kedalaman lahan gambut, kepadatan permukiman, dan kerapatan parit berdasarkan wilayah administrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi potensi bahaya kebakaran cenderung mengelompok di area tertentu, seperti Kelurahan Sekip Hilir (Kecamatan Rengat), Kelurahan Sungai Dawu (Kecamatan Rengat Barat), dan Kelurahan Rawa Asri (Kecamatan Kuala Cenaku). Distribusi spasial potensi bahaya kebakaran memiliki hubungan signifikan dengan kedalaman lahan gambut dan kerapatan parit. Kepadatan permukiman yang dekat dengan jaringan jalan cenderung berpotensi rendah terhadap kebakaran, sementara kerapatan parit yang lebih dekat justru berpotensi lebih tinggi karena parit berfungsi sebagai drainase air gambut yang tidak terkendali.

Forest and land fires in Indonesia's Riau Province are common, particularly during the dry season. Riau's peatlands span about 4,811,865 hectares. By the end of 2023, the province had 163 hotspots, with Indragiri Hulu Regency having the highest number at 69. The numerous hotspots and extensive peatlands in Indragiri Hulu, especially in West Rengat, Rengat, and Kuala Cenaku sub-districts, make these areas particularly vulnerable to fires. Human activities, such as settlement density and drainage density, also contribute significantly to fire occurrences. This study uses Kernel Density Estimation (KDE) and overlay methods to analyze the spatial distribution of fire hazards, focusing on peatland depth, settlement density, and drainage density across administrative areas. The results indicate that fire hazards tend to cluster in specific areas: Sekip Hilir Village (Rengat Sub-district), Sungai Dawu Village (West Rengat Sub-district), and Rawa Asri Village (Kuala Cenaku Sub-district). The spatial distribution of fire hazards is significantly related to peatland depth and drainage density. Areas with high settlement density and close proximity to road networks tend to have lower fire potential. Conversely, areas with higher drainage density have increased fire potential due to uncontrolled peat water drainage systems."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laily Nurizza Adelia
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa akibat proses alam dan manusia. Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat merupakan salah satu kabupaten yang sering dilanda kebakaran hutan dan lahan. Umumnya, kebakaran hutan dan lahan di kabupaten ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang meningkatkan kepadatan penduduk dan pembukaan lahan dengan membakar lahan. Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekonomi sehingga diperlukan adanya identifikasi wilayah bahaya untuk membangun sistem manajemen yang efektif guna mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dan mengetahui hubungan antara wilayah bahaya kebakaran hutan dan wilayah konsesi di Kabupaten Kubu Raya. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mendapatkan bobot tiap variabel yang digunakan. Terdapat tiga kriteria yang mempengaruhi wilayah bahaya kebakaran hutan yaitu topografi, meteorologi, dan aktivitas manusia yang teridiri atas delapan variabel yaitu ketinggian, lereng, aspect, suhu, curah hujan, kecepatan angin, kepadatan penduduk, dan jarak dari permukiman. Berdasarkan hasil perhitungan AHP, didapatkan bobot kriteria topografi 0,11; meteorologi 0,28; dan aktivitas manusia 0,62. Wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan di kabupaten ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Setelah dilakukan analisis weighted overlay berdasarkan bobot akhir, didapatkan bahwa Kabupaten Kubu Raya didominasi oleh wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan sedang yaitu seluas 433.654,34 hektar atau 50,7% dari total wilayah kabupaten. Wilayah bahaya kebakaran terluas kedua adalah pada tingkat tinggi dengan luas 244.282,41 hektar atau 28,6% dari total luas wilayah. Wilayah bahaya kebakaran rendah memiliki 177.624,25 hektar atau 20,8% dari total luas wilayah. Sedangkan untuk bahaya sangat rendah dan sangat tinggi tidak ada di kabupaten ini. Hasil wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan divalidasi dengan titik panas tahun 2021 menggunakan kurva AUC/ROC dan didapatkan area di bawah nilai kurva ROC 0,76 yang menandakan skor model ini dalam kategori baik. Hasil uji chi-square wilayah bahaya dengan wilayah konsesi menghasilkan nilai signifikan kurang dari 0,05 dengan koefisien kontingensi 0,312 maka dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara wilayah bahaya kebakaran hutan dengan wilayah konsesi.

Forest and land fires are events that are caused by natural and human processes. Kubu Raya Regency, West Kalimantan is one of the districts that often experience forest and land fires. Generally, forest and land fires in this district are caused by human activities that resulted in increased population density and land clearing through burning land. Forest and land fires in Kubu Raya Regency have caused environmental and economic damage, therefore it is necessary to identify the hazard areas for an effective management system to control and prevent forest and land fires. This research aims to identify fire and land fire hazard areas and determine the relationship between the hazard areas and concession areas in Kubu Raya Regency. The Analytical Hierarchy Process (AHP) method is used to obtain the weight of each variable used. There are three criteria that affect the forest and land fire hazard area: topography, meteorology, and human activities, which consist of eight variables: altitude, slope, aspect, temperature, rainfall, wind speed, population density, and distance from the settlements. Based on the AHP calculation, the final weight of the topographic criteria is 0.11; meteorology 0.28; and human activity 0.62. The forest and land fire hazard areas in this district are divided into three classes, which are low, medium, and high. The weighted overlay result found that Kubu Raya Regency is dominated by moderate forest and land fire areas, covering an area of 433.654,34 hectares or 50.7% of the total regency area. The second-largest forest and land fire hazard area are at a high level with an area of 244.282,41 hectares or 28.6% of the total area. The low forest and land fire hazard area have 177.624,25 hectares or 28.6% of the total area. The results of forest and land fire hazards area were validated by hotspot data 2021 using the AUC/ROC curve and obtained an area under the ROC curve value of 0.76, which indicates the score of this model is in a moderate category. The results of the statistic test of the hazard area with the concession area yielded a significant value of less than 0.05 with a contingency coefficient of 0.470, which means that there is a moderate relationship between the forest hazard area and the concession area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafifurrahman
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta menganalisis apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam melaksanakan upaya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, bukan hanya dilakukan dengan sosialisasi dan kegiatan lainnya yang hanya menyasar permukaan dari penyebab permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Tetapi juga menyasar bagaimana pengelolaan tata ruang khususnya pada kawasan gambut. Penelitian menggunakan metode kualitatif pendekatan post positivis dengan studi literatur yang terkait dengan implementasi kebijakan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Sebagai bahan pendukung, peneliti melakukan tinjauan literatur. Hasil analisis memperlihatkan bagaimana implementasi kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dan faktor-faktor yang mempegaruhinya masih terdapat beberapa kekurangan, namun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dapat dioptimalkan. Arah kebijakan Pemerintah Provinsi Riau dalam menetapkan RTRW yang tepat dan akurat untuk mendukung pencegahan kebakaran hutan dan lahan terutama dalam pengelolaan gambut telah menunjukkan komitmen yang tinggi dengan hadirnya kebijakan RPPEG dan Riau Hijau.

This study aims to analyze how policies are implemented to prevent forest and land fires and analyze the factors that influence them. In carrying out efforts to prevent forest and land fires in Riau Province, it is not only carried out with socialization and other activities that only target the surface of the causes of forest and land fire problems. But it also targets spatial management, especially in peat areas. The research uses a qualitative post-positivist approach with literature studies related to policy implementation and prevention of forest and land fires. As a supporting material, the researcher conducted a literature review. The results of the analysis show how the implementation of forest and land fire prevention policies in Riau Province and the factors that influence them still have some deficiencies, but the efforts made by the government can be optimized. The policy direction of the Riau Provincial Government in establishing a precise and accurate RTRW to support the prevention of forest and land fires, especially in peat management, has shown high commitment with the presence of the RPPEG and Riau Hijau policies."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Melvina Ochtora
"Karhutla di Provinsi Riau selalu menjadi sorotan karena ulah manusia yang menyebabkan kerusakan ekosistem hingga kestabilan politik dengan negara tetangga. Untuk menyikapinya, Presiden memprioritaskan upaya pencegahan melalui kolaborasi multisektor antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kolaborasi pencegahan karhutla dengan model collaborative governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses collaborative governance secara keseluruhan sudah diterapkan meskipun diperlukan penyempurnaan pada proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi kolaborasi. Intensitas dialog tatap muka masih rendah dan agenda pembahasan para aktor masih umum terhadap pengendalian kerhutla. Hasil sementara kolaborasi pencegahan belum terukur dengan baik sehingga egosektoral terlihat melalui berbagai program para aktor yang sifatnya mirip. Faktor-faktor yang menghambat kolaborasi adalah desain kelembagaan belum mengalokasi tugas pencegahan para aktor dengan jelas yang beresiko pada tumpang tindih kegiatan dan menurunnya transparansi kolaborasi. Anggaran pencegahan belum memadai karena Provinsi Riau belum memiliki dana alokasi khusus untuk pencegahan dan hanya bergantung pada anggaran aktor yang terlibat.

Karhutla in Riau Province has always been in the spotlight because of human activities that have caused damage to the ecosystem and political stability with neighboring countries. The President prioritizes prevention efforts through multi-sector collaboration between government, private sector, and community. This study aims to analyze the process and the factors that influence collaboration in preventing ‘karhutla’ with the collaborative governance model. The study indicates that collaborative governance process as a whole has been implemented although improvements are needed in the process and the factors that affect collaboration. Intensity of face-to-face dialogue is still low and the discussion is still on controlling ‘karhutla’. The interim results of prevention collaboration haven’t been well measured so that ego sector can be seen through various programs of actors that are similar in nature. The factors that hinder collaboration are the institutional design hasn’t allocated the task of preventing clearly so it’s risky to overlapping activities and decreasing collaboration transparency. The budget of prevention is not sufficient because Riau Province doesn’t have yet a special allocation fund for prevention and depends on the budget of the actors involved."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mangapul, Kudus Kurniawan
"Kawasan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis memiliki tingkat bahaya kebakaran cukup tinggi terlihat dari adanya kebakaran lahan gambut setiap musim kemarau. Tujuan dari Riset ini adalah menganalisis kejadian berulangnya kasus kebakaran lahan, menganalisis upaya penanggulangan kebakaran lahan, menganalisis ketahanan lingkungan, dan mengembangkan model solusi kebakaran lahan. Hasil Riset terdapat hubungan yang sangat kuat antara faktor ekonomi, dan kebakaran lahan, indeks risiko kebakaran lahan sedang dan tinggi yang mendominasi, dan keberhasilan model solusi kebakaran lahan di Kabupaten Bengkalis berbasis pendekatan kebijakan pemerintah Kabupaten Bengkalis yang berwawasan ekologi dengan menggunakan aspek sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, aspek pencegahan, perlindungan, dan pengamanan, dan aspek pengelolaan lahan bebas asap dan pendanaan yang berkelanjutan. Model ini merupakan pilihan untuk menghentikan dan mencegah terjadinya kebakaran lahan di Kabupaten Bengkalis.

The peatland area in Bengkalis Regency has a relatively high fire hazard level, as can be seen from peatland fires every dry season. This research aims to analyze the recurrence of land fires and prevention efforts, environmental resilience, and developing a land fire solution model. The results of the study showed there is a robust relationship between economic factors and land fires, moderate and high land fire risk indexes dominate, and the success of the land fire solution model in Bengkalis Regency based on the Bengkalis Regency government policy approach with an ecological perspective by using sustainable social and economic aspects, aspects of prevention, protection, and security, and aspects of smoke-free land management and sustainable funding. This model is an option to stop and prevent land fires in Bengkalis Regency. "
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Dewi Ayu Kusumaningtyas
"[;;;, ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau mulai marak seiring dengan
meningkatnya laju penebangan hutan, pembersihan lahan dan iklim kering. Karhutla
menyebabkan pencemaran udara bahkan hingga ke Singapura sehingga
mempengaruhi ketegangan politik diantara kedua negara. Karhutla kerap terjadi tiap
tahunnya, padahal sudah banyak regulasi dan institusi yang menangani pencegahan
karhutla serta pengendalian bencana asap. Ketika proses pembakaran biomassa
terjadi, pencemar aerosol terlepas ke udara. Tingginya konsentrasi aerosol
menurunkan kualitas udara setempat dan mengurangi jarak pandang. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kaitan karhutla di Provinsi Riau pada Juni 2013 dengan
pencemaran udara di Riau dan Singapura, karakteristik aerosol di Singapura pada saat
periode karhutla di Riau dan menganalisis implementasi kebijakan pencegahan dan
pengendalian bencana asap akibat karhutla. Metode penelitian yang digunakan adalah
campuran kuantitatif dan kualitatif dengan data sekunder dan primer yang berasal
dari wawancara. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kebakaran di Riau pada Juni
2013 mengakibatkan kenaikan ISPU hingga 1084 (berbahaya) di Riau, kenaikan
konsentrasi PM 2,5, dan menurunkan visibilitas di Singapura. Hasil karakterisasi
melalui parameter aerosol optical depth (AOD), parameter Ångstrom, dan distribusi
ukuran partikel menunjukkan keberadaan aerosol berukuran kecil dengan jumlah
lebih banyak di Singapura yang merupakan ciri aerosol dari karhutla.
Lemahnya kepemimpinan dan penegakan hukum, kurangnya koordinasi antar institusi di tingkat pemerinrah daerah, dan belum optimalnya pemanfaatan informasi peringatan dini adalah sejumlah faktor penghambat implementasi kebijakan pengendalian bencana
asap akibat karhutla.

ABSTRACT
Forest and land fire in Riau increase along with the rapid deforestation, land clearing, and fueled by dry climate. Forest and land fire causes trans-boundary air pollution up to Singapore and creates tensions among neighboring countries. Fires in Riau routinely occur every year, although there are a lot of regulations and institutions dealing with fire prevention and smoke haze management. When biomass burns, certain aerosol pollutant is emitted to the atmosphere. High concentration of aerosol could degrade the local air quality and reduce visibility. This study aimed to analyze the relation of forest and land fire in Riau in June 2013 with the air pollution in Riau and Singapore, the characteristics of aerosol in Singapore during the fire period in Riau and the implementation of fire prevention and smoke haze management policies.Research method that being used are a mixture of quantitative and qualitative with secondary and primary data from interview. The research found that Riau fires in June 2013 resulted the increase of Pollutant Standard Index (PSI) until 1084 (hazardous) in Riau, increase the concentration of PM 2,5, and reduce visibility in Singapore. Aerosol characterization through aerosol optical depth (AOD), Ångstrom parameter and particle size distribution indicates the existence of a small-sized aerosol in a great number in Singapore which is characteristic of aerosol from forest and land fire. Weak leadership and law enforcement, lack of coordination among institutions in local level as well as low utilization of early warning information are a number of factors inhibiting the implementation of smoke haze management policies.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Menteri Negara Lingkungan Hidup , 1998
634.9 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Edgar Zulfikar
"Timbulnya asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan memiliki karakteristik sangat spesifik karena sebagian besar berada di lahan gambut. Upaya untuk pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan merupakan hal yang esensial mengingat maraknya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Maka dari itu, dalam penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial dari pemodelan spasial wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dengan Hybrid Fire Index dan mengetahui hubungan antara wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Kubu Raya. Metode Hybrid Fire Index digunakan untuk pembobotan setiap variabel yang digunakan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan yaitu topografi dan aktivitas manusia. Berdasarkan hasil analisis raster overlay dengan pembobotan Hybrid Fire Index, didapatkan bahwa Kabupaten Kubu Raya didominasi oleh wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan tingkat sedang sebesar 654.901,50 hektar atau 76,55%. Hasil pemodelan spasial wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan telah divalidasi dengan titik panas tahun 2021 menggunakan kurva AUC/ROC dan didapatkan area di bawah nilai kurva ROC 0,862 yang menandakan bahwa skor model ini sangat baik. Hasil analisis nearest neighbor menunjukkan bahwa nilai rasio lebih dari 1 sehingga diartikan bahwa sebaran wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan tingkat tinggi memiliki pola menyebar di seluruh wilayah kabupaten. Hasil uji statistik chi-square wilayah bahaya dengan wilayah konsesi menghasilkan nilai signifikan kurang dari 0,05 dengan contingency coefficient 0,603 sehingga diartikan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dengan fungsi kawasan hutan dan lahan.

The emergence of smoke caused by forest and land fires has very specific characteristics because most of it is on peatlands. Efforts to prevent forest and land fires are essential considering the prevalence of forest and land fires in Kubu Raya Regency, West Kalimantan Province. Therefore, this study aims to analyze the spatial pattern of spatial modeling of forest and land fire hazard areas with the Hybrid Fire Index and determine the relationship between forest and land fire hazard areas and the function of forest areas in Kubu Raya Regency. The Hybrid Fire Index method is used to weight each variable used. There are two factors that affect forest and land fire hazard areas, namely topography and human activities. Based on the results of the raster overlay analysis with the Hybrid Fire Index weighting, it was found that Kubu Raya Regency is dominated by forest fire hazard areas and medium-level land of 654,901.50 hectares or 76.55%. The results of spatial modeling of forest and land fire hazard areas have been validated with hotspots in 2021 using the AUC/ROC curve and the area under the ROC curve value is 0.862 which indicates that the score of this model is very good. The results of the nearest neighbor analysis show that the ratio value is more than 1, which means that the distribution of forest and high-level land and forest fire hazard areas has a spreading pattern throughout the district. The results of the chi-square statistical test of the hazard area with the concession area yielded a significant value of less than 0.05 with a contingency coefficient of 0.603, which means that there is a moderate relationship between forest and land fire hazard areas and the function of forest and land areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristiyenny Pubianturi
"Kebakaran Hutan dan Lahan (KHL) di Propinsi Riau merupakan salah satu isu lingkungan hidup yang timbul akibat pelaksanaan pembangunan dan ekonomi yang cenderung dilakukan secara eksploitatif sehingga melupakan upaya menjaga kelestarian lingkungan. Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang setiap tahunnya mengalami polusi dari kabut asap yang ditimbulkan oleh KHL selama 2-3 bulan setiap tahunnya. Dari aspek ekonomi kerugian dari kabut asap tersebut meiiputi bukan hanya masalah hilangnya aset kekayaan tegakan hutan kayu, tetapi juga aspek ekologi sangat luas berupa hilangnya flora dan habitat satwa liar- Dampak negatif lain yang sangat menonjol adalah menurunnya kualitas udara yang menyebabkan gangguan daya pandang dan meningkatnya penderita penyakit saluran pernafasan sampai 2-3 kali lipat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar dampak kesehatan yang ditimbulkan karena kabut asap KHL dan berapa estimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh dampak kesehatan tersebut. Jenis penelitian adalah studi ekologi yang memakai analisa korelasi dengan menggunakan data polutan Udara PMIO dan S02 yang diperoleh dari Air Quality Monitoring Station di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Asma Bronkiale dan Bronkitis diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Mandau, data titik api (hotspot) sebagai penunjuk adanya KILL diperoleh dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Jakarta. Data yang diolah adalah data dari Januari tahun 2000 sampai Desember 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, antara Hotspot dan PM 10 terdapat hubungan positif yang kuat dan bermakna. Analisis bivariat dengan uji regresi linier menghasilkan hubungan Prediksi dengan persamaan garis PM10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot. Hubungan antara Hotspot dengan ISPA menunjukran hubungan sangat kuat dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan gads ISPA = 723,685 + 60,046 x Hotspot. Hubungan antara PM14 dan ISPA mempunyai hubungan yang sedang dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan garis prediksi LSPA = 359,471 + 6,488 x PM10. Dampak kesehatan masyarakat yang terbesar akibat kabut asap KHL di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2002 adalah keterbatasan aktifitas harian yaitu sebesar 711.850 hari. Estimasi kerugian ekonomi akibat dampak kesehatan masyarakat sebesar Rp 98 milyar rupiah.
Disimpulkan bahwa besarnya dampak kesehatan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kabut asap KHL ini merupakan estimasi rendah karena hanya menggunakan PM10 sebagai parameter pencemar, tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan oleh polutan lain (misalnya NOx dan Dian) dan juga belum memperhitungkan kerugian penyakit jangka panjang karma polutan udara.
Disarankan kepada Puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Bengkalis agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh KHL, berikut upaya yang harms dilakukan dalam mengantisipasi kualitas udara yang buruk Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis agar melakukan perencanaan program antisipasi dampak kesehatan supaya masyarakat terlindung dari akibat kabut asap. Secara keseluruhan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis disarankan bertindak aktif dalam mengantisipasi dampak kesehatan akibat KHL secara teknis dan administratif.
Daftar Pustaka: 45 (1982-2002)

Community Health Impacts and Estimation of Economic Loss from Forest and Land Fires in the Regency of Bengkalis in 2002Forest and Land Fires (FLF) in Riau Province is one of the environmental issues that arise from the progressive and economical development which tends to be done exploitatively and thus overlook efforts to preserve the environment. Bengkalis regency is the regency that every year suffers from pollution of smoke haze which caused by FLF for as long as 2-3 months every year. The disadvantages are not only from the economical perspective that consist of loosing assets of forest lumber, but also ecologically of loosing flora and habitat of wild animals. Another implication which is very significant is the decrease of air quality which causes visual troubles and the risen of respiratory disease up to 2-3 times higher.
The objectives of this are to find out how far does-the impact to health which arise from smoke haze of FLF and the estimation of economical loss which arise from that health implication. The type of this study is ecological study using correlation analysis through air pollutant data PM10 and S02 derived from Air Quality Monitoring Station in Mandan District, Regency of Bengkalis. Numbers of ISPA, Asthma Bronchiole and Bronchitis are attained from health service facilities in Mandau District, hot spot data as signs of FLF are attained from the Environment Head State Office in Jakarta The data which are processed are those from January 2000 to Desember 2002.
The result of the study shows that, between hot spot and PM 10, is an important positive and significant relationship. Bivariance analysis with tinier regression test generates a prediction relationship with vector PM 10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot The relationship between Hotspot and ISPA shows strong relationships and signified which describes with vector ISPA = 723,685 + 60,046 a Hotpot PM] 0 dengan ISPA has an intermediate significant relationship which could be shown with prediction vector ISPA = 359,471 + 6,488 i PM 10. Health impacts shows that the lack of daily activities which are foreseen to occur toward workers in Regency of Bengkalis as a result of smoke haze disaster and weather troubles is resulted 711.850 working days. The economical loss estimation is costing Rp 98 billion.
It is concluded that health impacts and economical loss initiated by this FLF smoke haze is a low estimation because it merely uses PM]0 as a polluted parameter, without considering the effect of other pollutants (e.g. NOx and Qzon) and also yet to estimate the impacts of long term disease of air pollutant.
Based on the result of this study, Health Centers in the working environment of Bengkalis Regency are advised to make extensions to the community concerning health impacts caused by FLF, along with the efforts to be made in anticipation to the terrible air quality. Head of the Health Board in Bengkalis Regency is advised to make planning for an anticipated health implication program so that the community would be protected against the smoke haze. As a whole, the Regional Government in Bengkalis Regency is advised to make active measures in anticipating health impacts by FLF, technically and administratively.
References: 45 (1982-2002)
"
Depok: Fakutlas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Luthfita
"Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan mengalami kejadian kebakaran setiap tahun. Berdasarkan data Kesatuan Pengelolaan Hutan pada tahun 2018, terdapat sekitar 4406 titik panas yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan aspek kondisi fisik wilayah yang meliputi ketebalan gambut, tutupan lahan dan curah hujan serta aspek sosial masyarakat yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan jenis lapangan usaha di Kabupaten Kubu Raya. Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode overlay dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang terdeteksi sangat rawan sebesar 12,77 % dengan total luas wilayah 1124,31 km², rawan tinggi yaitu sebesar 26,75 % dengan total luas wilayah 2419,68 km², rawan rendah yaitu sebesar 31,48 % dengan total luas wilayah 3421,38 km², sedangkan tingkat rawan sangat rendah yaitu 29,00 % dengan total luas wilayah 2408,07 km². Hasil pengolahan menunjukkan bahwa Wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi yaitu Kecamatan Rasau Jaya dan wilayah dengan tingkat kerawanan terendah yaitu Kecamatan Kubu.
Kubu Raya Regency is one of 14 regencies / cities prone to forest and land fires in West Kalimantan Province and experiences fires every year. Based on data from the Forest Management Unit in 2018, there are around 4406 hotspots spread across Kubu Raya Regency. The purpose of this study is to analyze areas prone to forest and land fires based on aspects of the physical condition of the area including peat thickness, land cover and rainfall as well as social aspects of society which include population density, education level and type of business field in Kubu Raya Regency. The spatial analysis used in this study uses the overlay method with Geographic Information Systems. The results of the analysis that have been carried out show that the area in Kubu Raya District that was detected was very vulnerable at 12.77% with a total area of ​​1124.31 km², high vulnerable at 26.75% with a total area of ​​2419.68 km², low at risk that is amounting to 31.48% with a total area of ​​3421.38 km², while the level of vulnerability is very low at 29.00% with a total area of ​​2408.07 km². The analysis shows that the area with the highest level of vulnerability is Rasau Jaya District and the area with the lowest level of vulnerability is Kubu District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>